BAB II STUDI LITERATUR A. Hakikat Pembelajaran Matematika Matematika merupakan salah satu matapelajaran yang selalu diajarkan di berbagai jenjang pendidikan termasuk pada jenjang sekolah dasar. Guru yang baik tentunya harus mampu mengajar dengan baik pula, untuk mengajar dengan baik guru seharusnya mengetahui konsep yang akan diajarkan. Ketika guru ingin mengajarkan matematika maka guru harus mengenal konsep matematika itu sendiri. 1. Pengertian Matematika Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006) matematika berasal dari bahasa Latin yaitu mathematika kata tersebut diambil dari bahasa Yunani yaitu mathemsatike yang artinya mempelajari. Kata mathematiketersebut mulanya berasal dari kata mathema yang berarti ilmu atau pengetahuan. Suwangsih & Tiurlina (2006) juga memaparkan bahwa terdapat sebuah kata yang serupa dengan mathematike yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Berdasarkan asal katanya, maka matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan kegiatan bernalar (berpikir). Terdapat beberapa ahli yang mengutarakan pendapatnya mengenai pengertian matematika, namun belum ada kesepakatan yang pasti mengenai pengertian matematika itu sendiri. Menurut James & James (dalam Ruseffendi, 1990; Suwangsih & Tiurlina, 2006) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sementara Jhonson & Rising (dalam Ruseffendi, 1990; Suwangsih & Tiurlina, 2006) menyebutkan matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis; matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol yang padat arti; matematika adalah pengetahuan terstruktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola atau ide;
13
14
matematika adalah seni karena keterurutan dan keharmonisannya. Pendapat serupa juga disampaikan Reys, dkk. (dalam Ruseffendi, 1990; Suwangsih & Tiurlina, 2006) yang menyebutkan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa, matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan akal atau logika dan kegiatan bepikir yang didalamnya terdapat berbagai unsur-unsur yang saling berkaitan dan terurut serta harmonis dan logis. 2. Manfaat Matapelajaran Matematika Manfaat matematika diajarkan di sekolah menurut Ruseffendi (1990) adalah matematika berguna untuk kepentingan matematika itu sendiri dan memecahkan persoalan dalam masyarakat. Pendapat lain menyebutkan bahwa, kegunaan matematika adalah sebagai pelayan ilmu lain dan digunakan manusia untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Suwangsih & Tiurlina, 2006). Maksud dari matematika sebagai pelayan ilmu lain adalah matematika sering digunakan untuk menemukan dan mengembangkan ilmu lain, jadi matematika tidak semata-mata digunakan oleh matapelajaran matematika sendiri tetapi juga oleh matapelajaran lainnya. Maksud dari kegunaan matematika untuk memecahkan masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam menjalani kehidupannya manusia biasa dihadapkan dengan berbagai masalah dan matematika merupakan salah satu ilmu yang sering digunakan oleh manusia untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Manfaat
matapelajaran
matematika
ini
dapat
dirasakan
ketika
pembelajaran dilaksanakan dengan maksimal, termasuk ketika pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan matematika realistik. sesuai dengan karakteristik pendekatan matematika realistik yaitu adanya keterkaitan, maka konsep matematika akan diajarkan dengan dihubungkan pada konsep lainnya, dan hasilnya pun akan dapat diterapkan bukan hanya pada matapelajaran matematika
saja.
Selain
itu,
proses
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik menghendaki siswa untuk mampu memecahkan masalah dengan menggunakan konsep yang dibangunnya sendiri.
15
3. Karakteristik Pembelajaran Matematika Pembelajaran di setiap jenjang pendidikan berbeda dengan tingkatan pendidikan lainnya. Begitu pula dengan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar. Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 25) menyebutkan karakteristik pembelajaran matematika di sekolah dasar yakni meliputi: a. b. c. d. e.
pembelajaran matematika menggunakan metode spiral, pembelajaran matematika bertahap, pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi, pembelajaran matematika bermakna.
Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral maksudnya adalah dalam matematika, konsep yang diajarkan selalu berhubungan dengan konsep lainnya. Pengajaran suatu konsep harus setelah prasyarat konsep tersebut diajarkan. Apa yang diajarkan sekarang, berhubungan dengan pembelajaran sebelumnya. Konsep baru yang diajarkan oleh guru bisa merupakan pendalaman dan atau perluasan dari konsep sebelumnya. Begitupun dengan konsep keliling dan luas lingkaran yang merupakan perluasan dari konsep keliling dan luas bangun datar yang sudah diajarkan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pembelajaran matematika bertahap maksudnya adalah konsep yang diajarkan pada siswa SD diberikan secara bertahap mulai dari konsep yang paling mudah hingga konsep yang paling sulit. Selain itu, pengajaran konsep kepada siswa SD diawali dengan hal-hal yang konkret, meningkat ke hal yang semi konkret, dan kemudian hal abstrak. Agar konsep keliling dan luas lingkaran diterima secara bertahap maka pembelajaran diawali dengan kegiatan siswa mengkonstruksi benda berbentuk lingkaran yang ada di kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan deduktif namun untuk jenjang sekolah dasar pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan induktif. Maksudnya ketika mengajarkan suatu konsep guru bisa memberikan berbagai contoh-contoh yang nantinya dapat digeneralisasikan oleh siswa. Siswa diarahkan untuk dapat menemukan konsep keliling dan luas lingkaran secara mandiri, agar memudahkan siswa maka guru memberikan bantuan dengan
16
menemukan contoh-contoh keliling dan diameter dari benda berbentuk lingkaran yang sudah dibawa oleh siswa. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi maksudnya konsep-konsep yang diajarkan dalam matematika satu sama lainnya tidak terdapat pertentangan kebenaran. Bahkan, kebenaran suatu konsep berguna untuk mengembangkan kebenaran konsep lainnya. Rumus luas bangun datar lingkaran dapat dikembangkan dari rumus luas bangun persegi panjang dan jajargenjang. Pembelajaran matematika bermakna maksudnya adalah pembelajaran matematika tidak hanya menekankan pada aspek hafalan saja melainkan lebih kepada segi pemahaman. Agar pembelajaran bermakna maka siswa diarahkan agar dapat menemukan konsep yang diajarkan baik secara mandiri ataupun kelompok. Pembelajaran keliling dan luas lingkaran ini diajarkan secara lebih real bagi siswa karena berawal dari kehidupan siswa, dengan harapan agar siswa dapat menerima pembelajaran ini secara lebih bermakna. 4. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD Adapun tujuan pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (2006b, hlm. 30) adalah agar siswa sekolah dasar memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 5. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD Ruang lingkup matapelajaran matematika di SD pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan meliputi:
17
a. Bilangan; b. Geometri dan Pengukuran; serta c. Pengolahan Data. Sementara untuk matematika di kelas V mencakup materi mengenai, a) bilangan bulat, b) KPK dan FPB, c) perpangkatan, d) satuan waktu, e) pengukuran sudut, f) satuan jarak dan kecepatan, g) luas trapesium dan layang-layang, h) volume balok dan kubus, i) pecahan, j) sifat bangun datar, serta k) sifat bangun ruang. Sementara yang menjadi cakupan materi dalam penelitian ini adalah mengenai sifat-sifat bangun datar khususnya keliling dan luas bangun datar lingkaran. 6. Keliling dan Luas Lingkaran Lingkaran merupakan salah satu bentuk bangun datar. Lingkaran juga merupakan suatu kurva tertutup yang sederhana. Lingkaran dibatasi oleh titik-titik yang memiliki jarak yang sama terhadap titik pusat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lingkaran adalah garis lengkung yang kedua ujungnya bertemu pada jarak yang sama dari titik pusat. Maka dapat disimpulkan bahwa, lingkaran adalah bangun datar yang terbentuk dari kurva tertutup sederhana yang memiliki jarak yang sama terhadap titik pusat. Pendapat lain disampaikan oleh Maulana (dalam perkuliahan tanggal 11 November 2014) bahwa, lingkaran adalah bangun datar bersisi satu, berupa garis lengkung. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Permana & Triyati (2008, hlm. 34) bahwa, “Lingkaran adalah garis lengkung yang titik-titiknya berjarak tetap terhadap suatu titik tertentu”. Agar lebih jelas telah disajikan sebuah gambar bangun datar lingkaran beserta penjelasannya yang berhubungan dengan penelitian ini.
lingkaran
Gambar 2.1 Lingkaran
18
Titik pusat lingkaran merupakan titik poros lingkaran. Jari-jari adalah jarak antara titik pusat lingkaran dengan tepian luar bangun lingkaran (dimanapun tempat mengukur tepian luar lingkaran dengan titik pusat hasilnya pasti sama). Sementara diameter merupakan jarak antara tepian luar lingkaran yang diukur melewati titik pusat lingkaran dengan sudut 1800. Untuk memudahkan mengukur diameter bisa menggunakan segmen garis dari salah satu tepian luar lingkaran ke tepian lainnya dengan melewati titik pusat lingkaran. Jari-jari biasa dilambangkan dengan huruf r kecil (r), sementara diameter biasa dilambangkan dengan huruf d kecil (d). Panjang diameter merupakan dua kali panjang jari-jarinya, atau bisa dilambangkan dengan d = 2r. Untuk menggambar lingkaran diperlukan jangka dan penggaris. Besarkecilnya suatu lingkaran tergantung pada jari-jarinya. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menggambar lingkaran adalah sebagai berikut ini. a. Ukurlah rentang jangka dengan menggunakan penggaris untuk menentukan panjang jari-jari yang diinginkan.
Gambar 2.2 Mengukur Rentang Jangka b. Membuat lingkaran dengan cara memutarkan jangka pada satu titik poros.
Gambar 2.3 Membuat Lingkaran Menggunakan Jangka
19
Jika terdapat sebuah lingkaran dan tidak diketahui diameternya dapat dicari dengan cara melingkarkan jangka pada salah satu titik pada garis lengkung lingkaran, kemudian dengan jarak rentang jangka yang sama lingkarkan kembali jangka pada bagian lain di garis lengkung lingkaran, setelah diketemukan titik potongnya kemudian tariklah garis lurus segingga diperolehlah sebuah diameter lingkaran. Jika yang ingin dicari adalah titik pusatnya, maka yang harus dilakukan adalah kembali membuat diameter lingkaran pada bagian sisi yang lain, sehingga akan diperoleh titik potong. Titik potong itulah yang diaksud dengan titik sudut. Keliling merupakan ukuran sisi suatu bangun datar yang diukur dari suatu titik hingga kembali ke titik tersebut dalam satu putaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keliling adalah garis yang membatasi suatu bidang; lingkungan di sekitar sesuatu. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa keliling lingkaran adalah ukuran tepian luar lingkaran yang diukur mulai dari satu titik hingga kembali ke titik tersebut dalam satu kali putaran. Rumus untuk mencari keliling lingkaran adalah sebagai berikut: K=
Keterangan : K = Keliling = d = diameter
Luas adalah besarnya ukuran suatu wilayah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia luas adalah ukuran panjang-lebarnya bidang. Maka luas lingkaran adalah besarnya ukuran bidang yang dibatasi kurva lingkaran. Adapun rumus untuk mencari luas lingkaran adalah sebagai berikut. L = r2
Keterangan : L = Luas = r = jari-jari
20
Materi keliling dan luas lingkaran terdapat pada pembelajaran matematika kelas V dan kelas VI, namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran di kelas V. Materi keliling dan luas lingkaran di kelas V diajarkan pada semester 2. Materi ini dipilih karena materi ini mencakup sifat bangun datar lingkaran, keliling lingkaran, dan luas lingkaran. Dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagai berikut ini. Tabel2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Keliling dan Luas Lingkaran Standar Kompetensi Geometri dan Pengukuran 6. Memahami sifat-sifat hubungan antar bangun
bangun
Kompetensi Dasar dan 6.1. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar. 6.2. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang. 6.3. Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana. 6.4. Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri. 6.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana.
Sumber : Tim Perumus Kurikulum (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta: Dharma Bhakti B. Pendekatan Matematika Realistik Terdapat beberapa istilah yang sama dengan pendekatan matematika realistik yaitu Realistic Mathematics Education (RME) dan di Indonesia sendiri lebih dikenal dengan istilah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendidikan Matematika Realistik mulai dikembangkan di Institut Freudenthal di Belanda, yaitu pada tahun 1971. Menurut Putri (2012, hlm.35), “Teori RME mengacu pada pendapat Freudenthal yang menyatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia”. Pembelajaran matematika realistik mulai diterapkan di Indonesia pada akhir 2001. Penerapan pendidikan realistik dilakukan oleh tim PMRI yang bekerja sama dengan empat LPTK pada proyek percobaan yaitu, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, dan
21
Universitas Negeri Surabaya, masing-masing LPTK bekerja sama dengan tiga sekolah dasar (Suryanto, dkk., 2010, hlm.1). Pendekatan
matematika
realistik
cocok
untuk
diterapkan
pada
matapelajaran matematika karena beberapa hal yaitu sebagai berikut ini 1. Ruseffendi (dalam Maulana, 2009a) menyebutkan bahwa, matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan matapelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan mata pelajaran yang dibenci. Jika ditelaah mengapa hal tersebut terjadi, yang akan terlintas adalah teori Piaget mengenai tahapan perkembangan siswa SD yaitu pada tahap operasional konkret. Menurut teori ini siswa SD cenderung akan lebih mudah memahami konsep yang diajarkan secara konkret. Pendekatan matematika realistik merupakan pendekatan yang cocok karena pendekatan ini menggunakan konteks yang nyata dalam pikiran siswa, selain itu dalam pendekatan matematika reasitik siswa melalui dua proses matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan vertikal yang akan mengarahkan siswa ke materi yang abstrak secara bertahap. 2. Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 9), “Matematika sebagai ratu ilmu artinya matematika sebagai alat dan pelayan ilmu lain”. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa matematika adalah ratu dan pelayan ilmu lain, maksudnya matematika berguna bagi dirinya sendiri dan berguna bagi matapelajaran lain. Agar siswa mampu merasakan hal tersebut maka, matematika harus diajarkan dengan menghubungkannya terhadap hal lain yang akan bermanfaat bagi pemahaman siswa. Oleh karena itu, dipilihlah pendekatan matematika realistik karena pendekatan matematika realistik mampu menghubungkan konsep matematika dengan konsep lainnya dalam matematika itu sendiri, selain itu pendekatan matematika realistik dapat menghubungkan matapelajaran matematika dengan mata pelajaran lain termasuk menghubungkan matematika dengan kehidupan siswa. Berdasarkan pendapat tersebut maka, siswa akan memahami matematika secara keseluruhan dan dapat menerapkan matematika untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ditemui. 3. Salahsatu tujuan utama matapelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Beradasarkan pengertiannya pendekatan
22
matematika realistik adalah salahsatu pendekatan yang cocok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 1. Pengertian Pendekatan Matematika Realistik Terdapat beberapa pengertian mengenai pendekatan matematika realistik. Sebuah pendapat disampaikan oleh Gunawan (2013a) bahwa RME adalah suatu teori pembelajaran dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Sri (2011) bahwa pendekatan matematika realistik (PMR) adalah satu pendekatan pembelajaran matematik yang coba menggunakan pengalaman dan lingkungan siswa sebagai alat bantu mengajar primer. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, ada beberapa hal yang harus digarisbawahi yaitu matematika sebagai aktivitas manusia, matematika menggunakan lingkungan siswa dalam mengajarkan konsepnya. Sementara pendapat lain menyebutkan bahwa, pendekatan matematika realistik merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada penalaran siswa dalam menyelesaikan masalah yang bersifat realistik yang ditujukan untuk mengembangkan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur (Tarigan, 2006). Berdasarkan pendapat tersebut maka hal yang harus ditekankan adalah pembelajaran yang berorientasi pada penalaran siswa dan pembelajaran dengan pemecahan masalah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa, pendekatan berorientasi
matematika pada
realistik
aktivitas
adalah
pendekatan
pengkonstruksian
pembelajaran
pengetahuan
yang dengan
menghubungkan antar konsep untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang berguna untuk mengembangkan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur dengan menggunakan konteks dari lingkungan dalam mengajarkan konsepnya. Oleh karena itu dalam pendekatan realistik masalah yang berhubungan dengan dunia nyata siswa diangkat sebagai titik awal pembelajaran
23
dan siswa dituntut untuk mampu memecahkan masalah agar dapat menemukan konsep yang diajarkan. 2. Prinsip-Prinsip Pendekatan Matematika Realistik Freudenthal (dalam Maulana, 2009a) mengemukakan beberapa prinsip pendekatan matematika realistik yaitu, a) matematika adalah aktivitas semua manusia, b) pelajaran meliputi semua tingkatan tujuan dalam matematika, c) situasi alam nyata sebagai titik tolak pembelajaran, d) model membantu siswa belajar matematika pada tingkatan abstraksi yang berbeda, e) setiap unit dihubungkan dengan unit lainnya, f) siswa menemukan kembali matematika secara berarti, g) interaksi penting untuk belajar matematika, h) guru dan siswa berbeda peran, i) bermacam strategi penyelesaian suatu masalah adalah penting, serta j) siswa tidak harus berpindah secara cepat ke hal yang abstrak. Pembahasan lebih lengkapnya akan diulas pada beberapa paragraf di bawah ini. Apa yang dipelajari siswa di sekolah pada dasarnya bertujuan untuk bekal hidupnya kelak, maka semua mata pelajaran yang diajarkan harus menunjang aktivitas manusia dalam kehidupannya. Pendekatan matematika realistik menghendaki siswa untuk dapat memahami konsep untuk memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga siswa diharapkan juga mampu memecahkan masalah dalam kehidupannya yang berhubungan dengan matematika. Pembelajaran konsep keliling dan luas lingkaran diajarkan dengan diawali oleh konsep lingkaran yang berasal dari benda berbentuk lingkaran di lingkungan sekitar siswa. Kemudian siswa diarahkan untuk dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan matematika. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik mencakup semua tingkatan tujuan mulai dari pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah rutin, kemampuan berargumentasi, kemampuan pemecahan masalah nonrutin, berpikir kritis, hingga membuat generalisasi. Hal ini disebabkan dalam
pendekatan
matematika
realistik
siswa
diharapkan
untuk
dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri untuk dapat memecahkan masalah yang ditemukan. Selain itu, siswa juga diarahkan untuk dapat membuat generalisasi dari proses pemecahan masalah yang telah dilakukannya. Demikian pula yang dilaksanakan dalam mengajarkan konsep keliling danluas lingkaran dengan
24
menggunakan pendekatan matematika realistik. terdapat beragam kegiatan yang akan menjembatani siswa agar memperoleh pengetahuan mengenai keliling dan luas lingkaran, mencoba memecahkan masalah rutin dan non rutin, melaksanakan kegiatan diskusi sehingga di dalamnya siswa akan berpikir kritis serta membuat generalisasi dari hasil diskusinya. Matematika membantu siswa mengenal dunianya karena pembelajaran matematika berawal dari dunia nyata maka pembelajarannya pun berawal dari dunia nyata dan digunakan untuk dunia nyata. Oleh sebab itu dalam pendekatan matematika realistik matematika akan diajarkan dengan menggunakan konteks yang berasal dari kehidupan manusia yang dapat tergambarkan dalam pikiran siswa dalam mengajarkan konsepnya. Dalam mengajarkan konsep keliling dan luas lingkaran, matematika yang berawal dari dunia nyata siswa disuguhkan dengan menghadirkan berbagai benda berbentuk lingkaran yang berasal dari kehidupan sehari-hari siswa, yang nantinya akan dikonstruksi oleh siswa sehingga memperoleh pengetahuan baru. Model bisa dipergunakan guru untuk dapat membantu siswa dalam memahami konsep yang lebih abstrak dan membantu siswa untuk mencari pemecahan masalah yang ditemukannya. Dalam pembelajaran matematika realistik ada dua jenis model yang dipergunakan yaitu model of dan model for yang erat kaitannya dengan proses matematisasi horizontal dan vertikal. Dalam penelitian ini model yang dimaksud adalah benda berbentuk lingkaran seperti tutup toples yang berbentuk lingkaran. Setiap konsep matematika selalu berhubungan dengan konsep lainnya baik konsep dalam matematika itu sendiri maupun dengan konsep yang berada di luar matematika. Berdasarkan pendapat tersebut maka, pendekatan matematika realistik menghendaki adanya keterkaitan konsep dalam proses pembelajaran. Konsep keliling dan luas lingkaran erat kaitannya dengan konsep keliling dan luas bangun datar lainnya seperti bangun persegi panjang dan jajargenjang. Selama proses pembelajaran siswa tidak langsung diberitahu konsep tetapi justru
siswa
diarahkan
untuk
menemukan
konsep
matematika
dengan
menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Siswa menemukan konsep baik secara mandiri maupun secara berkelompok. Pembelajaran keliling dan luas
25
lingkaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik mengarahkan siswa untuk dapat menemukan rumus sendiri melalui kegiatan mengkonstruksi benda-benda berbentuk lingkaran. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik menghendaki siswa untuk mengalami kegiatan belajar secara berkelompok. Dengan demikian memungkinkan terjadinya interaksi baik antar siswa maupun antar siswa dengan guru. Selain itu dikarenakan siswa mengkonstruksi pengetahuan sendiri maka akan terjadi interaksi pula antara siswa dengan bahan ajar. Dalam penelitian ini siswa diarahkan untuk dapat menemukan konsep melalui kegiatan diskusi, baik diskusi kelompok kecil maupun diskusi kelompok besar. Terdapat perbedaan peran antara guru dan siswa. Guru memiliki peran sebagai fasilitator dan pembimbing siswa dalam menemukan konsep matematika, sedangkan siswa sebagai subjek belajar berusaha menemukan konsep matematika dengan kegiatan pemecahan masalah.Dalam penelitian ini guru membimbing siswa dengan cara memfasilitasi kegiatan pembelajaran bagi siswa, dan siswa mengkonstruksi benda berbentuk lingkaran untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Siswa dapat memecahkan masalah realistik yang disajikan oleh guru dengan caranya sendiri, sehingga terdapat kemungkinan ada cara pemecahan masalah yang berbeda antar siswa, dengan demikian akhirnya siswa dapat memilih cara mana yang paling tepat dan mudah bagi siswa. Hal ini akan menyebabkan siswa kaya akan cara pemecahan masalah. Dalam penelitian ini ada tiga kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan siswa yaitu, pemecahan masalah secara individu, diskusi kelompok kecil, dan terakhir yaitu diskusi kelompok besar. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik memahami siswa yang berada pada tahap operasional konkret yang menyebabkan siswa tidak mudah memahami hal yang bersifat abstrak. Oleh karena itu siswa tidak langsung diarahkan kepada hal yang abstrak melainkan berproses mulai dari proses informal hingga proses formal. Melalui proses matematisasi horizontal dan vertikal siswa akan memahami hal yang abstrak secara bertahap sehingga akan
26
lebih mudah. Dalam penelitian ini, siswa tidak langsung diberi rumus melainkan dibimbing untuk menemukan rumus tersebut. Prinsip pendekatan matematika realistik lain juga disampaikan oleh Suryanto, dkk. (2010) yaitu: a) guided re-invention (penemuan kembali secara terbimbing) dan progressive Mathematization (matematisasi progresif); b) didactical phenomenology (fenomenologi didaktis); serta c) self-developed model (membangun sendiri model). Prinsip pendekatan matematika realistik yang pertama yaitu guided re-invention (penemuan kembali secara terbimbing) maksudnya adalah melalui masalah realistik yang diberikan guru, siswa dibimbing untuk menemukan kembali konsep matematika. Proses menemukan tersebut tentunya tidaklah gampang, karena siswa akan merasa kesulitan untuk menemukan konsep yang abstrak. Oleh karena itu dalam pendekatan matematika realistik siswa melalui dua proses untuk mencapai konsep yang abstrak. Kedua proses tersebut adalah proses matematika horizontal dan vertikal. Dalam penelitian ini siswa diarahkan untuk menemukan konsep keliling dan luas lingkaran dengan bimbingan guru melalui kegiatan mengkonstruksi benda berbentuk
lingkaran
hal
ini
sesuai
dengan
prinsip
dan
progressive
Mathematization (matematisasi progresif) . Prinsip pendekatan matematika realistik yang kedua yaitu didactical phenomenology (fenomenologi didaktis), bermaksud bahwa pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik tidak bertujuan untuk menemukan konsep atau diselesaikannya berbagai soal matematika. Tetapi tujuan utama pendekatan matematika realistik adalah pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan sikap positif siswa terhadap matematika.Melalui kegiatan mengkonstruksi benda yang dilakukan oleh siswa dalam penelitian ini, diharapkan siswa akan mengalami kegiatan belajar yang bermakna. Prinsip pendekatan matematika realistik yang ketiga yaitu selfdevelopedmodel (membangun sendiri model), maksudnya adalah karena siswa memiliki kebebasan dalam memecahkan masalah realistik yang disajikan guru, maka sangat memungkinkan siswa mengembangkan model sendiri. Menurut Wijaya (2012), terdapat dua jenis model dalam pendekatan matematika realistik yaitu model of dan modelfor. Modelof adalah model yang mirip dengan masalah
27
nyata, sementara model for adalah model yang mengarahkan siswa untuk berpikir abstrak. Salah satu langkah pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran keliling dan luas lingkaran adalah memecahkan masalah secara individu. Hal ini yang akan menyebabkan terdapat banyak alternatif pemecahan masalah yang akan ditemukan oleh siswa. 3. Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik Treffers (dalam Wijaya, 2012) menyebutkan bahwa terdapat lima jenis karakteristik pendekatan matematika realistik yaitu, a) penggunaan konteks, b) instrumen vertikal, c) konstribuasi siswa, d) kegiatan interaktif, dan e) keterkaitan topik.Karakteristik pendekatan matematika realistik yang pertama adalah penggunaan konteks. Pendekatan matematika realistik harus menyajikan pembelajaran dengan menggunakan konteks yang erat kaitannya dengan dunia nyata. Menurut Treffers (dalam Wijaya, 2012, hlm.21),“Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa”. Oleh karena itu, guru harus mampu menyuguhkan konteks yang baik dan menarik untuk siswa dan harus berkaitan dengan dunia nyata. Selain itu guru juga harus mampu mengorganisasi materi dengan tepat dan sesuai dengan konteks dan masalah realistik. Pembelajaran matematika realistik juga menghendaki siswa agar terlibat dalam proses pemecahan masalah. Masalah yang digunakan adalah masalah yang diambil dari dunia nyata. Kegiatan pemecahan masalah ini memungkinkan berkembangannya berbagai kemampuan matematis siswa. Karakteristik yang kedua adalah instrumen vertikal. Pembelajaran matematika berawal dari dunia nyata ke dunia simbol, hal ini yang disebut dengan proses informal atau proses matematika horizontal (Gravemeijer dalam Marpaung, 2007). Sementara proses matematika vertikal yaitu proses yang bergerak dari matematika informal ke arah matematika formal. Pada proses ini pengetahuan siswa terhadap dunia simbol ditingkatkan kembali menuju jenjang yang lebih tinggi. Kedua proses matematisasi tersebut erat kaitannya dengan dua model matematika yaitu model of dan model for. Dengan adanya karakteristik pendekatan matematika realistik yang kedua ini, guru dituntut untuk mampu
28
menyajikan dan menuntun siswa untuk menapaki proses matematika horizontal dan vertikal. Karakteristik yang ketiga adalah kontribusi siswa. Dalam pendekatan matematika realistik siswa berperan sebagai subjek pembelajaran. Pendekatan matematika realistik menghendaki siswa untuk menyelesaikan masalah realistik yang disajikan oleh guru. Siswa akan mengeksplor kemampuannya dalam memecahkan masalah, sehingga terdapat kemungkinan cara pemecahan masalah antar siswa bisa berbeda. Dengan siswa menyelesaikan masalah tersebut, konsep matematika yang ingin diajarkan akan sampai kepada siswa itu sendiri. Untuk dapat memfasilitasi kontribusi aktif siswa, maka guru harus menyediakan fasilitas belajar, lingkungan belajar, dan situasi belajar yang kondusif untuk siswa memecahkan masalah yang dihadapinya. Karakteristik yang keempat adalah kegiatan interaktif. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik harus memfasilitasi siswa agar memungkinkan terjadinya komunikasi dan negosiasi antar siswa. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran guru perlu menyediakan waktu untuk siswa berdiskusi dengan kelompoknya baik dengan kelompok kecil yang berjumlah dua sampai lima orang ataupun dalam kelompok besar seperti diskusi kelas. Karakteristik pendekatan matematika yang terakhir adalah konsep matematik tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan konsep lainnya, baik itu konsep dalam matematika ataupun konsep yang terdapat pada matapelajaran lain, bahkan matematika juga berhubungan dengan kehidupan manusia. Karena konsep
matematika
berhubungan
dengan
konsep
lainnya
maka
dalam
mengajarkannya harus mengintegrasikan berbagai konsep yang terkait tersebut sehingga menjadi padu. Oleh karena itu, guru harus mampu menghubungkan matematika dengan konsep lainnya tanpa menunjukkan adanya sekat antar konsep yang saling berhubungan tersebut. 4. Konteks dalam RME Salahsatu karakteristik pendekatan matematika realistik adalah adanya konteks yang digunakan untuk kepentingan pembelajaran. De Lange (dalam Maulana, 2009a; Wijaya, 2012) membedakan konteks menjadi tiga jenis mengacu
29
pada kesempatan untuk matematisasi. Ketiga jenis konteks tersebut adalah konteks orde satu, konteks orde dua, dan konteks orde tiga. Konteks orde satu mencakup penerjemahan soal matematika yang tersaji dalam bentuk teks. Konteks orde satu yaitu soal cerita. Konteks orde dua menyajikan kesempatan untuk melakukan matematisasi. Misalnya kalimat linear, polinom. Konteks orde tiga memberi peluang bagi siswa untuk menemukan konsep baru, misalnya berapa cara melipat kertas menjadi empat bagian. De Lange (dalam Maulana, 2009a) juga membedakan konteks berdasarkan derajat realitasnya. Jenis konteks yang dimaksud adalah tidak ada konteks, konteks kamuflase (soal matematika yang dipoles dengan konteks), dan konteks relevan dan esensial. Maksud dari tidak ada konteks artinya adalah tidak ada konteks yang nyata yang disajikan kepada siswa hanyalah soal matematika. Konteks kamuflase berkaitan dengan konteks orde satu yakni mencakup penerjemahan soal matematika yang tersaji dalam bentuk teks. Konteks yang tidak relevan dalam konteks orde satu kemudian dipoles sehingga menjadi soal matematika. Konteks yang relevan dan esensial memberikan kontribusi yang besar bagi masalah yang ingin dipecahkan. Menurut Maulana (2009a, hlm. 10), “Perlu kiranya juga dicamkan bahwa, konteks lebih penting dalam merangsang serta menunjang refleksi daripada hanya menghadirkan suatu data dan situasi yang harus real”. Wijaya (2012) menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat digunakan untuk mengembangkan konteks dalam pembelajaran suatu konsep matematika, yaitu: a) konteks harus menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa (De Lange, 1987), b) konteks yang disajikan bukan merupakan aplikasi suatu konsep tetapi merupakan titik awal pembangunan suatu konsep, c) tidak melibatkan suatu “emosi”, d) memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa, serta e) konteks tidak memihak salah satu gender (jenis kelamin). Adapun konteks yang dipergunakan pada pendekatan matematika realistik dalam penelitian ini adalah konteks orde dua yakni masalah-masalah yang berkaitan dengan benda-benda berbentuk lingkaran yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang disajikan terdiri dari dua jenis yaitu
30
masalah yang dapat mengarahkan siswa untuk menemukan rumus keliling lingkaran dan masalah untuk menemukan luas lingkaran. 5. Matematisasi Horizontal-Vertikal Matematisasi horizontal menunjuk pada proses pemodelan suatu situasi masalah ke dalam matematika dan sebaliknya (Drijver dalam Marpaung, 2007). Pendapat serupa juga disampaikan oleh Gravemeijer (dalam Marpaung, 2007, hlm.7) bahwa, matematisasi horizontal sebagai suatu proses yang bertolak dari kehidupan nyata ke dunia simbol. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematisasi horizontal merupakan proses matematika yang mengubah masalah dunia nyata menjadi simbol-simbol dan model matematika. Aktivitas matematisasi horizontal menurut Marpaung (2007) dan Maulana (2009a) serupa dengan yang diutarakan oleh Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 134) yakni sebagai berikut ini. a. b. c. d. e. f. g. h.
Pengidentifikasian matematika khusus ke dalam konteks umum. Pembuatan skema. Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda. Penemuan relasi (hubungan). Penemuan keteraturan. Pengenalan aspek isomorfik dalam masalah-masalah yang berbeda. Pentransferan real world problem ke dalam mathematical problem. Pentransferan real world problem ke dalam suatu model matematika yang diketahui.
Setelah masalah di dunia nyata sudah dipahami dalam bahasa simbol maka terdapat proses lain yang harus dilakukan adalah proses matematisasi vertikal. Menurut Gravemeijer (dalam Marpaung, 2007, hlm.7) “Matematisasi vertikal merupakan proses membawa hal-hal yang matematis ke jenjang yang lebih tinggi”. Pendapat serupa disampaikan oleh Maulana (2009a, hlm 4) bahwa, “Matematisasi vertikal adalah proses matematika pada tahapan penggunaan simbol, lambang, kaidah-kaidah yang berlaku secara umum”.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, matematisasi vertikal merupakan proses matematika dalam menerapkan hasil dari metamatisasi horizontal yaitu berupa simbol atau model matematika dalam berbagai permasalahan yang dihadapi.
31
Kegiatan matematisasi vertikal menurut Marpaung (2007) dan Maulana (2009a) sejalan dengan yang disampaikan oleh Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 135) yaitu sebagai berikut ini. a. b. c. d. e. f. g.
Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus. Pembuktian keteraturan. Perbaikan dan penyesuaian model. Penggunaan model-model yang berbeda. Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model. Perumusan suatu konsep matematika baru. Penggeneralisasian.
Kolb (dalam Maulana, 2009a) menjelaskan bahwa aspek proses merupakan salah satu faktor utama, dan bukan aspek produk semata sebagaimana yang dijumpai dalam pembelajaran matematika bergaya mekanistik. Oleh karena itu proses matematisasi menjadi sangat penting dalam kerangka pembelajaran dengan pendekatan realistik. 6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Matematika Realistik Setiap pendekatan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing, begitu pun dengan pendekatan matematika realistik. Berdasarkan berbagai pemaparan mengenai pendekatan realistik yang sudah dibahas sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa, kelebihan pendekatan matematika realistik adalah sebagai berikut. a. Materi akan lebih mudah dipahami siswa karena diambil dari dunia nyata yang dapat terbayangkan oleh siswa. b. Melatih keterampilan pemecahan masalah karena siswa dihadapkan kepada masalah ketika pembelajaran berlangsung. c. Pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa bertindak aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan untuk memecahkan masalah yang ditemukan. d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah. e. Melatih kerjasama siswa dalam melaksanakan diskusi karena terdapat kegiatan bekerja dalam kelompok. f. Menumbuhkan rasa percaya diri siswa dalam menyampaikan pendapatnya. Sementara kekurangan dari pendekatan matematika realistik adalah sebagai berikut ini.
32
a. Masalah yang disajikan oleh guru haruslah masalah yang mampu terbayangkan oleh siswa. Oleh karena itu guru harus pandai membuat permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan masalah tersebut harus mampu dibayangkan oleh siswa. b. Kemampuan siswa dalam memahami masalah yang disuguhkan berbeda, jadi memungkinkan ada siswa yang sangat lamban dalam memahami masalah. Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan untuk mengarahkan siswa agar memahami masalah secara utuh. c. Guru harus mampu membimbing siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya karena ketika dihadapkan terhadap sebuah masalah, terkadang siswa mengalami kesulitan untuk memecahkannya. d. Pendekatan matematika realistik membutuhkan waktu yang cukup banyak. C. Teori Belajar Pendekatan Matematika Realistik 1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget Teori ini dikembangkan oleh tokoh Jean Piaget berdasarkan penelitiannya mengenai kesiapan anak untuk mampu belajar. Terdapat empat tahap perkembangan mental manusia menurut teori Piaget (dalam Maulana, 2011, hlm. 70), yaitu: a. Tahap sensori motor (dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun). b. Tahap praoperasi (umur dari sekitar 2 tahun sampai sekitar 7 tahun). c. Tahap operasi konkret (umur dari sekitar 7 tahun sampai sekitar 12 tahun). d. Tahap operasi formal (umur dari sekitar 12 tahun sampai dewasa). Untuk siswa tingkatan sekolah dasar rentang usianya berkisar antara 7 sampai dengan 12 tahun. Jika dibandingkan dengan teori Piaget tadi maka usia tersebut berada pada tahap operasi konkret. Pada tahapan operasi konkret anak akan mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dan modelmodel ide abstrak (Maulana, 2011). Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir logis, akibat kegiatannya dalam memanipulasi benda-benda konkret. Teori piaget ini sejalan dengan pendekatan matematika realistik karena pembelajarannya menggunakan konteks yang berasal dari lingkungan siswa.
33
Konteks yang disajikan bisa berupa masalah, permainan, bahkan berupa benda konkret yang dapat dimanipulasi oleh siswa secara langsung. Dengan demikian siswa akan lebih mudah dalam memahami konsep yang dijelaskan. Pitajeng (2006, hlm. 27) mengutip apa yang diutarakan Piaget yang menyatakan bahwa,“Struktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses asimilasi dan akomodasi”.Menurut Maulana (2014) dalam perkuliahan tanggal 19 Maret 2014 menyebutkan bahwa pendekatan realistik menggunakan prinsip dari teori Piaget yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. “Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang” (Pitajeng, 2006, hlm. 27). Jadi pada proses asimilasi ini siswa tidak perlu belajar terlebih dahulu untuk memahami pengetahuan baru yang diperolehnya karena pengetahuan baru tersebut sudah sesuai dengan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Misalnya ketika siswa sudah mengetahui mengenai penjumlahan dan mengetahui bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang maka siswa akan dengan mudah mengerjakan soal perkalian. Akomodasi adalah proses penggabungan informasi yang sudah dimiliki dengan informasi baru (Maulana dalam perkualiahan tanggal 19 Maret 2014). Pada proses ini informasi baru dibandingkan dengan informasi lama yang sudah diperoleh oleh siswa. Misalnya siswa sudah mengetahui konsep perkalian dengan penjumlahan berulang dan ketika dihadapkan pada soal pembagian siswa tidak dapat menggunakan konsep penjumlahan berulang lagi, maka siswa akan memperoleh pengetahuan baru bahwa pembagian dapat diselesaikan dengan menggunakan pengurangan berulang. Proses yang terakhir adalah ekuilibrasi. Ekuilibrasi adalah keseimbangan penerapan informasi lama dengan informasi baru (Maulana dalam perkualiahan tanggal 19 Maret 2014). Pada proses ini siswa bisa membedakan penerapan berbagai konsep yang sudah diterima olehnya. Misalnya saja ketika dihadapkan pada soal perkalian dan pembagian siswa dapat memilah cara mengerjakannya. Untuk soal perkalian siswa menggunakan penjumlahan berulang sementara untuk pembagian siswa menggunakan pengurangan berulang.
34
Teori piaget yang kedua ini masih berhubungan dengan pendekatan matematika realistik karena pendekatan matematika realistik menjelaskan konsep dengan cara menghubungkan konsep matematika dengan konsep lain yang sudah pernah diajarkan baik pada matematika sendiri ataupun konsep yang sudah dipelajari pada matapelajaran lain. Hal ini akan menyebabkan siswa dapat menyeimbangkan pengetahuan yang diperolehnya, dan dapat menerapkan pengetahuan tersebut pada waktu yang tepat. 2. Teori Belajar Gagne Menurut Robert M. Gagne (dalam Maulana, 2011, hlm. 64) “Dalam matematika itu terdapat 2 objek yang bisa diperoleh siswa, yakni objek langsung dan objek tak langsung”. Objek langsung dalam matematika maksudnya adalah fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Fakta yaitu simbol atau notasi matematika yang telah diajarkan. Keterampilan yaitu kemampuan siswa dalam memberikan jawaban yang benar. Konsep yaitu ide dari suatu materi biasanya cenderung abstrak namun dapat membuat siswa dapat membedakan ide yang satu dengan yang lainnya dalam kehidupan. Aturan/prinsip yaitu dalil, teori, atau rumus yang dijelaskan. Maulana (2011, hlm 65) memaparkan makna objek tak langsung, yaitu: Objek tak langsung dalam matematika yaitu kemampuan menyelediki dan kemampuan memecahkan masalah, kemandirian dalam belajar dan bekerja, bersifat positif terhadap matematika, mengetahui bagaimana semestinya belajar, dan sebagainya. Gagne (dalam Maulana, 2011) berpendapat bahwa, belajar dikelompokkan ke dalam delapan tipe belajar salah satunya adalah tipe pemecahan masalah. Menurutnya terdapat lima tahapan dalam pemecahan masalah yang harus ditempuh yaitu, a) menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas, b) menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional, c) menyusun hipotesishipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah itu, d) menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk mengetahui hasilnya, e) memeriksa kembali hasil yang diperoleh dan mungkin memilih alternatif pemecahan masalah yang paling baik. Teori Gagne ini sesuai dengan kemampuan pemecahan masalah matematis yang ingin ditingkatkan melalui pendekatan matematika realistik. Tahapan
35
pemecahan masalah yang disampaikan Gagne menjadi landasan dalam pengembangan
tahap
pemecahan
masalah
dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik. 3. Teori Ausubel Teori Ausubel lebih dikenal dengan nama teori belajar bermakna. Teori ini akan membedakan antara belajar dengan menemukan dan belajar hanya menerima atau antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006), belajar menghafal yaitu ketika siswa memperoleh materi yang disampaikan oleh gurunya ataupun diperolehnya dari sumber bacaan kemudian dihafalkannya, sementara belajar bermakna yaitu materi diperoleh siswa kemudian dikembangkan dengan cara lain sehingga siswa mengerti materi yang dimaksud. Teori Ausubel ini menjadi acuan betapa pentingnya belajar bermakna sehingga penting pula kemampuan pemahaman matematis karena siswa tidak hanya dituntut untuk menghafal materi saja, tetapi juga siswa dituntut untuk paham materi yang sudah dipelajari. Teori Ausubel juga menjadi acuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik karena siswa akan diarahkan untuk dapat menemukan sendiri materi/konsep matematika sehingga siswa diharapkan pembelajaran yang terjadi akan lebih bermakna bagi siswa. 4. Teori Van Hiele Teori Van Hiele (dalam Maulana, 2011) menyebutkan bahwa, terdapat lima tahapan perkembangan siswa dalam mempelajari geometri. Tahapan tersebut adalah tahap visualisasi/pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahapan rigor/keakuratan. Dari kelima tahap tersebut untuk siswa usia sekolah dasar hanya sampai pada tahap ketiga yaitu tahap pengurutan. Tahapan pertama yaitu siswa mulai mengenal bentuk-bentuk geometri. Tahapan kedua yaitu siswa mulai memahami sifat-sifat dari bangun geometri. Tahap ketiga yaitu siswa mulai mengenal bentuk geometri, memahami sifatnya, dan mampu mengurutkan bentuk geometri yang saling berhubungan. Teori ini sejalan dengan materi yang dipilih pada penelitian ini yaitu materi keliling dan luas lingkaran yang diajarkan di kelas V semester 2. Siswa
36
akan diajarkan mengenai konsep bangun datar lingkaran, konsep keliling lingkaran, dan konsep luas lingkaran. D. Pendekatan Pembelajaran Konvensional (Ekspositori) Kata konvensional menurut KBBI adalah umum (seperti adat, kebiasaan, kelziman). Oleh karena itu yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang sudah biasa dipergunakan di sekolah tempat penelitian dilaksanakan. Kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan pada tempat penelitian adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. Menurut Maulana (2011, hlm. 88), “Dalam metode ekspositori guru menjelaskan dan menyampaikan informasi, pesan, atau konsep kepada seluruh siswa dalam kelas”. Berdasarkan pemaparan sebelumnya mengenai pembelajaran ekspositori, maka dapat dijelaskan kelebihan yang dimiliki oleh pendekatan ini. Kelebihan pembelajaran ekspositori yaitu pembelajaran berpusat pada guru dan guru yang menjelaskan materi sehingga mengurangi kemungkinan miskonsepsi karena guru dapat menjelaskan dengan detail dan tepat, waktu yang dipergunakan untuk menerapkan metode ini tidak membutuhkan waktu terlalu lama karena proses pemaparan materi bisa diatur oleh guru waktunya, namun guru harus mempertimbangkan waktu untuk pengerjaan latihan soal yang dilakukan oleh siswa. Kelebihan lain metode ini adalah guru bisa memeriksa pengerjaan soal yang dilakukan oleh setiap siswa. E. Perbandingan Pendekatan Matematika Realistik dan Pendekatan Konvensional (Ekspositori) Berdasarkan berbagai penjelasan sebelumnya mengenai pendekatan matematika realistik dan pendekatan konvensional (ekspositori), maka dibuatlah suatu
perbandingan
pendekatan
matematika
realistik
dan
pendekatan
konvensional (ekspositori) yang akan diuraikan dalam tabel dibawah ini.
37
Tabel 2.2 Perbandingan Pendekatan Matematika Realistik dan Pendekatan Konvensional (Ekspositori) Aspek Pembelajaran Penggunaan waktu
Peran guru Peran siswa Materi
Pengelolaan kelas
Aktivitas siswa
Pendekatan Matematika Realistik Berpusat pada siswa Waktu yang dipergunakan relatif lama Guru sebagai fasilitator dan pembimbing
Pendekatan Konvensional (Ekspositori) Berpusat pada guru Waktu yang dipergunakan singkat Guru sebagai mediator, sumber belajar karena menyampaikan materi secara langsung Subjek belajar Objek belajar Ditemukan oleh siswa melalui Dijelaskan oleh guru proses pengkonstruksian pengetahuan Duduk secara individu, namun Duduk berkelompok dari dipertengahan dilaksanakan awal hingga akhir diakusi kelas sehingga duduk pembelajaran. berkelompok Siswa aktif mengkonstruksi Siswa aktif mengerjakan pengetahuan dan latihan soal. latihan soal
F. Kemampuan Pemahaman Matematis Kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu kemampuan matematis yang penting dimiliki oleh siswa termasuk pada jenjang sekolah dasar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pemahaman berasal dari kata paham yang artinya proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Driver (dalam Gunawan, 2013b) menyebutkan bahwa, pemahaman adalah kemampuan menjelaskan suatu situasi atau suatu tindakan. Berdasarkan beberapa pendapat tadi maka dapat disimpulkan bahwa, kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan seseorang dalam mengingat, memahami, menjelaskan, dan menerapkan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Paham berbeda dengan hafal begitu juga dengan pemahaman berbeda dengan hafalan. Pemahaman setingkat lebih tinggi dari hafalan. Jadi untuk paham seseorang tidak hanya sekedar harus hafal konsep tetapi harus mengetahui cara menerapkan konsep, mampu menyebutkan atau menjelaskan kembali dan juga harus mampu untuk menerapkan konsep tersebut. Kemampuan pemahaman matematis dipilih karena kemampuan ini dianggap melandasi kemampuan pemecahan masalah matematis, jadi untuk dapat
38
memecahkan masalah sebelumnya siswa diharuskan untuk paham konsep yang dapat menunjang pemecahan masalah matematis. Selain itu salah satu tujuan pembelajaran matematika menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 Tahun 2006 adalah memahami konsep matematika, sehingga guru harus mengarahkan siswa agar mampu memahami konsep matematika bukan hanya menghafal konsep saja. Setelah melakukan kajian terhadap kemampuan pemahaman matematis dan terhadap pendekatan matematika realistik, maka dapat disimpulkan bahwa, pendekatan matematika realistik dianggap mampu meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa karena hal-hal berikut: 1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik akan mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri materi berdasarkan konteks yang disajikan. Tepatnya pada kegiatan mengonstruksi pengetahuannya sendiri. 2. Konsep matematika dalam pendekatan matematika realistik disajikan saling terhubung dengan konsep lainnya baik di dalam maupun di luar matematika sehingga siswa diharapkan akan mengerti konsep secara keseluruhan tidak parsial. 3. Pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
matematika
realistik
mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk mengingat dan memahami materi yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Pollastek (dalam Maulana, 2011, hlm. 53) menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yakni: 1. Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik. 2. Pemahaman Fungsional, ditandai dengan mengaitkan konsep dengan konsep lainnya, atau suatu prinsip dengan prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakan. Skemp (dalam Maulana, 2011, hlm 54) mengklasifikasikan pemahaman ke dalam dua jenis, yaitu:
39
1. Pemahaman instrumental, dengan ciri hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan melakukan pengerjaan secara algoritmik. 2. Pemahaman rasional, yakni mengaitkan suatu konsep dengan konsep lain, atau suatu prinsip dengan prinsip lainnya. Kemampuan pemahaman matematis yang harus dikembangkan dalam diri siswa memiliki beberapa tahapan. Menurut Polya (dalam maulana, 2011, hlm.53), kemampuan pemahaman matematis terdiri dari empat tahap, yaitu sebagai berikut ini. 1. Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh kemampuan mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. 2. Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa. 3. Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran suatu rumus atau teorema. 4. Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran tanpa raguragu sebelum menganalisis lebih lanjut. Menurut Maulana (2011, hlm. 53) “Secara umum indikator pemahaman matematis meliputi:mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, serta ide matematika”. Kemampuan pemahaman matematis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan pemahaman matematis yang merupakan gabungan dari ketiga pendapat di atas dan juga berdasarkan pertimbangan terhadap indikator kemampuan pemahaman matematis yang diungkapkan oleh Maulana. Adapun indikator yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini. 1. Mampu menerapkan rumus dalam perhitungan matematis dan dapat melakukan
pengerjaan
hitung.
Dalam
indikator
yang
pertama
ini
diharapkan,(a) siswa mampu menuliskan rumus keliling dan luas lingkaran, (b) siswa dapat menerapkan rumus tersebut pada kasus-kasus matematis, dan (c) siswa dapat menghitung hasil atau pemecahan masalah dari kasus yang ditemui. 2. Mampu mengaitkan konsep dengan konsep yang lainnya dan menyadari proses yang dikerjakan. Dalam indikator yang kedua ini diharapkan, (a) siswa mampu untuk menggunakan konsep matematis yang telah dipelajari
40
sebelumnya, dan (b) siswa mampu menghubungkan konsep-konsep tersebut dan menyadari tujuan dari semua keterkaitan antara proses yang sudah dirumuskan. G. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dalam hidup seseorang selalu dihadapkan pada berbagai jenis masalah. Oleh karena itu kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh siswa. Suatu persoalan dapat dikatakan sebagai masalah bagi seseorang jika persoalan yang dihadapi tidak dikenalnya dan orang tersebut mempunyai keinginan untuk menyelesaikannya, terlepas apakah akhirnya sampai atau tidak kepada jawaban dari masalah itu (Ruseffendi dalam Kusmaydi, 2010). Kemampuan pemecahan masalah siswa harus mulai ditingkatkan sejak kecil. Maka wajarlah jika pada jenjang pendidikan dasar guru mulai aktif mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini dipilih karena Permendiknasno 23 tahun 2006 menyebutkan bahwa, standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam Kurikulum 2006 dijadikan landasan oleh para guru untuk mengembangkan kemampuan matematika siswa dalam memecahkan masalah matematis. Dengan demikian jelaslah bahwa, pemerintah menganggap kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang dianggap penting untuk dikembangkan pada diri siswa. Selain itu pendapat Branca (dalam Firdaus, 2009) menyebutkan bahwa, kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan tujuan umum pengajaran matematika, inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan dasar dalam belajar matematika. Dahar (dalam Kesumawati, 2010, hlm 32) menjelaskan bahwa, “Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu keterampilan generik”. Sementara Polya (dalam Kesumawati, 2010, hlm 33) menyebutkan “Pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak segera tercapai”.
41
Pemecahan masalah matematis menurut Syaiful (2011, hlm. 56) adalah sebagai berikut ini. Suatu kegiatan pemecahan situasi yang terkait dengan matematika (situasi matematis) yang memerlukan aktivitas berpikir atau bernalar yang lebih tinggi untuk menemukan cara atau strategi pemecahan, menduga atau memprediksikan, mencar formula atau menyusun model matematika yang sesuai, bahkan sebagai jantungnya matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk mencari mencari dan mengolah informasi, serta memilih dan menerapkan strategi yang tepat untuk menemukan solusi dari masalah realistik yang ditemukan, dengan berbekal pengetahuan awal yang sudah dimilikinya. Setelah mengkaji mengenai pendekatan matematika realistik dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, maka pendekatan matematika realistik dianggap mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis jika dilihat dari pengertian pendekatan matematika realistik yaitu pendekatan yang menitikberatkan pembelajaran pada penggunaan konteks untuk memecahkan masalah. Selain itu dilihat juga dari tahapan pendekatan matematika realistik yang dipergunakan pada penelitian ini salah satunya adalah tahap pemecahan masalah baik pemecahan masalah secara mandiri maupun pemecahan masalah secara berkelompok. Menurut Maulana (2011, hlm. 54-55) kemampuan pemecahan masalah matematis menghendaki siswa agar dapat: 1. merumuskan masalah dari situasi sehari-hari dan matematik, 2. menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan baru) di dalam atau di luar matematika, 3. menjelaskan/menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan, 4. menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata, dan 5. menggunakan matematika secara bermakna. Selain itu, menurut Adjie & Maulana (2006, hlm. 15) menyebutkan bahwa, “Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah antara lain adalah: (1) memahami soal, (2) memilih pendekatan atau strategi pemecahan, (3) menyelesaikan model, dan (4) menafsirkan solusi”.
42
Masalah sering muncul dalam kehidupan sehari-hari manunsia. Masalah tersebut oleh Adjie & Maulana (2006) dibagi ke dalam empat jenis yaitu masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan masalah teka-teki. Masalah translasi yaitu masalah dalam kehidupan sehari-hari baik berupa verbal maupun tulisan yang harus diubah menjadi bentuk matematika (simbol). Masalah translasi ini menghendaki siswa untuk memahami berbagai kalimat yang sebenarnya sudah memiliki unsur matematika kemudian di ubah ke dalam simbol matematika secara utuh. Contohnya: Susi memiliki lima buah permen, kemudian ia memberikandua permen kepada adiknya. Setelah itu Susi menerimaempat permen lagi dari ibunya. Berapa banyak permen yang dimiliki Susi sekarang? Berdasarkan permasalah di atas ada beberapa kata yang digarisbawahi. Kata-kata tersebut merupakan kunci dari simbol matematika yang akan dibuat. Kata memberikan pada masalah di atas memiliki arti yang sama dengan dikurangi, sedangkan kata menerima memiliki arti ditambah. Maka model matematika yang dapat dibuat adalah (5 – 2) + 4 = 7. Menurut Adjie & Maulana (2006, hlm. 8), “Masalah aplikasi merupakan penerapan berbagai teori/konsep yang dipelajari pada matematika”. Jadi masalah aplikasi ini menghendaki siswa untuk menerapkan berbagai teori/konsep yang sudah dipelajari untuk dapat memecahkan masalahnya. Contoh masalah: Kakek ingin memagari kolam ikannya yang berbentuk lingkaran dengan menggunakan pagar kawat. Kolam ikan kakek memiliki diameter 13 meter, jarak kolam ke pagar yang akan dibuat sepanjang 1 meter. Berapa panjang pagar kawat yang dibutuhkan Kakek? Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut siswa dapat menggunakan rumus keliling lingkaran yang sudah dipelajarinya. Dengan demikian siswa akan mengetahui bahwa keliling pagar =
× (13 + 1) =
× 14 = 44 meter.
Masalah proses merupakan masalah yang menghendaki pemecahan masalah untuk menyusun langkah pemecahan, masalah jenis ini membuat pemecah masalah melakukan beberapa proses sebelu dapat memecahkan masalah. Misalnya:
43
Ayah memiliki tanah berbentuk persegi dengan sisi 30 meter, sementara ibu memiliki tanah berbentuk persegi panjang dengan panjang 30 meter dan lebar 20 meter. Ayah dan ibu kemudian mewaqafkan tanah tersebut untuk pembangunan mesjid. Berapa luas tanah yang bisa digunakan untuk membangun mesjid tersebut? Untuk dapat memecahkan masalah tersebut siswa harus mengetahui luas tanah ayah dan ibu terlebih dahulu, kemudian siswa harus menjumlahkan luas kedua tanah untuk mengetahui berapa luas tanah yang dapat digunakan untuk membangun mesjid. Jenis masalah yang terakhir adalah masalah teka-teki. Masalah jenis ini hanya ditujukan untuk hiburan atau memotivasi siswa. Misalnya saja pada soal: Aku adalah sebuah pecahan. Aku terletak di antara angka 2 dan 3. Pecahan berapakah aku? Berdasarkan masalah tersebut siswa bisa menjawab ,
,
, dan sebagainya.
Siswa dapat dikatakan sudah memiliki keterampilan pemecahan masalah matematis jika sudah memenuhi beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Adapun indikator pemecahan masalah menurut Sumarmo (Kesumawati, 2010, hlm. 37) yaitu: 1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah. 2. Membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya. 3. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika atau di luar matematika. 4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan semula, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. 5. Menerapkan matematika secara bermakna. Pendapat lain yang hampir serupa juga disampaikan oleh NCTM (dalam Widjajanti, 2009, hlm. 408) yakni: (1) Menerapkan dan mengadaptasi berbagai pendekatan dan strategi untuk menyelesaikan masalah, (2) Menyelesaikan masalah yang muncul di dalam matematika atau di dalam konteks lain yang melibatkan matematika, (3) Membangun pengetahuan matematis yang baru lewat pemecahan masalah, dan (4) Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis.
44
Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini merupakan rangkuman dari dua pendapat sebelumnya yang kemudian dipilih mana yang paling cocok untuk tingkat sekolah dasar kelas V, dan tentunya sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Indikator keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah matematis pada penelitian ini adalah sebagai berikut ini. 1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah. Kemampuan siswa yang diharapkan pada indikator ini adalah (a) siswa mampu menuliskan unsur yang diketahui dan ditanyakan, (b) melengkapi unsur apa yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang tidak tercantum di dalam soal. 2. Merumuskan masalah atau menuliskan model matematika dari masalah yang ditemui. Kemampuan siswa yang diharapkan pada indikator ini adalah siswa mampu menuliskan model matematika dari permasalahan yang ditemuinya. 3. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika atau di luar matematika. Kemampuan siswa yang diharapkan pada indikator yang ketiga ini adalah (a) siswa dapat memilih strategi untuk memecahkan masalah termasuk didalamnya melengkapi data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, dan (b) menerapkan strategi yang sudah dipilihnya dengan urutan tepat. 4. Menyelesaikan masalah yang muncul di dalam matematika atau di dalam konteks lain yang melibatkan matematika. Kemampuan siswa untuk indikator yang keempat ini adalah (a) siswa mampu menerapkan rumus untuk memecahkan masalah matematika sederhana berdasarkan data-data yang sudah terkumpul dan (b) siswa dapat memecahkan masalah berdasarkan data-data yang sudah terkumpul dengan menggunakan strategi yang dipilih. 5. Memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. Kemampuan siswa yang diharapkan pada indikator yang kelima adalah siswa mampu menyatakan suatu pemecahan masalah itu benar atau salah dengan alasan yang benar.
45
Keterampilan memecahkan masalah sangat penting dimiliki oleh siswa oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengembangkan keterampilan tersebut. Sutadjaja, dkk. (dalam Winarni & Harmini, 2011) dan Tarigan (2006) memberikan beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai rambu-rambu mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, yaitu: 1. ajarkan cara mengidentifikasi masalah; 2. ajarkan cara mengubah masalah ke dalam kalimat matematika, kemudian terjemahkan masalah ke dalam model permasalahan yang lebih sederhana; 3. ajarkan cara menentukan alur-alur pemecahan masalah, kemudian ajarkan pula cara memilih alur pemecahan masalah yang lebih efisien; 4. menentukan jawaban numerikal, kemudian menginterpretasikan jawaban yang diperoleh; 5. mengecek kebenaran hasil, selanjutnya memodifikasi jawab jika diberikan data yang baru; serta 6. selain melatih memecahkan masalah, latih juga siswa untuk membuat masalah sendiri yang kemudian dipecahkan oleh dirinya sendiri. H. Pembelajaran Keliling dan Luas Lingkaran 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan realistik menitikberatkan pembelajaran terhadap pemberian masalah yang bersifat realistik. Selain itu pendekatan realistik memiliki suatu ciri yang sangat khas yaitu penggunaan konteks yang realistik. Konteks yang digunakan dalam realistik bisa berupa masalah yang disajikan kepada siswa yang akan membimbing siswa untuk menemukan konsep. Sebagaimana yang telah disampaikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa konteks yang akan dipergunakan pada penelitian yang menggunakan pendekatan realistik ini adalah masalah realistik yang berkaitan dengan keliling dan luas lingkaran. Menurut Suryanto, dkk. (2010) langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik adalah a) pemberian masalah sesuai konteks yang dipilih, b) pemecahan masalah baik secara individu ataupun kelompok dengan cara sendiri, c) mempresentasikan hasil pemecahan masalah di depan kelas, d) diskusi kelas, e)menyimpulkan. Sementara, menurut Supinah &
46
Agus (dalam Mahfudin, 2012) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik adalah a. memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang real bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna; b. permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut; c. siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan; serta d. pembelajaran
berlangsung
secara
interaktif,
siswa
menjelaskan
dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran. Adapun tahapan pendekatan realistik yang akan diterapkan pada penelitian kali ini adalah. a. Pemberian masalah, pada tahapan ini siswa diberikan sebuah lembar kerja yang didalamnya beberapa masalah sesuai dengan konteks pendekatan realistik yang digunakan. Lembar kerja tersebut akan mengarahkan siswa untuk menemukan rumus keliling dan luas lingkaran. Masalah yang disajikan untuk menemukan konsep keliling lingkaran adalah siswa diminta untuk menghiasi beberapa benda yang memiliki permukaan berbentuk lingkaran seperti kaleng, gelas, dan sebagainya (sebelumnya anak sudah mengetahui bahwa konsep keliling adalah panjang tepian bangun datar dihitung mulai dari satu titik hingga kembali ke titik semula dalam satu kali putaran). Siswa diminta untuk mengukur dan mencatat diameter juga keliling masing-masing benda berbentuk lingkaran. Untuk memudahkan siswa guru memberikan benang kepada masing-masing siswa, untuk lebih memantapkan siswa dalam mencari keliling lingkaran, minta siswa untuk membuat sebuah benda berbentuk lingkaran kemudian menghitung kelilingnya, setelah itu dibuktikan dengan menggunakan benang. Sedangkan untuk menemukan konsep luas
47
lingkaran masalahnya adalah siswa diajak untuk membuat penutup bendabenda yang permukaannya berbentuk lingkaran. Masalah yang disajikan untuk mengetahui luas lingkaran adalah dengan meminta siswa untuk membuat lingkaran dengan ukuran yang sama dengan benda tersebut, kemudian hasil bentukan benda tersebut dipotong-potong kemudian dibentuk menjadi bentuk bangun datar lain yang sudah diketahui rumusnya. Pada tahapan yang pertama ini selain mendapatkan masalah siswa juga diharuskan untuk memahami masalah yang diberikan. Untuk itu jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami masalah yang disajikan, siswa boleh bertanya kepada teman ataupun guru. Dalam menjawab pertanyaan siswa, guru tidak boleh menyebutkan jawaban dari masalah tersebut tapi guru hanya memberikan pancingan agar siswa mampu memahami masalah. b. Penyelesaian masalah. Pada tahapan ini siswa diharapkan untuk bekerja sendiri dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya. Jadi siswa
memecahkan masalah dengan menggunakan cara yang dimiliki oleh dirinya sendiri. c. Diskusi kelompok kecil. Pada tahapan ini siswa berkelompok sebanyak 2-4 orang, diharapkan siswa akan membandingkan pemecahan masalah yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh temannya. Jika ternyata pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa berbeda maka tuliskan apa perbedaannya yang nantinya akan didiskusikan di langkah berikutnya. d. Diskusi kelompok besar. Pada tahapan ini masing-masing perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Semua perbedaan cara pemecahan masalah disampaikan di depan kelas. e. Menyimpulkan. Pada tahapan ini setelah semua pendapat dan cara pemecahan masalah yang disajikan oleh siswa disimpulkan mana yang paling benar, mudah dipahami, dan mudah dikerjakan. Adapun tahapan pembelajaran lingkaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik adalah sebagai berikut ini. b. Mengkondisikan siswa. c. Mengadakan apersepsi.
48
d. Menyampaikan tujuan dan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan selama pembelajaran. e. Guru memberikan masalah sesuai dengan konteks yang ditetapkan. Masalah tersebut disajikan dalam LKS. f. Siswa memahami masalah yang disajikan dan mengajukan pertanyaan jika adalah masalah yang kurang dipahaminya. Guru bisa menjawab namun tidak langsung menunjukkan pemecahan atas masalah yang diajukan. g. Siswa mencoba memecahkan masalah secara mandiri. h. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok setiap kelompok terdiri dari 4 orang siswa. i. Siswa membandingkan hasil pemecahan masalah yang dilakukannya secara mandiri dengan pemecahan masalah teman sekelompoknya. j. Siswa
menyimpulkan
pemecahan
masalah
yang sudah
didiskusikan
kelompoknya. k. Siswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, dan siswa kelompok lain menanggapinya. l. Guru memberikan latihan soal. m. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran hari ini. n. Guru memberikan tindak lanjut. 2. Pendekatan Konvensional (Ekspositori) Pendekatan konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran ekspositori. Adapun tahapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ekspositori menurut Maulana (2011) adalah pertama, guru menuliskan topik, menginformasikan tujuan pembelajaran, membahas materi prasyarat, serta memotivasi siswa. Kedua, Guru menyampaikan materi kepada siswa baik secara lisan maupun tulis dengan disertai contoh agar lebih jelas. Ketiga, siswa mengerjakan soal sesuai dengan konsep yang sudah diajarkan baik secara individu maupun secara berkelompok. Adapun tahapan pembelajaran keliling dan luas lingkaran dengan menggunakan pendekatan konvensional pada penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
49
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengadakan apersepsi dengan membahas materi prasyarat sebelum menjelaskan konsep baru kepada siswa. b. Guru memaparkan materi pembelajaran. Pada tahapan ini guru menjelaskan teori mengenai konsep lingkaran, menjelaskan rumus keliling lingkaran termasuk didalamnya menjelaskan latar belakang nilai π =
atau 3,14, dan
menjelaskan rumus luas lingkaran. Selain rumus dasar siswa juga diberitahu cara menghitung diameter jika kelilingnya sudah diketahui dan bagaimana cara menghitung jari-jari jika luanya diketahui. c. Mengerjakan soal. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Kelompok yang terbentuk masing-masing terdiri dari 4-5 orang siswa. Pembagian kelompok disesuaikan dengan posisi duduk siswa pada awal pembelajaran. Kemudian Guru memberikan beberapa latihan soal agar siswa dapat berlatih mengerjakannya. Latihan soal yang diberikan sesuai dengan materi yang dijelaskan. Soal yang diberikan bukan hanya latihan soal rutin tetapi juga latihan soal nonrutin. Setelah itu siswa mengerjakan latihan soal bersama dengan kelompoknya. Pada tahapan ini siswa mencoba mengejakan berbagai latihan soal bersama dengan kelompoknya sehingga siswa bisa berdiskusi dengan sebebas-bebasnya bersama dengan kelompoknya. Yang kemudian nantinya dipresentasikan di depan kelas. d. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Tahapan ini merupakan tahapan akhir ketika siswa dengan dibimbing oleh guru mampu menyimpulkan materi yang ditemukan. Siswa juga mencatat hasil kesimpulan yang sudah dibuatnya bersama dengan guru. I. Hasil Penelitian yang Relevan Pendekatan matematika realistik bukanlah merupakan pendekatan pembelajaran yang baru dalam dunia matematika, berbagai penelitian telah dilakukan oleh para peneliti dengan menggunakan pendekatan realistik. Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, seperti penelitian yang dilakukan oleh Lambertus (2010), menyusun disertasinya dengan melaksanakan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SD melalui Pendekatan
50
Matematika Realistik”. Berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan realistik lebih baik peningkatannya daripada yang belajar secara konvensional. Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan
oleh
Lambertus
adalah
pembelajaran
konvensional
yang
mengkondisikan siswa untuk terus berlatih mengerjakan soal matematika setelah diberitahu teori atau rumus yang berkaitan dengan soal yang diberikan. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik juga positif. Purwanto (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP dan MTs melalui Pembelajaran Matematika Realistik” menyumbangkan hasil penelitiannya sebagai berikut ini. Berdasarkan hasil uji t’, nilai siswa lebih besar daripada
(3,569) pada gabungan kelompok
(1,979) artinya hipotesis nol ditolak dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen (PMR) dan kelas kontrol (PK). Berdasarkan nilai rata-rata N-Gain kelas kontrol dan eksperimen diperoleh bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang telah mengikuti PMR (rata-rata N-Gain = 0,333) lebih baik dari pada siswa yang telah mengikuti pembelajaran konvensional (rata-rata N-Gain = -0,004), hasil yang terakhir pada penelitian ini berdasarkan hasil uji Anova yang menunjukkan bahwa
= 3,530 lebih besar dari
= 3,069, artinya H0
ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada interaksi yang signifikan antara penerapan pembelajaran matematika yang berbeda dan kelompok siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kesumawati (2010) yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik” memberikan hasil bahwa peningkatan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional. Dalam penelitian
51
ini
pendekatan
pembelajaran
matematika
realistik
berhubungan
dengan
kemampuan awal pesera didik. Alam (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika dengan Menggunakan Pendekatan RealisticMathematicsEducation (RME) pada Siswa Sekolah Dasar (Studi Kuasi Eksperimen pada Kelas III Sekolah Dasar di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun Pelajaran 2011-2012)”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan RME dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa secara signifikan lebih baik dibandingkan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Selain itu, berdasarkan data angket diperoleh hasil bahwa siswa sebagian besar memberikan respon positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik. Penelitian lain yang relevan adalah Meiliana (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Educatioan (RME) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Soal Cerita Perbandingan (Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas V Semester 2 SDN 1 Panguragan dan SDN 2 Lemahtamba Kecamatan Panguragan Kabupaten Cirebon)”. Dari penelitiannya tersebut diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen hal ini terlihat dari hasil uji-U kedua kelompok memperoleh hasil Pvalue (one tailed) yang sama yaitu 0,000. Namun berdasarkan pengolahan data gain kelas kontrol dan eksperimen diperoleh P-value (sig.2-tailed) sebesar 0,023 yang artinya terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dari kedua kelompok tersebut. Kelompok siswa yang peningkatannya lebih baik adalah kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME. Setelah mengkaji beberapa penelitian yang berhubungan dengan pendekatan matematika realistik maka diketahui bahwa pendekatan matematika realistik dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis. Pendekan matematika realistik juga dapat meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa. Oleh karena itu, pendekatan matematika realistik
52
dianggap akan mampu meningkatkan kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa secara sekaligus pada materi keliling dan luas lingkaran. J. Hipotesis Berdasarkan berbagai kajian teoretis yang sudah dilakukan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini. 1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik memberikan pengaruh terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi keliling dan luas lingkaran. 2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik memberikan pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi keliling dan luas lingkaran. 3. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik berpengaruh lebih baik daripada pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa pada materi keliling dan luas lingkaran. 4. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik berpengaruh lebih baik daripada pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi keliling dan luas lingkaran. 5. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik memberikan pengaruh
yang berbeda terhadap kemampuan
pemahaman matematis siswa kelompok unggul, papak dan asor pada materi keliling dan luas lingkaran. 6. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan matematika realistik memberikan pengaruh
yang berbeda terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelompok unggul, papak dan asor pada materi keliling dan luas lingkaran. 7. Terdapat hubungan yang positifantara kemampuan pemahaman matematis siswa dan kemampuan pemecahan masalah matematis.