BAB II STUDI LITERATUR
2.1
Propagasi Sinyal Dikarenakan mobilitas yang tinggi dari MS yang bergerak dari satu sel ke sel
yang lain, mengakibatkan kondisi propagasi sinyal pada komunikasi selular sangat sulit untuk diprediksi. Rugi propagasi (Propagation Loss) mencakup semua pelemahan yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base transceiver station ke mobile station. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi seluler yaitu pathloss, shadowing (slow fading) dan multipath fading (fast fading) (Mahmood, M., Z.1996). Adanya pemantulan dari beberapa objek dan pergerakan mobile station menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal yang diterima tersebut mengalami path loss. Pathloss adalah fenomena menurunnya daya yang diterima terhadap jarak karena refleksi dan difraksi disekitar lintasan. Path loss
akan
membatasi
kinerja
dari
sistem
komunikasi
bergerak
sehingga
memprediksikan path loss merupakan bagian yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak. Shadowing disebabkan oleh halangan terhadap jalur garis pandang (LOS) antara pemancar dan penerima, seperti terhalang oleh bangunan perumahan, gedunggedung, pohon dan sebagainya. Multipath fading (fast fading) timbul karena pantulan multipath dari sebuah gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan, strukturstruktur lain buatan manusia, atau benda-benda alam seperti hutan yang berada di sekitar MS. Perbedaan panjang saluran propagasi dari sinyal multipath memberikan peningkatan untuk waktu delay propagasi yang berbeda. Multipath fading atau fast fading dapat diabaikan untuk korelasi jarak yang pendek dan diasumsikan penerima
Universitas Sumatera Utara
dapat mengatasinya dengan efektif. Kondisi propagasi dapat diilustrasikan seperti gambar 2.1 (Chen, Y., 2003).
Gambar 2.1 Komponen Propagasi
2.1.1
Propagasi Lintasan Bebas (free space loss) Propagasi gelombang radio sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Gambar 2.2 menunjukkan parameter-parameter propagasi radio.
Gambar 2.2 Parameter dasar propagasi radio
Base transceiver station mentransmisikan daya sebesar P t dari suatu antena dengan gain G t pada jarak d, receiver menerima daya sebesar P r dari antena dengan gain G r. Daya yang diterima diberikan oleh persamaan 2.1, dengan variable berupa
Universitas Sumatera Utara
daya yang dipancarkan, jarak, gain antena, kecepatan cahaya dan frekuensi (Seybold, John S., 2005). ππ = οΏ½
ππ‘
4ππ 2
οΏ½ πΊπ πΊπ‘ (
π2
4ππ2
)
(2.1)
Dimana P t /4Οd2, menunjukkan daya yang dipancarkan oleh base transceiver station dengan daerah sebar seluas 4Οd2. G t G r , menunjukkan gain dari antena pemancar dan antena penerima. Semakin besar gain, semakin besar pula daya yang diterima dan c2/4Οf2, menunjukkan bahwa daya yang diterima akan berkurang seiring dengan meningkatnya kuadrat frekuensi. Persamaan (2.1) dapat ditulis kembali dalam bentuk: ππ = (ππ‘ πΊπ‘ πΊπ )/πΏ0
dengan:
Free space loss = L 0 = (4Οdf/c)2
(2.2)
(2.3)
dalam bentuk dB, persamaan (2.3) menjadi: L 0 (dB)= 32 + 20 log f MHz + 20 log d Km
(2.4)
dimana: L 0 = rugi-rugi lintasan bebas (dB) f = frekuensi (MHz) d = panjang lintasan propagasi (Km)
2.1.2
Model Propagasi Model propagasi menjelaskan perambatan rata-rata sinyal pada suatu daerah.
Besarnya rugi-rugi propagasi tersebut bervariasi sesuai spektrum dan kondisi alam serta lingkungan sekitarnya. Memperkirakan rugi-rugi yang akan dilalui sinyal adalah hal yang sangat penting. Salah satunya adalah rugi-rugi yang dihasilkan oleh propagasi sinyal. Rugi propagasi adalah rugi-rugi yang cukup sulit untuk diperkirakan. Rugi ini dipengaruhi langsung oleh keadaan lingkungan sekitar yang dilalui oleh sinyal. Para ahli telah menghasilkan beberapa model matematis yang dapat memberikan nilai yang cukup baik untuk mendekati keadaan lingkungan nyata.
Universitas Sumatera Utara
Model dari rugi-rugi propagasi dapat dibagi dalam 3 jenis yaitu: Model Teoritis, Model Empiris dan Model Stokastik. Secara empiris telah ditentukan beberapa model propagasi, diantaranya adalah model propagasi Okumura, Hata dan W.C.Y. Lee (atau yang sering dikenal sebagai model Lee) (Mohammad, S., and Hes-Shafi, A. Q. M. A., 2009) (Sizun, H. 2005).
2.1.2.1
Model Okumura Model Okumura adalah model yang cocok untuk range frekuensi antara
150-1920 MHz dan pada jarak antara 1-100 km dengan ketinggian antena base transceiver station (BTS) berkisar 30 sampai 100 m. Untuk menentukan redaman lintasan dengan model Okumura, pertama kita harus menghitung dahulu rugi-rugi lintasan bebas (free space path loss), kemudian nilai A mu (f,d) dari kurva Okumura ditambahkan kedalam faktor koreksi untuk menentukan tipe daerah. Model Okumura dapat ditulis dengan persamaan berikut (Rappaport, T. S.,1995) (Goldsmith, A. 2005) (Pinem,M.2012).
L (dB) = L F + A mu (f,d) β G(h te ) β G(h re ) - G AREA (2.5) dimana: LF
= Rugi-rugi lintasan bebas yang dapat dihitung dengan persamaan (2.4):
Amu = rata-rata redaman relatif terhadap rugi-rugi lintasan bebas (dB) G(h te ) = gain antena BTS (dB) G(h re ) = gain antena MS (dB) G AREA = gain tipe daerah (dB) Gain antena berkaitan dengan tinggi antena dan tidak ada hubungannya dengan pola antena. Kurva A mu (f,d) untuk range frekuensi 100-3000 MHz ditunjukkan oleh Gambar 2.3a, sedangkan nilai G AREA untuk berbagai tipe daerah dan frekuensi diperlihatkan pada Gambar 2.3b.
Universitas Sumatera Utara
b Nilai G AREA
a Kurva A mu (f,d)
Gambar 2.3 Perbandingan frekuensi terhadap gain
G(h re ) = 20log(h te /200) 100 m > h te > 10 m
(2.6)
G(h re ) = 20log(h re /3)
10 m > h re > 3 m
(2.7)
G(h re ) = 10 log(h re /3)
h re β€ 3 m
(2.8)
dimana:
h te = tinggi antena BTS (m) h re = tinggi antena MS (m)
Model Okumura merupakan model yang sederhana tetapi memberikan akurasi yang bagus untuk melakukan prediksi redaman lintasan pada sistem komunikasi radio bergerak untuk daerah yang tidak teratur. Kelemahan utama dari model ini adalah respon yang lambat terhadap perubahan permukaan tanah yang cepat. Karena itu model ini sangat cocok diterapkan pada daerah urban dan suburban, tetapi kurang bagus jika untuk daerah rural (pedesaan).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2 Model Hata Model Hata merupakan bentuk persamaan empiris dari kurva redaman lintasan yang dibuat oleh Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai model Okumura-Hata. Model ini cocok untuk daerah frekuensi antara 150-1500 MHz. Hata membuat persamaan standar untuk menghitung redaman lintasan di daerah urban, sedangkan untuk menghitung redaman lintasan di tipe daerah lain (suburban, open area, dll), Hata memberikan persamaan koreksinya. Persamaan prediksi Hata untuk daerah urban adalah (Parsons,J.D,.2000) (Goldsmith, A. 2005) ( William, C. Y. L,. 2006).
L(urban)(dB) = 69,55+26,16logf c β13,82logh te βa(h re )+(44,9β6,55logh re )log (2.9) Dimana: fc
= frekuensi kerja antara 150-1500 MHz,
h te
= tinggi efektif antena transmitter (BTS), 30-200 m ,
h re
= tinggi efektif antena receiver (MS), 1-10 m,
d
= jarak antara Tx-Rx (km),
a(h re ) = faktor koreksi untuk tinggi efektif antena MS sebagai fungsi dari luas daerah yang dilayani.
Untuk kota kecil sampai sedang, faktor koreksi a(hre) atau a(hms) diberikan oleh persamaan: a(h re ) = (1,1logf c β 0,7) h re β (1,56logf c β 0,8) dB (2.10) sedangkan untuk kota besar: a(h re ) = 8,29 (log1,54h re )2 β 1,1 db untuk f c < 300 MHz
(2.11a)
a(h re ) = 3,2 (log11,75h re )2 β 4,97 dB untuk f c > 300 MHz
(2.12b)
Universitas Sumatera Utara
Walaupun model Hata tidak memiliki koreksi lintasan spesifik seperti yang disediakan model Okumura, tetapi persamaan-persamaan diatas sangat praktis untuk digunakan dan memiliki akurasi yang sangat baik. Hasil prediksi dengan model Hata hampir mendekati hasil dengan model Okumura, untuk jarak d lebih dari 1 km. Model ini sangat baik untuk sistem komunikasi bergerak dengan ukuran sel besar, tetapi kurang cocok untuk sistem dengan radius sel kurang dari 1 km.
2.1.2.3 Model Lee Model propagasi Lee diturunkan dari data eksperimen di beberapa kota besar di dunia. Parameter referensi 900 MHz, pada tinggi antena 30.5 m, dengan daya transmisi 10 W. Persamaan matematika model Lee ini ditunjukkan persamaan berikut ini (Seybold, John S., 2005),( William, C. Y. L,. 2006).
Dengan:
L 50
πΏ50 = πΏ0 + πΎ log π β πΉ0
(2.13)
= rugi-rugi propagasi model Lee (dB)
L0
= rugi-rugi transmisi pada jarak 1 km (dB)
Ξ³
= slope dari path loss (dB/decade)
d
= jarak dari base transceiver station (m)
F0
= faktor penyesuaian
Nilai L 0 dan Ξ³ diperoleh dari data eksperimen, yaitu seperti ditunjukkan oleh Tabel 2.1(Seybold, John S., 2005). Tabel 2.1 Parameter Model Propagasi Lee Environment
L 0 (dB)
Ξ
Free space
93.3
20.0
Open (rural)
91.3
43.5
Suburban
104.0
38.0
Tokyo
128.0
30.0
Philadelphia
11.8
36.8
Urban
Universitas Sumatera Utara
Newark
106.3
43.1
Sedangkan nilai F 0 diberikan oleh persamaan: F0 = F1F2F3F4F5 (2.14) Dengan: πΉ1 = πΉ2 = πΉ3 = πΉ4 =
[πππ‘π’ππ πππ π π π‘ππ‘πππ πππ‘ππππ βπππβπ‘ (π)]2 (30.5 π)2
[πππ‘π’ππ π‘ππππ πππ‘π‘ππ πππ€ππ (π)] 10 π
[πππ‘π’ππ ππππ ππ ππ’π π π‘ππ‘πππ πππ‘ππππ] 4
[πππ‘π’ππ ππππππ πππ‘ππππ βπππβπ‘ (π)]2 [π ]2
(3 π)2
πΉ5 = [ππ ]2 dimana f 0 = 1800 MHz 0
2.2
(2.15)
(2.16) (2.17) (2.18) (2.19)
Soft Handover Handover adalah komponen yang esensial dalam sistem komunikasi selular
bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat interferensi pada sistem seluler, terkadang sebuah user (mobile station; MS) tertentu harus mengganti base transceiver station (BTS) yang melayaninya. Pergantian ini dikenal sebagai handover. Disebut soft handover karena untuk membedakannya dari proses handoff lainnya (hard handover). Pada hard handover beberapa keputusan dibuat apakah handover perlu dilakukan atau tidak. Pada keputusan positif, handover diinisiasikan dan dieksekusi tanpa memerlukan pemakaian kanal secara simultan dengan dua base transceiver station. Pada soft handover, sebuah keputusan yang dikondisikan dibuat apakah handover perlu atau tidak. Dipengaruhi oleh perubahan dari kuat sinyal pilot dari dua atau lebih base transceiver station yang terlibat, dan akhirnya keputusan
Universitas Sumatera Utara
handover dibuat untuk berkomunikasi hanya dengan satu BTS. Hal ini normal terjadi setelah diperoleh jelas bahwa sinyal dari satu BTS lebih kuat dari yang lainnya. Pada prosesnya MS menggunakan kanal secara simultan rerhadap setiap BTS yang terlibat.
2.2.1
Prosedur Handover Prosedur handover dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: pengukuran,
pengambilan keputusan dan eksekusi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4 (Chen, Y., 2003).
Mengukur informasi yang dibutuhkan untuk keputusan handover (contoh: Ec/I0, dan RSS)
Tidak
Kriteria handoverterp enuhi?
Fase Pengukuran
Fase Pengambilan Keputusan
Ya β’ Selesaikan proses handover β’ Meng-update parameter
Fase Eksekusi
Gambar 2.4 Prosedur Handover
2.2.2
Konsep Soft handover Soft handover memungkinkan kedua sel, baik sel asal ataupun sel baru untuk
melayani user (mobile station) secara bersama-sama selama transisi handover. Transisinya adalah ketika MS bergerak dari sel asal ke sel baru dan akhirnya berada di sel baru. Hal ini dimungkinkan karena semua sel memakai frekuensi kerja yang sama. Soft handover selain mengurangi kemungkinan putusnya pembicaraan juga
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan proses handover berjalan dengan halus sehingga tidak mengganggu pengguna. Dalam sistem analog dan digital TDMA dilakukan pemutusan hubungan sebelum fungsi switching berhasil dilakukan (break-before-make) sementara pada CDMA hubungan dengan sel lama tidak diputuskan sampai MS benar-benar mantap dilayani oleh sel baru (make-before-break). Setelah sebuah panggilan dilakukan, MS selalu mencek sel-sel tetangga untuk menentukan apakah sinyal dari sel yang lain cukup besar jika dibandingkan dengan sinyal dari sel asal. Jika hal ini terjadi, ini merupakan indikasi bahwa MS (Mobile station) telah memasuki daerah cakupan sel yang baru dan handover dapat mulai dilakukan. Mobile station mengirim pesan kendali (control message) ke MTSO yang menunjukkan sinyal dari sel baru semakin menguat. MTSO melakukan handover dengan menyediakan sebuah link kepada mobile station melalui sel baru tetapi link yang lama tetap dipertahankan. Sementara mobile station berada pada daerah perbatasan antara kedua sel, panggilan dilayani oleh kedua sel site, hal ini menyebabkan berkurangnya efek ping-pong atau mengulang permohonan untuk menangani kembali panggilan diantara kedua sel site. Sel asal akan memutuskan hubungan jika mobile station sudah sungguh-sungguh mantap dilayani oleh sel yang baru. Gambar 2.5 memperlihatkan perbandingan proses dasar dari hard dan soft handover (Chen, Y., 2003).
Gambar 2.5 (a) Hard Handover, (b) Soft handover
Universitas Sumatera Utara
Jika dibandingkan dengan hard handover tradisional, soft handover memperlihatkan banyak keuntungan, contohnya menghilangkan efek ping-pong dan menghaluskan transmisi (tidak ada break point pada soft handover). Tidak ada efek ping-pong berarti beban signaling diakibatkan oleh pemutusan transmisi yang mana terjadi pada hard handover. Terpisah dari masalah mobilitas, ada alasan lain kenapa soft handover diimplementasikan pada CDMA. Alasannya adalah soft handover bersama dengan kendali daya (power control) juga menggunakan mekanisme pengurangan interfensi. Gambar 2.6 memperlihatkan dua skenario (Chen, Y., 2003). Pada bagian (a) hanya power control yang diaplikasikan. Pada bagian (b) power control dan soft handover diaplikasikan. Misalkan mobile station (MS) bergerak dari BTS1 menuju BTS2. Pada posisinya seperti pada gambar, sinyal pilot yang diterima dari BTS2 sudah lebih kuat dari pada dari BTS1. Ini berarti BTS2 lebih baik dari BTS1.
(a) Tanpa SHO
(b) Dengan SHO
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Pengurangan interferensi dengan soft handover pada uplink
Pada (a), power control meningkatkan kuat sinyal kirim mobile station untuk menjamin QoS pada uplink ketika mobile station bergerak menjauhi BTS yang melayaninya, yaitu BTS1. Pada (b) mobile station ada dalam status soft handover, yaitu BTS1 dan BTS2 terhubung dengan mobile station secara simultan. Sinyal yang diterima dikirimkan ke RNC. Pada arah uplink, pemilihan dilakukan pada soft handover. Yang paling kuat akan dipilih dan yang lebih lemah akan diputuskan. Karena BTS2 lebih baik dari BTS1 dan untuk mencapai QoS yang diharapkan maka kuat sinyal kirim lebih rendah dibandingkan dengan skenario (a). Melalui hal diatas diperoleh bahwa interferensi yang dihasilkan oleh mobile station pada arah uplink lebih rendah pada soft handover karena soft handover selalu menjaga agar mobile station terhubung dengan BTS yang terbaik. Pada arah downlink, situasinya jauh lebih rumit. Meskipun kombinasi rasio maksimum memberikan penguatan makrodiversitas, dibutuhkan kanal downlink tambahan untuk mendukung soft handover .
2.2.3
Inisiasi Soft handover Inisiasi soft handover yang digunakan akan menentukan penentuan handover
dan nilai dari active set. Ada beberapa inisiasi handover yang digunakan ( William, C. Y. L,. 2006). Berikut ini adalah penjelasannya. 1. MCHO (Mobile Control Handover): Mobile station (MS) melakukan pengukuran kualitas, memilih BTS (Base transceiver station) yang terbaik, dan melakukan switch melalui koordinasi dengan jaringan (network). Handover jenis ini biasanya dipicu oleh kualitas link yang rendah yang diukur oleh MS. 2. NCHO (Network Control Handover): BTS melakukan pengukuran dan memberi laporan kepada RNC, yang mana akan membuat keputusan untuk handover atau tidak. Handover jenis ini dilakukan bukan hanya untuk kendali link radio tetapi juga untuk mengatur distribusi trafik diantara sel-sel. Contohnya adalah TRHO
Universitas Sumatera Utara
(Traffic Reason Handover). TRHO adalah algoritma berbasis beban yang mengubah nilai ambang (threshold) dari handover untuk satu atau lebih sel yang berdampingan bergantung pada beban sel itu. Jika beban dari suatu sel melebihi level yang ditentukan dan beban sel tetangga dibawah level yang telah ditentukan, maka sel tersebut akan mengecilkan area cakupannya (coverage) kemudian menyerahkan sebagian trafik (handover) kepada sel tetangga. Oleh karenanya, blocking rate dapat dikurangi dan meningkatkan utilisasi sel. 3. NCHO/ MAHO (Network Control Handover/ Mobile Assist Handover): Jaringan dan MS melakukan pengukuran. MS memberikan laporan pengukuran terkait BTS disekitarnya dan kemudian jaringan yang mengambil keputusan apakah handover diperlukan atau tidak. Pada penelitian ini, parameter yang digunakan untuk menginisiasi handover adalah kuat sinyal pilot itu sendiri (RSS, Received Signal Strength).
2.2.4
Parameter Algoritma Soft handover Soft
handover
lebih
sulit
dan
kompleks
untuk
diimplementasikan
dibandingkan dengan hard handover. Salah satu alasannya adalah sulitnya menentukan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter soft handover. Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja dari soft handover yang berkaitan juga dengan algoritmanya adalah sebagai berikut (Wong, D., et al, 1997) 1.
Add threshold (Hyst_add): batas selisih level sinyal yang digunakan untuk penambahan active set.
2.
Drop threshold (Hyst_drop): batas selisih level sinyalyang digunakan untuk pengurangan active set.
3.
T drop : untuk keluar dari active set, maka kuat sinyal harus dibawah drop threshold untuk jangka waktu selama T drop .
4.
Soft handoff Window (SHW): adalah perbedaan antara add dan dropthreshold.
Universitas Sumatera Utara
5.
Rasio a (rasio SHR) didefeninsikan sebagai perbandingan antara area soft handoff dengan area sel.
2.2.5
Algoritma Soft handover Algoritma handover yang berbasis pada kuat sinyal pilot, biasanya akan
membandingkan kuat sinyal pilot yang diterima dengan batas (threshold) yang telah ditentukan. Kinerja dari soft handover sangat berhubungan dengan algoritmanya. Gambar 2.7 memperlihatkan algoritma soft handover berdasarkan IS-95A (sering disebut algoritma dasar cdma one) (Chen, Y., 2003). Pilot Ec/Io T Add T_Drop
(5) (6)
(1) Neighbor set
(4)
(2) (3)
Candidate set
Active set
(7)
Waktu
Neighbor set
(1) Pilot Ec/Io Melewati T_ADD, mobile mengirim sebuah Pilot Strength Measurement Message (PSMM) dan mentransfer menjadi candidate set. (2) BTS mengirim pesan Handover Direction (Handover Direction Message, HDM) (3) Mobile mentransfer pilot ke active set dan mengirim pesan Handover Completion (Handover Completion Message, HCM) (4) Pilot Eb/Io dibawah T_DROP, mobile memulai handover drop timer. (5) Handover drop timer selesai, mobile mengirim sebuah PSMM. (6) BTS mengirim sebuah HDM (7) Mobile mentransfer pilot dari active set ke neighbor set dan mengirim sebuah Gambar 2.7 Algoritma Soft handover IS-95A
Active set adalah daftar dari sel-sel (BTS) yang terhubung dengan Mobile station; Candidate set adalah daftar dari sel-sel (BTS) yang awalnya tidak memiliki hubungan, namun memiliki pilot Ec/Io yang cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam
Universitas Sumatera Utara
active set; Neighbouring set adalah daftar dari sel-sel (BTS) dimana pilot diukur secara kontinu tetapi nilainya tidak cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam active set. Pada IS-95A, nilai ambang (threshold) adalah nilai yang tetap (fixed) dari kuat sinyal pilot E c /I 0 yang diterima. Sistem ini mudah untuk diimplementasikan, tetapi memiliki kesulitan jika berhadapan dengan perubahan beban yang dinamis. Berdasarkan pada algoritma IS-95A, beberapa algoritma cdma One yang telah dimodifikasi telah diajukan untuk IS-95B dan sistem cdma2000 dengan nilai threshold yang dinamis. Pada penelitian ini, parameter acuan yang digunakan dalam menginisiasi handover adalah kuat sinyal terima rata-rata RSS (Received Signal Strength) dari sinyal pilot. Jenis inisiasi yang digunakan adalah NCHO/MAHO dengan parameter algoritma yang digunakan adalah Threshold, Hyst_ADD, dan Hyst_DROP. Sebagai ilustrasi, konsep soft handover untuk 2 BTS dapat dijelaskan melalui gambar 2.8 ( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010).
KuatSinyal Pilot (dB)
πΜ1 (π)
πΜ2 (π) HYST_DROP
HYST_ADD
Smin
BTS1
BTS1+BTS2
BTS2
Jarak
Gambar 2.8 Skema algoritma soft handover.
Algoritma tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Jika active set berisi BTS 1 dan πΜ1 (π) >πΜπππ dan selisih absolut dari πΜ1 (π) dan πΜ2 (π) lebih besar dari HYST_ADD maka active set tetap berisi BTS 1 .
b. Jika πΜ1 (π) dan πΜ2 (π) >πΜπππ dan selisih absolut dari πΜ1 (π) dan πΜ2 (π) lebih kecil dari HYST_ADD maka active set berisi BTS 1 dan BTS 2 .
c. Jika πΜ1 (π) dan πΜ2 (π) >πΜπππ dan selisih absolut dari πΜ1 (π) dan πΜ2 (π) lebih besar dari HYST_DROP maka active set berisi BTS 2 (Terjadi soft handover).
d. Jika πΜ1 (π) dan πΜ2 (π) <πΜπππ maka active set tidak berisi BTS 1 maupun BTS 2 .
MS tidak akan memiliki koneksi dengan BTS 1 dan BTS 2 . Kondisi ini disebut sebagai outage (kegagalan).
2.3 Locally Optimal Locally optimal merupakan solusi praktis sebagai pendekatan dari algoritma handover yang optimal. Strategi global yang optimal di lokasi tertentu tergantung pada lintasan pada waktu berikutnya. Persyaratan tersebut menunjukkan bahwa masalah harus ditata ulang secara khusus untuk mengabaikan lintasan pada waktu berikutnya. Sebuah solusi lokal optimal dapat diperoleh dengan membatasi lintasan di bawah pertimbangan pada titik k dan k+1. Artinya, kita mengabaikan konsekuensi dari keputusan handover pada waktu k+2 dan seterusnya, dan dasar keputusan pada semua informasi yang tersedia sampai dengan waktu k. Membatasi (2.20 dan 2.21) untuk n = 2 menghasilkan aturan keputusan ππ yang memilih tradeoff terbaik diantara biaya handover dan probabilitas bahwa ππ+1 turun di bawah Ξ , memberikan 2T
informasi I k . Oleh karena itu fungsi keputusan locally optimal πklo pada waktu k memiliki struktur dan (Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997) π } {π΅πβ1
π οΏ½ππ
{π΅π
}
πβ1 < βοΏ½ππβ1 οΏ½+π
Dimana k=1,2,...,n-2 οΏ½π΅π οΏ½
(1)
(2)
(1)
(2)
ππβ1 =0 > < ππβ1 =1
π πΈ οΏ½π½π+1 οΏ½ππ+1 , ππ+1 οΏ½|ππ , ππ οΏ½ + π
{π΅π }
π οΏ½ππ
ππ =0 > < ππ =1
{π΅
}
πβ1 < βοΏ½ππβ1 οΏ½
(π΅ )
(1)
(2)
(2.20)
(1)
(2)
π πΈ οΏ½π½π+1 οΏ½ππ+1 , ππ+1 οΏ½|ππ , ππ οΏ½
Universitas Sumatera Utara
(2.21) n=2, maka οΏ½π΅π οΏ½
π π οΏ½ππ+1 < βοΏ½πΌπ οΏ½ + π
ππ =0 > < ππ =1
{π΅ }
π π οΏ½ππ+1 < βοΏ½πΌπ οΏ½
(2.22)
Fungsi biaya untuk soft handover memiliki dua parameter biaya (relatif) ππ΄
3T
dan ππ» . Parameter ππ΄ adalah biaya pemeliharaan satu anggota ekstra di active set, 3T
3T
sedangkan ππ» adalah biaya handover (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003). 3T
Biaya-biaya tersebut relatif terhadap biaya dari satu unit kejadian penurunan link. Biaya Bayes berdasarkan parameter kebijakan Ξ¦ dan sistem S diberikan oleh 3T
π½(Ξ¦ , π) = ππΏπ· (Ξ¦ , π) + ππ» ππ» (Ξ¦ , π) + ππ΄ ππ΄ (Ξ¦ , π)
(2.23)
Algoritma optimal soft handover adalah salah satu yang meminimalkan fungsi biaya Bayes dan dapat diperoleh dengan menggunakan Dinamic Programming (DP). Untuk mengatasi masalah DP, active set pada waktu k harus dipilih untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan beberapa langkah waktu ke depan berikutnya. Karena fungsi biaya tergantung pada lintasan perhitungan mobile, dari solusi DP memerlukan model (stokastik atau deterministik) untuk lintasan mobile waktu ke depan berikutnya (Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997). Model seperti itu mungkin tidak tersedia di sistem. Selanjutnya, solusi numerik dari masalah DP sulit karena ukuran vektor keadaan yang besar (sama dengan jumlah entri dalam set kandidat). Untuk alasan ini, algoritma optimal tidak praktis, sehingga digunakanlah metode locally optimal.
2.4 Kinerja Soft Handover Kinerja soft handover merupakan ukuran penting yang menjadi acuan baik tidaknya suatu proses handover. Indikator kinerja soft handover terdiri atas dua jenis yaitu (Wong, D., and Lim, T. J.,1997): 1. Indikator Kualitas Link a. Rata-rata level E c /I 0 downlink untuk beban sistem yang diberikan. b. Rata-rata level E c /I 0 uplink untuk beban sistem yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
2. Idikator Alokasi Sumber daya a. Trafik sel; jumlah kanal yang digunakan pada masing-masing sel. b. Probabilitas blocking panggilan baru.
c. Probabilitas semua kanal sedang penuh pada sel baru pada sebuah handover.
d. Jumlah BTS yang diharapkan pada active set.
e. Trunking resource efficiency; efisiensi sistem dimana efisiensinya adalah 1/(ukuran active set).
f. Nilai pergantian yang diharapkan pada active set.
Namun tidak semua indikator kinerja tersebut dapat digunakan dalam model
analisa pendekatan. Hal ini bergantung kepada model sistem yang digunakan. Mengacu pada (Singh, N.P. and Singh, B., 2010), (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003), diantara indikator kinerja soft handover adalah: 1. Laju Handover (Ξ» H ) 1
ππ» (Ξ¦, π) = πΈ οΏ½ βπ π=1 π{π΄π β π΄πβ1 } οΏ½
(2.24)
π
dimana A k adalah ukuran active set pada waktu k, π adalah fungsi indikator, bernilai 1 atau 0 tergantung apakah argumennya benar atau salah. Soft handover dikatakan telah terjadi pada waktu k jika π΄π+1 β π΄π . Ukuran Ξ» H menunjukkan
pemindahan beban berhubungan dengan perubahan pada active set. 2. Rata-rata ukuran active set (Ξ» A )
1
ππ΄ (Ξ¦, π) = πΈ οΏ½ βπ π=1|π΄π |οΏ½
(2.26)
π
ππ΄ menunjukkan kanal tambahan dan jaringan backbone yang dibutuhkan oleh MS pada soft handover. Selama soft handover, sinyal ditansmisikan oleh BTS
dalam active set, menyebabkan trafik tambahan pada jaringan backbone. 3. Laju penurunan link (Ξ» LD ) 1
ππΏπ· (Ξ¦, π) = πΈ οΏ½ βπ π=1 π{π·πππππππ π πΏπππ ππππ π€πππ‘π’ π} οΏ½ π
(2.27)
Universitas Sumatera Utara
ππΏπ· mengukur kualitas sinyal saat waktu k pada link yang berada dalam suatu
keadaan terpenurunan. Keadaan penurunan link (LD) terjadi jika RSS ππ,π berada
di bawah ambang batas β.
maxπβπ΄π οΏ½ππ,π οΏ½ < β
(2.28)
Karena sinyal yang diterima pada jarak d adalah variabel acak, fungsi analitis Q atau error function (erf) dapat digunakan untuk menentukan probabilitas outage. Dimana Probabilitas outage ini sesuai dengan definisi dari probabilitas link degradation (LD). Probabilitas outage pada jarak d diberikan oleh ( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010). ποΏ½πππ π‘ ββ
ποΏ½ππ,π < βοΏ½ = π οΏ½
π
οΏ½
(2.29)
dimana ποΏ½πππ π‘ adalah kekuatan sinyal terbesar di antara yang tersedia rata-rata sinyal dari BTS pada jarak d, Ξ adalah threshold, dan π adalah standar deviasi.
Universitas Sumatera Utara