BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha
yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional (Iman dan Adi, 2009) Usaha Mikro Kecil dan menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha, yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Universitas Sumatera Utara
Kementerian Koperasi dan UKM mengelompokkan usaha mikro kecil dan menengah menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan total asset, total penjualan tahunan, dan status usaha dengan kriteria sebagai berikut: a. Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak Rp. 100 juta. b. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria antara lain: 1. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,(dua ratus juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 milyar. 3. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan yangdimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar. 4.
Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidakberbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
2.1.1
Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Menurut World Bank dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Small Enterprise, dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari 30 orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta. 2. Micro Enterprise, dengan kriteria jumlah karyawan kurang dari 10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Tujuan dan Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Tujuan usaha mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu bertujuan menumbuhkan danmengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Usaha mikro mempunyai peran yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasiyang lebih kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi danberadaptasi dengan perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidakterlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena dapat mengurang impor danmemiliki kandungan lokal yang tinggi. Oleh karena itu pengembangan usahamikro dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi ekonomi dan perubahanstruktur sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Disamping itu tingkat penciptaan lapangan kerja lebih tinggi pada usaha mikro dari pada yang terjadi di perusahaan besar (Sutrisno dan Sri,2006).Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomianIndonesia paling tidak dapat dilihat dari (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005 dalam Neddy, 2006 ): 1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor penyedia lapangan kerja yang terbesar 2. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat 3. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi 4. Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.
Universitas Sumatera Utara
Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakuiberbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peranstrategisUMKM menurut Bank Indonesia antara lain: jumlahnya yang besar danterdapat dalam setiap sektor ekonomi; menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau. 2.1.3 Karakteristik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Penelitian yang dilakukan LM-FEUI (Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) pada tahun 1994 menemukan karakteristik usaha kecil (mikro) di Indonesia sebagai berikut (Ahmad, n.d dalam afifah 2012): 1. Hampir setengah perusahaan mikro kecil dan menengah hanya menggunakan kapasitas terpasang60% atau kurang. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam perencanaan dan ketidak mampuan memperbesar pasar, dan lebih dari setengahperusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan usaha kecilkecilan. 2.
Masalah utama yang dihadapi berbeda menurut tahap pengembangan usaha.Pada masa pengembangan (sebelum investasi) terdapat dua masalah yaitu, permodalan dan kemudahan berusaha (lokasi dan perijinan). Pada tahapselanjutnya sektor usaha UMKM menghadapi kendala permodalan dan pengadaan bahan baku. Selain hal itu juga karena kurangnya keterampilan teknis dan administrasi.
3.
Tingkat ketergantungan terhadap bantuan pemerintah berupa permodalan, pemasaran dan pengadaan bahan baku relatif masih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
4. Hampir 60% masih menggunakan teknologi tradisional. 5. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung terhadap konsumen. 6. Sebagian
besar
pengusaha
UMKM
dalam
memperoleh
bantuan
perbankanmerasa rumit dan dokumen yang harus disiapkan sukar dipenuhi. 2.1.4 Tantangan dan Permasalahan Usaha Mikro Sebagaimana diketahui dari berbagai studi, bahwa dalam mengembangkan usahanya, UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal, permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: aksesbilitas, manajemen, permodalan, teknologi, bahan baku, informasi dan pemasaran, infrastruktur, birokrasi dan pungutan, kemitraan. Dari beragamnya permasalahan yang dihadapi UMKM, nampaknya permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi (Sri, n.d dalam afifah 2012). Menurut Dwiwinarno (2008 dalam Haryadi, 2010), ada beberapa faktor penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tata cara mendapatkan dana dan keterbasan kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan dana. Kebanyakan UMKM dalam menjalankan usaha tanpa adanya perencanaan, pengendalian maupun juga evalusi kegiatan usaha. Menurut Andang, (2007) dalam afifah (2012), permasalahan UMKM dapat dikategorikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Permasalahan
yang
bersifat
klasik
dan
mendasar
pada
UMKM
(basicproblems), antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hukumyang
umumnya
non
formal,
sumber
daya
manusia
(SDM),
pengembangan produk dan akses pemasaran; 2. Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan danpenetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor; 3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan. Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai berbagai problem dalam UMKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan penanganannyapun seharusnya berbeda pula. Menurut I Gusti (2011) dalam afifah (2012) tantangan yang dihadapi UMKM dan Koperasi,antara lain : 1. Teknologi Penelusuran studi mengatakan bahwa komoditi yang dihasilkan pengusaha mikro, kecil dan menengah & koperasi masih mempergunakan teknologi relatif rendah. Sementara negara maju lainnya pengembangannya berorientasi kepada teknologi maju. Berangkat darisituasi tersebut daya saing produknya didaerah relatif kalah bersaing dibanding produk-produk dari negara-negara yang sudah berorientasi pada teknologi maju. Kendala
Universitas Sumatera Utara
penggunaan teknologi terbesar adalah biayanya yang cukup besar (mahal). Sering
terjadi
peluang
pasar
meningkat
tetapi
tak
mampu
memanfaatkannya karena tidak tersedianya teknologi yang memungkinkan peningkatan produktivitas. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) Selama ini sebagian besar tenaga kerja yang bergerak dalam usaha mikro, kecil dan menengah & koperasi bukan merupakan tenaga kerja yang profesional, yang mampu mengelola usaha dengan baik. 3. Manajemen Manajemen Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah & Koperasi merupakan salah satu faktor daya saing yang sangat penting. Banyak perusahaan yang punya teknologi, sumber daya manusia dengan skill yang memadai dan modal yang cukup, namun kinerja masih belum memenuhi harapan. 4. Permodalan Perkembangan permodalan para pengusaha mikro, kecil dan menengah hingga kini masih relatif lambat, dan karenanya masih sering memerlukan bantuan baik dari pemerintah maupun dari pengusaha besar. Modal adalah bagian yang tak terpisahkan dalam usaha pengembangan suatu bisnis, karena itu akses modal baik yang berwujud kredit, barang produksi merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing pengusaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi. Kalangan perbankan masih sering menilai para pengusaha mikro, kecil dan menengah & koperasi belum Bankable.
Universitas Sumatera Utara
5. Organisasi dan Kelembagaan Masih banyak terjadi bahwa perusahaan-perusahaan yang termasuk UMKM & Koperasi belum menunjukkan kejelasan prinsip-prinsi porganisasi seperti kejelasan tujuan, kejelasan misi, kejelasan aktivitas, kejelasan rentang kendali. Adalah kenyataan pada umumnya para Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah & Koperasi sering menggunakan tipe organisasi yang sangat sederhana yang akibatnya berpengaruh terhadap perkembangan dan peningkatan daya saing. Hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, menunjukkan
bahwa
usaha
mikro
memiliki
permasalahan
yang
dapat
diidentifikasikan sebagai berikut (Joko dan Sri, 2006): 1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung mengikuti kaidah administrasi standar, sehingga datanya tidak up to date. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya menilai kinerja usaha mikro. 2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat ketat 3. Modal terbatas 4. Pengalaman manajerial perusahaan terbatas. 5. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan penekanan biaya untuk mencapai efesiensi yang tinggi. 6. Kemampuan pemasaran, negosiasi dan diversifikasi pasar yang terbatas. 7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal yang rendah, karena keterbatasan sistem administrasi. Menurut Tulus (2002), beberapa permasalahan yang sering dihadapi UMKM, khususnya industri kecil (IK) dan industri rumah tangga (IRT) antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Kesulitan pemasaran Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor. 2. Keterbatasan finansial UMKM, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akseske modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atausumber-sumber informal, namun sumber-sumber permodalan ini sering tidak cukup untuk kegiatan produksi. 3. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha
mikro
dan
enterpreunership,
kecil
di
manajemen,
Indonesia, teknik
terutama
produksi,
dalam
aspek-aspek
pengembangan
produk,
engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, dataprocessing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. 4. Masalah bahan baku Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah ketersediaan bahan baku yang terbatas serta harga bahan baku yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
5. Keterbatasan teknologi Keterbatasan teknologi khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro), disebabkan oleh banyak faktor di antaranya, keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru atau untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesin-mesin dan alat-alat produksi baru, dan keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesinmesin baru atau melakukan inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi. Dalam hasil survei BPS terhadap IK dan IRT menunjukkan bahwa masalah yang paling sering disebut adalah keterbatasan modal dan kesulitan dalam pemasaran. Sedangkan keterbatasan SDM dan teknologi modern ternyata bukan merupakan masalah yang serius bagi banyak pengusaha di IK dan IRT(Tulus, 2002).
2.2 Modal Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang dihadapi hampir semua pengusaha, karena untuk memulai usaha dibutuhkan pengeluaran sejumlah uang sebagai modal awal. Pegeluaran tersebut untuk membeli bahan baku dan penolong, alat-alat dan fasilitas produksi serta pengeluaran operasional lainnya. Melalui barang-barang yang dibeli tersebut perusahaan dapat menghasilkan sejumlah output yang kemudian dapat dijualnya untuk mendapat sejumlah uang pengembalian modal dan keuntungan. Bagian keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar menghasilkan nilai tambah suatu Produk. Tulus (2002) menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
Neti (2009) dalam afifah 2012 menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya. Selain sebagai bagian terpenting di dalam proses produksi, modal juga merupakan faktor utama dan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di dalam pengembangan perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan atau laba bagi pengusaha (Achmad, 2009). Dengan tersedianya modal maka usaha akan berjalan lancar sehingga akan mengembangkan modal itu sendiri melalui suatu proses kegiatan usaha. Modal yang digunakan dapat merupakan modal sendiri seluruhnya atau merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Kumpulan berbagai sumber modal akan membentuk suatu kekuatan modal yang ditanamkan guna menjalankan usaha. Modal yang dimiliki tersebut jika dikelola secara optimal maka akan meningkatkan volume penjualan (Riyanto, 1985 dalam Achmad, 2009). Terdapat pula adanya penggunaan istilah modal untuk mengacu kepada arti yang lebih khusus, misalnya modal sosial dan modal manusia. Istilah yang pertama mengacu kepada jenis modal yang tersedia bagi kepentingan umum, seperti rumah sakit, gedung sekolah, jalan raya dan sebagainya, sedangkan istilah yang kedua mengacu kepada faktor manusia
Universitas Sumatera Utara
produktif yang mencakup faktor kecakapan dan keterampilan manusia. Menyelenggarakan pendidikan misalnya, disebut sebagai suatu investasi dalam modal manusia. Jika dilihat dari defenisi diatas dapat dikatakan bahwasanya modal adalah pengeluaran awal untuk melakukan kegiatan usaha yang terdiri dari modal finansial dan modal sosial yang menjadi bagian yang penting untuk keberlangsungan usaha. 2.2.1
Defenisi Modal Sosial Modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk
bekerja sama, demi mencapai tujuan tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). atau secara lebih konperehensif (Burt, 1992) mendefinisikan, modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk berasosiasi berhubungan antara satu dengan yang lain dan selanjutnya menjadi kekuatan penting dalam ekonomi dan aspek eksistensi sosial lainnya. Menurut (Burt, 1992) kemampuan asosiasi pada masyarakat tergantung dari kondisi masyarakat dapat saling berbagi untuk tercapainya sebuah titik temu norma-norma serta nilai nilai dalam kehidupan bersama. Kesepakatan bersama ini nantinya akan berdiri diatas kepentingan kepentingan individu masing masing dan pada akhirnya kepentingan komunitas masyarakat tersebutlah yang menjadi acuan. Modal sosial dibentuk dari kehidupan masyarakat tradisional, dan dibentuk setiap hari oleh warga dan organisasi organisasi dalam masyarakat kapitalis modern. Modal sosial akan lebih berkembang ketika teknologi semakin berkembang, organisasi organisasi struktur hirarki semakin bersifat merata (horizontal), dan hirarki dari sistem usaha digantikan oleh jaringan (Fukuyama, 2005). Modal sosial merupakan seperangkat norma norma atau nilai nilai yang
Universitas Sumatera Utara
terbentuk secara informal. Umumnya norma norma yang terbentuk secara informal, yakni tidak terulis dan diumumkan. Sedangkan norma yang dibentuk melalui wewenang hirarkis lebih menujukan kepada bentuk hukum tertulis. Istilah modal berbeda artinya dalam percakapan sehari-hari dan dalam ilmu ekonomi. Modal (capital) sering ditafsirkan sebagai uang. Terutama apabila mempersoalkan pembelian peralatan, mesin-mesin, atau fasilitas-fasilitas produktif lain. Adalah lebih tepat untuk menyatakan uang yang digunakan untuk melaksanakan pembelian tersebut sebagai modal finansial (financial capital). Seorang ahli ekonomi akan menyatakan pembelian demikian sebagai investasi. Para ekonom menggunakan istilah modal untuk semua alat bantu yang digunakan dalam bidang produksi (Winardi, 1995). Ada suatu ciri pokok barang-barang modal yaitu bahwa mereka digunakan untuk memproduksi barang-barang lain. Menurut Prof. Dr. H.M.H.A. van der Valk (Winardi, 1995), modal dalam arti luas adalah bagian daripada arus bendabenda dan jasa-jasa yang langsung, yang ditujukan guna penyediaan benda-benda material dan immaterial yang berkemampuan untuk memberikan prestasi-prestasi ekonomi pada masa yang akan datang. Para ekonom telah lama berbicara mengenai modal ( Capital ) khususnya modal ekonomi atau finansial ( Financial Capital). Modal Finansial adalah sejumlah uang yang dapat digunakan untuk membeli fasilitas dan alat-alat produksi suatau perusahaan. Konsep modal seperti inirelatif mudah dipahami oleh orang awan sekalipun, karena membelanjakan atau menginvestasikan uang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari manusia dan melibatkan pemikiran serta indikator-indikator yang jelas. Modal finansial juga mudah diukur. Rupiah atau dollar dapat dihitung secara kuantitatif dan absolute
Universitas Sumatera Utara
karena julah uang yang dibelanjakan dapat diidentifikasikan sesuai jumlah barang yang dibelinya. Namun modal tidak hanya dilihat dari sudut tersebut masih banyak jenis modal yang lain seperti modal sosial, modal intelektual dan modal cultural. Modal sosial juga termasuk konsep yang tidak gampang untuk diidentifikasi dan apalagi diukur secara kuantitatif dan absolute. Sehingga modal sosial dapat juga diartikan sebagai kemampuan masyarakat atau dalam hal ini UMKM untuk berasosiasi berhubungan antara satu dengan yang lain dan selanjutnya menjadi kekuatan penting dalam ekonomi dan aspek eksistensi sosial lainnya dan meningkatkan modal . 2.2.2
Indikator Modal Sosial Modal sosial mirip bentuk modal-modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat
produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai bentuk produk relasi manusia satu sama lain. Khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada Aksesibilitas (jaringan), Kepercayaan, dan norma yang berpotensi pada produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing) (putnam,1993). Karenanya modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan akan semakin meningkat. Rusak nya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak digunakan. Berbeda dengan modal manusia modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain (coleman 1988). Bersandar pada norma-norma dannilai bersama, asosiasi antar manusia tersbut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur (fukuyama, 1995). Merujuk pada (ridell ,1997 dalam Suharto
Universitas Sumatera Utara
2007) ada tiga parameter modal sosial yaitu kepercayaan (trust), Norma (norms ), dan aksesibilitas (jaringan). 2.2.3
Aksesibilitas Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud aksebilitas kerjasama
antara manusia (Putnam 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi
dan
interaksi
memungkinkan
tumbuhnya
kepercayaan
dan
memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki aksesbilitas yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain atau suatu lembaga. Mereka kemudian membangun aksesibilitas atau counter relasi yang kental dan bersifat formal dan informal (onyx). Putnam (1995) beragumen bahwa aksesbilitas yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat-manfaat dari pasrtisipasinya itu. Bersandar pada parameter diatas, beberapa indicator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal social antara lain (Spellerber., 1997. 2005b) 1. Perasaan identitas 2. Persaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi 3. Sistem kepercayaan dan Ideologi 4. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan 5. Ketakutan-ketakutan 6. Sikap terhadap anggota lain dalam mayarakat 7. Persepsi mengenai akses terhadap pelayananan, sumber dan fasilitas (misanya pekerjaan, pendapatan pendidikan, perumahan, kesehatan tranportasi, jaminan social ) 8. Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu
Universitas Sumatera Utara
9. Keyakinan dalam lembaga-lenbaga masyarakat dan orang 0 orang pada umumnya 10. Tingkat kepercayaan 11. Kepuasan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya 12. Harapan-harapan yang ingin dicapai dimasa depan Dapat dikatakan bahwa modal social dilahirkan dari bawah (bottom up), tidak hierarkis dan bersandar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan pemerintah. Namun demikian modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh Negara melalui kebijakan publik (cox, 1995;). Jika dilihat dari teori diatas dapat disimpulkan bahwasnya aksesbilitas adalah kemampuan memperkuat perasaan kerjasama dan kepercayaan untuk mencapai suatu tujuan bersama serta kemudahan yang diperoleh para anggotanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang menguntungkan keduabelah pihak. 2.2.4
Kepercayaan Sebagaimana dijelaskan fukuyama (1995) kepercayaan adalah harapan
yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukan oleh adanya perilaku, jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan morma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox ( 1995) kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif. Hubungan-hubungan yang bersifat kerjasama. Menurutnya “we expect others to manifest good will, we trust our fellow human beings. We tend to work cooperatively, to collaborate with other in collegiat relationship (Cox 1995:5). Kepercayaan sosial pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
merupakan produk dari modal sosial yang baik. Modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbukan perilaku anti sosial (cox, 1995).Dilihat dari beberapa teori kepercayaan dari beberapa ekonom diatas dapat ditarik kesimpulan bahwaanya kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukan oleh adanya perilaku, jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan normanorma yang berlaku dan tingkat kepercayaan yang tinggi dapat memudahkan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan. 2.2.5
Norma dan Etika Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai harapan dan
tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Normanorma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standart seperti halnya kode etik professional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama dimasa lalu dan di terapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993;fukuyama 1995). Norma-norma dapat merupakan pra kondisi maupun produk dari kepercayaan social. Sehingga dapat ditarik kesimpulan norma dan etika dalam hal ini adalah nilai-nilai, harapan dan tujuan yang telah ditetapkan yang bersumber pada kode etik professionalisme yang akan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama masa lalu.
2.3 Nilai Tambah Produk UMKM Nilai tambah merupakan nilai jasa terhadap faktor produksi tetap, tenaga kerja dan keterampilan manajemen pengolahan (Suryana, A. 1990). Nilai tambah merupakan nilai produk barang sesudah diolah dikurangi dengan nilai bahan baku
Universitas Sumatera Utara
dan bahan penunjang yang dipergunakan dalam pengolahan. Nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Salah satu konsep yang sering digunakan untuk membahas biaya pengolahan hasil pertanian adalah nilai tambah ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu (metode hayami dalam hidayat 2009: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. 2. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. 3. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja (bahan pembantu) 4. Nilai tambah = f (K,B,T,U,Ho,Hb,L) a. K = Kapasitas produksi b. B = Bahan baku yang digunakan c. T = Tenaga kerja yang digunakan d. U = Upah tenaga kerja e. Ho = Harga output f. Hb = Harga bahan baku g. L = Nilai input lain Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lain terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja.Nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan
Universitas Sumatera Utara
ketrampilan serta kualitas bahan bakuNilai tambah dalam industri produk olahan diperoleh dari pengurangan nilai produksi produk dengan biaya bahan baku dan input lain. Besarnya nilai tambah dipengaruhi oleh kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan bahan pelengkap serta harga-harga, baik harga bahan baku dan pelengkap (bahan bakar dan bumbu) maupun harga produk. Berdasarkan pengertian nilai tambah sebagai penerimaan upah pekerja ditambah dengan keuntungan pemilik modal atau nilai produksi dikurangi dengan pengeluaran barang antara, maka perhitungan nilai tambah di formulasi (Herlina Tarigan, 2002): Nilai Tambah = nilai output – nilai input Nilai Tambah = Labour Contribution (LC) + Capital Contribution (CC) Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan Nilai Tambah Produk UMKM adalah nilai jasa terhadap faktor produksi tetap, tenaga kerja, dan keterampilan manajemen pengolahan yang bernilai setelah barang diolah dikurangi dengan nilai bahan baku dan bahan penunjang lainnya. 2.3.1 Produksi Produksi merupakan proses mengubah input menjadi output atau produksi meliputi semua kegiatan untuk menciptakan/menambah nilai/guna suatu barang/jasa. Hubungan antara input dan output disusun dalam fungsi produksi (production function). Q = A . F (K, L)
................ (2.1)
Dimana : Q : kuantitas output, A : kemajuan teknologi, K : kuantitas input modal, L : kuantitas input tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
Dalam hukum ekonomi yang terkait dengan teori fungsi produksi, dikenal teori tentang “the law of diminishing returns” yaitu produktivitas marginal yang semakin rendah yang menjamin batas penggunaan faktor-faktor produksi optimal (Nicholson, 2002) Hal ini merujuk pada bagaimana nilai penambahan produksi dari sebuah faktor produksi mulai mengalami penurunan, saat faktor produksi tersebut meningkat, berlawanan terhadap peningkatan yang seharusnya normal diharapkan. Dengan kata lain, teori ini menjelaskan tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. “The law of diminishing returns” dapat diformulasikan sebagai berikut : MPK=
𝑑𝑄
𝑑𝐾
................................ (2.2.A)
dan MPL=
𝑑𝑄 𝑑𝐿
........................ (2.2.B)
Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang. Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang menerangkan arah umum dan tingkat perubahan umum output perusahaan bila salah satu sumber yang digunakan berubah-ubah jumlahnya. Hukum ini menerangkan jika salah satu input ditambah secara terusmenerus maka produksi total akan semakin meningkat sampai pada suatu .Tingkat tertentu (titik maksimum) dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut faktor produksinya terus ditambah maka produksi total akan semakin menurun.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Kurva Produksi Satu Variabel Input Keterangan: TP = Total produksi
Titik A = MP maksimum
L = Tenaga kerja
Titik B = AP maksimum
MPl = Marginal produk tenaga kerja L
Titik C = MP = 0
APl = Produksi rata-rata tenaga kerja L Produksi Total (total product) banyaknya produksi yang dihasilkan dari penggunaan total faktor produksi. Produksi Marginal (marginal product) adalah tambahan produksi karena penambahan penggunaan satu unit faktor produksi. Produksi rata-rata (average product) adalah rata-rata output yang dihasilkan perunit faktor produksi. Di mana: Total Produksi (TP) : f(K,L) Secara matematis TP akan maksimium apabila turunan pertama dari fungsi nilainya sama dengan nol. Turunan pertama TP adalah MP, maka TP maksimum pada saaat MP sama dengan nol. Produksi marjinal (MP) =
𝜕𝑇𝑃 𝜕𝐿
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan dapat terus menambah tenga kerja selama MP > 0. Jika MP sudah < 0 penambahan tenaga kerja justru mengurangi produksi total. Penurunan nilai MP merupakan indikasi telah terjadinya hukum Pertambahan Hasil yang semakin berkurang atau the Law of Diminishing Marginal Return (LDR). Produksi Rata-rata (AP) =
𝑇𝑃 𝐿
AP akan maksimum bila turunan pertama fungsi AP
adalah 0 (AP′ = 0). Dengan penjelasan matematis, AP maksimum tercapai pada saat AP = MP, dan MP akan memotong AP pada saat Nilai AP maksimum. Gambar 2.1 menunjukkan tiga tahap Produksi (the htree stages of production) yaitu sebagai berikut: 1. Tahap I, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total maupun produksi rata-rata. Karena itu hasil yang diperoleh dari tenaga kerja masih jauh lebih besar dari tambahan upah yang harus dibayarkan. Perusahaan rugi jika berhenti produksi pada tahap ini. Elastisitas produksi lebih besar dari satu dicapai pada waktu kurva produksi marjinal berada di atas kurva produksi rata-rata. Ini merupakan skala usaha yang menunjukkan kenaikan hasil yang bertambah. Setiap penambahan 1% input (tetap dan variabel) dalam perbandingan tetap akan menyebabkan kenaikan output yang lebih besar dari 1%. Oleh karena itu pada daerah increasing return to scale, keuntungan perusahaan akan selalu bisa ditingkatkan dengan cara menambah input dalam proporsi yang tetap. Jadi bila pengusaha bertujuan mendapatkan keuntungan yang maksimum, pengusaha tersebut harus membayar usahanya dengan cara menambah input yang digunakannya. Bila tidak pengusaha tersebut dikatakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
pengusaha yang tidak rasional, dengan demikian daerah increasing return to scale disebut dengan daerah yang tidak rasional. 2. Tahap II, berlakunya The Law of Diminishing Return (LDR), produksi marjinal maupun produksi rata-rata mengalami penurunan. Namun demikian keduanya masih positif. Penambahan tenaga kerja akan akan tetap menambah produksi sampai mencapai nilai maksimum. Elastisitas produksi yang berada diantara non dan satu merupakan skala usaha yang berada diantara AP maksimum dan MP sama dengan nol. Di daerah ini kenaikan 1% input tetap dan input variabel dalam proporsi yang tetap akan menghasilkan kenaikan output diantara 0% sampai 1%. Bila kita perhitungkan penerimaan dan biaya produksi, di daerah decrasing return scale pengusaha bisa untung dan bisa rugi. Jadi pengusaha harus memilih skala usaha setepat-tepatnya untuk mencapai keuntugan maksimum. Oleh karena itu pengusaha yang berusaha di daerah ini haruslah pengusahapengusaha rasional. 3. Tahap III, pengusaha tidak mungkin melanjutkan produksi, karena penambahan tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan mengalami kerugian, dengan demikian perusahaan sebaiknya berproduksi pada tahap II, secara matematis perusahaan kan berhenti menambah tenaga kerja pada saat tambahan biaya (marjinal cost) yang harus dibayar adalah sama dengan tambahan pendapatan (marginal reveneu) yang diterima. Elastisitas produksi lebih kecil dari nol dicapai pada waktu produk marjinalnya negatif. Di daerah ini kenaikan 1% input dan variabel dalam proporsi yang tetap akan menghasilkan kenaikan output yang negatif.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, pengusaha yang berusaha pada skala usaha ini merupakan pengusaha yang irrasional, karena selalu menderita kerugian. 2.3.2
Hubungan Produksi dan Pendapatan Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian ada dimiliki
oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan jumlah masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut. (Sukirno, 2002). Dalam proses produksi, perusahaan mengubah masukan (input), yang juga disebut sebagai faktor produksi (factors of production) termasuk segala sesuatunya yang harus digunakan perusahaan sebagai bagian dari proses produksi, menjadi keluaran (output). Misalnya sebuah pabrik roti menggunakan masukan yang mencakup tenaga kerja, bahan baku seperti; terigu, gula dan modal yang telah diinvestasikan untuk panggangan, mixer serta peralatan lain yang digunakan. Tentu saja setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk berupa roti. Menurut Pyndick (Salvatore, 2006) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Q = f{K, L}................................................ .......................................... 2.1 Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : Q = βα AL K ........................................................................................ 2.2 Dimana Q adalah output dan L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, α (alpha) dan β (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju. Parameter α mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter β, mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, α dan β masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika α + β = 1, maka terdapat tambahan hasil yang onstan atas skala produksi; jika α + β > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala produksi dan jika α + β < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti industri kecil. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi pengusaha industri kecil dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh. Selanjutnya, Widayat (2001) menjelaskan bahwa proses produksi pada umumnya membutuhkan berbagai macam faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal dan berbagai bahan mentah. Pada setiap proses produksi, faktor-faktor produksi tersebut digunakan dalam kombinasi tertentu. Misalnya dari faktorfaktor produksi yang digunakan itu input X1, penggunaan terus ditambah sedangkan input yang lain tetap, maka fungsi produksi dianggap tunduk pada hukum yang disebut The Law of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan bahwa : bila satu macam input penggunaannya terus ditambah sedang input-input yang lain penggunaannya tidak berubah, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik akan tetapi kemudian menurun bila input tersebut ditambah. Untuk selanjutnya, input yang berubah itu dinamakan
input variabel. Tambahan
output yang
diperoleh karena adanya tambahan satu unit input tersebut dinamakan Marginal Physical Product (MPP), dari input tersebut dapat ditulis: MPPxn 1=
𝜕𝑄
𝜕𝑥1
Universitas Sumatera Utara
Kalau hubungan antara output dan input variabel digambarkan dalam suatu grafik maka akan didapat suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical Product (TPP). Kurva Total Physical Product (TPP) ini didefinisikan sebagai kurva yang menunjukkan tingkat produksi total (Q) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel dan input lainnya dianggap tetap, sehingga: TPP = f (X1, X2, ... Xn) Kurva lain yang dapat diturunkan dari kurva Total Physical Product (TPP) adalah kurva Marginal Physical Product (MPP) dan kurva Average Physical Product (APP). Kurva Marginal Physical Product (MPP) adalah kurva yang menunjukkan tambahan Total Physical Product (TPP) karena adanya tambahan penggunaan satu input variabel. Secara matematis dapat ditulis: MPP =
𝜕𝑇𝑃𝑃 𝜕𝑥
=
𝜕𝑄 𝜕𝑥
=
𝜕𝑦𝑓(𝑥) 𝜕𝑥
Kurva Average Physical Product (APP) adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-rata per unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut, dan ditulis secara matematis: APP = Hubungan antara
𝑇𝑃𝑃 𝜕𝑥
=
𝜕𝑄 𝜕𝑥
=
𝜕𝑓(𝑥) 𝜕𝑥
Marginal Physical Product (MPP) dan Average
Physical Product (APP) di atas selanjutnya dapat menjelaskan tentang elastisitas produksi. Mubyarto (2000) menyatakan bahwa dengan elastisitas produksi yang berbeda-beda, maka dapat diketahui apakah pendapatan tersebut dalam keadaan increasing atau decreasing. Apabila nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu, bila produksi total menaik maka pendapatan ada pada daerah increasing, dan sebaliknya bila nila ielastisitas produksi lebih besar dari nol tetapi lebih kecil dari
Universitas Sumatera Utara
satu, maka pendapatan tersebut ada pada daerah decreasing. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2003): Ep =
∆𝑇𝑃𝑃 𝑦
/
∆𝑋 𝑋
, atau Ep =
Di mana : Y adalah hasil produksi (output)
∆𝑌 𝑋
.
∆𝑋 𝑌
X adalah faktor produksi (input). Karena ΔY⁄ΔX = MPP, dan Y⁄X = APP maka Ep = MPP⁄APP . Akan tetapi karena besarnya koefisien elastisitas produksi dapat diketahui dari hasil fungsi produksi Cobb Douglas (hasil analisis OLS) dan besarnya Average Physical Product (APP) dapat dihitung berdasarkan data yang tersedia, maka Marginal Physical Product (MPP) juga dapat dihitung dengan menggunakan koefisien elastisitas produksi sebagai berikut : MPPxi = Ep (Y⁄Xi) = ai (Y⁄Xi) = ai . APP Dilihat dari teori diatas dapat disimpulkan bahwasanya produksi merupakan proses mengubah input menjadi output atau produksi meliputi semua kegiatan untuk menciptakan/menambah nilai/guna suatu barang/jasayang pastinya berdampak pada peningkatan pendapatan. 2.3.3
Tenaga Kerja Tenaga Kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang
berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa. Tenaga kerja UKM umumnya merupakan pemilik UKM dan keluarganya karena UKM merupakan usaha keluarga yang turun-temurun. Keterbatasan tenaga
Universitas Sumatera Utara
kerja UKM baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya (Jurnal Upaya Pengembangan UKM, DR. Ir. M. Jafar Hafsah, 2004). Pengembangan kemampuan tenaga kerja UKM akan mampu meningkatkan produksi dan selanjutnya berdampak terhadap peningkatan pendapatan UKM, hal ini sesuai dengan persamaan (2.5) dan (2.8) di atas, dimana tenaga kerja (variabel L) berhubungan positif terhadap tingkat produksi dan pendapatan, namun harus sejalan dengan teknologi prosuksi (variabel A). Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tenaga kerja adalah Masyarakat yang melakukan suatu pekerjaan guna untuk menghasilkan barang dan jasa baik dalam skala kecil maupun besar baik tenaga fisk maupun fikiran untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau orang lain dan untuk meningkatkan pendapatan. 2.3.4
Jumlah Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja Kesempatan kerja adalah memanfaatkan sumber daya manusia untuk
menghasilkan barang dan jasa. Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja itu dapat juga di sebut sebagai kesempatan kerja (demand for labor). Semakin meningkat pembangunan, semakin besar pula kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini berarti semakin besar pula pemintaan akan tenaga kerja. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula kebutuhan akan lowongan pekerjaan (kesempatan kerja). Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi yang lain
Universitas Sumatera Utara
seperti tanah, modal dan lain-lain. Maka manusia merupakan penggerak bagi seluruh faktor-faktor produksi tersebut. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan perkerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan), kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja nyata-nyata diperlukan oleh perusahaan/lembaga menerima tenaga kerja pada tingkat upah, posisi, dan syarat kerja tertentu. Data kesempatan kerja secara nyata sulit diperoleh, maka untuk keperluan praktis digunakan pendekatan bahwa jumlah kesempatan kerja didekati melalui banyaknya lapangan kerja yang terisi yang tercermin dari jumlah penduduk yang bekerja. Kebutuhan tenaga kerja didasarkan pada pemikiran bahwa tenaga kerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi secara keseluruhan, dengan demikian jumlah penduduk yang cukup besar dapat menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi. 2.3.5
Teknologi Dalam arti ini dapat diketahui melalui barang-barang, benda-benda atau
alat-alat
yang
berhasil
dibuat
oleh
manusia
untuk
memudahkan
dan
menggampangkan realisasi hidupnya di dalam dunia. Hal mana juga memperlihatkan tentang wujud dari karya cipta dan karya seni (Yunani techne) manusia selaku homo technicus. Dari sini muncullah istilah “teknologi”, yang berarti ilmu yang mempelajari tentang “techne” manusia. Tetapi pemahaman
Universitas Sumatera Utara
seperti itu baru memperlihatkan satu segi saja dari kandungan kata “teknologi”. Teknologi sebenarnya lebih dari sekedar penciptaan barang, benda atau alat dari manusia selaku homo technicus atau homo faber. Teknologi bahkan telah menjadi suatu
sistem
atau
struktur
dalam
eksistensi
manusia
di
dalam
dunia. Teknologi bukan lagi sekedar sebagai suatu hasil dari daya cipta yang ada dalam kemampuan dan keunggulan manusia, tetapi ia bahkan telah menjadi suatu “daya pencipta” yang berdiri di luar kemampuan manusia, yang pada gilirannya kemudian membentuk dan menciptakan suatu komunitas manusia yang lain. Dalam bentuk yang paling sederhana, kemajuan teknologi dihasilkan dari pengembangan cara-cara lama atau penemuan metode baru dalam menyelesaikan tugas-tugas tradisional seperti bercocok tanam, membuat baju, atau membangun rumah klasifikasi dasar dari kemajuan teknologi yaitu : Kemajuan teknologi yang bersifat netral (bahasa Inggris: neutral technological progress) Terjadi bila tingkat pengeluaran (output) lebih tinggi dicapai dengan kuantitas dan kombinasi faktor-faktor pemasukan (input) yang sama. Posner (1961) tergolong yang pertama yang secara teoritis berusaha menerangkan pola perdagangan dari sisi kemajuan teknologi. Model kesenjangan teknologi yang diciptakan Posner merupakan generalisasi dari model Ricardian. Perdagangan berlangsung karena perbedaan antar negara dalam hal teknologi. Model Posner merupakan hasil pengamatan Posner tentang proses dinamis perkembangan suatu produk, yang dijelaskan sebagai berikut. Selama proses dan produk baru terus-menerus dikembangkan, negara dimana inovasi tersebut berlangsung untuk sementara waktu akan menikmati keuntungan dari kemajuan teknologi dibanding negara mitradagangnya. Keunggulan ini akan berakhir ketika
Universitas Sumatera Utara
teknologi baru ini ditiru negara lain, dan sebelum teknologi baru ini ditiru negara lain, negara yang melakukan inovasi dapat mengekspor produk baru tersebut meskipun tidak mempunyai basis keunggulan komparatif dari segi faktor endowmen maupun intensitas faktor. Dengan berjalannya waktu, inovasi menyebar keseluruh dunia dan keunggulan yang pada awalnya diterima menghilang. Keunggulan yang dimiliki negara inovator akan tetap diperoleh jika kemajuan teknologi terus berlangsung dan penemuan-penemuan baru terus dibuat serta selalu ada perubahan produk-produk baru dimananegara yang melakukan inovasi memperoleh keunggulan komparatif. Kontribusi yang diberikan Posner adalah menjelaskan prosesdinamis dimana kemajuan teknologi terus menerus diperbaharui pada produk-produk yang berbeda, dan pada saat yang sama teknologi yang ada ditransfer ke negara-negara lain. Salah satu kelemahan dari model kesenjangan teknologi adalah model ini gagal untuk menerangkan mengapa suatu inovasi, pada saat ditemukan pertama kali, tidak mendapat keunggulan di lokasi yang mempunyai biaya paling rendah. Alasannya cukup mudah dipahami bahwa pihak yang melakukan inovasi akan menolak untuk membagi pengetahuannya kepada yang lain (teori posner) Hirsch (1967), yang mengikuti pemikiran Kuznets (1953), berpendapat bahwa produk-produk baru akan melewati suatu siklus perubahan sistematis dalam teknologi. Produk-produk baru pada awalnya membutuhkan sejumlah besar tenaga kerja terampil untuk produksi dan perkembangannya. Setelah ada sejumlah permintaan yang lebih besar, produk memerlukan teknik produksi yang lebih intensif kapital. Pada akhirnya ketika produk menjadi dewasa dan standar, proses produksi menjadi rutin dan tenaga kerja yang kurang terampil dapat memainkan peranan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
besar. Hirsch juga menerangkan lokasi produksi dengan mengaplikasikan teorema Hecksher-Ohlin pada siklus tersebut untuk produk yang baru, tumbuh dan dewasa (Hirsch, 1967).Menurut Vernon, pembuat produk-produk baru harus berada dekat dengan pasar sehingga mendapatkan keuntungan berupa umpan balik dari konsumen, yang bermanfaat dalam modifikasi produk dan pelayanan. Vernon menekankan bahwa inovasi itu sendiri dibantu oleh kedekatan dengan siapa yang yang membutuhkan inovasi. Jadi, baik inovasi maupun produksi cenderung akan dikonsentrasikan di negara-negara dimana diketahui adakebutuhan dan keinginan baru (vernon,1963). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Teknologi adalah suatu system baik dalam bentuk alat maupun dalm bentuk program baru yang telah mengalami perkembangan, perubahan untuk menghasilkan suatu produk yang jauh lebih banyak , lebih efisien dan lebih efektif tanpa menambah modal ataupun bahan baku. 2.3.6
Lama Usaha Lama usaha dalam hal ini adalah lamanya suatu Usaha Mikro Kecil atau
Menengah (UKM) dilakukan atau umur dari usaha tersebut semenjak usaha tersebut berdiri sampai pada saat
penulis melakukan penelitian ini. Dengan
asumsi bahwa semakin lama usaha tersebut berjalan maka akan mengakibatkan adanya perkembangan usaha yang signifikan kearah yang positif atau negatif. Perkembangan dari usaha tersebut tergantung dari iklim perdagangan dan persaingan yang terjadi didunia usaha atau pasar dan biasanya usaha yang lebih lama berdiri cenderung lebih berkembang karena sudah memiliki banyak pengalaman dalam menjalankan usahanya dan juga usaha yang memiliki umur yang bisa dibilang mapan lebih dapat bersaing dengan usaha/pelaku UKM
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Faktor lama berusaha secara teoritis dalam buku ekonomi tidak ada yang membahas lama berusaha mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan atau pendapatan usaha. Namun demikian, dalam banyak literatur atau berdasar data secara empiris, ternyata lamanya berusaha perusahaan secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan perusahaan (dalam hal ini pendapatan UKM). (Sarbini:2011). Jika dilihat dari teori diatas dapat disimpulkan bahwasanya lama usaha adalah jangka waktu yang dimiliki oleh UMKM dimulai dari usaha tersebut dimulai sampai dengan waktu hari ini. 2.3.7
Bahan Baku Berdasarkan pengertian secara umum, perbedaan arti kata antara bahan
baku dan mentah dapat diartikan sebagai berikut. Pengertian secara umum dari istilah bahan mentah dapat mempunyai arti sebagai sebuah bahan dasar yang bisa berasal dari berbagai tempat, yang mana bahan tersebut dapat digunakan untuk diolah dengan suatu proses tertentu ke dalam bentuk lain yang berbeda wujud dari bentuk aslinya. Pengertian dari bahan baku menurut Mulyadi, bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi. Sedangkan bahan baku yang di peroleh dapat berasal dari pembelian lokal, pembelian import, atau bisa juga berasal dari pengolahan sendiri. Adapun jenis-jenis bahan baku menurut (Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri, 2010) adalah : 1. Bahan baku langsung. Bahan baku langsung atau direct material adalah semua bahan baku yang merupakan bagian daripada barang jadi yang di hasilkan. Biaya yang di keluarkan untuk membeli bahan baku langsung ini mempunyai hubungan yang erat dan sebanding dengan jumlah barang jadi yang di hasilkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Bahan Baku Tidak Langsung. Bahan baku tidak langsung atau disebut juga dengan indirect material, adalah bahan baku yang ikut berperan dalam proses produksi tetapi tidak secara langsung tampak pada barang jadi yang di hasilkan. Sebagai contoh jenis dari bahan baku menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri adalah apabila barang jadi yang di hasilkan adalah meja dan kursi , maka yang merupakan bahan baku langsung dari pembuatan meja dan kursi tersebut adalah Kayu, sedangkan yang termasuk kedalam bahan baku tidak langsung adalah paku dan plamir yang berfungsi sebagai perekat kayu dan dasar cat untuk kursi yang dihasilkan. Dilihat dari pengertian bahan baku dan bahan mentah dari pendapat para ahli diatas, dapat di simpulkan bahwa istilah bahan baku dan bahan mentah yang ada di dalam pengertian umum di jadikan menjadi satu sebutan yaitu bahan baku adalah bahan awal yang belum mengalami proses produksi,perubahan bentuk atau ukuran pada barang jadi yang dihasilkan.
2.4 Kesejahteraan Masyarakat Menurut Segel dan Bruzy (1998:8) dalam mubarak, “Kesejahteraan masyarakat adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat. Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat”. Sedangkan Wilensky dan Lebeaux (1965:138) dalam Mubarak merumuskan kesejahteraan sosial sebagai sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar tercipta hubungan-hubungan personal dan sosial
Universitas Sumatera Utara
yang memberi kesempatan kepada individu-individu pengembangan kemampuankemampuan mereka seluas-luasnya dan meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Sedangkan menurut Midgley (1995:14) dalam mubarak Kondisi kesejahteraan sosial diciptakan atas kompromi tiga elemen. Pertama, sejauh mana masalah-masalah sosial ini diatur, kedua sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi, ketiga sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat disediakan. Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat,
seperti
pendapatan,
jaminan
sosial,
kesehatan,
perumahan,
pendidikan, rekreasi, budaya, dan sebagainya. Salah satu landasan hukum yang dijadikan acuan adalah undang-undang nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuanketentuan pokok kesejahteraan sosial. Dalam penjelasan umum ditetapkan bahwa “lapangan kesejahteraan sosial adalah sangat luas dan kompleks, mencakup antara lain, aspek-aspek pendidikan, kesehatan, agama, tenaga kerja, kesejahteraan sosial (dalam arti sempit), dll ”. Hal ini sesuai dengan pendapat Kamerman dan Kahn (1979) yang menjelaskan 6 komponen atau subsistem dan kesejahteraan sosial, yaitu : (1) pendidikan, (2) kesehatan, (3) pemeliharaan penghasilan, (4) pelayanan kerja, (5) perumahan, (6) pelayanan sosial personal. Dalam pola dasar kesejahteraan sosial (Balatbangsos, 2005), bahwa hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok, dan komunitas masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan. Pada dasarnya semua manusia, keluarga, komunitas dan masyarakat memiliki kebutuhan sosial yang harus dipenuhi agar mereka dapat mencapai yang dimaksud dengan kebahagiaan sosial. Kebutuhan tersebut merujuk pada kebutuhan bilogis, pendidikan, kesehatan yang layak dan juga interaksi sosial yang harmonis. Akhirnya kesejahteraan sosial terjadi pada komunitas yang dapat menciptakan kesempatan sosial bagi penduduknya untuk meningkatkan dan merealisasikan potensi-potensi yang ada. Kesejahteraan atau yang biasa disebut kesejahteraan sosial merupakan serangkaian aktifitas yang terorganisir yang ditunjukan untuk meningkatkan kualitas hidup, relasi sosial, serta peningkatan kehidupan masyarakat yang selaras dengan standard an norma-norma masyarakat sebagai tujuan merupakan cita-cita, pedoman dan aspirasi agar terpenuhinya kebutuhan materi, sosial dan spiritual. Terkait dengan hal ini spicker yang dikutip isbandi menggambarkan kaitan dengan kebijakan sosial sekurang-kurangnya mencakup lima bidang utama yang disebut dengan Big Five Yaitu: bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang perumahan, bidang jaminan sosial, bidang pekerjaan sosial.Undang-undang no 13 tahun 1998 tentang-tentang ketentuan pokok kesejahteraan masyarakat memuat defenisi tentang kesejahteraan masyarakat adalah sebagai berikut: Kesejahteraan masyarakat adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan masyarakat baik materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa takut, keselamatan kesusilaan dan ketentraman kahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap masyarakat untuk mengadakan usaha penemuan kebutuhan-kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
jasmani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila. Sehingga di tarik kesimpulan Kesejahteraan Masyarakat adalah peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok, dan komunitas masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup berdasarkan konteks sosialnya untuk menjadi lebih baik. 2.4.1
Tingkat Pendidikan Pengertian
pendidikan pada
umumnya
berarti
daya
upaya
untuk
memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”. (John Dewey, 1972), mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup. Hal senada juga dikemukakan oleh (Edgar Dalle dalam arikunto, suharsimi 2010 ) bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. Ditegaskan oleh (M.J. Longeveled, 1955) bahwa Pendidikan merupakan usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Umumnya, UMKM dipimpin langsung oleh pemiliknya sehingga kemampuan manajerial pemilik tercermin dari tingkat pendidikannya. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan pimpinan UMKM maka kemampuan manajerialnya akan semakin baik, memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, dan hal ini berdampak terhadap kemampuan mengadopsi teknologi produksi untuk peningkatan produksi. Sehingga ditarik kesimpulan bahwasanya tingkat pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan baik perseorangan ataupun masyarakat untuk melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk masa depan yang lebih baik. 2.4.2
Pendapatan Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik
faktor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor produksi seperti: tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa tanah, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah/gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba (Sukirno, 2005). Menurut Sunuharyo (2002), dilihat dari pemanfaatan tenaga kerja, pendapatan yang berasal dari balas jasa berupa upah atau gaji disebut pendapatan tenaga kerja (Labour Income), sedangkan pendapatan dari selain tenaga kerja disebut dengan pendapatan bukan tenaga kerja (Non Labour Income). Dalam kenyataannya membedakan antara pendapatan tenaga kerja dan pendapatan bukan tenaga kerja tidaklah selalu mudah dilakukan. Ini disebabkan karena nilai output tertentu umumnya terjadi atas kerjasama dengan faktor produksi lain. Oleh karenanya
Universitas Sumatera Utara
dalam perhitungan pendapatan migran dipergunakan beberapa pendekatan tergantung pada lapangan pekerjaannya. Untuk yang bekerja dan menerima balas jasa berupa upah atau gaji dipergunakan pendekatan pendapatan (income approach), bagi yang bekerja sebagai pedagang, pendapatannya dihitung dengan melihat keuntungan yang diperolehnya. Untuk yang bekerja sebagai petani, pendapatannya dihitung dengan pendekatan produksi (Production Approach). Dengan demikian berdasarkan pendekatan di atas dalam pendapatan pekerja migran telah terkandung balas jasa untuk skill yang dimilikinya. Sukirno (2005) menyatakan pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain: 1. Pendapatan pribadi yaitu semua jenis pendapata yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara. 2. Pendapatan disposibel yaitu pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel. 3. Pendapatan nasional yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam satu tahun. Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR ñ TC. Penerimaan usaha tani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usaha tani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya
Universitas Sumatera Utara
variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka (TC) = FC + FC (Soekartawi, 2002). Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan maupun natura. Pendapatan atau juga disebut juga income dari seorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi dan sektor produksi ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlakudipasar faktor produksi. Dalam hal ini pendapatan juga bisa diartikan sebagai pendapatan bersih seseorang baik berupa uang atau nature. Secara umum pendapatan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu: a. Gaji dan upah. Suatu imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah. Pendapatan dari kekayaan. Pendapatan dari usaha sendiri. Merupakan nilai total produksi dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan baik dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
uang atau lainnya, tenaga kerja keluarga dan nilai sewa kapital untuk sendiri tidak diperhitungkan. b. Pendapatan dari sumber lain. Dalam hal ini pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja antara lain penerimaan dari pemerintah, asuransi pengangguran, menyewa aset, bunga bank serta sumbangan dalam bentuk lain. Tingkat pendapatan (income level) adalah tingkat hidup yang dapat dinikmati oleh seorang individu atau keluarga yang didasarkan atas penghasilan mereka atau sumber-sumber pendapatan lain (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun ketimpangan, yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi .Distribusi dari suatu proses produksi terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. Pengukuran masalah pemerataan telah sejak lama menjadi perdebatan di kalangan ilmuan. Namun, pendekatan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur ketidak merataan dari distribusi pendapatan adalah Gini coefficient yang dibantu dengan menggunakan Lorentz curve (Gambar 2.2). Sedangkan untuk mengukur tingkat kemiskinan digunakan metode headcount measure dan poverty gap % Kumulatif Pendapatan.
Gambar 2.2 Kurva Lorentz dan Garis Pemerataan Pendapatan
Universitas Sumatera Utara
Gini coefficient merupakan alat ukur atau indikator yang menerangkan distribusi pendapatan aktual, pengeluaran-pengeluaran konsumsi atau variabelvariabel lain yang terkait dengan distribusi di mana setiap orang menerima bagian secara sama atau identik. Pengukuran ketidakmerataan dapat menggunakan gini coefficient. Selain itu, tingkat ketimpangan dapat diukur juga melalui personal income dengan menggunakan Kurva Lorenz, yaitu yang menggambarkan hubungan kuantitatif antara persentase populasi penerima pendapatan dengan persentase total pendapatan yang benar-benar diperoleh selama jangka waktu tertentu, seperti terlihat pada Gambar di atas (Santosa dan Prayitno,1996). Pada gambar tersebut, sumbu horizontal mewakili jumlah populasi penerima pendapatan dan sumbu vertikal menggambarkan pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase penduduk (Todaro, 2000). Garis Kurva Lorenz akan berada di atas garis horisontal, bila kurva tersebut menjauh dari kurva diagonal maka tingkat ketimpangan akan semakin tinggi. Badan Pusat Statistik memberikan pengertian pendapatan dan penerimaan dibedakan dalam dua bentuk yaitu: (BPS, 2008) 1. Pendapatan faktor yang didistribusikan, yang dapat dibagi menurut sumber yang meliputi: penghasilan sebagai gaji atau upah, penghasilan dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas, serta penghasilan dari pemilikan kekayaan. 2. Transfer yang bersifat redistributif, terutama terdiri atas transfer pendapatan yang tidak bersifat mengikat dan biasanya bukan merupakan imbalan atas penyerahan barang atau harta milik. Dilihat dari pengertian terdahulu maka pendapatan pada dasarnya dapat dikelompokkan pada pendapatan yang berasal dari sektor formal, pendapatan
Universitas Sumatera Utara
sektor informal, kemudian pendapatan sektor subsisten dan penerimaan yang bukan merupakan pendapatan hasil jerih payah. Pendapatan sektor formal adalah segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang sifatnya reguler dan diterima sebagai batas jasa atau kontra prestasi dari kegiatan formal misalnya gaji dan upah. Pendapatan sektor informal diperoleh misalnya dari hasil produksi pertanian, kerajinan rumah tangga, berjualan atau pendapatan dari investasi dan lain sebagainya. Pendapatan subsisten dan penerimaan yang bukan pendapatan di mana suatu pengeluaran yang seharusnya dikeluarkan tapi tidak dikeluarkan dan penerimaan berupa bantuan yang disebut dengan transfer payment. Ditinjau dari segi taraf hidup kesejahteraan masyarakat di dunia ini biasanya dibedakan dalam dua golongan, yakni negara-negara maju dan negara yang sedang berkembang. Pada dasarnya yang menjadi ukuran penilaian perbedaan tersebut adalah pendapatan. Di mana negara-negara yamg sedang berkembang mempunyai tingkat pendapatan perkapita masyarakatnya yang rendah. Masalah pokok yang dihadapi negara-negara
berkembang
adalah
kemiskinan
yang
menimpa
sebagian
penduduknya. Usaha untuk mengatasinya dengan jalan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya, atau sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat bertambah dalam jangka panjang. Masalah pendapatan merupakan masalah yang sangat kompleks, karena salah satu tolak ukur tinggi rendahnya taraf hidup suatu masyarakat dapat dilihat dari kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup (konsumsi) yang paling mendasar menurut masingmasing rumah tangga. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
Universitas Sumatera Utara
mendasar sangat erat kaitannya dengan pendapatan yang diperoleh. Apakah pendapatan yang diterima oleh masyarakat tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya atau tidak. Untuk mengetahui meningkat atau tidaknya kesejahteraan suatu masyarakat dapat dilihat dengan beberapa indikator. Salah satu indikatornya adalah melihat perilaku konsumen dalam mengkonsumsi pendapatannya untuk makanan dan bukan non makanan. Rumus baku pendapatan adalah hasil perkalianantara harga dan jumlah barang/jasa yaitu : R = P . Q = P . A . F (K, L) ............................... (2.3) dimana : R : revenue (pendapatan) perusahaan, P : price (harga) pasar produk perusahaan, Q : kuantitas output, K : kuantitas input modal, L : kuantitas input tenaga kerja, dan A : kemajuan teknologi Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan pendapatan pada penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal. Maksimalisasi pendapatan perusahaan adalah 𝑑𝑅
𝑑𝐾
𝑑𝑅 𝑑𝐿
= 𝑃. 𝑀𝑃𝐾 = 0 ................................ (2.4.A)
= 𝑃. 𝑀𝑃𝐿 = 0 .................................. (2.4.B)
Dari persamaan (2.4.A) dan (2.4.B) ditunjukkan bahwa pada output
perusahaan tertentu atau MPK dan MPL tertentu, harga pasar (P) merupakan penentu utama pendapatan perusahaan. Dalam bentuk fungsi produksi CobbDouglas (Nicholson, 2002), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Q = A . Kα . L1-α ....................................... (2.5) Pendapatan atau penerimaan perusahaan adalah : R = P . Q = P . A . Kα. L1-α ......................... (2.6) Maksimalisasi pendapatan atau penerimaan perusahaan adalah : 𝑑𝑅
𝑑𝐾
𝑑𝑅 𝑑𝐿
=α . P . A . Kα. L1-α= 0 ................................ (2.7.A)
= (1 – α) . P . A . Kα. L-α = 0
.......................(2.7.B)
Dari persamaan (2.7.A) dan (2.7.B) diperoleh : α . P . A . Kα. L1-α = (1 – α) . P . A . Kα. Lα . 𝐾
α.( )-1 = 𝐿
1−𝑎 𝑎
𝐿
Substansi ( )-1 = =
𝐾
1−𝑎 𝑎
ke fungsi pendapatan atau penerimaan perusahaan :
R = P . A . Kα. L1-α R = P . A .Kα. ( 𝐿
R=P.A( )1-α.K R= (
𝐾
𝐿1−𝑎
𝐾1−𝑎
1−𝑎 1-α. ) P.A.K 𝑎
) K1-α P
.......................
(2.8)
Dari persamaan (2.8) ditunjukkan bahwa nilai α adalah konstan. Artinya
bahwa faktor penentu dari pendapatan atau penerimaan perusahaan adalah harga produk (P), tingkat teknologi produksi (A) dan stok modal (K) perusahaan. Karena stok modal perusahaan sebagai penentu pendapatan perusahaan maka pemberian pinjaman dari kegiatan CSR akan meningkatkan stok modal perusahaan. Peningkatan stok modal perusahaan dari kegiatan CSR akan meningkatkan produksi. Peningkatan produksi membutuhkan peningkatan penggunaan tenaga kerja. Peningkatan produksi tentunya berdampak terhadap
Universitas Sumatera Utara
peningkatan pendapatan perusahaan (R). Konsep Pendapatan Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu. (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan maupun natura. Pendapatan atau juga disebut juga income dari seorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi. Dan sektor produksi ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku dipasar faktor produksi. Harga faktor produksi dipasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang dipasar barang) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan permintaan. Secara singkat pendapatan seorang warga masyarakat ditentukan oleh : Jumlah faktor-faktor produksi yang ia miliki yang bersumber pada ; 1. Hasil-hasil tabungannya di tahun-tahun yang lalu . Harga per unit dari masingmasing faktor produksi. Harga-harga ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar faktor produksi. Tingkat pendapatan (income level) adalah tingkat hidup yang dapat dinikmati oleh seorang individu atau keluarga yang didasarkan atas penghasilan
Universitas Sumatera Utara
mereka atau sumber-sumber pendapatan lain. (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pendapatan adalah pendapatan adalah balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi akan memperoleh balas jasa berupa upah/gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterprenuer akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba. 2.4.3
Kesehatan Sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektual, spiritual, dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi) dalam mempertahankan ksehatannya. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. (Kesehatan menurut UU no. 23 Tahun 1992). Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”.Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa pengertian kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik. Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri ( self care actions) secara adekuat. Self care Resouces : mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Self care Actions merupakan perilaku
yang
sesuai
dengan
tujuan
diperlukan
untuk
memperoleh,
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan dan meningkatkan fungsi psikososial dan spiritual.Konsep sehat, yang dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet (1992), yang dikutip oleh A.E. Dumatubun dalam Jurnal Antropologi Papua 2002, seperti berikut : a.
Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanisme tubuh.
b.
Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosional dan sosial walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya.
c.
Konsep sehat dilihat dari segi emosional yaitu kemampuan untuk mengenal emosi seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan, dan untuk mengekspresikan emosi-emosi secara cepat.
d.
Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
e.
Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yang berkaitan dengan kepercayaan dan praktek keagamaa, berkaitan dengan perbuatan baik, secara
pribadi,
prinsip-prinsip
tingkah
laku,
dan cara mencapai
kedamaian dan merasa damai dalam kesendirian. f.
Konsep
sehat
dilihat
dari
segi
societal
yaitu
berkaitan
dengan kesehatan pada tingkat individual ang terjadi karena kondisikondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi individu tersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yang tidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan emosional. Jadi dapat diartikan kesehatan adalah kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan serta kemampuan fisik dan dapat memaksimalkan fungsi keseluruhan fisik dan mental.
2.5
Kerangka Konseptual
H. produksi
T. kerja
NILAI TAMBAH PRODUK UMKM
Aksesibilitas mendapat modal Kepercayan mendapat modal
Lama usaha
Teknologi
MODAL SOSIAL
Bahan baku
Pendapatan
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Norma/ etika mendapatkan modal
Kesehatan
Pendidikan
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
2.6
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No 1.
Nama /tahun Penelitian Rifda Zahra “Analisis Afifah, 2012 bantuan modal dan kredit bagi kelompok usaha mikro oleh dinas Koperasi dan UKM Kota Semarang” (studi Kasus
Variabel Bantuan modal, bantuan kredit, modal usaha omzet, laba
Hasil Penelitian Adanya perbedaan modal usaha, omzet dan laba usaha mikro sebelum dan setelah memperoleh kredit dari Dinas Koperasi & UKM Kota Semarang
Universitas Sumatera Utara
No
Nama /tahun
Penelitian :KPUM pekunden kec semarang tengah)
Variabel
Hasil Penelitian
2.
Andi Dermawan Lubis, 2008
Analisis Pasar Tradisional terhadap kesempatan kerja dan pendapatan kaitannya dengan pengembangan wilayah “(studi kasus pasar tradisional johor)
Modal kerja, lama bekerja, lokasi ,pendidikan, pengalaman,bany ak pembeli, pendapatan, pengembangan
3.
Insannudin Lingga, 2010
“Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Kabupaten Dairi
variabel independent modal kerja, tenaga kerja, lama berusaha, tingkat pendidikan dan bantuan modal
Hasil analisis regresi berganda menyatakan pendapatan pedagang pasar dipengaruhi secara signifikan oleh modal kerja, jam kerja, dan lokasi usaha , hubungan asosiatif pendidikan dan pengalaman dengan pendapatan pedagang mempunyai hubungan, pengaruh pasar tradisional terhadap pengembangan wilayah kota medan terlihat dari meningkatnya aktivitas sosial elemen masyarakat Bahwa kelima variabel diatas mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan pengusaha industri di kab dairi, variabel yang signifikan tersebut sebagai modal utama yang mengindikasikan adanya peningkatan pendapatan pengusaha industri kecil,keseluruhan variabel signifikan mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil yaitu
Universitas Sumatera Utara
No
4.
Nama /tahun
Parapat, leonardis 2012
Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian variabel modal, tenaga kerja lama berusaha pendidikan dan bantuan modal variabel bantuan usaha pengaruhnya masih rendah rendahnya bantuan modal bagi pengusaha industri kecil dimana variabel bantuan modal kurang menggerakan variabel bantuan pendapatan industri kecil. Berdasarkan nilai total elastisitas
Analisis pengaruh corporate social responbility (CSR) terhadap pertumbuhan pendapatan usaha kecil dan mikro binaan PT Telekomunikai indonesia Tbk.(area medan, deli serdang, langkat)
Pinjaman, pengembangan, Pameran, harga tingkat pendidikan, tenaga kerja, jangkauan pemasaran, peningkatan pendapatan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan tingkat pendidikan pemilik UKM, jangkauan Universitas Sumatera Utarapemasaran hasil produksi UKM, pembinaan melalui kegiatan pelatihan (training) dan seminar, serta pemberian pinjaman dari Telkom CDC Area Medan kepada UKM binaannya berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan UKM. Namun kegiatan pameran yang dilakukan atau disponsori Telkom CDC Area Medan kepada UKM binaannya serta jumlah
Universitas Sumatera Utara
No
5.
Nama /tahun
jurnal, herlina tarigan, 2010)
Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian tenaga kerja yang dipekerjakan UKM berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap peningkatan pendapatan UKM, selain itu walaupun harga jual produksi UKM berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan UKM namun tidak signifikan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan UKM. Peningkatan Nilai tambah, Hasil analisis nilai tambah rantai nilai, menunjukan bahwa melalui agroindustri,jejari nilai tambah secara pengembangan ng usaha kuantitatif terdapat pada agroindustri mata rantai kedua pisang di (proses produksi utama, kabupaten perakitam, pengemasan, lumajang dan manajemen mutu) merupakan besaran laba atau pendapatan yang di terima pengusaha pada skala usaha industri. Nilai tambah yang tidak dapat dihitung secra numerik meliputi peluang kerja, peningkatan keterampilan kerja dan pengusaha, jaringan usaha dan akses pada beragam pendidikan, teknologi dan peluang pasar yang terakumulasi menjadi suatu investasi berharga di tingkat individu maupun
Universitas Sumatera Utara
No 6.
Nama /tahun harahap, mikha melina 2011
Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian daerah. Analisis modal, tenaga Nilai R2 = 0,724 yang Pengaruh kerja, tingkat bermakna bahwa variasi Faktor-Faktor pendidikan, Modal Kerja, Tingkat Produksi pengalaman Pendidikan, Terhadap ,pendapatan Pengalaman Bekerja, Pendapatan Tenaga Kerja mampu Pengrajin menjelaskan variasi Bambu Di Kota Pendapatan Pengrajin Binjai, Bambu di Kota Binjai sebesar 72,4% dan sisanya sebesar 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Berdasarkan uji serentak dengan uji FStatistik sebesar 38,994 yang berarti secara bersama-sama Modal Kerja, Tingkat Pendidikan, Pengalaman Bekerja, Tenaga Kerja dapat mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai secara signifikan. Berdasarkan uji partial (Uji t-statistik) dapat diketahui terdapat 3 variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai, yaitu modal kerja, pengalaman bekerja dan tenaga kerja, sedangkan 1 (satu) variabel bebas
Universitas Sumatera Utara
No
Nama /tahun
Penelitian
Variabel
7.
Rahmawaty, dian (2008)
Biaya bahan baku, tenaga kerja, modal, biaya promosi , manajemen, birokrasi, infrastruktur dan kemitraan ,pendapatan
8.
Slamet Santoso, 2009
Analisis factor factor yang mempengaruhi penadapatan usaha pada usaha kecil menengah studi kasus pada UKM pengrajin handycraft tas dan tenun tikar di Kabupaten Lamongan Peran Modal Sosial terhadap Perkembangan Pedagang Kaki Lima di Ponorogo (Role of Social Capital to Growth of Merchant Cloister in Ponorogo)
9.
Amran Husein,2012
Analisis Faktor Eksternal dan Internal Terhadap kinerja Usaha
peluang usaha, lokasi usaha, modal usaha, kelompok usaha ,tempat tinggal.
Hasil Penelitian yaitu tingkat pendidikan tidak signifikan mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Bambu di Kota Binjai. Berdasarkan pengujian secara parsial, variabel bahan baku yang paling berpengaruh paling dominan dan positif terhadap pendapatan sedangakna variabel yang lain berpengaruh positif terhadap pendapatan diantara para pedagang warung angkringan. Modal sosial yang telah berperan diantara para pedagang warung angkringan di Kota Ponorogo adalah saling memberikan informasi dan bantuan, baik terkait dengan informasi peluang usaha, lokasi usaha yang startegis, modal usaha, kelompok usaha maupun tempat tinggal dan berpengaruh positif signifikan.
Berdasarkan pengujian hubungan kausal
Universitas Sumatera Utara
No
2.7
Nama /tahun
Penelitian Variabel Mikro dan Kecil Faktor eksternal, (UMK) di Kota Faktor internal, Ternate Usaha, Mikro dan Kecil(UMK)
Hasil Penelitian diketahui factor eksternal meliputi aspek sosial budaya dan ekonomi, dan aspek pernalembaga terkait mempunyai pengeruh yang signifikan dan positif terhadap fakto internal dengan kontribusi 0.980 (98%). Factor eksternal mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja UMK dengan kontribusi 0.254(25,4 %).
Hipotesis Penelitian Adapun Hipotesis Penelitian ini dapat dirumuskan dalam penelitian ini
adalah : 5. Terdapat Pengaruh Positif
Modal Sosial terhadap Nilai Tambah Produk
UMKM. 6. Terdapat Pengaruh Positif Nilai Tambah Produk UMKM terhadap Kesejahteraan Masyarakat. 7. Terdapat Pengaruh Positif Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Masyarakat. 8. Terdapat Pengaruh Positif Modal Sosial Terhadap Kesejahteraan Masyarakat secara tidak langsung melalui Nilai Tambah Produk UMKM
Universitas Sumatera Utara