BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI
A. Nyeri 1. Definisi Nyeri adalah pengalaman sensoris atau emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan potensi maupaun kerusakan jaringan yang sebenarnya, atau dideskripsikan sebagai kerusakan tersebut (International Association for The Study of Pain [IASP],1979). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia sedang nyeri (Potter & Perry, 2005). a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri (Potter & Perry, 2005) 1) Usia Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri, sedang pada lansia untuk menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai tubuh yang sama. 2) Jenis kelamin Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktorfaktor biokimia tanpa memperhatikan jenis kelamin.
7
8
2) Kebudayaan Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh kebudayaan mereka, hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. 3) Makna nyeri Dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu yang akan mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda. 4) Perhatian Perhatian yang meningkat dikaitkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. 5) Ansietas Seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas, pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas, sulit untuk memisahkan dua sensasi. 6) Keletihan Rasa lelah menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. 7) Pengalaman Klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu koping terhadap nyeri.
9
8) Gaya koping Klien yang memiliki fokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa, seperti nyeri. 9) Dukungan sosial dan keluarga Klien dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.
b. Mekanisme Nyeri Salah satu teori mengenai nyeri dari Melzack dan Wall (1965) adalah tentang pengendalian nyeri (Gate Control Theory)
yang
menjelaskan bagaimana dua jenis serat saraf yang berbeda (tebal dan tipis) bertemu di korda spinalis dapat dimodifikasi sebelum ditransmisi ke otak. Sinaps dalam dorsal medulla spinalis beraktifitas seperti pintu untuk mengijinkan impuls masuk ke otak. Serat yang tebal akan lebih kuat dan lebih cepat menangani rasa sakit daripada yang tipis. Ketika kedua sinyal rasa sakit bertemu, sinyal yang lebih kuat cenderung menekan yang lebih lemah. Teknik yang menggunakan stimulasi kutaneous pada kulit (seperti vibrasi, menggosok-gosok atau massage) yang mempunyai banyak serat
10
berdiameter besar, bisa membantu menutup gate pada transmisi impuls yang menimbulkan nyeri, sehingga dapat meringankan/ menghilangkan sensasi nyeri (Maryunani, 2010). Ada empat tahapan proses terjadinya nyeri: 1) Transduksi Merupakan proses dimana suatu stimulus nyeri (noxious stimuli) dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimulus ini dapat berupa stimulus fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena mediatormediator nyeri mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitivisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator tersebut dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. 2) Transmisi Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati korda dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmitter.
11
3) Persepsi Adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah mencapai korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut. 4) Modulasi Adalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi ini dapat berupa augmentasi (peningkatan) ataupun inhibisi (penghambatan).
Gambar 1.1 Mekanisme Nyeri c. Pengkajian Nyeri 1) Subyektif (Self Report) a) NRS (Numeric Rating Scale) Merupakan alat penunjuk laporan nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri yang sedang terjadi dan menentukan tujuan untuk fungsi kenyamanan
12
bagi klien dengan kemmapuan kognitif yang mampu berkomunikasi atau melaporkan informasi tentang nyeri.
Gambar 1.2 Numeric Rating Scale (NRS) b) Faces Analog Scale Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri, terdiri dari enam wajah kartun yang diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit), meningkat wajah yang kurang bahagia hingga ke wajah yang sedih, wajah penuh airmata (rasa sakit yang paling buruk).
Gambar 1.3 Faces Analog Scale c) Deskriptif / VRS (Verbal Rating Scale) Pasien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal (misal: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai 10; 0= tidak ada nyeri, 10= nyeri sangat hebat), nomor yang menerangkan tingkat
nyeri yang dipilih oleh pasien akan mewakilkan
tingkat intensitas nyerinya.
13
Gambar 1.4 Verbal Rating Scale (VRS) Keterangan: 0: Tidak nyeri 1-3: Nyeri ringan ( secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik) 4-6: Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik) 7-9: Nyeri berat ( secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi). 10: Nyeri sangat berat ( klien tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul). d) Visual Analog Scale (VAS) Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran verbal pada masingmasing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7-10 = nyeri berat.
14
Gambar 1.5 Visual Analog Scale (VAS)
2) Obyektif Pada pasien yang tidak dapat mengkomunikasikan rasa nyerinya, yang perlu diperhatikan adalah perubahan perilaku pasien. CPOT (Critical Care Pain Observation Tool) dan BPS (Behavioral Pain Scale) merupakan instrumen yang terbukti dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan perilaku tersebut. a) Behavioral Pain Scale (BPS) BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. BPS terdiri dari tiga penilaian yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians dengan mesin ventilator. Setiap subskala diskoring dari 1 (tidak ada respon) hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain).
15
Tabel 1 The Behavioral Pain Scale (BPS) Item
Description
Score
Facial
Relaxed
1
Partially tightened
2
Fully tightened
3
Grimacing
4
No movement
1
Partially bent
2
Fully bent with finger flexion
3
Permanently retracted
4
Compliance
Tolerating movement
1
with ventilator
Coughing but tolerating
Upper limbs
ventilation for most of the time
2
Fighting ventilator
3
Unable to control ventilation
4
b) Critical Care Pain Observation Tool (CPOT) CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: mengalami penurunan kesadaran dengan GCS >4, tidak mengalami brain injury, memiliki fungsi motorik yang baik. CPOT terdiri dari empat domain yaitu ekspresi wajah, pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator atau vokalisasi (pada pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian CPOT menggunakan skor 0-8, dengan total skor ≥ 2 menunjukkan adanya nyeri.
16
Tabel 2 Critical Care Pain Observation Tool (CPOT) Indikator
Kondisi
Skor
Keterangan
Ekspresi
Rileks
0
Tidak ada ketegangan
wajah
otot Kaku
1
Mengerutkan kening
Meringis
2
Menggigit selang ETT
Gerakan
Tubuh
Tidak ada gerakan abnormal 0 kesakitan
Tidak bergerak (tidak
17
d. Manajemen Nyeri Tujuan dari penatalaksanaan nyeri adalah menurunkan nyeri sampai tingkat yang dapat ditoleransi. Upaya farmakologis dan non-farmakologis diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi parah dan jika diterapkan secara simultan. 1) Intervensi Farmakologis Dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawatan utama lainnya dan pasien. Sebelum memberikan obat apa saja , pasien ditanyakan mengenai alergi terhadap medikasi dan sifat dari segala respon alergi sebelumnya. Pereda nyeri farmakologis dibagi menjadi tiga yakni golongan opioid, non-opioid dan anestetik. Anestesi lokal yang bekerja dengan memblok konduksi saraf, dapat diberikan langsung ke tempat yang cedera, atau langsung ke serabut saraf melalui suntikan atau saat pembedahan. Golongan opioid (narkotik) dapat diberikan melalui berbagai rute, yang karenanya efek samping pemberian harus dipertimbangkan dan diantisipasi, diantaranya adalah depresi pernafasan, sedasi, mual dan muntah, konstipasi, pruritus dan peningkatan risiko toksik pada penderita hepar atau ginjal. Jenis opioid diantaranya adalah morfin, kodein, meperidine. Sedang golongan non-opioid diantaranya adalah obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang
menurunkan nyeri dengan
menghambat produksi prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi. Jenis NSAID diantaranya adalah ibuprofen.
18
2) Intervensi Non-Farmakologis Saat nyeri hebat berlangsung selama berjam-jam atau berhari-hari, mengkombinasikan teknik non-farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri, diantaranya adalah stimulasi dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi saraf elektris transkutan, distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis. Stimulasi kutaneus dan massage bertujuan menstimulasi serabutserabut yang mentransmisikan sensasi tidak nyeri, memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri. Massage dapat membuat pasien lebih nyaman karena massage membuat relaksasi otot. Terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera, terapi es dapat menurunkan
prostaglandin
dengan
menghambat
proses
inflamasi.
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatakan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Terapi panas dan es harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit. Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS) menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri. TENS menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri dalam area yang sama sperti pada serabut yang mentransmisikan nyeri.
19
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif. Distraksi menurunkan persepsi dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak, keefektifan distraksi tergantung kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri, distraksi berkisar dari hanya pencegahan monoton hingga menggunakan aktivitas fisik dan mental seperti misalnya kunjungan keluarga dan teman, menonton film, melakukan permainan catur. Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman, irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi. Pada saat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila menghitunng dengan keras bersama pasien pada awalnya. Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing untuk meredakan nyeri dan relaksasi dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kemyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan bahwa dengan setiap napas
20
yang diekshalasi secara lambat, ketegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan tubuh rileks dan nyaman. Setiap kali napas dihembuskan, pasien diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing dapat berfungsi hanya pada beberapa orang. Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri dan menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis, mekanisme kerja hipnosis tampak diperantarai oleh sistem endorphin, keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu, bagaimanapun pada beberapa kasus teknik ini tidak akan bekerja (Smeltzer, 2001). Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen non nosiseptor sebagai counter stimulasi dari rasa nyeri di korteks serebri, menyebabkan intensitas nyeri berubah atau mengalami modulasi akibat stimulasi relaksasi genggam jari yang terlebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak (Pinandita, Purwanti & Utoyo, 2012).
B. Relaksasi Genggam Jari 1. Definisi Relaksasi genggam jari yang juga disebut sebagai finger hold adalah sebuah teknik relaksasi yang digunakan untuk meredakan atau
21
mengurangi intensitas nyeri pasca pembedahan (Pinandita, Purwanti & Utoyo, 2012). 2. Tujuan Terapi relaksasi genggam
jari sebagai pendamping terapi
farmakologi yang bertujuan untuk meningkatkan efek analgesik sebagai terapi pereda nyeri post operasi. Dilakukan saat nyeri tidak dirasakan pasien. Terapi relaksasi bukan sebagai pengganti obat-obatan tetapi diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung beberapa menit atau detik. Kombinasi teknik ini dengan obat-obatan yang dilakukan secara simultan merupakan cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri (Smeltzer, 2001). 3. Teknik Relaksasi Genggam Jari Teknik ini dilakukan pada pasien post operasi laparatomi pada hari pertama, sekitar 7-8 jam setelah pemberian analgesik, pasien dalam keadaan sadar dan kooperatif saat akan dilakukan tindakan. Lakukan pengkajian nyeri terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Langkah prosedurnya adalah sebagai berikut: a. Jelaskan tindakan dan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan pada pasien serta menanyakan kesediaannya. b. Posisikan pasien dengan berbaring lurus di temapat tidur, minta pasien untuk mengatur nafas dan merilekskan semua otot.
22
c. Perawat duduk berada di samping pasien, relaksasi dimulai dengan menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam hingga nadi pasien terasa berdenyut. d. Pasien diminta untuk mengatur nafas dengan hitungan teratur. e. Genggam ibu jari selama kurang lebih 3-5 menit dengan bernapas secara teratur, untuk kemudian seterusnya satu persatu beralih ke jari selanjutnya dengan rentang waktu yang sama. f. Setelah kurang lebih 15 menit, alihkan tindakan untuk tangan yang lain. g. Session selesai dengan menanyakan kembali bagaimana tingkat intensitas nyeri yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan. h. Rapikan pasien dan tempat kembali. 4. Mekanisme Relaksasi Genggam Jari dalam Menurunkan Nyeri Jenis relaksasi ini sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita. Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respons relaksasi (Potter & Perry, 2005). Mekanisme relaksasi genggam jari dijelaskan melalui teori gatecontrol yang menyatakan bahwa stimulasi kutaneous mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang berdiameter lebih kecil. Proses ini terjadi dalam kornu dorsalis medula
23
spinalis yang dianggap sebagai tempat memproses nyeri. Sel-sel inhibitori dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung enkefalin yang menghambat transmisi nyeri, gerbang sinaps menutup transmisi impuls nyeri sehingga bila tidak ada informasi nyeri yang disampaikan melalui saraf asenden menuju otak, maka tidak ada nyeri yang dirasakan (Pinandita, Purwanti & Utoyo, 2012).
Gambar 1.6 Finger Hold Relaxation (Henderson, 2007)
C. Laparatomi 1. Definisi Salah satu jenis tindakan operasi bedah mayor adalah laparatomi. Laparatomi merupakan pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Laparatomi merupakan teknik yang digunakan untuk menampakkan organ-organ abdomen untuk pembedahan (Cook, 1995) Laparatomi adalah insisi pembedahan melalui pinggang atau lebih umum, melalui setiap bagian perut (Kamus saku kedokteran Dorland, 1998).
24
2. Indikasi dan Kontraindikasi Laparatomi Indikasi dilakukannya laparatomi yakni ditemukan adanya trauma abdomen (tumpul atau tajam), peritonitis, perdarahan saluran cerna (internal bleeding), sumbatan pada usus halus dan besar, massa pada abdomen. Sementara beberapa kontraindikasi yang terjadi dengan dilakukannya laparatomi adalah ventilasi paru tidak adekuat, terjadi gangguan kardiovaskuler, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta akan terjadi adanya gangguan rasa nyaman.
3. Jenis Insisi a. Midline Incision Dibuat melalui linea alba. Linea alba adalah tendon berserat, tidak mempunyai pembuluh darah dan tidak terdapat darah, yang terletak membujur ke bawah pada abdomen anterior dan membagi otot rectus abdominus kanan dan kiri. Insisi ini cepat dan mudah diakses, mudah dibuat, diperpanjang atau saat ditutup kembali. Di bawah umbilicus, linea laba berdekatan dengan pembuluh darah, perlu kehati-hatian untuk tidak merusak kandung kemih. b. A sub umbilical incision Dibuat di bawah umbilicus yang berguna untuk pangkal masuknya laparoskopi dan perbaikan hernia umbilical.
25
c. Transverse incision Dibuat melintang melalui seluruh otot abdomen dengan sehingga kemungkinan dapat merusak saraf interkosta. Biasanya dilakukan pada anak-anak, neonates, karena belum adanya cekungan diafragma atau pelvis seperti pada orang dewasa. Waktu pemebedahan lama, tetapi penyembuhan dapat cepat dan tidak terdapat nyeri sebagaimana insisi membujur. Perdarahan yang banyak dapat terjadi karena melewati beberapa penampang otot. d. Pfannenstiel incision Merupakan insisi transverse yang umum dibuat pada genetalia perempuan untuk sectio caesaria, perbaikan hernia bilateral, prostat dan kandung kemih. Insisi dibuat dengan sayatan konveks turun melalui lipatan kulit dari supra pubic, 2 cm di atas pubis. e. Paramedian incision Dilakukan 1,5 cm menyamping dari arah midline. Merupakan insisi vertikal yang paling efektif saat hanya terdapat catgut yang tersedia, pembedahan memerlukan waktu yang lama dibanding dengan insisi midline, tampilan estetika tidak terlihat bagus dan juga berisiko tinggi terhadap infeksi, serta dapat memutuskan saraf dari rectus tengah karena terpisahnya otot rectus yang lebih dari 1 cm dari bagian tengah yang kemudian akan mengganggu saraf interkostal.
26
f. Para rectal incision Saat ini jarang dilakukan karena merusak lapisan rectus, dapat mengakibatkan buruknya penyembuhan luka dan pembentukan hernia setelah operasi. g. Kocher’s incision Dilakukan 3 cm di bawah dan parallel dari pinggir costa dari midline ke batas lateral dari rectus. Dilakukan di bagian kanan untuk kolesistektomi (insisi untuk pengangkatan empedu) atau splenektomi (pengangkatan limpa). Hati-hati dengan arteri superior epigastrik saat melakukan inisisi ini. Insisi kocher tidak dapat diperpanjang menjauh dan jika insisi/ luka memanjang secara latela akan banyak saraf interkostal yang akan rusak. h. Double Kocher’s incision line (rooftop incision) Dilakukan pada berbagai operasi intra-hepatic. Dilakukan untuk operasi radikal lambung dan pankreas dan juga adrenelektomi bilateral. Memungkinkan akses yang mudah pada limpa dan liver. i.
Gridiron incision/ McBurney incision
Merupakan insisi klasik yang dilakukan untuk kasus appendicitis. Point insisi adalah pada sudut kanan dari persimpangan luar ⅓ luar pertengahan garis yang menghubungkan anterior superior iliac spine (SIAS) ke umbilicus. Kewaspadaan harus diambil untuk menghindari berbagai kerusakan pada arteri dalam circumflex, ilio inguinal, dan saraf hypogastric.
27
j.
Rutherford-Morrison incision
Dibuat dengan memperpanjang insisi McBurney secara lateral dan dangkal yang membagi oblique eksternal untuk mendapatkan akses pada appendix, caecum dan kolon kanan. k. Lanz incision Digunakan untguk membagi iliohypogastric dan saraf ilioinguinal yang dapat mengakibatkan pemotongan saraf kanal iguinal dan pembentukan hernia inguinal. Insisi Lanz terletak lebih dekat pada anterior superior iliac spine dan dekat / di bawah point McBurneys. Insisi ini menghasilkan tampilan estetika yang lebih baik.
Gambar 1. 7 Jenis-jenis Insisi (1-Kocher incision) (2- Midline incision) (3- McBurney incision) (4-Battle incision) (5-Lanz incision) (6-Paramedian incision) (7- Transverse incision) (8-Rutherford Morrison incision) (9- Pfannenstiel incision)
28
4. Penatalaksanaan Post Laparatomy a. Pemantauan tanda vital Tanda vital dipantau dan status umum pasien dikaji pada setidaknya setiap 15 menit. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan selalu dievaluasi pertam kali, diikuti pengkajian fungsi kardiovaskuler (termasuk tanda vital), kondisi letak yang dioperasi dan fungsi sistem saraf pusat. Sasaran utama intervensi adalah untuk mempertahankan ventilasi pulmonal dan dengan demikian mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan hiperkapnea (kelebihan karbon dioksida dalam darah), hal ini dapat terjadi jika jalan nafas tersumbat dan ventilasi berkurang. Shock dapat dihindari dengan pemberian cairan intravena, darah dan medikasi yang meningkatkan tekanan darah. b. Pertimbangan respiratori Kesulitan bernafas berkaitan dengan tipe spesifik anesthesia.Untuk mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan nafas. Tindakan terhadap obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakkan kepala ke belakang dan mendorong ke depan pada sudut rahang bawah, seperti jika mendorong gigi bawah di depan gigi atas, maneuver ini menarik lidah kearah depan dan membuka saluran udara. Sering ahli anastesi meletakkan karet keras atau jalan nafas plastik dalam mulut pasien untuk mepertahankan patensi jalan nafas, alat tersebut jangan dilepaskan
29
sampai tanda seperti menelan, yang menandakan bahwa refleks telah kembali. c. Membersihkan sekresi dari jalan nafas Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual tetapi hati-hati dengan spatel lidah yang dibungkus kasa. Jika terjadi muntah, pasien dibalikkan miring dan vomitus dikumpulkan dalam basin emesis, wajah diusap dengan kasa atau kertas tisu dan sifat serta jumlah muntahan dicatat. Mukus atau muntahan yang menyumbat faring atau trakea dihisap dengan ujung penghisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan ke dalam nasofaring atau orofaring. d. Pengaturan posisi Tempat tidur dijaga agar tetap datar sampai pasien kembali sadar, kecuali bila ada kontra indikasi, pasien yang tidak sadar diposisikan miring ke satu sisi dengan bantal pada bagian punggungnya dan dengan dagu diekstensikan untuk meminimalkan setiap bahaya aspirasi.
Lutut
difleksikan dan bantal diletakkan diantara tungkai untuk mengurangi teganagan pada sutura abdomen. Jika berbaring miring merupakan kontraindikasi, maka hanya bagian kepala pasien saja yang dimiringkan. e. Dukungan psikologi Jika satu perawat menemani pasien sepanjang pengalaman praoperatif dan operatif, maka perawat tersebut dapat memberikan informasi yang
30
berharga tentang status mental pasien, seperti segala bentuk ketakutan dan kekhawatiran.
D. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Jalan nafas dan pernafasan Agen anestesi tertentu menyebabkan depresi pernapasan. Kaji patensi jalan nafas, laju nafas,irama, kedalaman, ventilasi, simetri gerakan dada, suara nafas, dan warna mukosa. Jika bernafas tidak biasanya dangkal, letakkan tangan di dekat hidung atau mulut pasien untuk merasakan hembusan udara. b. Sirkulasi Klien berisiko mengalami komplikasi kardiovaskuler yang disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari tempat pembedahan, efek samping dari anestesi,
ketidakseimbangan
elektrolit,
dan depresi
mekanisme yang mengatur sirkulasi normal. Kaji denyut dan irama jantung, bersama dengan tekanan darah, sirkulasi kapiler dengan mencatat pengisian kembali kapiler, denyut serta warna kuku dan temperature kulit. c. Kontrol suhu Pasien secara anestesi menurunkan tingkat fungsi tubuh dan akhirnya menurunkan metabolisme dan suhu tubuh. Ketika pasien mulai terbangun mereka mengeluh merasa dingin dan tidak nyaman. Suhu yang berubah
31
menjadi tinggi juga meyebabkan kemungkinan adanya indikasi pertama infeksi. d. Keseimbangan cairan dan elektrolit Kaji status hidrasi dan pantau fungsi jantung dan saraf untuk tanda-tanda perubahan elektrolit. Monitor dan bandingkan nilai-nilai laboratorium dengan nila-nilai dasar pasien. e. Fungsi neurologi Kaji refleks pupil dan muntah, cengkeraman tangan, dan gerakan kaki. f. Integritas kulit dan kondisi luka Kaji kondisi kulit pasien, titik-titik ruam, peteki, lecet, atau luka bakar. Ruam menunjukkan sensivitas obat atau alergi, lecet atau peteki didapat dari hasil posisi yang tidak sesuai atau tahanan yang melukai lapisan kulit atau dan gangguan pembekuan. Rasa terbakar mungkin menunjukkan bahwa landasan alas kauterisasi listrik salah ditempatkan pada kulit pasien. g. Fungsi perkemihan Raba perut bagian bawah tepat di atas simpisis pubis untuk mengkaji distensi kandung kemih, jika terpasang kateter urin harus ada aliran urin terus menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa. h. Fungsi gastrointestinal Anestesi melambatkan motilitas gastrointestinal dan sering menyebabkan mual. Auskultasi abdomen di empat kuadran, inspeksi untuk memeriksa perut kembung yang mungkin disebabkan oleh akumulasi gas. Tanyakan apakah pasien membuang gas (flatus) yang menunjukkan tanda penting
32
fungsi usus normal, jika terpasang NGT, kaji kepatenan selang, warna, dan jumlah drainase lambung. i. Kenyamanan Nyeri insisi akut menyebabkan pasien menjadi gelisah dan mungkin bertanggung jawab atas perubahan sementara tanda vital. Skala nyeri merupakan metode yang efektif bagi perawat untuk menilai nyeri setelah operasi, mengevaluasi respon terhadap analgesik, dan obyektif dokumen keparahan nyeri. j. Harapan pasien Kaji harapan pasien dan keluarga terhadap pemulihan dan kemajuan yang dirasakan dalam fase pemulihan.
2. Diagnosa Keperawatan a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan Tujuan : Kekurangan volume cairan dapat dihindari Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dengna membrane mukosa lembab, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, tanda vital stabil dan haluaran urine adekuat
33
Intervensi: 1) Pantau tanda vital dengan sering,perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah teramg atau bengkak insisi berlebihan Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus dan/atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan shock hipovolemik 2) Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa Rasional: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi 3) Perhatikan adanya edema Rasional: Edema dapat terjadi karena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein 4) Pantau masukan dann haluaran (mencakup semua sumber, misal: emesis, selang, diare), perhatikan haluaran urine, berat jenis. Kalkulasi keseimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan. 5) Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen
34
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal 6) Pertahankan patensi NG/usus. Pertahankan penghisap intermiten dan rendah, sesuai indikasi Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan pada garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anesthesia, manipulasi usus, atau kondisi yang sebelumnya ada, mis kanker 7) Pantau pemeriksaan laboratorium misal: Hb/Ht, elektrolit, BUN/Cr Rasional: Memberikan informasi tentang hidrasi dan kebutuhan penggantian fungsi organ 8) Berikan cairan, darah, albumin, elektolit sesuai indikasi Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. b. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik/trauma pembedahan Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol Kriteria hasil : Tampak rileks, mampu beristirahat/tidur dengan tepat
35
Intervensi: 1) Pastikan klien mengalami nyeri pada saat awal pengkajian. Jika ada nyeri lakukan dan dokumentasikan pengkajian nyeri secara komprehensif dan implementasikan intervensi penatalaksanaan nyeri untuk mencapai kenyamanan. Komponen awal pengkajian: lokasi, kualitas, durasi/onset, riwayat sementara, faktor pengganggu dan penurun nyeri dan efek nyeri pada fungsi dan kualitas hidup. Rasional: Pengkajian awal penting untuk mengetahui penyebab mendasar dari nyeri dan efektivitas perawatan. 2) Kaji tingkat nyeri klien menggunakan alat pengkaji nyeri individu yang terpercaya seperti skala analog visual (VAS) atau penilaian skala nyeri menggunakan angka 0-10. Rasional: Langkah pertama pengkajian nyeri adalah memastikan jika klien dapat menyediakan laporan individual. Alat pengukur skala nyeri termasuk alat yang berlaku dan terpercaya untuk mengukur tingkat intensitas nyeri. 3) Sebagai tambahan pemberian analgesik,
dukung klien untuk
mempraktekkan metode non-farmakologi untuk mengontrol nyeri seperti distraksi, imagery, relaksasi dan aplikasi panas dingin.
36
Rasional: Strategi perilaku kognitif dapat mengembalikan pengontrolan diri sendiri pada klien, efisiensi perorangan dan partisipasi aktif dalam perawatan dirinya sendiri. 4) Ajarkan dan implementasikan intervensi non-farmakologi genggam jari saat nyeri terkontrol dengan baik dengan intervensi farmakologi. Rasional: Intervensi non-farmakologi sebaiknya digunakan sebagai tambahan bukan pengganti intervensi farmakologi. 5) Libatkan atau ajarkan keluarga dalam melakukan menejemen nyeri kepada pasien Rasional: Keterlibatan keluarga memberikan efek positif kepada pasien. 6) Berikan anlagesik sesuai yang diresepkan untuk meningkatkan peredaan yang optimal. Rasional: Analgetik lebih efektif bila di berikan pada awal siklus nyeri. 7) Berikan kembali skala pengkajian nyeri. Rasional: Memungkinkan
pengkajian
terhadap
keefektifan
analgesik
mengidentifikasi kebutuhan terhadap tindak lanjut bila tidak efektif. 8) Catat keparahan nyeri yang di rasa pasien.
dan
37
Rasional: Membantu dalam menunjukkan kebutuhan analgesik tambahan atau pendekatan alternatif terhadap penatalaksananan nyeri. c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek pembedahan Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : Mencapai pemulihan luka tepat waktu, bebas dari drainase purulent atau eritema dan demam Intervensi: 1) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi. Demam 38 menandakan
infeksi
C segera setelah pembedahan dapat
pulmonal/urinarius/luka
tromboflebitis. Demam 38.3
atau
pembentukan
C dari awitan tiba-tiba dan disertai dengan
menggigil, kelelahan, kelemahan, takipnea, takikardia, dan hipotensi menandakan shock septik. Peningkatan suhu 4-7 hari setelah pembedahan sering menandakan abses luka atau kebocoran cairan dari sisi anastomosis. 2) Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi Rasional: Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
38
3) Pantau pernafasan, bunyi nafas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-45 derajat, bantu pasien untuk membalik, batuk, dan nafas dalam, bantu dengan spirometer insentif, meniup botol. Rasional: Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernafasan ( anestesia, narkotik); ketidakefektifan batuk (insisi abdomen) dan distensi abdomen ( penurunan ekspansi paru-paru) 4) Pertahankan perawatan luka aseptic. Pertahankan balutan kering Rasional: Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama pengantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai sumbu retrograde, menyerap kontaminan eksternal 5) Kultur terhadap kecurigaan drainase/sekresi; kultur baik dari bagian tengah dan tepi luar luka dan dapatkan lultur anaerobic sesuai indikasi Rasional: Organisme multiple mungkinada pada luka terbuka dan setelah bedah usus. Bakteri
anaerobic
hanya
terdeteksi
melalui
kultur
anaerobic.
Mengidentifikasi semua organisme yang terlibat memungkinkan terapi antibiotik lebih khusus 6) Berikan obat-obatan sesuai indikasi Rasional: Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi 7) Lakukan irigasi luka sesuai kebutuhan
39
Rasional: Mengatasi infeksi bila ada d. Kerusakan integritas kulit/ jaringan Tujuan: Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi Intervensi: 1) Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan demam, takipnea, takikardia, dan gemetar. Periksa luka dengan sering terhadap bengkak insisi berlebihan, inflamasi, drainase Rasional: Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma/terjadinya infeksi, yang menunjang pelambatan pemulihan luka dan meningkatkan risiko pemisahan luka/dehisens 2) Bebat insisi selama batuk dan latihan nafas. Berikan pengikat atau penyokong untuk lansia dan pasien gemuk bila diindikasikan. Rasional: Meminimalkan stress/ tegangan pada tepi luka yang sembuh. Proses penuaan dan ateleskeloris menunjang penurunan sirkulasi pada luka. Jaringan lemak sulit menyatu, dann garis jahitan lebih mudah terganggu. 3) Waspadai faktor risiko lanjut misal: keganasan, seperti limfosarkoma dan myeloma multiple, terapi radiasi dari sisi operasi
40
Rasional: Menurunkan imunokompetensi, ini mempengaruhi pemulihan luka dan tahanan pada infeksi. Meningkatkan vaskulitis dan fibrosis pada jaringan penyambung, mempengaruhi pengiriman oksigen dan nutrien yang perlu untuk pemulihan. e. Konstipasi / diare b/d efek-efek anestesi, manipulasi pembedahan, ketidakaktifan fisik, imobilisasi, inflamasi, iritasi, malabsorpsi usus Tujuan : Mendapatkan kembali pola fungsi usus yang normal Intervensi: 1) Auskultasi bising usus Rasional: Kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh efek depresan dari anestesi, ileus paralitik, obat-obatan. Adanya bunyi abnormal (misal: gemericik nada tinggi atau gemuruh panjang) menunjukkan terjadinya komplikasi 2) Selidiki keluhan abdomen Rasional: Mungkin berhubungan dengan distensi gas atau terjadinya komplikasi misal: ileus 3) Anjurkan makanan/cairan yang tidak mengiritasi bila masukan oral diberikan Rasional: Menurunkan risiko iritasi mukosa/diare
41
4) Berikan pelunak feses, supositoria gliserin sesuai indikasi Rasional: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/evakuasi feses. f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan Kriteria hasil : Mengidentifikasikan hubungan tanda/gejala pada proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab, memperbaiki penampilan prosedur tertentu dan menjelaskan rasional tindakan Intervensi: 1) Tinjau ulang prosedur dan harapan setelah operasi Rasional: Memberikan dasar pengetahuan di mana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi 2) Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat, kebutuha diet Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus 3) Demonstarsikan perawatan luka/mengganti balutan yang tepat. Anjurkan mandi pancuran dan menggunakan sabun ringan untuk membersihkan luka.
42
Rasional: Meningkatkan penyembuhan, menurunkan risiko infeksi, memberikan kesempatan untuk mengobservasi pemulihan luka 4) Identifikasi tanda-tanda yang memerlukan evaluasi medis misal: demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius, mengancam hidup.