Tugas Akhir
BAB II STUDI LITERATUR
2.1. Metalurgi Serbuk Metalurgi serbuk merupakan salah satu teknik produksi dengan menggunakan serbuk sebagai material awal sebelum proses pembentukan. Prinsip ini adalah memadatkan sebuk logam menjadi bentuk yang dinginkan dan kemudian memanaskannya di bawah temperatur leleh. Sehingga partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transportasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Metode metalurgi serbuk memberikan kontrol yang teliti terhadap komposisi dan penggunaan campuran yang tidak dapat difabrikasi dengan proses lain. Sebagai ukuran ditentukan oleh cetakan dan penyelesaian akhir (finishing touch). Proses metalurgi serbuk adalah merupakan proses pembuatan produk dengan menggunakan bahan dasar dengan bentuk serbuk yang kemudian di sinter yaitu proses konsolidasi serbuk pada temperatur tinggi yang di dalamnya termasuk juga proses penekanan atau kompaksi. Langkah-langkah dasar pada metalurgi serbuk: 1. Pembuatan Serbuk. 2. Pencampuran (mixing). 3. Kompaksi (compaction). 4. Sintering. 5. Finishing. 5
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
2.1.1. Pembuatan Serbuk Ada beberapa cara dalam pembuatan serbuk antara lain: decomposition, electrolytic deposition, atomization of liquid metals, mechanical processing of solid materials[2]. 1. Decomposition, terjadi pada material yang berisikan elemen logam. Material akan menguraikan/memisahkan elemen-elemennya jika dipanaskan pada temperatur yang cukup tinggi. Proses ini melibatkan dua reaktan, yaitu senyawa metal dan reducing agent. Kedua reaktan mungkin berwujud solid, liquid, atau gas. 2. Atomization of Liquid Metals, material cair dapat dijadikan powder (serbuk) dengan cara menuangkan material cair dilewatan pada nozzel yang dialiri air bertekanan, sehingga terbentuk butiran kecil-kecil. 3. Electrolytic Deposition, pembuatan serbuk dengan cara proses elektrolisis yang biasanya menghasilkan serbuk yang sangat reaktif dan brittle. Untuk itu material hasil electrolytic deposition perlu diberikan perlakuan annealing khusus. Bentuk butiran yang dihasilkan oleh electolitic deposits berbentuk dendritik. 4. Mechanical Processing of Solid Materials, pembuatan serbuk dengan cara menghancurkan material dengan ball milling. Material yang dibuat dengan mechanical processing harus material yang mudah retak seperti logam murni, bismuth, antimony, paduan logam yang relative keras dan britlle, dan keramik. Dari sekian proses pembuatan serbuk, proses yang banyak dipakai adalah proses atomisasi.
6
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.1 (a) Water or gas atomization; (b) Centrifugal atomization; (c) Rotating electrode
2.1.1.1. Sifat-Sifat Khusus Serbuk Logam 1. Ukuran Partikel Metoda untuk menentukan ukuran partikel antara lain dengan pengayakan atau pengukuran mikroskopik. Kehalusan berkaitan erat dengan ukuran butir, faktor ini berhubungan dengan luas kontak antar permukaan, butir kecil mempunyai porositas yang kecil dan luas kotak antar permukaan besar sehingga difusi antar permukaan juga semakin besar dan kompaktibilitas juga tinggi. 2. Distribusi Ukuran Dan Mampu Alir Dengan distribusi ukuran partikel ditentukan jumlah partikel dari ukuran standar dalam serbuk tersebut. Pengaruh distribusi terhadap mampu alir dan porositas produk cukup besar. Mampu alir serbuk adalah karakteristik yang berkaitan dengan sifat alir serbuk untuk memenuhi ruang cetakan[3]. Sifat ini berkaitan dengan gaya gesek antar partikel serbuk, maka sifat ini erat kaitannya dengan bentuk, ukuran, serta berat jenis dari partikel serbuk.
7
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
3. Sifat Kimia Terutama
menyangkut
kemurnian
serbuk,
jumlah
oksida
yang
diperbolehkan dan kadar elemen lainnya. Pada metalurgi serbuk diharapkan tidak terjadi reaksi kimia antara matrik dan penguat. 4. Kompresibilitas (mampu tekan serbuk) Mampu tekan serbuk merupakan perbandingan volum serbuk dengan volum benda yang ditekan. Nilai ini berbeda-beda dan dipengaruhi oleh distribusi ukuran dan bentuk butir, kekuatan tekan tergantung pada kompresibilitas[3]. Besarnya jumlah pemadatan yang dapat diterima suatu serbuk dengan memberikan tekanan terhadap merupakan mampu tekan serbuk. Besarnya mampu tekan serbuk dapat dipengaruhi oleh efek gesekan antar partikel. Misalnya, serbuk besi hasil atomisasi yang memiliki bentuk yang lebih teratur, lebih halus, dan sedikit porositas antar partikel akan memiliki mampu tekan dan green density yang lebih tinggi dari pada serbuk sponge iron. 5. Kemampuan sinter Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan cara dipanaskan duapertiga dari titik lelehnya.
2.1.1.2. Bentuk Partikel Serbuk Hal penting lainnya didalam karakterisasi serbuk adalah bentuk partikel dari serbuk. Bentuk partikel mempengaruhi sifat massa serbuk, seperti efisiensi pemadatan (packing efficiency), mampu alir (flowability), dan mampu tekan (compressibility). Bentuk partikel juga mempengaruhi besarnya kontak antar partikel sehingga besarnya gaya gesekan antar partikel berhubungan dengan luas 8
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
permukaan partikel serbuk. Bentuk partikel bisa diklasifikasikan sebagai berikut[3]: 1. Acicular : berbentuk jarum 2. Angular : berbentuk polihedral kasar dengan tepi tajam 3. Flake
: berbentuk serpihan
4. Irregular: berbentuk tidak beraturan atau tidak mempunyai simetri 5. Spherical: berbentuk bulat
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk partikel pada serbuk logam[2]
Selain dari sifat tersebut, kereaktifitasan reaksi dari serbuk juga dipengaruhi bentuk partikel, hal ini dikarenakan peningkatan luas permukaan serbuk terkait dengan bentuk yang kasar (dengan ukuran yang sama serbuk yang kasar memiliki luas permukaan yang lebih dibanding serbuk yang halus). Hal ini juga meningkatkan penyerapan gas dan uap air dari lingkungan sehingga akan
9
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
terbentuk oksida-oksida pada permukaan partikel yang mana dapat mengganggu kompaksi dan sinter.
2.1.1.3. Berat Jenis Serbuk Berat jenis serbuk sangat tergantung pada ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, kondisi permukaan, efisiensi pemadatan serbuk, dan struktur partikel (pori atau tidak berpori). Dalam metalurgi serbuk berat per satuan volum suatu serbuk lepas dinyatakan sebagai berat jenis nyata serbuk (apperent density), dan berat jenis setelah serbuk mengalami penekanan kompaksi untuk proses pemanasan (sinter) disebut dengan green density. Dalam aplikasinya berat jenis serbuk hasil kompaksi kadang tidak homogen. Berikut ini merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya ketidak homogenan tersebut, antara lain[3] : 1. Memberi pelumas untuk mengurangi gesekan antar partikel dan gesekan dengan cetakan. 2. Mengatur perbandingan dimensi cetakan antara tinggi dengan lebar rongga cetakan (L/D). Semakin besar (L/D) maka ditribusi akan semakin besar. Oleh karena itu, L/D sebaiknya kecil sehingga distribusi serbuk akan merata / homogen. 3. Meningkatkan rasio penekanan kompaksi agar distribusi serbuk lebih baik. 4. Menggunakan penekanan dua arah agar berat jenis serbuk lebih homogen. 5. Melakukan penekanan secara bertahap dari mulai yang paling rendah kemudian ditingkatkan tekannya secara bertahap sampai titik optimum.
10
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Gambar 2.3 Ketidak homogenan berat jenis akibat proses kompaksi[3]
2.1.2. Proses Pencampuran Serbuk Kualitas produk sangat dipengaruhi kehomogenan komponen penyusun bahan melalui proses pencampuran atau yang juga biasa disebut sebagai proses kalsinasi. Pencampuran dapat dilakukan dengan proses kering (dry mixing) dan proses basah (wet mixing). Cara pencampuran basah (wet mixing) adalah cara yang lebih banyak dipakai yaitu dengan menggunakan pelarut organik untuk mengurangi pengaruh atmosfir yang menyebabkan peristiwa oksida. Pencampuran dan pengadukan serbuk dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan serbuk yang homogen. Dalam pencampuran dan pengadukan serbuk, variabel yang berpengaruh adalah jenis material serbuk, ukuran partikel, jenis pengaduk, ukuran pengaduk, kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan[3]. Mekanisme yang terjadi ketika pencampuran serbuk tergantung metode pencampuran (mixing) yang digunakan, yaitu [3] : • Difusi : terjadinya pencampuran karena gerak antar partikel serbuk yang dihasilkan oleh perputaran drum. 11
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
• Konveksi : terjadinya pencampuran karena ulir di dalam wadah berputar pada porosnya. • Geser : terjadinya pencampuran karena menggunakan suatu media pengaduk
Gambar 2.4 Mekanisme pencampuran serbuk yakni difusi (kiri), konveksi (tengah) dan geser (kanan) [3]
Umumnya proses pencampuran dilakukan di dalam suatu wadah yang berputar. Pada saat pencampuran akan terdapat gaya sentrifugal dan juga turbulensi pada saat wadah diputar.
2.1.3. Proses Penekanan atau Kompaksi Kompaksi, tahap pada proses metalurgi serbuk yang bertujuan untuk membentuk dan memberikan kekuatan kepada serbuk didalam suatu cetakan, sehingga serbuk (murni, paduan, atau campuran) bisa lebih mudah untuk dilakukan proses berikutnya. Tekanan yang diberikan pada serbuk, perilaku mekanik, dan kecepatan penekanan merupakan parameter proses yang menentukan hasil kepadatan serbuk atau green density. Tekanan kompaksi merupakan tekanan eksternal yang dibutuhkan untuk membentuk serbuk sehingga memiliki kepadatan yang lebih tinggi.
12
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Proses kompaksi dapat dilakukan melalui penekanan satu arah (single end compaction) atau penekanan dua arah (double end punch) baik secara cold compacting maupun hot pressing. Pada penekanan satu arah, penekan (punch) bagian atas bergerak ke bawah. Sedangkan pada penekanan dua arah, dua penekan, bagian atas dan bawah bergerak secara bersamaan dengan arah yang berlawanan.
Gambar 2.5 Penekanan satu arah (a) dan penekanan dua arah (b).
Untuk mendapatkan berat jenis bakalan yang homogen maka perbandingan tinggi dan diameter cetakan (L/D) juga perlu diperhatikan[3]. Pada saat proses kompaksi dilakukan serbuk serbuk didalam cetakan mengalami beberapa tahapan perilaku, diantaranya adalah[3] : 1. Penataan ulang partikel serbuk (Rearrangement) Pada saat mulai penekanan, serbuk mengalami penyesuaian letak pada tempat-tempat yang lebih luas atau dengan kata lain belum ada deformasi pada serbuk tersebut. Pergerakan dan pengaturan kembali partikel-partikel serbuk akibat adanya penekanan yang menyebabkan partikel serbuk tersusun
13
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
lebih rata. Penyusunan partikel ini dibatasi oleh adanya gesekan antara partikel itu sendiri, atau antar partikel dengan permukaan cetakan. 2. Deformasi elastis partikel serbuk Serbuk-serbuk mulai bersentuhan, dan jika penekanan dihentikan, maka serbuk akan kembali kebentuk semula. Hal ini karena respon dari material yang memiliki sifat elastis saat diberikan tekanan dibawah yield stress-nya 3. Deformasi plastis partikel serbuk Proses pemadatan (densification) terjadi pada tahap ini selama kompaksi berlangsung. Prinsipnya, semakin tinggi tekanan yang diberikan maka derajat deformasi plastis dan pemadatan akan meningkat. Faktor-faktor yang menentukan deformasi plastis, antara lain kekerasan dan perpindahan tegangan antar partikel yang berdekatan. 4. Penghancuran partikel serbuk Pada tahap ini serbuk mengalami mechanical interlocking, dan mekanisme ini disebut cold weld yang merupakan ikatan antar dua permukaan butiran logam yang bersih yang ditimbulkan oleh gaya kohesi, tanpa ada peleburan ataupun pengaruh panas. Pada umumnya permukaan serbuk akan teroksidasi, namun dibawah permukaan oksida terdapat permukaan yang bersih. Oleh karena itu, diperlukan pemecahan lapisan oksida sebelum terjadi cold weld. Pada waktu serbuk ditekan, berat jenis serbuk naik, porositas menurun karena rongga berkurang. Ketika serbuk mengalami penekanan, serbuk mengalami distribusi berat jenis yang tidak merata, dibagian dekat dengan penekan, berat jenis serbuk lebih besar, sedangkan di bagian tengah berat jenisnya lebih kecil.
14
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Proses kompaksi juga memberikan kekuatan dan juga sifat mekanis lainnya kepada bakalan yang dihasilkan, dan kekuatan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah[3] : 1. Ukuran partikel, halusnya partikel serbuk akan memudahkan terjadinya ikatan antar partikel (inter-particle bonding) yang akan meningkatkan green density dan kekuatan bakalan. Sedangkan untuk partikel yang agak kasar akan mempermudah terjadinya mechanical interlocking yang mana juga akan meningkatkan green density dan kekuatan bakalan. 2. Dengan bertambahnya luas permukaan, ketidakteraturan semakin besar, mekanisme mechanical interlocking akan semakin mudah dan kekuatan mekanis akan meningkat. 3. Peningkatkan tekanan kompaksi sampai batas tertentu akan meningkatkan kekuatan mekanis melalui mekanisme pengaturan, penyusunan, deformasi dan perpatahan serbuk. 4. Bersihnya permukaan partikel serbuk dari oksida akan meningkatkan interparticle bonding sehingga kekuatan mekanis akan meningkat.
Gambar 2.6 Ilustrasi proses kompaksi pada serbuknya[3]
15
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Bentuk benda yang dikeluarkan dari pressing disebut bahan kompak mentah (bakalan), telah menyerupai produk akhir, akan tetapi kekuatannya masih rendah. Kekuatan akhir bahan diperoleh setelah proses sintering. Tabel 2.1 Tekanan kompaksi pada berbagai macam serbuk logam[2]
2.1.4. Sintering Sintering adalah salah satu tahapan metodologi yang sangat penting dalam ilmu bahan, terutama untuk bahan keramik. Selama sintering terdapat dua fenomena utama yaitu : pertama adalah penyusutan (shrinkage) yaitu proses eliminasi porositas dan yang kedua adalah pertumbuhan butiran. Fenomena yang pertama dominan selama pemadatan belum mencapai kejenuhan, sedang kedua akan dominan setelah pemadatan mencapai kejenuhan. Parameter sintering 16
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
diantaranya adalah : temperatur, waktu penahanan, kecepatan pendinginan, kecepatan pemanasan dan atmosfir. Sintering biasanya digunakan pada sampel pada temperatur tinggi. Dalam terminologi teknik istilah sintering digunakan untuk menyatakan fenomena yang terjadi pada produk bahan, padat dibuat dari bubuk, baik logam / non logam. Sebuah kumpulan partikel dengan ukuran yang tepat (biasanya diameter beberapa mikro atau lebih kecil) dipanaskan sampai suhu antara ½ dan ¾ titik leleh, ini dalam orde menit selama perlakuan ini partikel-partikel tergabung bersama-sama. Dari segi cairan, sintering dapat menjadi dua yaitu : sintering fasa padat dan sintering fasa cair. Sintering dengan fasa padat adalah sintering yang dilaksanakan pada suatu temperatur yang telah ditentukan, dimana dalam bahan semuanya tetap dalam fasa padat. Proses penghilagan porositas dilakukan melalui transport massa. Jika dua partikel digabung dan dipanaskan pada suhu tertentu, dua partikel ini akan berikatan bersama-sama dan akan membentuk neck. Pertumbuhan disebabkan oleh transport yang meliputi evaporasi, kondensasi, difusi.
Gambar 2.7 Skema proses sintering serbuk logam (a). Solid-state (b) Liquid-phase material R: radius partikel, r: neck radius, ρ: neck profile radius 17
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Setelah dilakukan proses sintering terhadap sample yang sebelumnya telah dilakukan proses kompaksi maka ikatan antar serbuk akan semakin kuat. Meningkatnya ikatan setelah proses sintering ini disebabkan timbulnya liquid bridge (necking) sehingga porositas berkurang dan bahan menjadi lebih kompak. Dalam hal ini ukuran serbuk juga berpengaruh terhadap kompaktibilitas bahan, semakin kecil ukuran serbuk maka porositas kecil dan luas kontak permukaan antar butir semakin luas.
2.2.
Proses Perlakuan Panas Secara Umum Proses pelakuan panas adalah suatu proses yang terdiri dari proses
pemanasan dan proses pendingin pada logam dan paduannya dengan cara tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan. Proses ini telah digunakan secara luas dan tidak hanya dilakukan pada logam ferro saja melainkan telah banyak digunakan pada logam non-ferro beserta paduannya[4]. Namun dikarenakan bahasan dari penulisan ini menggunakan material baja jadi proses perlakuan panasnya dibatasi hanya pada material baja. Perubahan dari sifat yang dikarenakan proses perlakuan panas mencakup pada daerah keseluruhan dari logam dan hanya sebagiannya saja, contoh pada permukaannya saja. Baja unsur paduan utamanya adalah besi dan carbon, tetapi selain itu juga terdapat unsur-unsur penyusun yang lain seperti Mn, V, W, Cr, Ni, Si, dll. Carbon dalam baja larut secara interstisi dan membentuk senyawa karbida yang disebut sementit (Fe3C) yang sifatnya keras dan getas, sehingga pengaruhnya pada baja akan meningkatkan kekuatan dengan menghambat laju dislokasi[4]. Secara umum unsur paduan ditambahkan dalam baja dengan kadar tertentu bertujuan untuk: 18
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
• Meningkatkan kekerasan • Menaikkan keuletan • Meningkatkan ketahanan aus • Meningkatkan ketangguhan • Memperbaiki ketahanan korosi • Memperbaiki mampu pemesinan Perubahan sifat yang terjadi pada proses perlakuan panas disebabkan karena adanya pertumbuhan fasa pada saat pemanasan dan transformasi fasa pada saat pendinginan. Hal tersebut tidak akan pernah terlepas dari temperatur. Diagram yang menyajikan tentang hubungan antara temperatur dimana terjadinya perubahan fasa pada saat proses pemanasan dan pendinginan lambat dengan kadar karbon disebut diagram fasa.
Gambar 2.8 Diagram Fasa Fe-Fe3C[5]
19
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Diagram Fasa Fe-Fe3C sangatlah penting, khususnya dalam proses perlakuan panas, diagram ini menjadi dasar atau pedoman untuk mengetahui fasa apa yang akan terbentuk pada saat kita melakukan pemanasan. Dari diagram ini juga diketahui garis transformasi fasa dan titik komposisi tertentu dari baja. Komposisi eutektoid tedapat pada 0,8% C dan pada Temperatur 723° C. Fasa austenit ( γ ) mengandung unsur karbon maksimum 2 % karbon, hal ini memungkinkan karena fasa austenit mempunyai sel satuan FCC (Face Centre Cubic) sehingga mampu melarutkan atom - atom karbon yang lebih banyak didalamnya secara interstisi[4]. Prinsip perlakuan panas adalah pemanasan dan pendinginan, kecepatan pendinginan sangat berpengaruh terhadap hasil struktur mikro dan sifat mekanik yang didapat, maka timbul fungsi waktu. Pada proses pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pendinginan lambat dan pendinginan cepat. Pendinginan lambat biasanya dilakukan dengan cara didingikan didalam tungku dan didinginkan melalui udara bebas. Pendinginan cepat dilakukan dengan cara dicelupkan kedalam media quench berupa brine, air, oli dan air garam. Secara umum proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi: 1. Annealing 2. Normalizing 3. Hardening 4. Case hardening
20
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
2.2.1. Annealing Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginan lambat didalam tungku. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk mengurangi kekerasan dari baja dan membuat struktur yang mudah dilakukan proses pemesinan. Selain itu annealing bertujuan untuk memperbaiki sifat – sifat antara lain: • mampu mesin • mampu bentuk • keuletan • kehomogenan struktur • menghilangkan tegangan dalam • persiapan struktur unutk proses perlakuan panas
Gambar 2.9 Diagram transformasi untuk anil[5]
Pada diagram, proses anil terjadi transformasi →α γ+ karbida yang normal. Celup langsung, terjadi martensit mula-mula pada permukaan kemudian pada bagian dalam dan terjadi tegangan-tegangan yang cukup besar. Celup 21
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
terputus, tersedia cukup waktu untuk transformasi hampir serempak pada permukaan dan bagian dalam. Dengan demikian retak-celup yang terjadi pada celup langsung dapat dihindarkan. Temper, baik celup langsung maupun celup terputus harus diikuti dengan proses temper untuk menuntaskan transformasi. Austemper, menghambat pembentukan perlit akan tetapi transformasi γ→α + karbida dapat terjadi diatas suhu Ms. Struktur mikro yang dihasilkan adalah bainit. Temperatur dan laju pendinginan dari annealing tergantung dari hasil yang diinginkan dari struktur mikonya, oleh karena itu annealing dibagi lagi menjadi beberapa proses spesifik antara lain: 1. Full annealing Merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk melunakan baja, prosesnya dilakukan dengan cara dipanaskan diatas daerah kritisnya dan didinginkan secara perlahan melawati daerah kritis. Walaupun full annealing dapat dilakukan pada semua baja, tetapi kebanyakan hanya dilakukan pada baja carbon medium ( 0,3-0,6% C ) saja, dimana bertujuan untuk meningkatkan mampu mesinnya. 2. Sperodizing Proses ini bertujuan untuk membulatkan karbida yang berbentuk serpih pada perlit dan sementit. Sehingga dapat meningkatkan mampu mesin serta meningkatkan keuletan. Sperodizing secara luas digunakan pada baja carbon tinggi, baja perkakas, baja bearing, dan pada semua baja yang akan menjalani proses pengerjaan dingin. 3. stress relieving Pada baja yang telah mengalami proses pengecoran, permesinan, pengelasan maka akan terdapat sejumlah tegangan sisa didalamnya. 22
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Tegangan sisa tersebut akan menyebabkan distorsi bahkan dapat mengalami retakpada saat digunakan atau pada saat dilakukan proses perlakuan panas. Untuk menghilangkan tegangan sisa tersebut maka dilakukan proses ini. 4. Bright Annealing Merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk menghasilkan benda kerja yang permukaannya terbebas dari lapisan oksidasi. Prosesnya dilakukan dengan cara menyelimuti spesimen dengan atmosfir tungku yang sesuai selama pemanasan. Cara ini juga bertujuan untuk menghindari terjadinya penggetasan, timbulnya sulfidasi, serta adanya dekarburisasi. Jenis gas yang banyak digunakan dapat berupa nitrogen, amoniak, gas eksotrim, hydrogen, dll. 5. Homogeniezing Proses ini bertujuan untuk menyeragamkan komposisi baja. Biasanya dilakukan setelah proses pengecoran. Spesimen dipanaskan sampai temperature 1100 -1200°C. kemudian didinginkan secara lambat. 6. Recrystalitation annealing Merupakan proses pemanasan untuk menumbuhkan atau membentuk butir baru setelah mengalami proses pengerjaan dingin (cold working). Selain itu juga bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa. Pemanasan dilakukan pada temperatur 600°C selama 0.5 – 1 jam.
2.2.2. Normalizing Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan dengan cara memanaskan baja sampai temperatur austenisasi (Tγ) kemudian didinginkan dengan media udara dimana akan didapatkan fasa berupa pearlite. Baja carbon 23
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
tinggi seperti die steel dan HSS (High Speed Steel) tidak pernah dilakukan proses ini karena baja-baja ini dikeraskan menjadi struktur martensite dengan cara pendinginan di udara.
Gambar 2.10 Diagram transformasi perbandingan normalizing dan annealing[6]
Pendinginan yang lebih rendah pada annealing menghasilkan temperatur lebih tinggi dan bertransformasi menjadi ferit dan perlit. Struktur mikro lebih kasar dibanding normalizing[6]. Normalizing umumnya dipergunakan pada baja carbon rendah dan plain carbon dengan tujuan sbb: 1. Memperhalus ukuran butir dan menghomogenisasikan struktur mikro dari hasil coran dan tempa, sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik dalam proses pengerasan baja. 2. Untuk meningkatkan mampu mesin dengan komposisi karbon sekitar 0.3 % C 3. Memperhalus karbida kasar yang mempunyai precipitate selama pendinginan lambat setelah proses pengerjaan panas. Sebagai contoh dibawah ini disajikan informasi mengenai perubahan yang terjadi pada sifat mekanik pada material setelah mengalami proses normalizing.
24
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Tabel 2.2 Efek normalizing pada sifat mekanik baja coran 0.26% C
Sifat Mekanik
[4]
Sebelum N
Sesudah N
Kekuatan luluh (Kg/mm2)
23.4
28.5
Kekuatan tarik (Kg/mm2)
43.7
48.0
Perpanjangan (%)
13.1
24.4
Reduksi penampang (%)
14.2
40.5
Kekuatan impak charpy (Kgm/mm2)
2.9
9.4
2.2.3. Hardening Proses hardening biasa dilakukan pada semua perkakas dan bagian penting dari mesin yang berkaitan dengan hal yang berat. Tujuan mengeraskan perkakas adalah untuk mendapatkan nilai kekerasannya, sedangkan tujuan mengeraskan bagian mesin adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik serta kekuatan luluhnya. Namun biasanya bila kekerasan tinggi maka kekuatan tariknya dan kekuatan luluhnya rendah, oleh karena itu proses hardening yang dilakukan adalah dengan cara melakukan proses tempering setelah dilakukan pendinginan cepat. Biasanya proses hardening yang umum dilakukan adalah dengan memanaskan baja sampai temperatur austenisasinya kemudian ditahan untuk beberapa lama lalu didinginkan secara cepat.
25
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Gambar 2.11 Diagram TTT dengan 0,9% C[5]
Diagram TTT menggambarkan hubungan waktu (time), suhu (temperatur), dan perubahan struktur (transformation). Diagram ini memiliki skala tegak lurus dan skala waktu mendatar. Lintasan mendatar dari sumbu tegak hingga garis S pertama (kiri) menunjukan waktu yang berlangsung hingga tercapainya awal perbentukan austenit, sedang garis S ke dalam (kanan) menyatakan saat berakhirnya perubahan bentuk. Jarak mendatar antara kedua garis liku menyatakan jangka waktu proses perubahan bentuk. Contoh pembacaan diagram TTT, jika baja yang digambarkan diagram ini didinginkan secara cepat dari suhu pengerasan sekitar 780ºC menuju 600ºC misalnya dalam air garam, maka setelah satu detik terjadi perubahan bentuk menjadi perlit di titik A pada garis lengkung kiri yang berakhir setelah kira-kira 10 detik di titik B. Jika dilakukan pengejutan menuju 320ºC, maka setelah sekitar satu menit mulai pembentukan suatu struktur tahap antara titik C yang berakhir pada titik D, setelah sekitar sembilan menit. Jika dilakukan pengejutan menuju yang lebih 26
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
rendah pada kecepatan yang sama, maka pada sekitar 180ºC mulai berlangsung perubahan bentuk menjadi martensit. Jika perubahan bentuk berlangsung perlahan-lahan baja akan mencapai suhu pengejutan pada garis pendinginan 2 yang kecuramannya berkurang, dapat memotong garis S pertama di dua titik. Dalam hal ini berlangsung perubahan bentuk perlit. Agar diperoleh hasil yang baik dari proses pengerasan, maka benda kerja sebaiknya harus dibersihkan terlebih dahulu. Untuk baja karbon rendah dan baja paduan rendah tidak perlu dilakukian preheat (pemanasan awal). Namun pada baja perkakas harus dipreheat terlebih dahulu karena banyaknya unsur paduan sehingga konduktivitas panasnya menurun. Pada pendinginnya harus dengan media pendingin cepat agar atom karbonya terjebak pada kisi tegaknya. Adapun media pendingin yang sering dipakai untuk proses hardening adalah: • Air • Oli • Brine Masing-masing dari media pendingin diatas mempunyai keuntungan serta kerugian. Proses hardening dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu: • Martempering • Austmpering • Patenting • Dll
27
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
2.2.4. Case Hardening Case hardening merupakan salah satu cara untuk merubah komposisi kimia dari material. Perubahan komposisi kimia tersebut dapat terjadi pada saat material dalam kondisi padat dan dapat terjadi hanya pada bagian permukaan permukaan saja. Tujuan dari case hardening adalah untuk meningkatkan ketahanan aus suatu material, meningkatkan ketahanan korosi serta untuk meningkatkan scalling resistant. Case hardening dilakukan dengan cara melapisi permukaan dari material dengan carbon, nitrogen, dan elemen paduan lainnya. Prosesnya dapat dilakukan dengan menambahkan unsur yang akan brdifusi kedalam material dalam kondisi padat, cair maupun dalam kondisi gas. Proses dari case hardening dibagi menjadi: • Carburisasi • Nitriding • Cyaniding • Diffusion metallishing
2.3. Tempering Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan. Melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan. Proses temper terdiri dari pemanasan kembali baja yang telah dipanaskan atau dikeraskan pada suhu di bawah suhu kritis disusul dengan pendinginan. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lunak, proses ini berbeda dengan proses anil karena disini sifat-sifat dapat dikendalikan dengan cermat. Temper dimungkinkan oleh karena sifat struktur martensit yang tidak stabil[7]. 28
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Struktur logam yang tidak stabil tidak berguna untuk tujuan penggunaan karena dapat mengakibatkan pecah. Dengan penemperan, tegangan dan kegetasan diperlunak dan kekerasan sesuai dengan penggunaan. Ketinggian suhu penemperan dan waktu penghentian benda kerja tergantung pada jenis baja dan kekerasan yang dikehendaki. Sebagai pedoman berlaku bahwa benda kerja ditemper sejauh tercapainya keuletan setinggi-tingginya pada kekerasan yang memadai. Penemperan harus dilakukan segera setelah pengejutan karena tegangan kekerasan pada umumnya baru timbul beberapa saat setelah pengejutan. Jika penemperan tidak dapat
langsung mengikuti pengejutan, maka bahaya
pembentukan retak dapat dikurangi dengan jalan memasukan benda kerja ke dalam air yang mendidih untuk beberapa jam lamanya. Temper pada suhu rendah antara 150º C - 230º C tidak akan menghasilkan penurunan yang berarti karena pemanasan akan menghilangkan tegangan dalam terlebih dahulu. Penemperan pada suhu hingga 200º C ini disebut penuaan buatan. Baja yang memperoleh perlakuan seperti ini memiliki ukuran yang tetap untuk waktu lama pada suhu ruangan. Penemperan antara suhu 200º C - 380º C untuk memperlunak kekerasan yang berlebihan dan meningkatkan keuletan, sedangkan perubahan ukuran yang terjadi pada pengejutan diperkecil. Penemperan pada suhu antara 550º C - 650º C untuk meningkatkan kekerasan dengan menguraikan karbida. Penemperannya hanya pada baja perkakas paduan tinggi. Penemperan baja bukan paduan berlangsung pada suhu penemperan yang berpedoman pada karbon dan kekerasan yang dikehendaki. Proses temper pada pemanasan sampai suhu temperatur tertentu (temperatur kritis) dan didinginkan dengan lambat. Pemanasan dilakukan sampai 29
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
temperatur yang diperlukan, biasanya antara 200º C - 600º C tergantung pada keperluan. Makin tinggi temperatur pemanasan, makin besar penurunan kekerasan sedangkan kekenyalannya bertambah.
Gambar 2.12 Pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan baja bukan paduan. Daerah penemperan diarsir, B = batas yang diijinkan.
Pengaruh perlakuan panas meningkatkan kekuatan dengan naiknya kandungan zat arang. Lama dan tingginya suhu penemperan untuk mengubah sifat pengerasan temper secara kuat atau lemah tergantung pada jenis baja, kekerasan dan kekuatan menurun dengan bertambahnya suhu penemperan, sedangkan kekenyalan dan keuletan meningkat. Proses temper terdiri dari penggumpalan atau pertumbuhan sementit terjadi pada suhu 315º C diikuti dengan penurunan kekerasan. Peningkatan suhu akan mempercepat penggumpalan karbida, sementara kekerasan turun terus. Pada gambar 2.13 terlihat sifat baja AISI 1050 yang dapat dicapai dengan melakukan proses temper, terlihat kekuatan tarik, titik luluh, penyusutan penampang atau perpanjangan[7]. Unsur paduan mempunyai pengaruh yang berarti pada proses temper, pengaruhnya
menghambat
laju
pelunakan,
sehingga baja paduan akan 30
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
memerlukan suhu temper yang lebih tinggi untuk mencapai kekerasan tertentu. Pada proses temper perlu diperhatikan suhu maupun waktu. Meskipun pelunakan terjadi pada saat-saat pertama setelah suhu temper dicapai, selama pemanasan yang cukup lama terjadi penurunan kekerasan.
Gambar 2.13 Baja AISI 1050 yang dicapai dengan melakukan proses temper[7]
Setelah suhu dinaikkan sampai suhu penyepuhan (tempering heat), baja dibiarkan dingin secara perlahan-lahan. Suhu yang pasti untuk tempering tergantung pada kegunaan baja tersebut. Tingkat kekerasan yang dicapai setelah pendinginan tergantung pada kandungan karbon dalam baja, baja yang 31
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
mengandung kurang dari 0,3% karbon tidak memperlihatkan perubahan yang nyata. Kekerasan maksimum dicapai bila baja mengandung 1,3% karbon. Semakin tinggi suhu penemperan dan semakin lama didiamkan pada suhu ini (lama penemperan), semakin banyak terbentuk martensit, kekerasan akan menjadi lebih rendah, keuletan bertambah dan tegangan berkurang. Pada waktu penemperan warnanya masing-masing berubah menurut suhu (kuning terang hingga kelabu).
2.4. Klasifikasi Baja Baja secara umum dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu : •
Baja karbon (Carbon steel)
•
Baja paduan (Alloy steel)
Baja merupakan paduan besi dengan karbon serta sejumlah kecil campuan bahan lainnya. Kandungan karbon biasanya kurang dari 1,0 wt %. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi atas baja karbon rendah, sedang dan tinggi. •
Baja karbon rendah Baja karbon rendah mengandung karbon (0,25wt%) berdasarkan kandungan karbon baja ini bersifat tidak respontif terhadap perlakuan panas yang bertujuan untuk membentuk martensit. Penguatan dilakukan dengan : - Struktur mikro berupa : ferit +pearlite. - Sifat : - Lunak dan lemah tetapi keuletan dan tangguhan sangat tinggi - Mudah di “maching“, di las
32
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
- Diantara semua baja karbon, paling murah di produksi. - Aplikasi : komponen bodi mobil, baja, struktur (tiang I. C, dll), pipa gedung, jembatan , kaleng. High strength, low-alloy (HSLA): adalah baja karbon rendah yang ditambah unsur lain seperti : tembaga, vanadium, nikel, molibdenum yang akan menaikkan kekuatan baja. •
Baja karbon sedang - Baja ini mengandung karbon kira-kira 0,2-0.6wt %. - Bisa diberikan perlakuan panas : austenitizing, quenching ,dan tempering untuk menaikan sifat mekanik. - Sering digunakan dalam bentuk struktur martensite. - Penambahan chrom, nikel dan molibdenum meningkatkan kemampuan untuk perlakuan panas. - Baja yang telah mengalami perlakuan panas lebih kuat dari pada baja karbon rendah namun keuletan dan ketangguhannya menurun. - Aplikasi : roda kereta api, rel, roda gigi, crank shaft, dan komponen mesin yang membutuh kan kekuatan tinggi.
•
Baja karbon tinggi - Kandungan karbon antara 0,60-1,4 %wt. - Mempunyai sifat : paling keras, paling kuat namun keuletan paling rendah. - Umumnya digunakan dalam kondisi sudah diperkeras dan distemper, sehingga tahan aus dan mampu menahan alat potong yang tajam. - Campuran bahan lain berupa chrom, vanadium, tungsten molybdenum dan banyak digunakan untuk baja tool dan baja cetak. 33
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
- Pemakaian : pisau, pisau cukur, gergaji, pegas dan kawat. •
High Speed Steel (HSS) Kandungan karbon: 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali dari pada carbon steel.
2.5.
Penomoran Baja AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society of Automotive
Engineers) mempunyai sistem pengelompokan seperti pada tabel 2.3. Dimana digunakan 4 atau 5 digit angka. Dua angka pertama merujuk pada elemen pemadu utama, dan dua atau tiga angka berikutnya merujuk kepada persentase karbon. Misal: baja AISI 1040 adalah baja karbon dengan kandungan karbon 0,40%[6]. Tabel 2.3 Komposisi beberapa baja BS dan AISI-SAE[6]
34
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
2.6. Beberapa Fasa Penting pada Baja 2.6.1. Austenit Modifikasi besi dengan struktur pemusatan sisi atau Face Centre Cubic (FCC), disebut juga besi γ atau austenit. Austenit adalah bentuk stabil dari besi murni dengan campuran karbon maksimum 2,06 % di dalamnya, yang terbentuk pada suhu antara 912° C dan 1394° C. Austenit mempunyai sifat paramagnetic (magnetic lemah) [5]. Pada suhu dimana austenit dalam keadaan stabil, austenit lunak dan liat, oleh sebab itu baja austenit cocok untuk proses fabrikasi. Sebagian besar baja untuk operasi tempa dan rolling di ubah bentuk pada suu 1100° C atau lebih, dimana struktur besi adalah FCC.
Gambar 2.14 Bentuk elemen kristal austenit
2.6.2. Ferit Ferit disebut juga besi α, modifikasi struktur dari besi murni pada suhu ruang. Ferit lunak lunak dan ulet, dalam keadaan murni kekuatan tariknya kurang dari 310 MPa. Bersifat ferro magnetic pada suhu dibawah 770° C. Karena ferit mempunyai struktur kubik pemusatan ruang atau Body Centre Cubic (BCC), ruangan antar atom kecil dan pepat sehingga tidak dapat menampung atom karbon yang kecil sekalipun. Oleh sebab itu daya larut karbon dalam ferit rendah (1 karbon per 1000 atom besi) [5]. 35
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Gambar 2.15 Bentuk elemen kristal ferit
2.6.3. Perlit Perlit adalah campuran khusus terdiri dari dua fasa dan terbentuk sewaktu austenit dengan komposisi eutektoid bertransformasi menjadi ferit dan karbida. Pertumbuhan dimulai pada batas-batas butir austenit 727° C dan lapisan kedua fasa tersebut tumbuh kearah dalam, pada saat ini terjadi karbon memisah. Bila laju pendinginan dipercepat difusi terbatas pada jarak cepat, hasilnya adalah perlit halus dengan lapisan tipis yang lebih banyak[5].
2.6.4. Bainit Beda antara struktur bainit dan perlit adalah terletak pada suhu awal pembentukannya dan waktu pendinginannya (kecepatan pendinginannya) pada suhu sekitar 550° C. Struktur bainit mulai terbentuk dan terpisahnya bersama perlit.
2.6.5 Martensit Pembentukan martensit terjadi akibat dekomposisi austenit dalam ferit + karbida, α + C. Jika pendinginan, dengan kecepatan yang tinggi, austenit akan mulai bertransformasi menuju struktur ferit. Dengan lebih sedikitnya ruangan bagi
36
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir atom-atom karbon pada besi α dibandingkan dari besi γ, atom-atom karbon akan memperluas kisi-kisi besi α. Keadaan yang dicapai oleh tekanan-tekanan dari atom karbon ini akan menambah kekerasan baja, kita katakana bahwa baja kita keraskan. Dengan demikian kita telah memperoleh suatu fasa baru dari baja yang disebut fasa martensit. Jadi martensit ini adalah suatu larutan padat yang sangat jenuh oleh karbon dalam besi α.
Gambar 2.16 Bentuk elemen kristal martensit
Pada gambar 2.16 menunjukkan model yang sederhana tentang bagaimana kita gambarkan tentang transformasi dari besi γ menjadi besi α selama pembentukan martensit. Atom-atom karbon memberikan suatu situasi pada tepitepi unit kubus martensit yang menyebabkan unit sel bertambah dalam satu arah, yang terbentuk kisi-kisi berbentuk tetragonal. Pembentukan martensit mulai pada suhu 220° C dan pada suhu 175° C bagian pokok dari austenit telah bertransformasi menjadi martensit, yaitu pada baja alloy tinggi yang mengandung nikel.
2.6.6. Sementit Pada paduan besi karbon, karbon, melebihi batas daya larut membentuk fasa kedua, yang disebut karbida besi (sementit). 37
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
Karbida besi mempunyai komposisi kimia, Fe3 C. Hal ini tidak berarti bahwa karbida besi membentuk molekul-molekul Fe3C, akan tetapi sisi kristal mengandung atom besi dan karbon dalam perbandingan 3 : 1. Fe3C mempunyai sel satuan ortorombik dengan 12 atom besi dari 4 atom karbon per sel, jadi kandungan karbon : 6,7 % (berat) [5].
2.7.
Uji Kekerasan Kekerasan suatu bahan didefinisikan sebagai ketahanan suatu bahan
terhadap penetrasi material lain pada permukaannya. Terdapat tiga jenis mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan pengujiannya. Ketiga jenis tersebut adalah : 1. Kekerasan goresan (Scratch hardness) 2. Kekerasan lekukan (Identation hardness) 3. Kekerasan pantulan (rewbound hardness) atau kekerasan dinamik (dynamic hardness) Untuk logam kekerasan lekukan yang sering dipergunakan. Berikut ini adalah jenis pengujian kekerasan lekukan : 2.7.1. Uji Kekerasan Rockwell Pada
pengujian
kekerasan
menurut
Rockwell
diukur
kedalaman
pembenaman (t) penekan. Sebagai penekan pada baja yang dikeraskan digunakan sebuah kerucut intan. Untuk menyeimbangkan ketidakrataan yang diakibatkan oleh permukaan yang tidak bersih, maka kerucut intan ditekankan keatas bidang uji, pertama dengan beban pendahuluan 10 kg. setelah itu, beban ditingkatkan menjadi 150 kg sehingga tercapai kedalaman pembenaman terbesar. Sebagai ukuran digunakan kedalaman pembenaman menetap t dalam mm yang 38
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
ditinggalkan beban tambahan. Sebagai satuan untuk ukuran t berlaku e = t dalam 0,002 mm. Kekerasan Rockwell
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = 100 −
Contoh : 𝑡𝑡
= 0,07
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = 100 −
𝑡𝑡
0,002
0,07
0,002
= 100 − 35 = 65 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
Pengujian Rockwell HRC sebagai cara yang paling cocok untuk pengujian bahan yang keras. Makin keras bahan yang diuji, makin dangkal masuknya penekan dan sebaliknya makin lunak bahan yang diuji, makin dalam masuknya. Cara Rockwell sangat disukai karena dengan cepat dapat diketahui kekerasannya tanpa menghitung dan mengukur. Nilai kekerassan dapat dibaca setelah beban utama dilepaskan, dimana beban awal masih menekan bahan.
2.7.2. Uji Kekerasan Brinell Uji kekerasan brinell merupakan suatu penekanan bola baja (identor pada permukaan benda uji). Bola baja berdiameter 10 mm, sedangkan untuk material uji yang sangat keras identor terbuat dari paduan karbida tungsten, untuk menghindari distorsi pada identor. Beban uji untuk logam yang keras adalah 3000 kg, sedangkan untuk logam yang lebih lunak beban dikurangi sampai 500 kg untuk menghindari jejak yang dalam. Lama penekanan 20 – 30 detik dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut
39
Universitas Mercu Buana
Tugas Akhir
dihilangkan. Permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak. Angka kekerasan Brinell (Brinell hardness number, BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan, persamaan untuk angka kekerasan tersebut adalah sebagai berikut : 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = Dimana :
𝑃𝑃
𝜋𝜋𝜋𝜋 � 2 � �𝐷𝐷 − √𝐷𝐷2 − 𝑑𝑑 2 �
P = Beban yang digunakan (kg) D = Diameter identor (mm) d = Diameter lekukan (mm)
2.7.3. Uji Kekerasan Vickers Uji kekerasan Vickers menggunakan identor yang berbentuk pyramid intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar dengan sudut 136°. Angka kekerasan Vickers (Vickers hardness number, VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi dengan luas permukaan lekukan. VHN ditentukan oleh persamaan berikut :
Dimana :
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 =
𝜃𝜃 2P sin � 2� 𝐿𝐿2
=
1,854𝑃𝑃 𝐷𝐷2
P = Beban yang digunakan (kg) L = Panjang diagonal rata-rata (mm) θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136°)
40
Universitas Mercu Buana