Studi Literatur
II-1
BAB II STUDI LITERATUR
2.1. Gambaran Beton Berserat (FRC) Sebagaimana yang telah disebutkan didepan, beton merupakan material yang kuat terhadap beban tekan khususnya pada beton normal dimana kekuatan pasta semen relative rendah dari pada kekuatan agregat. Beban segera diambil alih oleh serat saat matriks retak karena pencapaian kuat tariknya, dan retak akan merambat melalui bidang kontak antara matriks dengan serat. Sejak zaman dulu serat
meningkatkan sifat fisis suatu acuan. Sebagai
contoh, pada zaman dulu serat dibuat dari jerami atau bulukuda yang berfungsi untuk meningkatkan propertis batu bata pada bangunan. Di zaman modern, gabungan fiber-reinforced digunakan untuk suatu variasi aplikasi gabungan pada beton yang berfungsi sebagai peningkatan kekuatan dan daktilitas. Diharapkan serat sebagai perkuatan (reinforcement) pada beton dapat digunakan secara parsial pengganti tulangan pada detail elemen struktur tertentu penahan beban dinamik seperti gempa, getaran pada struktur transportasi, pondasi mesin, maupun fluktuasi beban gelombang pada bangunan lepas pantai. Beton berserat atau FRC terdiri dari matrik beton yang diperkuat dengan serat-serat yang berfungsi sebagai tulangan mikro, yang berguna
untuk
mengurangi sifat getas dari beton. Balaguru & Shah (1992) membagi beton berserat dalam 3 kategori, yaitu : 1.
Beton berserat rendah, berisi kurang dari 1% serat, umumnya digunakan pada matrik yang terdiri dari beton yang mengandung agregat besar.
2.
Beton berserat sedang, kandungan seratnya 1% - 5%, digunakan untuk peningkatan perilaku elemen pada tempat-tempat khusus, matriknya dapat berupa matrik semen atau semen mortar.
3.
Beton berserat tinggi, kandungan seratny 5% - 15%, digunakan untuk pelat tipis, dengan matrik semen atau semen mortar. Matrik dasar beton berserat dapat terdiri dari : 1.
Semen PC (Plain Portland cement).
Studi Literatur
2.
II-2
Semen dengan bahan tambahan abu terbang / fly ash atau silica fume kental
3.
Mortar semen, yang berisi semen dan agregat halus.
4.
Semen, agregat kasar dan agregat halus.
Serat-serat yang digunkan dalam beton berserat dapat diklasifikasikan sebagai: 1.
Serat metal / metallic fibers
2.
Serat polimerik / polymeric fibers
3.
Serat mineral / mineral fibers
4.
Serat natural / naturally accruing fibers
Serat metal terdiri dari serat baja, sedangkan serat polimerik yang biasa digunakan adalah akrilik / acrylic, aramid, karbon, nilon / nylon, polyester, serat gelas tahan alkali / alkali resistant glass fibers, fiber mesh, polypropylene fibers dan yang paling baru adalah polyolefin fiber. Serat-serat mineral yang biasa dipakai adalah asbes, sedangkan serat natural yang umum digunakan adalah serat sisal, kelapa, jute dan serat bambu. Namun hal yang sangat berpenagruh pada serat natural ini adalah kelemahan sifat durabilitasnya dalam lingkungan alkalin beton, kecuali ada perlakuan khusus pada permukaan luar dari serat sebelum dicampur kedalam matrik beton.
2.1.1.Perilaku Beton Berserat Interaksi antara serat dan matriks adalah properti yang pokok yang mempengaruhi capaian kekuatan suatu gabungan yang terdiri dari matriks dan serat. Suatu pemahaman tentang
interaksi ini diperlukan untuk menaksir
kontribusi serat dan untuk meramalkan perilaku gabungan tersebut. Berbagai faktor dilibatkan; yang berikut adalah parameter yang utama yang mempengaruhi interaksi serat tersebut dengan matriks/acuan. ¾
Kondisi acuan/matrik: retak atau tidak retak.
¾
Komposisi acuan/matrik.
¾
Geometri serat.
¾
Jenis serat: sebagai bahan uji digunakan, serat polyolefin dan serat baja.
Studi Literatur
II-3
¾
Karakteristik permukaan serat.
¾
Kekakuan serat: distribusi sejajar atau distribusi acak.
¾
Volume serat.
¾
Ketahanan serat dalam campuran dan efek yang jangka panjang.
2.1.2.Perlekatan / Interaksi Serat dan Matrik Kekuatan interaksi serat-matrik sangat bervariasi, tergantung parameterparameter penentu sifat serat dan matriknya, antara lain :
2.1.2.1.Ukuran Maksimum Matrik Ukuran maksimum matrik mempengaruhi distribusi dan kuantitas serat yang dapat masuk ke dalam komposit, Hannant, D.J. menunjukan prinsip pentebaran serat ini seperti pada Gambar 2.1. Tampak dari penggambaran secara diagram itu bahwa penyebaran serat yang merata lebih sulit tercapai dengan naiknya ukuran agregat, dari 5 mm, 10 mm dan 20 mm. Interaksi antar serat lebih besar di sekitar agregat
yang
berukuran
besar,
menyebabkan
terjadinya
penggumpalan-
penggumpalan serat. Hannant, D.J, memberikan rata-rata ukuran semen sebelum hidrasi antara 10-30 mikron, sedangkan ukuran maksimum partikel agregat dalam mortar 5 mm. Agregat dalam komposit tidak boleh lebih besar dari 20 mm, disarankan lebih kecil dari 10 mm supaya serat dapat tersebar lebih merata. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyusutan dan coak-coak permukaan, disarankan menggunakan bahan pengisi paling sedikit 50 % dari volume beton.
Gambar 2.1. Pengaruh Ukuran Agregat pada Distribusi Serat Sumber : Balaguru & Shah, 1992
Studi Literatur
II-4
2.1.2.2. Kondisi Matrik, Retak atau tidak Retak A)
Matrik Homogen yang tidak Retak Tipe interaksi ini terjadi pada hampir semua komposit selama pembebaman
awal. Pada Gambar 2.2. dibawah ini menunjukan sistem interaksi sederhana antara serat dan matrik, pada saat tidak dibebani, tegangan pada serat dan matrik di asumsikan sama dengan nol (Gambar. 2.2.a). Ketika komposit dibebani tekan, tarik atau mengalami perubahan temperatur, tegangan berkembang dan deformasi bertambah.
(a) kondisi tidak dibebani (b) kondisi dibebani tarik (c) kondisi dibebani tekan Sumber : Balaguru & Shah, 1992
Gambar 2.2. Interaksi Serat dan Matrik tidak Retak Pada matrik semen, hidrasi dari semen dapat juga menginduksi tegangan dalam matrik dan serat. Saat beban diterapkan pada matrik, sebagian beban dipindahkan ke sepanjang permukaan serat. Oleh karena adanya perbedaan kekuan antara matrik dan serat, timbul tegangan geser sepanjang permukaan serat yang senantiasa bertambah dengan bertambahnya beban, tegangan geser ini membantu memindahkan sebagian beban ke serat. Jika serat lebih kaku dari matrik, seformasi pada dan sekeliling serat akan lebih kecil (Gambar 2.2.b dan 2.2.c), situasi ini terjadi pada serat baja dan serat mineral. Jika modulus serat lebih kecil dari modulus matrik, deformasi sekitar serat akan lebih besar, ini terjadi pada komposit dengan serat polimerik dan beberapa serat natural. Perpindahan tegangan elastis di dalam komposit dengan matrik tidak retak terjadi sepanjang
Studi Literatur
II-5
matrik dan serat ada dalam batasan elastis. Reaksi tegangan-regangan matrik dapat menunjukkan sifat nonlinier dan tidak elastis sebelum komposit hancur. B)
Matrik Retak Ketika komposit menerima beban tarik, pada tahap tertentu matrik akan
retak (Gambar 2.3), pada saat itu serat mulai memikul beban melalui retakan, memindahkan beban dari satu sisi retak yang satu ke sisi lain. Jika serat mampu memindahkan beban melalui retakan, retak akan berlanjut ke sepanjang bentang, tahapan ini dinamakan tahap keretakan lanjut (multiple cracking stage), biasanya tahapan ini terjadi pada elemen struktur dalam kondisi beban layan. Karakteristik interaksi serat menentukan kapasitas beban maksimum yang dapat dipikul oleh beton berserat dan perilaku deformasi elemen sesudah beban maksimum.
Gambar 2.3. Interaksi Serat dengan Matrik Retak Sumber : Balaguru & Shah, 1992
C)
Komposisi Matrik Komposisi mikrostruktur dari matrik yang berdasarkan semen PC
mempunyai pengaruh besar pada perilaku komposit. Pasta semen yang keras berbentuk
pejal,
berisi
pori-pori
yang
mempunyai
ukuran
bervariasi,
mikrostrukturnya cenderung mangalami perubahan volume yang disebut dengan rangkak dan penyusutan yang disebabkan adanya perpindahan kelembaban. Hidrasi semen menyebabkan lingkungan bersifat alkali, dengan pH antara 1212,5. daya tahan serat dalam kondisi ini harus diperhatikan, sebab durabilitas serat dapat menurun. Produk utama hidrasi semen adalah calcium silicate hydrate (CSH) dan calcium hydroxide (CH).
Studi Literatur
II-6
Pertemuan permukaan serat dan matrik mempunyai mikrostruktur yang berbeda dengan mikrostruktur pada bagian matrik lain. Zona pertemuan ini dapat mencapai 50 μm dari permukaan serat. Zona ini terdiri dari selaput rangkap (duplex film), denga ketebalan kira-kira 1 – 2 μm mengelilingi serat. Kontribusi zona ini pada perilaku mekanik komposit adalah pada saat serat mengalami beban tarik. Zona pertemuan yang lemah ini akan membelokkan retakan matrik. Mekanisme ini menyebabkan perubahan dalam pola retak, kemungkinan retakan akan berjalan menyusuri permukaan serat, oleh sebab ini sangat penting memperhatikan interaksi serat-matrik bila FRC akan difungsikan secara optimum.
2.1.3. Kontribusi Serat Terhadap Perilaku Tegangan – Regangan FRC Shah, B.P membedakan kontribusi Serat terhadap tegangan-regangan beton dengan dua macam konsep dasar bahan penyusun beton, yaitu: 1.
Serat sangat getas dengan matrik yang daktail.
2.
Serat sangat kuat dengan matrik yang getas.
Kondisi nomor 1. ditunjukan oleh Gambar 2.4. regangan runtuh matrik yang jauh lebih besar dari regangan runtuh serat memungkinkan penggunaan seluruh potensi serat. Kondisi nomor 2. ini yang sering ditemukan dalam penerapan, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.5. dimana pada kondisi ini kapasitas regangan batas matrik lebih rendah dari kapasitas regangan batas serat, matrik runtuh sebelum seluruh potensi serat di manfaatkan. Serat yang menjembatani retakan yang terbentuk oleh matrik, mengkontribusi pelepasan energi melalui proses debonding dan tercabut. Setelah matrik retak, kemungkinan perilaku FRC digambarkan pada Gambar 2.6. (a), (b) dan (c). a)
Beton akan runtuh segera setelah matrik retak, jumlah volume serat yang sangat sedikit dapat menyebabkan tipe keruntuhan ini.
b)
Setelah matrik retak, kapasitas memikul beban turun, tetapi beton masih mampu meneruskan memikul beban yang lebih kecil dari beban maksimum. Pada saat matrik retak, beban dipindahkan dari beton (matrik dan serat) ke serat, jadi kemampuan memikul beban adalah dari kemampuan serat memikul beban. Dengan bertambahnya deformasi, serat tercabut dari matrik, menghasilkan kapasitas memikul
Studi Literatur
II-7
beban yang makin lama makin rendah. Tipe FRC ini tidak menunjukkan penambahan kekuatan yang melebihi kekuatan matrik, tetapi menunjukan perilaku daktail. c)
Jika volume serat lebih banyak dalam beton, sesudah matrik retak serat mulai memikul penambahan beban. Bila cukup banyak serat yang menjembatani retakan, beton akan sanggup meneruskan memikul beban yang lebih besar dari beban pada retak awal. Kekakuan dari kurva tegangan-regangan akan menurun karena hilangnya kontribusi matrik. Kemiringan kurva sesudah retakan tergantung jumlah volume serat dan kapasitas bonding serat pada matrik. Ketika serat mulai tercabut, kemiringan kurva dapat mencapai nol, dan kapasitas kemampuan memikul beban mulai menurun. Tipe keruntuhan ini memungkinkan pemanfaatan sifat serat dan matrik secara maksimum. Banyak penerapan FRC mengikuti pola keruntuhan ini.
Sumber: Balaguru & Shah 1992
Gambar 2.4. Kurva Tegangan-Regangan Serat dengan Matrik Daktail
Sumber: Balaguru & Shah 1992
Gambar 2.5. Kurva Tegangan-Regangan Serat dengan Matrik Getas
Studi Literatur
II-8
Sumber: Balaguru & Shah 1992
Gambar 2.6. Kurva Tegangan-Regangan FRC dengan Matrik Getas
Gambar 2.7. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Pengujian Beton Polos (Plain Concrte)
Gambar 2.8. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton Polos
2.2. Bahan Pembentuk FRC (Mixture dan Admixture) 2.2.1.Agregat
Studi Literatur
II-9
Kandungan agregat dalam campuran beton berkisar 60%-80% dari berat campuran beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya cukup besar maka agregat ini perlu mendapat perhatian khusus dan dipelajari karakteristiknya karena akan menentukan sifat beton yang akan dihasilkan. Secara umum agregat yang baik mempunyai bentuk menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasai baik dan stabil secara kimiawi. Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar menurut standar ASTM adalah 4.75 mm. Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4.75 mm, sedangkan agregat halus adalah batuan yang ukuran butirannya lebih kecil dari 4.75 mm. Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur permukaan memegang peranan penting terhadap sifat beton segar dan yang sudah mengeras. Partikel dengan ratio luas permukaan terhadap volume yang tinggi menurunkan workability campuran beton seperti partikel yang berbentuk flaky dan ellongated. Partikel yang berbentuk flaky cenderung untuk berorientasi pada satu bidang, sehingga air dan gelembung udara dapat terbentuk di bagian bawahnya, hal ini akan mempengaruhi durabilitas beton. Bentuk dan tekstur permukaan agregat mempengaruhi kekuatan beton, terutama untuk beton berkekuatan tinggi. Semakin kasar tekstur, semakin besar daya lekat antara partikel dengan matriks semen. Biasanya, untuk daya lekat yang baik akan banyak dijumpai partikel agregat yang pecah dalam beton yang diuji tekan sampai kapasitasnya. Tetapi terlalu banyak partikel yang pecah menandakan bahwa agregat terlalu lemah. Kekuatan agregat yang dibutuhkan pada beton umumnya lebih tinggi daripada kekuatan betonnya sendiri. Hal ini dikarenakan tegangan yang sebenarnya bekerja pada titik kontak masing-masing partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi daripada tegangan tekan yang bekerja pada beton. Agregat yang mempunyai kekuatan dan modulus elastisitas rendah akan bersifat baik dalam mempertahankan integritas beton pada saat terjadi perubahan volume akibat
Studi Literatur
II-10
perubahan suhu atau sebab lainnya. Tegangan yang timbul pada pasta semen biasanya rendah jika agregat lebih kompresibel. Mutu beton yang tinggi dapat dicapai jika digunakan agregat dari kualitas yang tinggi pula. Pemilihan jenis dan porsi yang tepat dari agregat dalam pembuatan beton perlu mendapatkan perhatian khusus agar dicapai mutu beton yang diinginkan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan adalah kandungan mineralnya,
bentuk
butiran,
bentuk
permukaan,
ukuran,
keseragaman,
permeabilitas dan gradasi agregat.
2.2.2. Air Air dibutuhkan oleh beton untuk terjadinya proses hidrasi. Air sangat menentukan kemudahan pekerjaan dan kekuatan beton, dimana perbandingan jumlah air dan semen sangat mempengaruhi mutu beton. Makin besar perbandingan jumlah air-semen (w/c), beton makin mudah dikerjan, tetapi mutunya makin rendah. Faktor air semen tergantung pada tipe semen dan jenis silica fume apabila dipakai sebagai mineral admixture. Selain kuantitas air, kualitasny juga harus diperhatikan. Air untuk campuran beton harus bebas dari bahan-bahan seperti lumpur, tanah liat, bahan organik, alkali, garam, minyak dan lain-lain yang dapat mempengaruhi mutu beton. Air yang cocok digunakan sebagai air campuran dapat digunakan sebagai air pembersih “concrete mixer”. Beberapa batasan spesifikasi yang ada, yaitu dari British Standard untuk air pencampur adalah :
Kandungan klorida ≤ 500 ppm
Kandungan SO3 ≤ 1000 ppm
2.2.3. Fly ash Fly ash merupakan produk sampingan dari pembakaran batubara, seperti pada PLTU, pabrik semen, pabrik kertas, dan lain-lain yang berupa limbah padat. Fly ash berbentuk bubuk halus, dengan kandungan utama kimiawinya adalah silica oksida dan dikategorikan sebagai bahan tambahan mineral. Hampir semua partikelnya berbentuk spherical dengan tingkat kehalusan seperti semen.
Studi Literatur
II-11
Fly ash merupakan bahan pozolan. Pozolan merupakan suatu material yang bila berdiri sendiri tidak bersifat cementitious seperti semen, namun bila bercampur dengan kalsium oksida bebas, hasil produksi selama proses hidrasi semen dan air, akan menghasilkan tambahan cementitious yang didapat dari hasil reaksi sekunder. Dengan demikian hadirnya fly ash dapat berfungsi ganda, yaitu pertama sebagai pozolan karena hadirnya kalsium oksida bebas dan kedua sebagai bahan pengisi karena bentuknya yang halus. Sebagaimana telah diuraikan di atas, pori mortar berisi air yang mengandung kalsium oksida bebas, begitu pula air adsorbsi pada permukaan agregat kasar. Dengan demikian hadirnya fly ash akan menyebabkan reaksi lanjutan yang membentuk pasta semen baru. Akibatnya hubungan mortar dan zona antar permukaan akan menjadi lebih kuat dan akan memberikan peningkatan lekatan antara agregat kasar dan mortar. Fenomena ini mempunyai peranan penting dalam material komposit, dimana agregat kasar yang lebih kaku akan menjadi pengisi. Selain itu fly ash dengan butiran yang berbentuk bola dapat memberikan efek pelumasan (lubricating effect). Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk mengurangi jumlah air yang dipakai dalam adukan beton. Dengan pengurangan jumlah air ini akan mengurangi jumlah pori dalam beton, yang pada akhirnya akan meningkatkan kekuatan beton. Namun demikian, dengan pemakaian air yang lebih sedikit kelecakan beton akan menjadi berkurang, sehingga untuk kemudahan pelaksanaan diperlukan bahan tambahan yang disebut superplasticizer. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan fly ash akan memberikan beberapa keuntungan seperti : memperbaiki workability, menurunkan panas hidrasi, meningkatkan daya tahan terhadap serangan sulfat, meningkatkan daya tahan terhadap reaksi alkali – agregat, meningkatkan kuat tekan beton jangka panjang, dapat menghasilkan beton mutu tinggi, memperkecil nilai susut dan porositas.
2.2.4.Superplasticizer Menurut ASTM C494 – 92 “Standard Specification for Chemical Admixture for Concrete” ada 7 tipe bahan tambahan kimia untuk campuran beton, yaitu : 1. Tipe A “water reducing admixture” atau plsticizers.
Studi Literatur
II-12
2. Tipe B “retarding admixture”. 3. Tipe C “accelerating admixture”. 4. Tipe D “water reducing and retarding admixture”. 5. Tipe E “ water reducing and accelerating admixture”. 6. Tipe F “high range water reducing admixture” atau superplasticizers. 7. Tipe G “high range water reducing and retarding admixture” Superplasticizer merupakan suatu bahan tambahan dalam bentuk kimia tipe F. Jumlah pemakaian superplasticizer dipengaruhi oleh temperatur lokal, temperatur beton, jenis semen, jumlah air, jumlah semen, jenis dan gradasi agregat kasar serta cara dan lama pengadukan. Hadirnya superplasticizer dalam beton akan memberikan efek dispersi, yang disebabkan oleh proses pemberian muatan negatif pada butiran-butiran semen sehingga butiran semen akan saling tolakmenolak untuk rentang waktu tertentu, yang mana hal ini membuat beton lebih mudah dikerjakan. Akibatnya jumlah pemakaian air dapat dikurangi hingga mencapai kelecakan tertentu atau untuk meningkatkan kelecakan beton pada nilai perbandingan air semen yang konstan. Kondisi nilai perbandingan air semen yang rendah akan memberikan efek pengurangan jumlah pori dan sekaligus meningkatkan kekuatan beton. Jika superplasticizer dikombinasikan dengan fly ash kelecakan beton yang didapat akan bertambah. Sehingga untuk mencapai kelecakan tertentu, jumlah air dapat dikurangi lagi, yang pada akhirnya menyebabkan kekuatan beton akan makin meningkat. 2.3. Tipe Serat Tipe serat meliputi geometri serat, kekakuan serat, sifat permukaan serat, ukuran serat dan sifat fisik serat. Permukaan serat yang licin membuat sela antara serat dan matrik (interface) melebar, serat mudah tercabut. Bentuk serat yang mempunyai permukaan lebar membuat bonding yang lebih besar dari serat yang berpermukaan sempit.
2.3.1. Serat Baja Serat baja biasanya terbuat dari metallic fibers atau baja karbon dan digunakan sebagai tulangan beton untuk meningkatkan daktilitas beton yang berupa tulangan lentur maupun sebagai tulangan geser. Serat baja ini diproduksi
Studi Literatur
II-13
sebagai elemen tulangan yang lebih tipis dan lebih kaku dari serat lain. Diameternya bervariasi antara 0.2 – 1.0 mm dengan panjang 10 – 50 mm.
Gambar 2.9. Kurva Pengujian Tegangan-Regangan Tarik Baja
Gambar 2.10. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Tarik Baja Serat baja disebarkan ke dalam beton dengan metode pencampuran biasa untuk mencapai homogenitas dan digunakan 1 – 3 % dari volume beton (3 – 7 % dari berat beton).
2.3.2. Serat Polyolefin Serat polyolefin yang digunakan adalah berasal dari jenis Polyethelen (PE) yang di produksi oleh 3MTM ScotchcastTM yang berkedudukan di Amerika. Serat ini diproduksi dan dikemas sudah berbentuk bundelan yang ketika ditambahkan pada campuran beton, bundelan ini akan terurai menjadi bentuk-bentuk batangan dan menyebar dengan mudah pada saat pengadukan campuran beton. Ada 2 (dua) tipe serat polyolefin yang diproduksi yaitu :
Studi Literatur
II-14
Tabel 2.1. Tipe Serat Polyolefin Tipe I Tipe II
Panjang
50 mm
Diameter
0.63 mm
Panjang
25 mm
Diameter
0.38 mm
Serat polyolefin di produksi dari bahan synthetic anti karat. Polyolefin fiber terbentuk dari 20 persen nylon dan 60 persen polyolefin polimer. Polyolefin polimer terbuat dari bahan dasar hexane, propane dan methanol yang dilebur dan dipanaskan pada suhu 2630 C (5050 F). Sifat Fisik dari serat polyolefin adalah sebagai berikut : 1.
Specific Gravity : 0.91
2.
Berat Jenis : 800 kg/m3
2.
Kuat tarik / Tensile Strength : 275 MPa (40.000 psi)
3.
Modulus Elastisitas : 2647 MPa (384.000 psi)
4.
Panjang Tarikan : 15 %
5.
Titik Leleh : 1600 C (3200 F)
6.
Ketahanan terhadap Unsur Kimia, Garam dan Alkali : Sempurna
7.
Hantaran Arus Listrik : Rendah.
Gambar 2.11. Bundelan Batangan Serat Polyolefin
Studi Literatur
II-15
Gambar 2.12. Kurva Pengujian Tegangan-Regangan Tarik Serat Polymers
Gambar 2.13. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan Tarik Serat Polymers
2.4. Daktilitas. Daktilitas
merupakan
kemampuan
material
(beton
maupun
baja),
penampang, elemen struktur, ataupun struktur untuk berdeformasi besar secara inelastic tanpa kehilangan kekuatannya secara signifikan. Adapun deformasi yang ditinjau dapat berupa regangan, kelengkungan, rotasi dan perpindahan. Daktilitas dapat dibedakan berdasarkan besaran deformasi yang digunakan dan tingkat tinjauan daktilitas. Beberapa macam daktilitas tersebut adalah : a)
Daktilias Regangan Daktilitas ini merupakan daktilitas yang pada tingkat material, yang mendefinisikan kemampuan material melakukan regangan inelastic tanpa
Studi Literatur
II-16
mengalami penurunan nilai regangan yang signifikan. Baja adalah contoh material yang mempunyai daktilitas yang sangat baik. b)
Daktilitas Kelengkungan (curvature ductility) Daktilitas ini merupakan daktilitas yang ditinjau pada tingkat penampang. Adapun definisinya adalah perbandingan kelengkungan total dengan kelengkungan pada saat leleh pertama.
μ=
φu φy
Dimana :
μ = daktilitas φu = kelengkungan kurva total/ultimit
φ y = kelengkungan saat leleh pertama c)
Daktilitas Rotasi Daktilitas ini merupakan daktilitas yang ditinjau pada tingkat elemen struktur. Daktilitas ini menunjukan perbandingan antara rotasi maksimum dan rotasi pada saat leleh pertama.
μ= d)
θu θy
Daktilitas Perpindahan Daktilitas ini ditinjau pada tingkat struktur yang disefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan total struktur terhadap perpindahan saat leleh. Deformasi perpindahan ini dihubungkan dengan kemampuan struktur dalam menerima beban pada arah perpindahan yang terjadi. Untuk struktur yang terdiri dari beberapa lantai, perpindahan struktur yang ditinjau adalah perpindahan yang terjadi pada lantai paling atas.
μ=
δu δy
Dalam ketentuan Pedoman SK SNI T – 15 – 1991 – 03, menetapkan bahwa tingkat daktilitas dibagi menjadi 3 (tiga) bagian :
Tingkat daktilitas 1 : Struktur beton sepenuhnya berperilaku elastik, μ = 1.
Tingkat daktilitas 2 : Struktur beton diproporsikan berdasarkan suatu ketentuan penyelesaian detail khusus yang memungkinkan struktur
Studi Literatur
II-17
memberikan respon inelastik terhadap beban siklik yang bekerja tanpa mengalami keruntuhan getas, μ = 2. Kondisi ini disebut daktilitas terbatas.
Tingkat daktilitas 4 : Struktur beton diproporsikan berdasarkan suatu ketentuan penyelesaian detail khusus yang memungkinkan struktur memberikan respon inelastik terhadap beban siklik yang bekerja dan mampu menjamin pengembangan mekanisme sendi plastis dengan kapasitas disipasi energi yang diperlukan tanpa mengalami keruntuhan, μ = 2. Kondisi ini dinamakan kondisi daktilitas penuh.