BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkembangan Sosial Anak 1. Perkembangan (Development) Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil dari proses pemotongan fungsi psikis dan fisik pada diri anak yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu tertentu menuju kedewasaan (Suherman, 2002). Menurut Harlimsyah (2007) perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi pada diri anak dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek fisik (motorik), emosi, kognitif dan psikososial (bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan). Aspek perkembangan anak yang diketahui orang tua yaitu: a. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik adalah hasil dari perubahan bentuk dan fungsi dari organisme (Soetjiningsih, 2001). Perkembangan fisik berkaitan dengan perkembangan gerakan motorik yakni perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot otak (Harlimsyah, 2007). Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri misalnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga. Sedangkan
6
7
motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan belajar dan berlatih, misalnya kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menulis. Perkembangan motorik kasar dan halus sangat diperlukan anak agar dapat berkembang optimal. Bedanya perkembangan motorik kasar tergantung kematangan anak sedangkan perkembangan motorik halus anak bisa dilatih. Anak yang perkembangannya kurang biasanya disebabkan stimulasi dari lingkungan yang kurang (Harlimsyah, 2007). b. Perkembangan Emosi Perkembangan
emosi
berhubungan
dengan
kemampuan
perasaan yang tertanam sejak awal atau dini misalnya orang tua harus bisa memberikan kehangatan, sehingga anak merasa nyaman dimana anak akan belajar dari lingkungannya. Pada orang tua yang tak pernah memberi kehangatan pada anak akan mempengaruhi kemampuan berinteraksi dengan lingkungan yang berakibat anak bisa merasa takut mencoba, malu bertemu dengan orang (Harlimsyah, 2007). Perkembangan emosi seperti aspek lain dari perkembangan berkaitan dengan umur. Ia harus belajar untuk mengatasi frustasi yang diuraikan sebagai suatu status yang bisa menimbulkan kekecewaan. Pengendalian emosi perlu pembelajaran bagaimana mengarahkan rangsangan yang diterima dan menentukan arah yang harus dijalani.
8
Lingkungan yang baik akan menjamin stabilitas emosional (Sacharin, 1999). Perkembangan emosi anak mempunyai ciri khas dengan proses gerak maju mundur (Progression and Regression). Orang tua dapat membantu perkembangan anak melalui berbagai cara. Yang paling penting adalah kehidupan keluarga yang bahagia dan stabil tanpa ketegangan serta cara merawat anak yang penuh kesabaran dalam menghadapi segala macam konfliknya (Suherman, 2002). c. Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif atau proses berfikir adalah proses menerima, mengolah sampai memahami info yang diterima. Aspeknya antara lain intelegensi, kemampuan memecahkan masalah serta kemampuan berfikir logis (Harlimsyah, 2007). Kemampuan ini berkaitan dengan bahasa dan bisa dilatih sejak anak mulai memahami kata. Proses pengenalan dilakukan dengan cara bermain. Hambatan bidang kognitif bisa dilihat dari seberapa cepat atau lambat anak menangkap
informasi
yang
diberikan,
seberapa
sulit
anak
mengungkapkan pikiran. Keterlambatan seperti ini berkaitan dengan kapasitas intelektual yang akan menjadi terbatas pula. d. Perkembangan Psikososial Perkembangan psikososial dimulai pada kehidupan awal bayi. Tersenyum dapat dianggap sebagai respon sosial. Pertama kali senyum timbul sebagai respon terhadap orang asing juga terhadap wajah yang
9
dikenal. Peningkatan pertukaran sosial terjadi secara cepat ketika anak mulai bicara (Sacharin, 1999). Umur 6 bulan senyuman menjadi lebih selektif, terutama senyum terhadap ibu, ayah dan saudara kandung. Anak juga akan malu terhadap orang asing. Antara usia 2 – 3 tahun anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial (Hurlock, 1999). Peran orang tua terhadap anak adalah mengajarkan cara beradaptasi dengan lingkungan. Hambatan perkembangan sosial membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang yang baru dikenal, bisa juga jadi pemalu (Harlimsyah, 2007). Sebaliknya orang tua over protektif, anak menjadi sulit berpisah dengan orang tua, sulit mengajarkan sesuatu sendiri karena tidak pernah diberi kesempatan. 2. Perkembangan Sosial Anak Pada personal sosial anak terdapat suatu aspek yang saling berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2001). Tingkah laku sosial diartikan bagaimana seorang anak bereaksi terhadap orang-orang di sekitarnya, pengaruh hubungan itu pada dirinya dan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. Perkembangan sosial misalnya diterima sebagai anggota dalam masyarakat, biasanya ditolong oleh orang tua dan keluarga. Pada permulaan pengaruh terbesar adalah dari ibu, tetapi kemudian bertambah banyak orang dan pengalaman-pengalaman mempengaruhi perilaku pribadi anak-anak.
10
Seluruh anak membutuhkan perasaan aman dan dicintai, bila mereka diharapkan tumbuh menjadi orang-orang yang beremosi stabil (Suryanah, 1999). 3. Uji Skrining Perkembangan dengan Metode Denver II / DDST (Denver
Development Screening Test ) DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, test ini bukanlah test diagnostik atau test IQ. Denver dibuat untuk menolong petugas kesehatan menentukan secara dini masalah penyimpangan perkembangan potensial anak berumur kurang dari enam tahun. Gambaran uji coba denver ini digunakan untuk menilai : a. Tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya. b. Anak-anak yang tampak sehat berumur diantara 0-6 tahun. c. Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya kelainan perkembangan. d. Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan benar-benar ada kelainan perkembangan. e. Melakukan
monitor
anak-anak
dengan
resiko
terhadap
perkembangannya (misalnya anak dengan masalah perinatal). Denver II adalah : 1) Bukan tes IQ 2) Bukan peramal kemampuan adaptif atau kemampuan intelektual (perkembangan) anak di masa mendatang.
11
3) Tidak
dibuat
untuk
menghasilkan
diagnosa
seperti
ketidakmampuan belajar (learning disability), kesukaran belajar (korning Disorder), atau gangguan emosional. 4) Tidak untuk substitusi evaluasi diagnostik atau pemeriksaan fisik namun lebih kearah membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak lain yang seumur. 4. Alat yang digunakan Penilaian perkembangan dengan Denver mengunakan alat yaitu : a. Alat peraga : benang wol, manik-manik, kubus warna merah kuning, hijau, biru, permainan anak, botol kecil, bola teknis, bel kecil, kertas dan pensill b. Lembar formulir DDST c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap : 1) Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 1 tahun , 2 tahun dan 3 tahun b) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan
pada
tahap
pertama.
Kemudian
dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap. 5. Penilaian Dari buku Tumbuh Kembang Anak, Soetjiningsih (1995) tentang bagaimana melakukan penilaian, apakah lulus ( Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan untuk melaksanakan tugas
12
(No Opportunity =N.O). Kemudian ditarik garis kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-asing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil test diklasifikasikan dalam : normal, abnormal, meragukan (questionable ) dan tidak dapat di test (untesable ) (Soetjiningsih, 2001). a. Abnormal 1)
Bila didapat 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor / lebih
2)
Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan PLUS 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
b. Meragukan 1) Bila ada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih 2) Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. Tidak dapat di test 3) Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil test menjadi abnormal atau meragukan. c. Tidak dapat di test Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hail test menjadi abnormal aau meragukan.
13
d. Normal Dalam pelaksanaan skrining dengan DDST ini, umur anak perlu ditetapkan terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Bila dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas. Perhitungan umur adalah sebagai berikut misalnya budi lahir pada tanggal 23 Mei 1992 dari kehamilan yang cukup bulan dan test dilakukan pada tanggal 5 Oktober 1994, maka perhitungannya sebagai berikut: a. 1994-10-5 (saat test dilakukan) b. 1992-5-23 (saat Budi lahir) Umur Budi 2-5-12 = 2 tahun 4 bulan 12 hari, karena 12 hari adalah lebih kecil dari 15 hari maka, dibulatkan ke bawah sehingga umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan. Kemudian garis umur ditarik vertikal pada lembar DDST yang memotong kotak-kotak tugas perkembangan pada ke-4 sektor. Tugas-tugas yang terletak di sebelah kiri itu, pada umumnya telah dapat dikerjakan oleh anak-anak seusia Budi, (2 tahun 4 bulan). Apabila Budi gagal mengerjakan tugas tersebut (F), maka berarti suatu keterlambatan pada tugas tersebut. Bila tugas-tugas yang gagal dikerjakan itu terletak dalam kotak yang terpotong oleh garis vertikel umur, maka ini bukan suatu keterlambatan, karena
14
pada kontrol lebih lanjut masih mungkin terdapat perkembangan lagi. Begitu pula pada kotak-kotak disebelah kanan garis umur. Panjang ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor. Kalau terdapat kode R maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya, sedangkan bila terdapat kode nomor maka tugas perkembangan di test sesuai petunjuk dibaliknya formulir (Soetjiningsih, 2001). 6. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak
Toodler (1-3 tahun) Personal sosial anak pra sekolah dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu keturunan (genetik) dan lingkungan (biopsikososial). Ada dua faktor tersebut yang dapat diuraikan menjadi berbagai macam faktor yang secara khusus dan langsung berpengaruh terhadap tumbuh kembang menurut Narendra (2002) adalah sebagai berikut: a. Faktor Keturunan atau Genetik Pengaruh genetik ini bersifat heredo-konstitusional yang berarti bahwa bentuk untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh faktor keturunan. Faktor hereditas akan berpengaruh pada cepat pertumbuhan, kematangan penulangan, gizi, alat seksual dan saraf. Walaupun konstitusi seseorang ditentukan oleh bakat, namun faktor lingkungan memberi pengaruh dan sudah mulai berperan sejak konsepsi, dalam perkembangan embrional intra uterin dan seterusnya.
15
b. Faktor Hormon Hormon-hormon yang berpengaruh adalah hormon pertumbuhan (growth hormon,GH) yang merangsang pertumbuhan Epifise dari pusat tulang paling panjang, tanpa GH anak akan tumbuh dengan lambat dan kematangan seksualnya terhambat. Pada keadaan Hipopituitarisme terjadi dengan gejala-gejala anak bertumbuh pendek, anak genetalia kecil, umur tulang melambat, dan Hipoglikemi berat. Sebaliknya yang terjadi pada Hiperpituitari, kelainan yang timbul yaitu akromegali yang disebabkan oleh hipersekresi GH, pertumbuhan linier, gigantisme, serta hormon kelenjar tiroid yang pengaruhi pertumbuhan c. Faktor Gizi Kecukupan pangan yang essensial baik kualitas maupun kuantitas sangat penting untuk pertumbuhan normal. Pada malnutrisi protein kalori yang berat terjadi kelambatan pertumbuhan tulang dan maturasi, kelambatan penyatuan epifise sekitar satu tahun dibandingkan dengan anak gizi cukup, dan proses pubertas juga terlambat. Banyak zat atau unsur yang penting untuk pertumbuhan, yaitu yodium, kalsium, fosfor, magnesium, besi, fluor, bermacam vitamin, misalnya vitamin A, B12, C dan D dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. d. Faktor Lingkungan 1) Faktor fisik, termasuk sinar matahari, udara segar, sanitasi, polusi, iklim dan teknologi.
16
2) Lingkungan biologis, termasuk di dalamnya hewan dan tumbuhan; lingkungan yang sehat; pembuangan sampah dan air limbah rumah tangga harus baik, halaman rumah yang baik. 3) Lingkungan psikososial, termasuk di dalamnya latar belakang keluarga, hubungan dalam keluarga, cara anak dibesarkan dan interaksi dengan masyarakat sekitar. 4) Faktor Sosial Ekonomi Faktor ekonomi sangat mempengaruhi keadaan sosial keluarga jika keadaan ini baik maka dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga. Dan akan lebih terjamin bagi anggota keluarga untuk mendapatkan pendidikan yang baik pula. 5) Faktor politik serta keamanan dan pertahanan suatu negara juga sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. 6) Faktor lain yang berpengaruh adalah pelayanan kesehatan yang didapat selama tumbuh kembangnya (Suryanah, 1999). 7. Parameter perkembangan sosial anak Toodler (1-3 tahun) Pada anak Toodler perkembangan sosial berada pada tern intiative
versus guilt yaitu anak pada umur ini sangat aktif dan banyak bergerak, dimana anak mulai belajar bermasyarakat. Anak berinisiatif dalam merencanakan permainan dan melakukannya bersama teman-temannya tetapi akan timbul rasa bersalah (feeling of guilt ), cemas dan takut saat anak dibatasi aktivitasnya. Menurut soetjiningsih (2001) menyebutkan bahwa
17 perkembangan sosial anak Toodler antara lain : (1) main bola dengan pemeriksa, (2) menirukan kegiatan, (3) minum dari cangkir, (4) membantu dirumah, (5) mengunakan sendok atau garpu, (6) membuka pakaian, (7) menyuapi boneka, (8) memakai baju, (9) gosok gigi tanpa bantuan, (10) cuci dan mengeringkan tangan, (11) menyebut nama teman, (12) memakai t-shirt, (13) berpakaian tanpa bantuan, (14) bermain ular tangga atau kartu, (15) gosok gigi tanpa batuan, (16) mengambil makan (Soetjiningsih, 2001). 8. Pengukuran Perkembangan Sosial Perkembangan sosial anak berupa belajar secara bertahap untuk meningkatkan kemampuan untuk mandiri, bekerja sama dengan orang lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Suatu skala pengukuran yang baik untuk perkembangan sosial anak dengan mengunakan alat untuk mengumpulkan data dengan skala maturitas sosial dari Vineland (Vineland
Social Maturity Scale), dimana alat tes ini mengkategorikan kemampuan motorik dan perkembangan sosial anak dari lahir sampai dewasa. Pada tes ini diperlukan jawaban atau informansi yang dapat dipercaya dari orangtua anak, mengenai perkembangan anaknya mulai dari tahun-tahun pertama sampai pada tes dilakukan. Kualitas hasil pemeriksaan tergantung pada kemampuan penguji dan ayah atau ibu yang memberi jawaban. Kegunaan skala ini adalah tes psikologi anak-anak yang mengalami deviasi perkembangan (Soetjiningsih, 2001). Skala maturitas sosial dari Vineland terbagi atas 8 kategori yaitu:
18
a. Self-help general (SHG ): eathing and dreassing oneself Mampu menolong dirinya sendiri yaitu makan dan berpakaian sendiri
b. Self-help eating (SHE) : the child can feed himself Mampu makan sendiri
c. Self-help dressing (SHD): the child can dress himself Mampu berpakaian sendiri
d. Self-direction (SD): the child can spend money and assume responsibilities Mampu memimpin dirinya sendiri : mengatur keuangannya dan memikul tanggung jawab sendiri
e. Occupation (O) : the cihild does things for himself, cuts things, uses a pencil, and transfers objects Mampu melakukan pekerjaan untuk dirinya, mengunting, menggunakan pensil, memindahkan benda-benda
f. Communication : the child talks, laughs and reads Mampu berkomunikasi seperti berbicara tertawa dan membaca
g. Locomotion (L) : the child can move about where he wants to go Gerakan motorik : anak mampu bergerak kemanapun ia inginkan
h. Socialization (S) : the child seeks the company of others, engages in play and competes Mampu bersosialisasi: berkompetesi
berteman, terlibat dalam permainan dan
19
Dari
8
berkomunikasi
kategori sangat
tersebut, penting
bila
kemampuan anak
bersosialisassi
diharapkan
dan
mempunyai
kemampuan perkembangan sosial yang normal.
9. ASMA a. Pengertian Asma adalah proses obstruksi reversibel yang ditandai dengan peningkatan responsivitas dan inflamasi jalan nafas, terutama jalan nafas bagian bawah (Wong, 2004). Asma adalah batuk dan atau
wheezing (mengi) timbul secara episodik, kronik (lebih 14 hari), cenderung malam hari, musiman, adanya faktor pencetus seperti aktifitas fisik yang bersifat membaik secara spontan atau dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma pada keluarga dan penyakit lainnya sudah bisa disingkirkan. Penyakit asma yang mempunyai banyak faktor penyebab dan yang paling sering karena faktor atopi atau alergi dan berkaitan erat dengan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua, kakek atau nenek anak menderita asma bisa diturunkan ke anak. Asma adalah penyakit pada pipa saluran nafas di paru. Pipa saluran nafas bercabang semakin kecil seperti pohon, menghubungkan rongga hidung & mulut dengan kantung udara. Pipa saluran napas penderita asma sering mengalami gangguan berupa radang kronik
20
dengan lendir/dahak yang berlebihan, pengkerutan saluran napas, penebalan otot pipa saluran napas (Depkes RI, 2001). b. Faktor penyebab Faktor-faktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berpernanan penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozon, sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misalnya tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamatMSG) juga bisa memicu asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi atau stres (Depkes RI, 2008). c. Gejala Asma Gejala asma di antaranya adalah batuk, sesak dengan bunyi mengi, sukar bernapas dan rasa berat di dada, lender atau dahak berlebihan, sukar keluar dan sering batuk kecil atau berdehem. Batuk biasanya berpanjangan di waktu malam hari atau cuaca sejuk, pernafasan berbunyi (wheezing ), sesak napas, merasakan dada sempit. Asma pada anak tidak harus sesak atau mengi. Batuk malam hari yang
21
lama dan berulang pada anak harus dicurigai adanya asma pada anak. Ciri lainnya adalah batuk saat aktivitas (berlari, menangis atau tertawa). Kriteria berat ringannya penyakit asma ditentukan berdasarkan tipe dalam kebutuhan terhadap terapi atau obat-obatan. Kriteria menurut GINA (Global Initiative for Asthma) : Tabel 1. Kriteria asma pada anak
Gejala/ hari
Gejala/malam
Jarang Kurang dari 1/ minggu Kurang dari 2/ (Intermittent bulan Ringan Lebih dari 1 kali/minggu Lebih dari 2/ (Mild tidak hari saat bulan Sedang Setiap haritiap timbul Lebih dari 1/ (Moderately aktifitas minggu Berat Berlanjut dengan Sering (Severe aktifitas terbatas Persistent)
PEF % 80% atau lebih 80% atau lebih 60% - 80% Di bawah 60%
Sumber : (Depkes, 2001) d. Penatalaksanaan Pencegahan Asma Penanganan alergi dan asma pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi dan asma tersebut. Saat ini terapi yang terbaik yang direkomendasikan adalah kombinasi pengobatan dengan long acting B2 agonis dan kortikosteroid dalam satu bentuk inhalasi. Long acting B2 agonis ini berguna untuk menstimulasi adenil siklase intraseluler, enzim
22
yang berguna untuk mengubah ATP menjadi siklik AMP, peningkatan AMP ini dapat menyebabkan otot polos bronkus berelaksasi dan menghambat pelepasan mediator hipersensitivitas yang bersifat segera, terutama sel mast. Sedangkan kortikosteroid berguna untuk anti inflamasi dengan manghambat aktivasi dari eosinofil
dan
menghambat
pelepasan
mediator
inflamasi
selanjutnya.
Pemakaian
terapi
hirupan
pada
penderita
asma
khususnya pada anak di Indonesia saat ini masih belum banyak digunakan. Di negara maju terapi ini justru lebih banyak digunakan karena lebih efektif, lebih aman dan relatif murah dibandingkan dengan obat minum. Tetapi di Indonesia orang tua sering menolak kalau sudah diberi anjuran terapi hirupan. Dengan pengobatan hirupan tersebut dianggap asma anaknya sudah sangat mengkawatirkan. Tampaknya sosialisasi lebih jauh tentang penggunaan terapi hirupan pada asma ini harus segera dilakukan. Bila terdapat riwayat keluarga baik saudara kandung, orangtua, kakek, nenek atau saudara dekat lainnya yang alergi atau asma. Atau bila anak sudah terdapat ciri-ciri alergi sejak lahir atau bahkan bila mungkin deteksi sejak kehamilan maka harus dilakukan pencegahan sejak dini (Depkes RI, 2008).
23
B.
Variabel Penelitian Variabel yang dikaji dalam peneliatian ini adalah Veriabel Independen (bebas) dan Variabel Dependen (terikat).Di dalam penelitian ini variabel yang perlu didefinisikan meliputi : 1. Perkembangan sosial adalah suatu tugas perkembangan dalam hal kemampuan penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap kebutuhan yang harus dicapai anak sesuai dengan umur anak berdasarkan hasil uji skrining perkembangan dengan metode Denver II. 2. Penyakit asma yang terjadi pada responden berupa batuk (mengi) pada responden timbul secara episodik, kronik (lebih 14 hari), yang cenderung malam hari, musiman.