BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi dan Sistem Penghantaran Obat Bukal 2.1.1 Membran Mukosa Mulut dan Bukal Membran mukosa mempunyai permukaan yang lembab terbentang pada dinding organ saluran pencernaan dan pernafasan, bagian dalam mata, nasal, rongga muut dan organ genital (Punitha dan Girish, 2010). Ada tiga tipe mukosa mulut yaitu :
Masticatory merupakan mukosa yang menutupi gingiva dan palatal. Mukosa ini menekan epitelium yang berkeratinin ke jaringan di bawahnya dengan bantuan jaringan kolagen penghubung yang dapat menahan abrasi dan gaya tekan dari proses mengunyah.
Lining merupakan mukosa yang menutupi semua area kecuali permukaan dosal lidah dan ditutupi oleh epitelium nonkeratinasi sehingga lebih permeable. Mukosa ini dapat berubah elastis dan dapat meregang untuk membantu berbicara dan mengunyah.
Special merupakan mukosa yang berada di belakang lidah merupakan gabungan masticatory dan lining mukosa yang terdiri dari sebagian mukosa berkeratin dan sebagaian mukosa nonkeratin. (Kellaway et al., 2003)
5
Gambar 2.1. Penampang rongga mulut (Mathiowitz, 1999).
Mukosa mulut terdiri dari epitelium yang ditutupi mukus dan terdiri dari stratum distentum, stratum filamentosum, stratum suprabasale dan stratum basale (Mathiowitz, 1999). Epitelium bisa terdiri dari lapisan tunggal (single layer) yang terdapat pada lambung usus kecil dan usus besar serta bronkus, ataupun lapisan ganda (multiple layer) seperti pada esophagus dan vagina. Lapisan paling ats terdiri dari goblet sel yang mensekresikan mukus ke permukaan epitelium. Permukaan lembab pada jaringan mukosa adalah akibat adanya mukus yang berlendir, kental dan terdiri dari glikoprotein, lipid, garam inorganic, dam lebih dari 95% air (Punitha dan Girish, 2010). Di bawah epitelium terdapat basal lamina, lamina propia dan submukosa. Epitelium memberikan barrier mekanis yang dapat melindungi jaringan di bawahnya, lamina propia bertindak sebagai penahan mekanis dan juga membawa pembuluh darah dan sel saraf (Mathiowitz, 1999). Tebal lapisan mukus bervariasi pada tiap-tiap jaringan mukosa, biasanya antara 50-500 µm pada saluran cerna dan kurang 1 µm pada rongga mulut (Punitha dan Girish, 2010).
Gambar 2.2. Struktur membran mukosa mulut (Mathiowitz, 1999).
Bukal adalah bagian dari mulut yang membatasi secara anterior dan lateral antar bibir dan pipi, secara posterior dan medial (tengah) antara gigi dan gusi serta di atas dan di bawah dari mukosa yang terbentang antara mulut, pipi dan gusi. Pembuluh arteri maksilaris mengedarkan darah ke mukosa bukal dan darah mengalir lebih cepat dan lebih banyak (2,4 mL/min/cm2) dari pada daerah sublingual, gingival dan palatal, sehingga memfasilitasi difusi pasif molekul obat melewati mukosa. Tebal dari mukosa bukal antara 500 – 800 µm dan memiliki tekstur yang kasar, cocok untuk sistem penghantar obat yang bersifat retensif. Pergantian epitelium bukal antar 5 – 6 hari (Punitha dan Girish, 2010). 2.1.2. Sistem Penghantaran Obat secara Bukal Penghantaran obat melalui bukal adalah penghantaran melalui mukosa bukal, yang terletak di sepanjang pipi, untuk mencapai sirkulasi sistemik. Mukosa bukal kurang permeabel jika dibandingkan dengan mukosa sublingual dan biasanya
kurang bisa mencapai absorpsi obat dalam waktu cepat ataupun mencapai bioavailabilitas yang bagus, namun lebih permeabel jika dibandingkan dengan kulit ataupun sistem penghantaran lainnya. Membran lipid pada mukosa mulut menahan masuknya makromolekul sehingga molekul-molekul kecil yang tidak terionisasi dapat melintas membran ini dengan mudah (Mathiowitz, 1999). Mekanisme melintasnya obat melintasi membrane lipid biologis diantaranya adalah difusi pasif, difusi pasif terfasilitasi, transport aktif dan pinositosis. Mekanisme penghantaran obat pada mukosa bukal adalah difusi pasif yang melibatkan perpindahan dari zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah pada jaringan bukal. Absorpsi obat dari rongga mulut tidak sama dengan masuknya obat secara langsung ke sirkulasi sistemik Karena obat seperti disimpan dalam membrane bukal atau lebih dikenal dengan efek reeservior bukal (Mc. Elay dan Hughes, 2007).
Gambar 2.3. Skema absorpsi kinetik pada penghantaran obat mukoadhesif (Mc. Elay dan Hughes, 2007).
Beberapa keuntungan dalam penghantaran obat secara mukoadhesif adalah sebagai berikut : a.
Mudah dalam pemberian dan penghentian
b.
Memungkinkan terjadi lokalisasi obat pada rongga mulut untuk periode waktu yang panjang
c.
Dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
d.
Dosis obat dapat diturunkan sehingga memperkecil terjadinya efek samping
e.
Alternatif pemberian untuk obat – obat hormon, antiinflamasi, analgesik narkotik, enzim, dan steroid Sedangkan beberapa kekurangan pada sistem penghantaran mukoadhesif
adalah sebagai berikut : a.
Obat yang dapat mengiritasi mukosa mulut, berasa pahit dan berbau tidak enak tidak dapat dihantar sistem bukal
b.
Makan dan minum dapat membatasi penghantaran obat
c.
Obat yang tidak stabil pada pH bukal tidak dapat dihantarkan dengan sistem ini
d.
Obat yang mengembang oleh saliva dapat kehilangan efeknya dengan rute bukal
e.
Dapat membentuk struktur permukaan yang licin dan integritas struktur formulasi dapat tergantung akibat pengembangan dan hidrasi polimer bioadhesif. (Mitra, et al., 2007).
2.2 Mukoadhesif 2.2.1 Mekanisme Mukoadhesif Secara umum mekanisme mukoadhesif dapat dibagi menjadi dua langkah, yaitu tahap kontak dan tahap konsolidasi. Tahap kontak biasanya antara polimer mukoadhesif dan membrane mukosa. Dengan menyebar dan mengembangnya sediaan maka akan terjadi kontak yang lebih kuat terhadap lapisan mukus. Pada tahap konsolidasi, polimer mukoadhesif diaktifkan dengan adanya kelembaban. Kelembaban melenturkan sistem sehingga memudahkan molekul terbebas dan dapat berikatan secara Van der Waals dan ikatan hidrogen (Carvalho et al., 2010). Ada dua teori yang menjelaskan tahap konsolidasi, yaitu teori difusi dan teori dehidrasi. Berdasarkan teori difusi, molekul mukoadhesif dan glikoprotein mukus saling berinteraksi dengan adanya interpretasi ikatan dan membentuk ikatan sekunder. Dengan kata lain, sediaan mukoadhesif akan mengalami interaksi kimia dan makanis. Berdasarkan teori dehidrasi, bahan mukoadhesif akan mengalami dehidrasi ketika kontak dengan mukus sebagai akibat dari perbedaan tekanan osmotik. Perbedaan gradien konsentrasi ini menyebabkan air berpindah dari mukus ke sediaan sampai keseimbangan osmotik tercapai. Proses ini menyebabkan terjadinya pencampuran sediaan dan mukus yang meningkatkan waktu kontak dengan membran mukosa. Tahap pada proses mukoadhesif dapat dilihat pada gambar 2.5. (Carvalho et al., 2010).
Gambar 2.4. Tahap pada proses mukoadhesif (Hartisyah., 2011)
Mekanisme pelekatan polimer mukoadhesif dapat dijelaskan dengan berbagai teori, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Teori Elektronik Teori elektronik mengatakan bahwa bahan mukoadhesif dan mukus mempunyai struktur elektronik yang berlawanan. Ketika terjadi kontak antara keduanya maka akan terjadi perpindahan elektron yang menyebabkan terbentuknya lapisan ganda dai elektronik bermuatan pada atar muka keduanya. b. Teori Adsorpsi Berdasarkan teori adsorpsi, polimer mukoadhesif melekat pada mukus melalui interaksi kimia sekunder, misalnya ikatan Van de Waals, ikatan hydrogen, gaya tarik elektrostatik atau interaksi hidrofobik. c. Teori Pembasahan (Wetting theory) Teori pembahasan biasanya berlaku untuk sediaan cair yang mempunyai afinitas untuk dapat menyebar pada permukaan mukosa. Afinitas ini dapat dilihat dengan
teknik pengukuran, misalkan melalui sudut kontak, dimana sudut kontak yang lebih kecil mengidentifikasi afinitas yang lebih besar. d. Teori Difusi Teori difusi menggambarkan bahwa interpenetrasi rantai polimer dan mukus menghasilkan ikatan adhesif semi permanen sehingga gaya adhesi akan meningkat dengan peningkatan derajat penetrasi rantai polimer. Laju penetrasi ini tergantung pada koefisien difusi, fleksibilitas dan sifat dasar rantai polimer mukoadhesif, mobilitas dan waktu kontak. Proses teori difusi dapat dilihat pada gambar 2.6. (Punitha dan Girish, 2010).
Gambar 2.5. Teori difusi (Hartisyah, 2011)
e. Teori Fraktur Teori ini menganalisis gaya yang diperlukan untuk memisahkan dua permukaan yang melekat. Teori ini menjelaskan tentang tekanan pada polimer untuk melepas dari mukus untuk mendapatkan kekuatan ikatan adhesif. Teori ini biasanya berlaku pada bahan bioadhesif yang bersifat kaku atau semi kaku yang tidak dapat melakukan penetrasi rantai polimer ke lapisan mukus.
f. Teori Mekanik Teori mekanik berdasarkan pada adhesive untuk mengisi permukaan yang tidak rata dengan cairan polimer mukoadhesif. Di samping itu, ketidakrataan meningkatkan daerah antar muka yang dapat berinteraksi.
2.3 Sistem Patch Transdermal Jika ditinjau dari sistemnya, secara umum sistem patch transdermal terdiri dari sistem membran dan sistem matriks. 2.3.1
Sistem Membran
Sistem membran pada patch transdermal secara umum terdiri dari tiga komponen utama yaitu reservoir, membran dan lapisan perekat yang melekat pada kulit. Obat di dalam daerah reservoir tersebut harus dapat berdifusi melewati membran. Bahan aktif di dalam reservoir dapat didispersikan dalam bentuk suspensi, cairan maupun gel. Pada sistem membran, yang mengontrol laju pelepasan adalah lapisan membran dan lapisan perekat yang merupakan halangan yang menghambat laju pelepasan obat dari patch (Sinko, 2006). Sistem membran dari patch transdermal dapat dilihat pada gambar 2.6.
Keterangan: (1) lapisan pelindung (2) obat (3) membran (4) perekat Gambar 2.6 Sistem membran dari patch transdermal (Venkatraman et al., 2002)
2.3.2
Sistem Matriks
Sistem matriks pada patch transdermal terdiri dari 2 komponen utama, yaitu backing layer dan matriks. Pada sistem ini, obat di dalam eksipien seperti polimer, plasticizer, permeation enhancer dan perekat diformulasikan menjadi satu, yang kemudian dibiarkan mengering hingga membentuk matriks. Selanjutnya, matriks ditempelkan pada backing layer. Keuntungan dari sistem matriks yaitu akan membentuk suatu patch yang tipis sehingga nyaman untuk digunakan (Venkartraman et al., 2002). Sistem matriks dari patch transdermal dapat dilihat pada gambar 2.7.
Keterangan: (1) lapisan pelindung (2) perekat dan obat Gambar 2.7. Sistem Matriks dari Patch Transdermal (Venkartraman et al., 2002)
2.4 Permeation Enhancer Permeation enhancer merupakan salah satu eksipien yang terdapat dalam matriks patch. Fungsi utama dari eksipien ini adalah untuk meningkatkan permeabilitas melalui kulit. Mekanisme kerja permeation enhancer yaitu berinteraksi dengan struktur komponen dari stratum korneum yang mengandung protein dan lipid, kemudian mengubah protein dan lipid pada stratum korneum
secara kimia dengan memodifikasi fungsi penghalang yang menyebabkan peningkatan permeabilitas (Barry, 1983). Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai permeation enhancer antara lain yaitu air sulfoksida, senyawa sejenis ozon, pirolidon, asam-asam lemak, mentol, alkohol, glikol, urea, minyak atsiri, terpen, terpenoid dan fosfolipid (Williams, 2004).
2.5 Simplex Lattice Design (SLD) Simplex lattice design merupakan cara optimasi formula pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan. Jumlah total nilai fraksi masing-masing komponen adalah satu. Pengukuran respon dapat dihubungkan dengan model matematika yang cocok untuk masing-masing desain (Bolton, 1997). Terdapat 3 model matematika yaitu: 1. Linear model: Y = β1(X1)+β2(X2)+β3(X3) .................................................................................... (1) 2. Quadratic model: Y = β1(X1)+β2(X2)+β3(X3)+β1,2(X1)(X2)+β1,3(X1)(X3)+β2,3(X2)(X3) ................... (2) 3. Special cubic: Y = β1(X1)+β2(X2)+β3(X3)+β1,2(X1)(X2)+β1,3(X1)(X3)+β2,3(X2)(X3)+β1,2,3(X1) (X2)(X3) ......................................................................................................... (3) Keterangan: X1, X2, X3 adalah fraksi campuran komponen β1, β2, β3 adalah koefisien regresi (dihitung berdasarkan respon percobaan)
Dalam optimasi SLD, jumlah sesungguhnya suatu komponen dalam campuran, diterjemahkan sebagai proporsi yang merupakan bilangan nol atau positif dan tidak boleh berupa bilangan negatif. Jumlah seluruh proporsi semua komponen adalah 1. Jika X1, X2, X3………, Xq adalah proporsi komponen 1, 2, 3,……q, maka 0 ≤ Xi ≤ 1. Jika terdapat 3 komponen (q = 3) yaitu A, B, C, maka digambarkan dalam bentuk dua dimensi berupa segitiga sama sisi (model special cubic) dengan 3 sudut. Pada masing-masing sudut segitiga sama sisi menunjukkan komponen tunggal dengan nilai proporsi sama dengan 1. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketiga sisi segitiga harus mempunyai skala yang sama (Bolton, 1997). Pada model optimasi ini jumlah total dari bahan yang digunakan harus konstan, misalnya dalam formulasi sirup diketahui persentase bahan aktif dan pelarut adalah 90% dari total volume akhir, sisa 10% dari formulasi terdiri dari pengawet, pewarna dan surfaktan. Kita menginginkan membuat formula yang optimal yang tergantung dengan konsentrasi pengawet, pewarna dan surfaktan yang relatif dengan tetap menjaga bahwa konsentrasinya konstan 10% (Bolton, 1997). Desain dan interpretasi multi faktor eksperimen kombinasi proporsi dengan metode SLD dapat menggunakan bantuan software Design Expert versi 7. Software Design Expert versi 7 ini menawarkan berbagai macam desain, termasuk faktorial, faktorial fraksional dan desain gabungan. Software ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Dapat digunakan untuk kedua variabel proses dan variabel campuran, 2. Menghasilkan desain yang optimal untuk desain standar yang tidak applicable, 3. Dapat meningkatkan desain yang sudah ada (Buxton, 2007).
2.6 Monografi Bahan 2.6.1 Daun Sirih ( Piper betle L. ) Semua bagian tanaman sirih dari akar, daun dan bijinya dapat digunakan untuk obat, akan tetapi yang paling banyak disebut adalah kegunaan daunnya. Khasiat daunnya antara lain sebagai penahan perdarahan, obat luka pada kulit, memperbaiki selera makan dan rasa, menguatkan gigi, sebagai tonik untuk otak, jantung dan hati, menghilangkan haus, dan membersihkan tenggorokan. Selain itu, daun sirih juga berdaya antioksidan, antiseptik, bakterisida, fungisida, dan pencegah malaria (Darwis, 1991). Dalam daun sirih terkandung minyak atsiri, tanin, saponin, dan flavonoid yang berfungsi sebagai antiseptik, antiinflamasi, antihemolitik, dan antioksidan (Moeljanto dkk, 2011). Saponin dan tanin bersifat sebagai antiseptik pada luka permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk infeksi pada kulit dan mukosa dan melawan infeksi luka (Mursito, 2002). Flavonoid dan saponin dalam daun sirih dapat mengaktifkan makrofag (Kusumaningrum, 2006). Flavonoid berfungsi sebagai antiviral, antiinflamasi, antihemolitik, dan antioksidan (Chakraborty dan Shah, 2011).
Gambar 2.8. Tanaman sirih (Putri, 2010)
Daun Sirih (Piper betle L.) a. Klasifikasi Kindom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Bangsa
: Diperales
Suku
: Diperaceae
Marga
: Piper
Jenis
: Piper betle L. (Depkes RI, 2000)
b. Nama simplisia
: Piperis Folium (daun sirih)
c. Nama daerah Sumatera
: Ranub (Aceh), Blo, Sereh (Gayo)
Kalimantan : Uwit (Dayak), Sirih (Sampit) Jawa
: Seureuh (Sunda), Sedah, Suruh (Jawa), Sere (Madura)
Bali
: Base, Sedah
Sulawesi
: Ganjang, Gapura (Bugis)
Maluku
: Amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Alias) (Depkes RI, 1989)
d. Deskripsi Tanaman Tumbuh memanjat, tinggi 5 m sampai 15 m. Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong, pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau berambut agak pendek, tebal,
berwarna putih, panjang 5 cm sampai 18 cm, lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm, bunga bentuk bulir berdiri sendiri di ujung cabang dan berhadapan dengan daun. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur terbalik atau lonjong, panjang kira-kira 1 mm. Bulir jantan, panjang gagang 1,5 cm sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 cm sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai 5. Buah buni, bulat dengan ujung gundul. Bulir masak berambut kelabu, rapat, tebal 1 cm sampai 1,5 cm. Biji membentuk lingkaran. Tanaman sirih tumbuh subur pada tanah yang kaya akan humus, subur, dan pengairan yang baik (Dalimartha, 2008). e. Kandungan Kimia Daun sirih mengandung 1-4,2% minyak atsiri, mengandung chavikol, chavibetol, alilpirokatekol, karvakrol, eugenol metileter, sineol (Dalimartha, 2000). Selain itu, terdapat juga terpeneba, seskuiterpena, fenil propan, tanin: diastase 0,8% - 1,8% gula; pati (Depkes RI, 1989). Kandungan senyawa fenolik hidrolesikavicol berperan sebagai antibakteri (Nalina dan Rahim, 2007). 2.6.2 Pharmacoat® 615
Gambar 2.9 Struktur molekul pharmacoat® 615 (Anonim, 2004)
Pharmacoat® 615 mempunyai nama kimia HPMC (hydroxypropyl methyl cellulose) atau propilenglikol eter dari metil selulosa. Pharmacoat® 615 memiliki densitas 0,5-0,7 g/mL, berupa serbuk berwarna putih sampai kekuningan dengan ukuran partikel 50-70µm, tidak berbau dan tidak berasa. Secara kimia bersifat inert, memiliki viskositas larutan yang rendah, mempunyai kadar metoksi 28-30% dan kadar hidroksi 7-12% (Anonim, 2004). Eksipien ini bersifat tidak toksik dan tidak mengiritasi. Pharmacoat® 615 berfungsi sebagai agen stabilizer (Rowe et al., 2006). 2.6.3 Polietilenglikol 400 (PEG 400)
Gambar 2.10 Struktur molekul PEG 400 (Rowe et al., 2006)
PEG 400 adalah polimer dari etilen oksida dan air, yang dinyatakan dengan rumus H(O-CH2CH2)nOH, dengan harga rata-rata n antara 8 dan 9 serta bobot molekul antara 380 sampai 420. Titik beku PEG 400 adalah 4-8° C, berwujud cairan jernih yang kental pada suhu kamar, tidak berwarna, bau khas lemah, dan agak higroskopis. PEG 400 bersifat larut dalam air, dalam etanol 95%, dalam aseton P, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik, namun praktis tidak larut dalam eter P dan dalam hidrokarbon alifatik. PEG 400 digunakan sebagai agen plasticizer (Rowe, et al., 2006).
2.6.4 Mentol Mentol atau racementhol memiliki nama kimia (1RS,2RS,5RS)-(±)–5–Methyl2-(1-methylethyl)cyclohexanol. Rumus molekul dari mentol adalah C10H20O dengan berat molekul 156,27. Mentol berbentuk serbuk kristal yang mudah mengalir, kristal mengkilap, tidak berwarna, masa kering heksagonal, dan memiliki bau serta rasa yang kuat. Jarak lebur mentol pada suhu 41-44° C dan sangat mudah larut dalam etanol 95%, sangat sukar larut dalam gliserin, dan sangat sukar larut dalam air (Depkes, 1995). Bentuk kristal ini dapat berubah seiring dengan waktu karena proses penyubliman yang terjadi (Langdon dan Mullarney, 2009).
Gambar 2.11. Struktur molekul mentol (Langdon dan Mullarney 2009)
Mentol harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kurang dari 25o C untuk menghindari penyubliman. Bahan ini mempunyai inkompatibilitas dengan beberapa bahan antara lain kamfer, kalium permanganat, pirogalol, resorsinol, dan timol (Langdon dan Mullarney, 2009).