Bab II Studi Literatur Pada bab ini akan diuraikan tentang teori-teori dasar yang melandasi solusi permasalahan pemetaan tingkat kebisingan. Kajian meliputi 3 materi utama yaitu: perumusan model; mencakup akustik kebisingan, interpolasi kriging, penerapan kriging untuk pemetaan kebisingan, dan takaran kebisingan. Berikutnya adalah materi tentang pengelolaan data spasial; mencakup data geografik, representasi data spasial, dan sistem basis data spasial. Kajian ditutup dengan materi tentang konsep dasar pemodelan berorientasi objek.
II.1
Perumusan Model
Pemodelan yang dirumuskan terdiri dari: model akustik kebisingan, takaran tingkat kebisingan, dan interpolasi kriging.
II.1.1 Model Akustik Kebisingan Tingkat kebisingan dikuantifikasi dengan besaran Tekanan Suara (Sound Pressure Level-SPL) memiliki satuan decibel (dB). Permasalahan kebisingan dikendalikan dengan pendekatan sistematik; dimana sistem perpindahan bising dipecah menjadi 3 elemen, yaitu: sumber bising, medium perambatan, dan penerima bising (Hutagalung, 2007). Persamaan dasar untuk menghitung tingkat tekanan suara di luar ruangan dinyatakan seperti pada Persamaan II-1 (Brüel Kjær, 2000). ……………………………………………………Persamaan II-1
dimana, Lp2
: tingkat tekanan suara di titik penerima (dB)
Lp1
: tingkat tekanan suara sumber (dB)
r1
: jarak referensi sumber bising
r2
: jarak penerima terhadap sumber bising
II-1
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-2
Perambatan bising dalam lingkungan atmosfer yang nyata akan mengalami penyimpangan dari model spherikalnya akibat dari beberapa faktor, antara lain: penyerapan suara oleh udara, non-uniformity dari medium perambatan karena kondisi meteorologi dan interaksi dengan tanah yang melibatkan mekanisme penyerapan dan pemantulan (Brüel Kjær, 2000). Persamaan II-1 dikembangkan dengan memasukkan pengaruh penyerapan atmosfer dan faktor-faktor lainnya yang dikenal sebagai atenuasi (Excess Attenuation). Modifikasi Persamaan II-1 dengan melibatkan atenuasi, dapat dinyatakan sebagai (Everest, 2001): …………………………………Persamaan II-2
dimana, Lp1
: tingkat tekanan suara dengan jarak r1 dari sumber
Lp2
: tingkat tekanan suara dengan jarak r2 dari sumber
(Ae – Ae1)
: excess attenuation untuk jarak r2-r1
Penyerapan oleh atmosfer di tentukan dengan formula berikut (MNE, 2006):
...Persamaan II-3 …Persamaan II-4
…Persamaan II-5
dimana, : Koefisien penyerapan, dB/100 m
f
: Frequency, Hz
h T
: Air humidity, %
T0
: 293.15 °K (20 °C)
: Suhu, K
Persamaan II-2 dengan melibatkan atenuasi dinyatakan (Everest, 2001): …………………………………………Persamaan II-6
dimana r adalah jarak antara sumber dengan penerima, dalam satuan meter.
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-3
Pada pengukuran tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh lebih dari satu sumber bising maka akan terjadi penambahan atau pengurangan SPL. Untuk penambahan SPL, hitungan dapat dilakukan dengan formula (Brüel Kjær, 2000): …………………Persamaan II-7
Untuk menghitung SPL dengan jumlah sumber bising lebih dari 1, ditulis sebagai (Brüel Kjær, 2000): ……………………………………………Persamaan II-8
Selain satuan decibel (dB) terdapat pula satuan lain yang biasa digunakan dalam praktek sehari-hari, yaitu dBA. Konversi dari dB ke dBA diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai dB dengan konstanta seperti ditunjukkan pada Tabel II-1; untuk setiap frekuensi (The Engineering ToolBox, 2005). Tabel II-1 Konstanta Konversi dBA
Frekuensi (Hz) 16 31.5 63 125 250 500 1000 2000 4000 8000 16000
Konstanta (dBA) -56.7 -39.4 -26.2 -16.1 -8.6 -3.2 0 +1.2 +1.0 -1.1 -6.6
Berdasarkan deskripsi dan persamaan-persamaan di atas, selanjutnya model akustik kebisingan dirumuskan seperti dijelaskan pada Gambar II-1.
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-4
Gambar II-1 Skema Model Akustik Tingkat Kebisingan
II.1.2 Model Interpolasi Kriging Kriging adalah salah satu metode interpolasi (gridding) yang fleksibel dan dapat diterapkan pada hampir semua tipe dataset yang membangkitkan interpretasi terbaik secara menyeluruh (Barnes, 2002). Metode kriging digunakan untuk melakukan estimasi, dimana nilai estimasi merupakan fungsi dari jarak dan nilai, dimodelkan seperti berikut (Bohling, 2008): ……………………………………………..Persamaan II-9
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-5
dimana, : nilai estimasi (fungsi estimator) : nilai observasi : vektor posisi antara estimasi dengan observasi (jarak) : faktor pengali (bobot jarak) : jumlah data observasi Dari Persamaan II-9, solusi metode interpolasi tergantung pada penentuan bobot jarak (
). Persamaan II-9 disebut juga sebagai persamaan dasar
kriging. Metode kriging dalam menentukan bobot jarak
menggunakan
model semivariogram. Variance dari Persamaan II-9, didefinisikan sebagai fungsi minimum dari (Bohling, 2008): ……………………………………..Persamaan II-10
Untuk mencari
dalam bentuk matrik dinyatakan sebagai:
………………Persamaan II-11
Notasi matrik untuk Persamaan II-11, ditulis: ………………………………..…………………………..Persamaan II-12
dimana: λ : vektor Lamda; bobot jarak yang dihitung pada data observasi γ : matrik Gamma; semivariance model semua pasangan data observasi Z : vektor Gamma; nilai prediksi semua data Metode kriging memiliki 3 varian utama, yaitu: simple, ordinary, dan kriging with trend, tergantung pada model dan parameter variogram (Bohling, 2008). Secara skematis, alur pemecahan masalah estimasi dengan metode kriging, dijelaskan pada Gambar II-2 (Logsdon, 2008).
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-6
Gambar II-2 Skema Model Interpolasi Kriging
II.1.3 Kriging Untuk Pemetaan Kebisingan Hasil kajian, perumusan, dan pendefinisian model akustik kebisingan dan interpolasi kriging dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan model yang akan diimplementasikan pada prosedur pemetaan kontur tingkat kebisingan. Perumusan model dilakukan dengan cara menganalogikan besaran tingkat kebisingan sebagai parameter pada model interpolasi kriging. Sedangkan pembobotan jarak dihitung antara sumber dan penerima bising. Dengan demikian diperoleh definisi pemodelan implementasi interpolasi kriging untuk pemetaan kebisingan, seperti diilustrasikan pada Gambar II-3.
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-7
Gambar II-3 Skema Model Kriging Pemetaan Tingkat Kebisingan
II.1.4 Model Takaran Kebisingan Simulasi takaran kebisingan (Noise Dose Simulation) dimaksudkan untuk menghitung prosentase tingkat kebisingan yang diterima oleh seseorang pekerja sebagai akibat berpindah-pindah area kerja (NIOSH, 2007). Untuk menghitung takaran bising, secara tipikal pada hari kerja, dinyatakan dengan persamaan (FHWA, 2007): ………………….Persamaan II-13
dimana, D : takaran bising (%) Ci : lama jam kerja seorang pekerja di area i Ti : total waktu yang diperbolehkan pada tingkat kebisingan tertentu Terdapat 2 standard untuk menghitung Ti, yaitu (NIOSH, 2007):
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-8
…………………………………Persamaan II-14 ………………………………..Persamaan II-15
Berdasarkan nilai takaran kebisingan (%D) dapat dihitung nilai rata-rata kebisingan yang diterima dalam 8 jam (Time-Weighted Average-TWA), dalam satuan dBA. Persamaan untuk menghitungnya adalah (NIOSH, 2007): ………………………………...Persamaan II-16 ……………….……………….Persamaan II-17
Model takaran tingkat kebisingan diilustrasikan seperti pada Gambar II-4.
Gambar II-4 Skema Model Simulasi Takaran Kebisingan
Studi Literatur ____________________________________________________________ II-9
II.2
Pengelolaan Data Spasial
Bagian ini akan menguraikan tentang konsep dasar data spasial, mencakup: pengertian, model representasi, dan pengelolaannya dalam suatu basis data.
II.2.1 Model Data Spasial Data spasial merupakan data yang memiliki acuan pada suatu lokasi, secara eksplisit, ditunjukkan dalam bentuk koordinat. Secara umum, dunia nyata dimodelkan kedalam 3 bentuk grafik primitif, Gambar II-5 (Prahasta, 2001): 1. Titik (tanpa dimensi) 2. Garis (satu dimensi) 3. Poligon (dua dimensi)
Gambar II-5 Representasi Fenomena Geografik
Pada komputer grafik, terdapat 3 jenis sistem koordinat yang harus diperhatikan, yaitu (Foley, et al., 1996): 1. Koordinat Nyata (World) 2. Koordinat Kartesian (Cartesian) 3. Koordinat Layar (Display) Berikut ini adalah penjelasan dari setiap jenis koordinat tersebut di atas, merujuk pada (Foley, et al., 1996).
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-10
Koordinat nyata adalah koordinat yang pada saat itu suatu objek berada. Dalam implementasinya koordinat nyata dapat dikatakan sebagai Window; area di dunia nyata yang menunjukkan bagian yang dilihat oleh manusia. Koordinat kartesian tersusun dari sepasang garis lurus atau kurva yang saling berpotongan tegak lurus. Setiap titik ditentukan lokasinya melalui pasangan nilai x dan y. Sumbu absis (x) bertambah positif dari kiri ke kanan. Sedangkan sumbu ordinat (y) bertambah positif dari bawah ke atas. Koordinat layar atau tampilan adalah sistem koordinat yang digunakan oleh layar komputer. Sama seperti koordinat kartesian tetapi posisi titik origin ada di pojok kiri atas, lihat Gambar II-6.
Gambar II-6 Sistem Koordinat Kartesian dan Layar
Dalam implementasinya koordinat tampilan/layar dapat dikatakan sebagai Viewport; area di layar monitor yang menunjukkan dimana Window akan ditampilkan, lihat Gambar II-7.
Gambar II-7 Viewport Koordinat Layar
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-11
II.2.2 Basis Data Spasial Basis data spasial adalah sistem basis data untuk pengelolaan data spasial (Ester, et al., 1997). Adapun karakteristik dari basis data spasial, antara lain (Güting, 1994): Memiliki tipe data spasial pada model data dan bahasa query-nya Mendukung tipe data spasial dalam implementasinya dan paling tidak memiliki kemampuan pengindeksan spasial (spatial indexing) dan algoritma yang efisien untuk operasi spatial join. Tipe data spasial diklasifikasikan dengan pendekatan berorientasi objek. Pendekatan ini dilakukan dengan membuat model objek representasi yang disebut objek geometry kemudian membuat kelas turunannya untuk tiga tipe grafik primitif (OGC, 1999). Model objek geometri terlihat pada Gambar II-8.
Gambar II-8 Hirarki Model Objek Geometry (OGC, 1999)
Data spasial disimpan pada tabel unsur (feature table). Tabel unsur adalah tabel pada basis data spasial yang sekaligus memiliki atribut spasial dan non spasial (Ramsey, 2008), contoh pada Gambar II-9.
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-12
Gambar II-9 Contoh Tabel Unsur
Setiap nilai pada kolom dengan tipe data geometri harus berasosiasi dengan tepat satu jenis Sistem Referensi Spasial (Spatial Reference System) yang disimpan bersama-sama dengan objek geometri menggunakan SRID (Spatial Reference ID). Informasi tentang SRID diimplementasikan dengan membuat sebuah tabel metadata bernama SPATIAL_REF_SYS (Ramsey, 2008). Selain tabel SPATIAL_REF_SYS, didefinisikan juga satu tabel metadata lagi yang diberi nama GEOMETRY_COLUMNS. Tabel ini digunakan untuk menyimpan informasi metadata sebuah tabel yang memiliki kolom dengan tipe data geometri. Satu record pada tabel ini memuat informasi mengenai sebuah kolom dengan tipe data geometri pada basis data tersebut. Data yang disimpan pada record ini, yaitu (Ramsey, 2008), lihat Gambar II-10 dan II-11: 1. ID tabel yang memiliki kolom bertipe data geometri (nama tabel pada basis data) 2. Tipe geometri kolom tersebut (Point, LineString, atau lainnya) 3. Dimensi koordinat kolom tersebut 4. SRID yang bersesuaian pada tabel metadata SPATIAL_REF_SYS 5. ID tabel geometri referensi yang menyimpan objek geometri
Gambar II-10 Tabel Metadata GEOMETRY_COLUMNS
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-13
Gambar II-11 Tabel Metadata SPATIAL_REF_SYS
Data geometri dapat disimpan dalam bentuk tipe data teks atau biner. Demikian pula untuk mengaksesnya dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: (OGC, 1999) 1. GeomFromText dan AsText untuk tipe data teks 2. GeomFromWKB dan AsWKB untuk tipe data biner.
Data geometri memiliki struktur data yang kompleks dan merupakan tipe data bentukan atau ADT (Abstract Data Type). ADT adalah definisi type dan primitif (operasi dasar) terhadap type tersebut. ADT merupakan definisi statik dimana suatu ADT dapat mengandung definisi ADT lain, misal: ADT Line terdiri dari dua buah ADT Point. Query pada basis data spasial, terbagi kedalam 2 aksi, yaitu: (OGC, 1999) 1. Aksi untuk pengujian hubungan spasial antar objek-objek geometri. 2. Aksi yang mendukung analisis spasial pada sebuah objek geometri.
II.3
Pemodelan Berorientasi Objek
Pada bagian berikut ini akan diuraikan, secara singkat, konsep-konsep dasar teknik pemodelan berorientasi objek.
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-14
II.3.1 Konsep Dasar Object-Oriented Objek dan Kelas merupakan konsep dasar teknik pemodelan berorientasi objek. Objek adalah benda, secara fisik atau konseptual, yang dapat kita temui di sekeliling kita. Sebuah objek memiliki keadaan sesaat (state) dan perilaku (behavior) (Suhendar, et al., 2002). State sebuah objek adalah kondisi objek atau himpunan dari keadaan yang menggambarkan objek. State dinyatakan dengan nilai dari atribut objeknya. Behavior mendefinisikan bagaimana sebuah objek bertindak (beraksi) dan memberi reaksi. Behavior ditentukan oleh himpunan semua atau beberapa operasi dari objek tersebut (Suhendar, et al., 2002). Interface, service, dan method merupakan cerminan behavior suatu objek. Interface adalah pintu untuk mengakses service objek. Service adalah fungsi yang dapat diemban oleh objek. Method adalah mekanisme internal objek yang mencerminkan behavior objek (Gonzalez, 1999). Kelas adalah definisi umum (pola, template, cetak biru) untuk himpunan objek sejenis. Kelas menetapkan spesifikasi behavior dan atribut objek. Kelas adalah keniskalan (abstraksi) dari entitas dalam dunia nyata. Kaitan objek dengan kelas bahwa objek adalah instance dari kelas (Suhendar, et al., 2002). Selain konsep objek dan kelas, terdapat pula prinsip-prinsip object-oriented, diantaranya: enkapsulasi, pewarisan, dan polimorfisme. Enkapsulasi adalah penggabungan data dan metode kedalam satu kesatuan yang disebut kelas. Manfaat utama enkapsulasi adalah modularitas dan isolasi suatu kode dari kode lainnya (Gonzalez, 1999). Pewarisan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pembentukan objek baru dengan tetap mempertahankan data dan metode objek asalnya; tetapi juga memiliki data dan metode sendiri. Polimorfisme atau banyak bentuk maksudnya dua objek yang diturunkan dari satu objek memiliki metode yang sama tetapi implementasinya berbeda (Gonzalez, 1999).
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-15
II.3.2 Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Unified Modeling Language (UML) adalah bahasa standard yang digunakan untuk analisis dan perancangan berorientasi objek. UML merupakan bahasa untuk menentukan, memvisualisasi, konstruksi, dan mendokumentasikan artifacts dari sistem perangkat lunak, untuk memodelkan bisinis, dan sistem bukan perangkat lunak lainnya (Rumbaugh, et al., 2005). Notasi UML mencakup hal-hal berikut ini (Rumbaugh, et al., 2005): 1. Elemen pemodelan, terdiri atas: Elemen struktural; class, interface, collaboration, use-case, active class, component, node Elemen perilaku; interaction, state machine Elemen pengelompokkan; package, subsystem Elemen lain; note 2. Relasi; dependency, association, generalization, realization 3. Mekanisme perluasan; stereotype, tagged value, constraint 4. Diagram; merupakan view dalam suatu model, terdiri dari: Static views; use-case, class, object, component, deployment Dynamic views; sequence, collaboration, statechart, activity Pada Gambar II-12 diperlihatkan diagram-diagram yang merupakan elemen dari suatu model.
Gambar II-12 Models, Views, Diagrams (Abdullah, 1999)
Teknik pemodelan UML berdasarkan sudut pandang siklus pengembangan perangkat lunak (SDLC), diilustrasikan seperti pada Gambar II-13.
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-16
Gambar II-13 Pemodelan UML Berdasarkan SDLC (Abdullah, 1999)
Kebutuhan (Requirement) adalah kondisi atau kemampuan yang harus dapat dipenuhi oleh perangkat lunak yang akan dibuat. Kebutuhan terdiri dari: kebutuhan fungsional dan non-fungsional. Kebutuhan fungsional dimodelkan dalam bentuk use-case dalam suatu use-case model. Sedangkan kebutuhan non-fungsional merupakan atribut dari perangkat lunak dan lingkungannya. Kebutuhan non-fungsional masuk di dalam use-case dan tercakup dalam sifat (property) use-case tersebut (Rumbaugh, et al., 2005). Model use-case dibuat untuk mengidentifikasi fungsionalitas yang penting secara arsitektural dari software yang akan dibuat dan lingkungannya. Dalam hal ini, model use-case berperan sebagai “perjanjian” bersama tentang aplikasi yang akan dibuat antara pihak customer dengen developer. Model use-case juga digunakan sebagai sebuah masukan penting selama proses analisis, perancangan, dan pengujian. Model use-case terdiri dari satu atau beberapa use-case diagram (Rumbaugh, et al., 2005). Use-case diagram menggambarkan, secara grafis, perilaku perangkat lunak. Diagram tersebut memberikan gambaran mengenai perangkat lunak dari perspektif penggunanya. Sebuah use-case diagram terdiri dari: actor, usecase, dan interaksi actor dengan use-case (Rumbaugh, et al., 2005). Model analisis menggambarkan realisasi dari model use-case dan bertindak sebagai abstraski model perancangan. Tujuan akhir sebuah model analisis adalah untuk membuat pemetaan awal mengenai perilaku yang disyaratkan
Studi Literatur ___________________________________________________________ II-17
dalam sistem aplikasi kedalam elemen-elemen pemodelan. Model analisis merupakan transisi kedalam model perancangan dan kelas-kelas analisis secara langsung berkembang menjadi elemen-elemen model perancangan. Kelas analisis adalah kelas ber-stereotype: boundary, control, atau entity yang menggambarkan konsep awal mengenai objek. Kelas analisis berkembang menjadi kelas didalam model perancangan (Rumbaugh, et al., 2005). Model perancangan juga menggambarkan perangkat lunak dalam bentuk objek-objek tetapi dalam tingkat abstraksi yang lebih mendekati source code. Kelas perancangan (design class) menggambarkan sebuah abstraksi dari satu atau beberapa kelas dalam implementasi. Nama untuk tiap-tiap kelas desain bergantung pada bahasa pemrograman yang berpadanan dengan kelas tersebut dalam implementasi. Kelas-kelas desain digambarkan dalam suatu class diagram (Abdullah, 1999). Model implementasi menerapkan hasil model perancangan kedalam bahasa pemrograman yang digunakan. Suatu kelas perancangan dapat memiliki beberapa operasi dan atribut. Operasi merupakan cara untuk melakukan akses atau mempengaruhi atribut atau relasi dari sebuah objek. Sebuah operasi dapat memiliki satu atau beberapa parameter (argument). Setiap parameter memiliki nama dan type (Suhendar, et al., 2002). Untuk mendefinisikan operasi beserta argument-nya bisa digunakan sintaks dari bahasa pemrograman yang akan digunakan sehingga semuanya telah dibuat dalam “bahasa implementasi” ketika akan memulai coding. Atribut adalah sifat (property) yang diberi nama, dari sebuah objek. Atribut dapat memiliki nilai awal (default) ketika objek diciptakan (Suhendar, et al., 2002).