BAB II STUDI LITERATUR
2.1
Peramalan Permintaan
2.1.1 Definisi Peramalan Permintaan Menurut Biegel [1999], peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Menurut Gaspersz [2004], aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan permintaan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Dengan demikian peramalan merupakan suatu dugaan terhadap permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu historis.
Menurut Supranto [1984], forecasting atau peramalan adalah memperkirakan sesuatu pada waktu-waktu yang akan datang berdasarkan data masa lampau yang dianalisis secara ilmiah, khususnya menggunakan metode statistika. Menurut Assauri [1993], peramalan merupakan seni dan ilmu dalam memprediksikan kejadian yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang. Dengan digunakannya peralatan metode-metode peramalan maka akan memberikan hasil peramalan yang lebih dapat dipercaya ketetapannya. Oleh karena masing-masing metode peramalan berbeda-beda, maka penggunaannya harus hati-hati terutama dalam pemilihan metode untuk penggunaan dalam kasus tertentu.
2.1.2 Kegunaan Peramalan Permintaan Peramalan dibutuhkan karena adanya perbedaan waktu antara kesadaran dibutuhkannya suatu kebijakan baru dengan waktu kebijakan tersebut. Maka dalam menentukan kebijaksanaan, perlu diperkirakan kesempatan ataupun peluang yang ada, dan ancaman yang mungkin menghalang.
5
Bila ramalan telah dibuat, suatu manfaat dan tujuan harus dapat diperoleh dan dipersiapkan, sehingga dapat mempengaruhi sifat ramalan. Dalam hal ini terdapat 3 kegunaan dari peramalan menurut Biegel [1999], yakni: 1. Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik. 2. Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk-produk yang ada untuk dikerjakan dengan fasilitas-fasilitas yang ada. 3. Menentukan penjadwalan jangka pendek produk-produk yang ada untuk dikerjakan berdasarkan peralatan yang ada.
Prinsip peramalan adalah peramalan akan selalu mengandung eror, kesalahan harus terukur, ramalan suatu famili produk lebih teliti daripada end item, dan peramalan jangka pendek lebih teliti daripada peramalan jangka panjang (Render dan Heizer, [2001]). 2.1.3 Teknik dan Metode Peramalan Dalam memilih teknik dan metode peramalan, peneliti atau analisa harus memilih teknik dan metode peramalan yang tepat untuk suatu masalah dan keadaan tertentu yang mereka hadapi. Menurut Sodikin [2012], ada enam faktor yang dapat mengidentifikasi sebagai teknik dan metode peramalan, yaitu: 1. horizon waktu 2. pola dari data 3. jenis dari mode 4. biaya 5. ketepatan 6. mudah dan tidaknya aplikasi Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih metode peramalan adalah : item yang akan diramalkan, interaksi situasi, dan waktu persiapan.
6
Sistem peramalan memiliki sembilan langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektifitas dan efisiensi. Langkah-langkah tersebut termasuk dalam manajemen permintaan yang disebut juga sebagai konsep dasar sistem peramalan menurut Gaspersz [2004], yaitu: a. Menentukan tujuan dari peramalan. b. Memilih item independent demand yang akan diramalkan. c. Menentukan horison waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, dan panjang). d. Memilih model-model peramalan. e. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan. f. Validasi model peramalan. g. Membuat peramalan. h. Implementasi hasil-hasil peramalan. i.
Memantau keandalan hasil peramalan.
Ditinjau dari segi proyeksi, menurut Sodikin [2012] peramalan secara teknis dikualifikasikan dalam dua cara yaitu peramalan kualitatif dan kuantitatif. 1. Teknik Peramalan dengan Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif dapat digunakan jika tersedia data kuantitatif masa lalu
Dari data tersebut dicari pola hubungan yang ada
Berangkat dari asumsi bahwa pola hubungan berlanjut terus pada masa yang akan dating
Metode kuantitatif ini cocok dipakai pada kondisi yang stastis, jelas dan tidak memerlukan human mind
Dengan metode kuantitatif ini, ketelitian ramalan dapat diprediksi sejak awal sebagai bahan pengambilan keputusan
Atas dasar hal tersebut diatas, metode kuantitatif ini lebih disukai
2. Teknik Peramalan dengan Metode Kualitatif Menurut Sodikin [2012], teknik peramalan dengan metode kualitatif digunakan jika tidak tersedia data kuantitatif masa lalu karena alasan:
Data tidak tercatat
7
Yang diramallkan adalah hal baru
Situasi telah berubah
Situasi terbulen dan memerlukan human mind
Kesalahan peramalan tidak dapat diprediksi
Metode kuantitatif secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 menurut Sodikin [2012], yaitu: 1. Metode Time Series Digunakan untuk kondisi dimana kita tidak bias menjelaskan faktor apa yang akan dapat meneybabkan terjadinya event yang diramalkan (Black Box), sehingga waktu yang dianggap sebagai variabel penyebab terjadinya event tersebut. Menurut Sodikin [2012] secara garis besar, Metode Time Series dapat dikelompokkan menjadi: 2. Metode Averaging
Dipakai untuk kondisi dimana setiap data pada waktu yang berbeda mempunyai bobot yang sama sehingga fluktuasi random data dapat diredam dengan rata-ratanya.
Biasa dipakai untuk peramalan jangka pendek.
Adapun metode-metode yang termasuk dalam metode averaging ini, antara lain :
Single Moving Average
Double Moving Average
2.1.4 Metode Regresi Linier Metode regresi linier sering sekali dipakai untuk memecahkan masalah-masalah dalam penaksiran tentunya hal ini berlaku juga dalam peramalan sehingga metode regresi linier menjadi suatu metode yang mempunyai taksiran terbaik diantara metode-metode yang lain. Metode regresi linier dipergunakan sebagai metode peramalan apabila pola historis dari data aktual permintaan menunjukkan adanya suatu kecenderungan menaik dari waktu ke waktu. Istilah regresi linier berarti, bahwa rataan (µy|x) berkaitan linier dengan x dalam bentuk persamaan linier populasi (Hasan, [1999]). 8
Ditinjau secara teori: Y= a + bx…………………………………………………………………………………........(2.1) Keterangan Y : nilai ramalan permintaan pada peiode ke-t a : intersept b :slope dari garis kecenderungan,merupakan tingkat perubahan dalam permintaan. x : indeks waktu ( t = 1,2,3,...,n) ; n adalah banyaknya periode waktu Dimana a dan b adalah parameter – parameter tetap (tetapi tidak diketahui), x diasumsikan sebagai suatu ukuran kesalahan.
Ditinjau secara praktek: Y= a + b
+ ei………………………………………………………………………………...(2.2)
untuk i= 1, 2, ….n Dimana a dan b adalah penaksir dan keduanya sekarang merupakan variable random, x tidak mungkin diukur tanpa kesalahan, ei adalah kesalahan taksiran untuk observasi ke i dan merupakan variable random. ∑
=
=
∑
− (∑ )(∑ ) …………………………………………………………………………( . ) ∑ − (∑ ) −
∑
…………………………………………………………………………………….( . )
Keterangan b : slope dari persamaan garis lurus a : intersept dari persamaan garis lurus x : index waktu x-bar : nilai rata-rata dari x y : variabel permintaan (data aktual permintaan) y-bar : nilai rata-rata permintaan per periode waktu, rata-rata dari y
9
2.1.5 Metode Double Moving Average Menurut Aribowo [2008] secara umum prosedur metode rata-rata bergerak linier, secara umum dapat diterangkan melalui persamaan berikut: ′
=
′′
=
+
′
=
′
+
′
+
2 −1
= =
+
′
+
′
+
+⋯+
− ′
′′
+ ⋯+
……………………………………………………………( . )
……………………………………………………….……( . )
………………………………………………………………………………..( . )
−
′′
.
……………………………………………………………………………..….( . )
………………………………………………………………………….…..( . )
Keterangan N : jumlah periode dalam moving average : nilai sebenarnya pada periode t ditambah jumlah periode kedepan yang akan diramal : rata-rata bergerak pada periode t m : periode kedepan yang akan diramal : nilai rata-rata yang disesuaikan untuk periode t : nilai kecenderungan
2.1.6 Ukuran Akurasi Peramalan Validasi metode peramalan terutama dengan menggunakan metode-metode di atas tidak dapat lepas dari indikator-indikator dalam pengukuran akurasi peramalan. Bagaimanapun juga menurut Sodikin [2012] ukuran kesalahan (error) adalah besarnya penyimpangan antar actual demand dengan hasil ramalan, secara umum dapat diterangkan melalui persamaan berikut: =
−
……………………………………………………………………………………….( .
)
│ │………………………………………………………………………………………………..( .
)
…………………………………………………………………………………………………..( .
)
10
= │
× 100% … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . ( .
)
│……………………………………………………………………………………………….( .
)
=
∑
=
…………………………………………………………………………………………( . ∑│ │
………………………………………………………………………………….( .
)
…………………………………………………………………………………….( .
)
………………………………………………………………………………………( .
)
……………………………………………………………………………………….( .
)
∑
=
−1
= =
∑ ∑P
=
)
∑│
│
…………………………………………………………………………………( .
)
Keterangan : : error ramalan pada periode waktu t ME (Mean Error) : rata-rata kesalahan peramalan. MASE (Mean Absolute Scaled Error) : rata-rata kesalahan peramalan absolute. SSE (Sum of Squared Error): akar dari jumlah rata-rata kesalahan peramalan. MSE (Mean Square Error) : pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan yang besar karena kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan. MPE (Mean Percentage Error) : dihitung dengan mencari kesalahan pada tiap periode dibagi dengan nilai nyata untuk periode itu. MAPE (Mean Absolute Percentage Error) : pengukuran ketelitian dengan cara persentase kesalahan absolute.
11
2.2
Perencanaan Produksi
2.2.1 Definisi Perencanaan Produksi Menurut Buffa & Khanna [1996], perencanaan produksi merupakan perencanaan tentang produk apa dan berapa yang akan diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan dalam satu periode yang akan datang. Perencanaan produksi merupakan bagian dari perencanaan operasional di dalam perusahaan. Dalam penyusunan perencanaan produksi, hal yang perlu dipertimbangkan adalah adanya optimasi produksi sehingga akan dapat dicapai tingkat biaya yang paling rendah untuk pelaksanaan proses produksi tersebut.
Perencanaan produksi juga dapat didefinisikan sebagai proses untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu sesuai dengan yang diramalkan atau dijadwalkan melalui pengorganisasian sumber daya seperti tenaga kerja, bahan baku, mesin dan peralatan lainnya. Perencanaan produksi menuntut penaksir atas permintaan produk atau jasa yang diharapkan akan disediakan perusahaan di masa yang akan datang. Dengan demikian, peramalan merupakan bagian integral dari perencanaan produksi.
2.2.2 Tujuan Perencanaan Produksi Tujuan perencanaan produksi menurut Ishak [1967] adalah: 1. Sebagai langkah awal untuk menentukan aktivitas produksi yaitu sebagai referensi perencanaan lebih rinci dari rencana agregat menjadi item dalam jadwal induk produksi. 2. Sebagai masukkan rencana sumber daya sehingga perencanaan sumber daya dapat dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi. 3. Meredam ( stabilisasi ) produksi dan tenaga kerja terhadap fluktuasi permintaan.
2.2.3 Fungsi Perencanaan Produksi Fungsi perencanaan produksi dalam aktivitas produksi menurut Kusuma [2002] fungsi dasar dalam aktivitas perencanaan produksi adalah: 1. Meramalkan
permintaan
produk
yang
sebagai fungsi dari waktu.
12
dinyatakan
dalam
jumlah
produk
2. Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen secara ekonomis dan terpadu. 3. Menetapkan
keseimbangan
antara
tingkat
kebutuhan
produksi,
teknik
pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi atas rencana produksi pada saat yang ditentukan. 4. Membuat
jadwal produksi,
penugasan,
pembebanan
mesin
dan
tenaga
kerja
yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan pada suatu periode. 2.2.4. Faktor Perencanaan Produksi Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan produksi menurut Biegel [1999] adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas 2. Jenis perusahaan 3. Sumberdaya 4. Jenis produksi yang dikerjakan
2.2.5. Perencanaan Agregat Menurut Biegel [1999] perencanaan agregat secara organisasi merupakan tanggung jawab manager operasi dalam kegiatannya menentukan strategi untuk memenuhi perubahan permintaan, sehingga dapat meminimasi ongkos dan tujuan perusahaan dapat terpenuhi. Pengertian agregat tersebut dapat dijelaskan dengan contoh pada gambar 2.1. dibawah ini sebagai berikut :
13
Gambar 2.1 Pengertian Perencanaan Agregat Melalui Produk Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Jadi di dalam perencanaan agregat, tidak dihasilkan rencana dalam bentuk individual produk melainkan dalam betuk agregat produk. Menurut Ishak [1967], penggunaan satuan agregat ini dilakukan mengingat keuntungan – keuntungan yang dapat diperoleh antara lain: a. Kemudahan dalam pengolahan data Dengan menggunakan satuan agregat maka pengolahan data tidak dilakukan untuk setiap individual produk. Keuntungan ini akan semakin terasa jika pabrik tempat perencanaan dilakukan memproduksi banyak jenis produk. b. Ketelitian hasil yang didapatkan Dengan hanya mengolah satu jenis data produk maka kemungkinan untuk menerapkan metode yang canggih semakin besar sehingga ketelitian hasil yang didapatkan semakin baik. c. Kemudahan untuk melihat dan memahami mekanisme sistem produksi yang terjadi dalam
implementasi rencana.
2.2.6 Tipe Perusahaan Menufaktur Pada umumnya perusahaan terdiri dari 4 tipe menurut Sodikin [2012], yaitu: 1.
Make To Stock
Make to stock adalah tipe industri yang membuat produk akhir untuk disimpan dimana kebutuhan konsumen diambil dari persediaan di gudang.
14
Karakteristik make to stock adalah :
Standard item, high volume
Terus-menerus dibuat lalu disimpan
Harga wajar
Pengiriman dapat dilakukan segera
Customer tidak mau menunggu
Perlu adanya safety stock untuk mengatasi fluktuasi permintaan
2.
Make To Order
Make to order adalah tipe industri yang membuat produk hanya untuk memenuhi pesanan. Rencana produksi disusun berdasarkan jumlah peramalan untuk horizon waktu yang direncanakan dikurangi selisih antara target backlog akhir dan backlog awal.
Karakteristik make to order adalah :
Inputnya bahan baku
Biasanya untuk supply item dengan banyak jenis
Harga cukup mahal
Perlu keahlian khusus
Komponen biasanya dibeli untuk persediaan
3.
Assembly To Order
Assembly to order adalah tipe industri yang membuat produk dengan cara assembling hanya untuk memenuhi pesanan.
Karakteristik assembly to order adalah :
Inputnya komponen
Untuk supply item dengan banyak jenis
Harganya cukup mahal
Lead time ditetapkan oleh konsumen
15
4. Engineer To Order
Engineer to order adalah tipe industri yang membuat produk untuk memenuhi pesanan khusus dimulai dari perancangan produk sampai pengiriman produk.
Karakteristik engineer to order adalah :
Produk sangat spesifik
Lead time panjang
Harganya mahal
2.2.7 Metode-Metode Perencanaan Agregat Menurut Ishak [1967], banyak metode yang telah dikembangkan untuk perencanaan agregat ini tetapi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu (): a. Dengan pendekatan Optimasi : – Progamma Linier – Aturan HMMS (Linier Decision Rule) – Search Decision Rule, dll b. Dengan pendekatan Heuristik : – Metode Grafik – Metode Koefisien Manajemen – Metode Parametrik, dll 2.2.8 Ongkos pada Rencana Produksi Dalam rencana produksi agregat terdapat ongkos-ongkos yang dibebankan dari proses perencanaan produksi menurut Ahlan [2011], yaitu: 1. Ongkos penambahan tenaga kerja (hiring cost) 2. Ongkos pengurangan tenaga kerja (layoff cost) 3. Ongkos lembur dan pengurangan waktu kerja (overtime cost) 4. Ongkos persediaan (inventory cost) 5. Ongkos sub kontrak
16
2.2.9 Perencanaan Agregat Metode Transportasi Metode transportasi digunakan untuk model program linier. Berikut ini akan dibahas suatu kasus menggunakan model transportasi dengan data-data (Ishak, [1967]):
Permintaan Tabel 2.1 Tabel Permintaan Metode Transportasi (Contoh)
1 500
Periode Permintaan
2 800
3 1700
4 900
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Kapasitas Tabel 2.2 Tabel Kapasitas Metode Transportasi (Contoh)
Periode 1 2 3 4
Jam Normal 700 800 900 500
Jam Lembur 250 250 250 250
Subkontrak 500 500 500 500
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Persediaan awal
: 100 unit
Persediaan akhir yang diinginkan : 150 unit Biaya jam normal
: Rp 100/unit
Biaya jam lembur
: Rp 125/unit
Biaya Subkontrak
: Rp 150/unit
Biaya Persediaan
: Rp 20/unit/periode
17
Penyelesaian masalah menggunakan metode transportasi menghasilkan perencanaan produksi dengan biaya total Rp 445.750. Tabel perhitungan dapat dilihat pada tabel 2.3, dibawah ini (Ishak, [1967]): Tabel 2.3 Tabel Perencanaan Produksi Metode Transportasi (Contoh)
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Keterangan : 1. Total Cost : RT (RT Cost) + OT (OT Cost) + SK (SK Cost)………………………...(2.21)
Total Cost : 400 (100) + 300 (140) + 800 (100) + 250 (145) + 900 (100) + 250 (125) + 500 (100) + 350 (125) = Rp 445.750
18
2. Yang diproduksi adalah :
Tabel 2.4 Tabel Yang Diproduksi (Contoh)
Periode 1 2 3 4
Rencana Produksi 700 1050 1150 1250
Permintaan 500 800 1700 900
Sumber: Manajemen Operasi, Ishak, [1967]
Berarti yang diproduksi ≠ ∑ Permintaan. Sistem produksi tidak Back Order sehingga kebutuhan pada periode I tidak mungkin dipenuhi oleh periode 2. Jadwal Produksi induksinya adalah : Kwartal
I → 700 unit II → 1050 unit III → 1150 unit IV → 1250 unit
Menurut Biegel [1999] dalam perencanaan produksi agregat dibutuhkan proses penghitungan kebutuhan fasilitas dengan menggunakan persamaan:
Kebutuhan fasilitas =
2.3
∑ Waktu dibutuhkan / bulan ……………………………………….( . ∑ Jumlah waktu kerja
)
Lini Produksi
2.3.1 Definisi Lini Produksi Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berturutturut dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut karakteristiknya proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua (Saputra, dkk, [2010]): 1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja.
19
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi
perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly. 2.3.2 Keuntungan Lini Produksi Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik menurut Saputra, dkk [2010] sebagai berikut: 1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan dan tempat kerja. 2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh jumlah spesifik. 3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian masingmasing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisiensi. 4. Pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi. 5. Operasi unit. 6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat tetap. 7. Proses memerlukan waktu yang minimum.
2.3.3 Persyaratan Lini Produksi Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi menurut Saputra, dkk [2010] antara lain: 1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat di dalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau lintasan perakitan yang bersifat manual. 2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepat yang seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi. 3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan mencegah timbulnya atau setidak-tidaknya mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja.
20
4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara kontinu. 5. Keseimbangan lintasan, proses penyusunannya bersifat teoritis. Dalam praktik
persyaratan di atas mutlak untuk dijadikan dasar pertimbangan. 2.4
Peta Kerja
Peta kerja adalah suatu alat yang sistematis dan jelas untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus bisa mendapatkan informasi – informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda kerja. Peta kerja dapat menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Dengan peta kerja, kita dapat melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja mulai dari masuk pabrik (berbentuk bahan baku) dan semua langkah yang dialami benda kerja tersebut (transportasi, operasi, mesin, pemeriksaan, perakitan, dll.) sampai akhirnya menjadi produk jadi (Sutalaksana, dkk, [2006]). 2.4.1 Lambang yang Digunakan Lambang peta – peta yang digunakan saat ini dikembangkan oleh Gilberth. Untuk membuat suatu peta kerja awalnya diusulkan 40 lambang, kemudian disederhanakan menjadi 4 lambang menurut Sutalaksana, dkk [2006], yaitu: Deskripsi
Lambang
Operasi Transportasi Pemeriksaan Penyimpanan/Menunggu Gambar 2.2 Gambar Lambang Peta Kerja Gilberth Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
Pada tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat standar lambang – lambang yang terdiri dari 5 macam lambing. Lambang – lambang yang di usulkan merupakan 21
hasil modifikasi yang di gunakan oleh Gilberth. Lambang – lambang tersebut adalah sebagai berikut (Sutalaksana, dkk, [2006]):
Deskripsi
Lambang
Operasi Transportasi Pemeriksaan Menunggu Penyimpanan Aktivitas Gabungan Gambar 2.3 Gambar Lambang Peta Kerja American Society of Mechanical Enginers (ASME) Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
Operasi Terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi. Mengambil / menerima informasi maupun memberikan informasi pada suatu kejadian juga merupakan operasi. Contoh aktivitas operasi : menyerut kayu dengan mesin serut, menggerakkan logam, merakit mengebor benda kerja, mengetik, dll.
Pemeriksaan Terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik kualitas maupun kuantitas. Pemeriksaan biasanya dilakukan terhadap suatu obyek dengan cara membandingkan obyek tersebut dengan suatu standar tertentu. Contoh aktivitas pemeriksaan : mengukur dimensi benda, memeriksa warna benda, menguji kualitas bahan dan produk, memeriksa jumlah bahan baku dan produk yang dipesan, membaca skala pengukur temperatur.
22
Transportasi Terjadi apabila benda kerja, pekerja atau pelengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari suatu proses operasi. Suatu pergerakan yang merupakan bagian dari proses operasi bukanlah merupakan transportasi, contoh : keramik yang mengalami operasi pemanasan sambil bergerak diatas ban berjalan, merupakan kegiatan operasi, walaupun keramik tersebut mengalami perpindahan tempat. Contoh aktivitas transportasi benda kerja diangkat dari mesin bubut ke tempat mesin skrap untuk mengalami operasi berikutnya atau saat suatu objek/bahan di pindahkan dari lantai bawah ke lantai atas dengan menggunakan elevator.
Menunggu (delay) Terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa – apa selain menuggu (biasanya sebentar). Suatu objek/benda kerja/bahan ditinggalkan untuk sementara tanpa pencatatan sampai diperlukan kembali. Contoh aktivitas menunggu objek menunggu diproses untuk di periksa, peti barang menunggu untuk dibongkar, bahan menunggu untuk didistribusikan ke tempat lain, pekerja elevator sampai membawa objek/benda kerja.
Penyimpanan (Storage) Terjadi apabila benda benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kemballi, biasanya memerlukan suatu prosedur perizinan tertentu. Prosedur perizinan dan lamanya waktu adalah 2 hal yang membedakan antara kegiatan menunggu dan penyimpanan. Contoh aktivitas penyimpanan : dokumen – dokumen/catatan – catatan disimpan dalam brankas, bahan baku disimpan dalam gudang (receiving), barang jadi disimpan digudang (shipping)
Aktivitas gabungan Terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
23
2.4.2 Macam-Macam Peta Kerja Pada dasarnya peta kerja dapat dibagi dalam 2 kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu: Peta kerja yang digunakan untuk mengakses kegiatan Kerja keseluruhan : apabila kegiatan kerja melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Yang termasuk kelompok kegiatan kerja keseluruhan adalah (Sutalaksana, dkk, [2006]): Peta Proses Operasi Peta Aliran Proses Peta Proses Diagram Aliran
Peta kerja yang di gunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat : apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat (Sutalaksana, dkk, [2006]): Peta Pekerja dan Mesin Peta Tangan Kanan dan Kiri
A. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart – OPC) Merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah – langkah proses (operasi dan pemeriksaan) yang akan dialami bahan baku. Dalam peta proses operasi yang dicatat hanyalah kegiatan – kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, biasanya pada akhir proses terdapat penyimpanan (storage).
Kegunaan peta proses operasi menurut Sutalaksana, dkk [2006], yaitu: Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
Sebagai alat untuk latihan kerja
24
Prinsip pembuatan peta proses operasi menurut Sutalaksana, dkk [2006], yaitu: Pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi” diikuti oleh identifikasi lain, seperti nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, sebagai usulan atau sekarang, nomor peta. Material yang akan diproses di letakkan diatas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk kedalam proses. Lambang – lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya perubahan proses. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
Untuk memperoleh peta proses operasi yang baik, produk yang biasanya paling banyak memrlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu. Dipetakan dengan garis vertikal sebelah kanan halaman atas.
25
Bentuk standar Peta Proses Operasi (Operation Process Chart – OPC)
Gambar 2.4 Gambar Operation Process Chart (OPC) Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
B. Peta Aliran Proses Suatu diagram yang menunjukkan urutan – urutan dari operasi pemeriksaan, transportasi, menunggu (delay) dan penyimpanan (storage) yang terjadi selama satu proses. Dalam peta aliran proses terdapat informasi – informasi yang diperlukan untuk bahan analisis perbaikan sistem kerja. Informasi yang dapat diperoleh adalah : waktu yang di butuhkan dalam suatu proses (jam) dan jarak perpindahan (meter) dalam suatu proses (Sutalaksana, dkk, [2006]).
26
Perbedaan Peta Aliran Proses dan Peta Proses Operasi (PPO) Tabel 2.5 Tabel Perbedaan Peta Aliran Proses & Peta Proses Operasi (PPO)
Peta Aliran Proses Memperlihatkan
semua
Peta Proses Operasi aktivitas
Terbatas
pada
operasi
dan
dasar
pemeriksaan saja
Menganalisis setiap komponen yang
Analisis
dip roses secara lebih lengkap (apa,
ditampilkan
dimana, kapan, siapa, dan bagaimana)
(apa dan bagaimana)
Digunakan untuk menganalisis salah
Digunakan untuk menganalisis
satu komponen dari produk yang
semua komponen dari produk
dirakit/dibuat
yang dirakit/dibuat
(informasi) kurang
yang lengkap
Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
Macam – Macam Peta Aliran Proses Peta Aliran Proses pada umumnya terbagi dalam 2 tipe menurut Sutalaksana, dkk [2006],yaitu: Peta Aliran Proses tipe BAHAN ; suatu peta yang menggambarkan kejadian yang dialami bahan dalam suatu proses operasi.
Peta Aliran Proses tipe ORANG ; suatu peta yang menggambarkan suatu proses dalam bentuk aktivitas – aktivitas manusiannya. Peta ini metupakan gambar simbolis dan sistematis dari suatu metoda kerja yang dijalani oleh seseorang atau sekelompok pekerja ketika pekerjaannya membutuhkan pergerakan dari suatu tempat ke tempat lain.
Kegunaan peta aliran proses menurut Sutalaksana,dkk [2006], yaitu: Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang. Mulai dari awal sampai akhir proses. Memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau dilakukan oleh orang selama proses berlangsung.
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan – perbaikan proses atau metoda kerja.
27
Prinsip pembuatan peta aliran proses menurut Sutalaksana, dkk [2006], yaitu: Pada bagian paling atas ditulis kepala peta dengan judul ”Peta Aliran Proses”, diikuti dengan pencatatan beberapa identifikasi lain seperti: nomor / nama komponen, nomor peta, peta orang atau bahan / sekarang atau usulan, tanggal pembuatan, nama pembuat peta (dicatat disebelah kanan atas kertas). Disebelah kiri atas, dicatat mengenai ringkasan yang memuat jumlah total dan waktu total dan setiap kegiatan, dan total jarak perpindahan yang dialami bahan atau orang selama proses berlangsung.
Dibagian badan diuraikan proses yang terjadi lengkap beserta lambang dan informasi mengenai jarak perpindahan, jumlah yang dilayani, waktu yang dibutuhkan. Juga ditambahkan dengan kolom analisa, catatan dan tindakan yang diambil berdasarkan analisa tersebut.
Cara Analisis Peta Aliran Proses Cara yang cukup efektif untuk menganalisis Peta Aliran Proses adalah dengan menggunakan ”Dot and Check Technique” sebagai berikut: Tabel 2.6 Tabel Cara Analisa Peta Aliran Proses
No
Pertanyaan
Berikutnya
Tindakan yang Mungkin Dilakukan
1
Apa tujuannya?
Mengapa?
Menghilangkan aktivitas yang tidak perlu.
2
Dikerjakan
Mengapa?
Menggabungkan atau merubah tempat
dimana? 3
Dikerjakan
kerja. Mengapa?
kapa? 4
Siapa yang
Menggabungkan / merubah waktu atau urutan proses
Mengapa?
Menggabungkan atau merubah orang.
Mengapa?
Menyederhanakan atau memperbaiki
mengerjakan? 5
Bagaimana mengerjakannya
metoda.
Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja, Sutalaksana, dkk, [2006]
28
2.4.3 Teknik Pengukuran Waktu Kerja Dalam melakukan analisis terhadap suatu sistem kerja, maka akan timbul sejumlah alternatif metode kerja. Proses pemilihan alternatif metode kerja dapat didasarkan pada sejumlah kriteria, yaitu: waktu, ongkos, beban fisiologi dan sebagainya. Karena waktu sebagai salah satu kriteria yang memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan kriteria-kriteria lainya, maka pengukuran waktu kerja dan pembakuan waktu kerja cenderung sering digunakan dalam memilih alternatif kerja di atas (Barnes, [1968]).
A. Time Study Time study adalah suatu usaha untuk menentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator untuk menyelesaikan suatu pekerjaan pada tingkat kecepatan kerja yang normal, serta lengkungan kerja yang trbaik pada saat itu. Metode ini dicetuskan oleh Frederick Winslow Taylor semasa dia bekerja sebagai mandor di Midvalse Steel Industries.
Tujuan dia mengembangkan teknik ini adalah mencari pegangan untuk
mengukur prestasi kerja seorang pekerja yang melkukan pekerjaan pemindahan bijih besi dari lapangan ke atas lori dengan emnggunakan singkup. Adapun manfaat dari pengukuran waktu kerja ini antara lain (Barnes, [1968]): Melakukan penjadwalan dan perancangan kerja. Menetukan besar ongkos produksi. Menentukan jumlah atau kebutuhan operator.
B. Teknik Pengukuran Waktu Proses Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu proses dibagi dalam dua bagian menurut Barnes [1968], yaitu: 1. Secara langsung, pengukuran dilakukan secar langsung yaitu ditempat dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Beberapa cara yang termasuk kedalam tekik ini adalah: Jam henti (stop-watch). Sampling pekerjaan.
29
2. Cara tidak langsung, proses pengukuran waktu dilakukan tanpa harus berada ditempat pekerjaan berlangsung, melainkan dengan cara membaca tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Beberapa cara yang termasuk kedalam teknik ini adalah Barnes [1968]: Pengukuran dengan menggunakan data waktu baku. Pengukuran dengan menggunakan data waktu gerakan
C. Pengukuran Waktu Jam Henti Pengukuran waktu ini dilakukan dengan cara ,menggunakan stop-watch sebagai alat utamanya. Terdapat beberapa aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang baik, aturan tersebut diuraikan dalam langkahlangkah berikut (Sutalaksana, dkk, [2006]): Penetapan Tujuan Pengukuran Dalam pengukuran waktu, hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. 1. Melakukan Penelitian Pendahuluan Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyesuiakan suatu pekerjaan. Waktu kerja yang pantas adalah merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi kerja yang baik. 2. Memilih Operator Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur adalah operator yang berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama, agar pengukuran dapat berjalan baik dan dapat diandalkan hasilnya. 3. Melatih Operator Operator harus dilatih terlebih dahulu agar operatar terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan. 4.
Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan Pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemn inilah yang diukur waktunya.
5.
Menyiapkan alat-alat pengukuran
30
Alat-alat yang dioperlukan untuk melakukan pengukuran waktu proses tersebut adalah: Jam henti (stop-watch). Lembaran pengamatan. Alat tulis
2.5
Line Balancing
2.5.1 Definisi Line Balancing Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Menurut Gasperz [2004], line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke workstations untuk meminimumkan banyaknya workstation dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa line balancing sebagai suatu teknik untuk menentukan product mix yang dapat dijalankan oleh suatu assembly line untuk memberikan fairly consistent flow of work melalui assembly line itu pada tingkat yang direncanakan (Saputra, dkk, [2010]).
Assembly line itu sendiri adalah suatu pendekatan yang menempatkan fabricated parts secara bersama pada serangkaian workstations yang digunakan dalam lingkungan repetitive manufacturing atau dengan pengertian yang lain adalah sekelompok orang dan mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk. Sedangkan idle time adalah waktu dimana operator/sumber-sumber daya seperti mesin, tidak menghasilkan produk karena: setup, perawatan (maintenance), kekurangan material, kekurangan perawatan, atau tidak dijadwalkan (Saputra, dkk, [2010]).
31
2.5.2 Tujuan Line Balancing Tujuan line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar workstation, dimana setiap elemen tugas dalam suatu kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi yang berupa adanya work in process pada beberapa workstation (Saputra, dkk, [2010]). 2.5.3 Persyaratan Line Balancing Persyaratan umum yang harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah dengan meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan waktu senggang (balance delay). Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang adalah sebagai berikut (Saputra, dkk, [2010]): 1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap workstation sehingga setiap workstation selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottleneck. Bottleneck adalah suatu operasi yang membatasi output dan frekuensi produksi. 2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar. 3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode penyeimbngan lini rakit yang biasa digunakan antara lain menurut Saputra, dkk [2010], yaitu: 1.
Metode formulasi dengan program sistematis
2.
Metode Kilbridge-Wester Heruistic
3.
Metode Helgeson-Birnie
4.
Metode Moodie Young
5.
Metode Immediate Update First-Fit Heruistic
6.
Metode Rank And Assign Heruistic
32
Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja menurut Saputra, dkk [2010], yaitu: 1.
Hubungan dengan proses terdahulu
2.
Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemn kerja
3.
Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di stasiun kerja dari tiap elemn pengerjaan
2.5.4 Istilah-istilah dalam Line Balancing Precedence diagram Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tandatanda yang dipakai sebagai berikut:
Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi
Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah
Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi
Gambar 2.5 Contoh Precedence Diagram Pada Line Balancing Sumber: Analysis and Control of Production System, Elsayed dan Bouncher, [1985]
33
Asssamble product Adalah produk yang melewati urutan workstation di mana tiap workstation (WS) memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir. Work element Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan. Waktu operasi ( ) Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. Workstation (WS) Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut (Baroto, [2002]): =
∑
………………………………………………………………………( .
)
Di mana: : waktu operasi/elemen ( i=1,2,3,…,n) C
:waktu siklus stasiun kerja
N
: jumlah elemen
Kmin
: jumlah stasiun kerja minimal
Cycle time (CT) Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu stasiun. Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottleneck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang secara matematis dinyatakan sebagi berikut (Baroto, [2002]): ≤
≤
………………………………………………………………….( .
34
)
Di mana: max : waktu operasi terbesar pada lintasan CT
: waktu siklus (cycle time)
P
: jam kerja efektif per hari
Q
: jumlah produksi per hari
Station time (ST) Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama Idle time (I) Merupakan selisih (perbedaan) antara cycle time (CT) dan station time (ST) atau CT dikurangi ST Balance delay (D) Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensinan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan (Baroto, [2002]): =
(
)– ∑ ( )
100% … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . ( .
)
Di mana: n
: jumlah stasiun kerja
C
: waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
∑
: jumlah waktu operasi dari semua operasi : waktu operasi : balance delay (%)
Line efficiency (LE) Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja (Baroto, [2002]). =
∑ ( )(
)
100% … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . ( .
Di mana: : waktu stasiun dari stasiun ke-i
35
)
K
: jumlah (banyaknya) stasiun kerja
CT
: waktu siklus
Smoothes index (SI) Adalah suatu indeks yang mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini perakitan (Baroto, [2002]). SI= ∑
(
−
) ………………………………………………………( .
)
Di mana: : maksimum waktu di stasiun : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i Output production (Q) Adalah jumlah waktu efektif yang tersedia dalam suatu periode dibagi dengan cycle time (Baroto, [2002]). =
……………………………………………………………………………….( .
)
Di mana: T
: jam kerja efektif penyelesaiaan produk
CT
: waktu siklus terbesar
2.5.5 Metode Assembly Line Balancing Dalam penyelesaian soal dengan menggunakan line balancing, dikenal 3 metode menurut Gaspersz [2004], yaitu: 1. Metode Heuristic, yaitu suatu metode yang berdasarkan pengalaman, intuisi atau aturanaturan empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik daripada solusi yang telah dicapai sebelumnya, yang terdiri atas: a. Ranked Positional Weight/Hegelson and Birnie b. Kilbridge`s and Waste/Region Approach c. Large Candidate Rule d. Al Arcu`s
36
2. Metode Analitik atau matematis, yaitu metode penggambaran dunia nyata melalui simbolsimbol matematis berupa persamaan dan pertidaksamaan. Yang termasuk metode ini adalah Branch and Bound. 3. Metode Simulasi, yaitu metode yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari interaksi komponen-komponennya. Karena tidak memerlukan fungsi-fungsi matematis secara eksplisit untuk merelasikan variabel-variabel sistem, maka model-model simulasi ini dapat digunakan untuk memecahkan sistem kompleks yang tidak dapat diselesaikan secara matematis. a. CALB (Computer Assembly Line Balancing or Computer Aided Line Balancing) b. ALBACA (Assembly Line Balancing and Control Activity) c. COMSOAL (Computer Method or Saumming Operation for Assemble) 2.5.6 Metode Moodie-Young Metode Moodie-Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antar-task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase dua, dilakukan revisi pada hasil fase satu (Elsayed dan Bouncher, [1985]).
Fase satu: Elemen pengerjaan ditempatkan pada stasiun kerja yang berurutan dalam lini perakitan dengan menggunakan aturan largest-candidate. Aturan largest-candidate terdiri atas penempatan elemen-elemen yang ada untuk tujuan penurunan waktu. Dari sini, bila dua elemen pengerjaan cukup untuk ditempatkan di stasiun, salah satu yang mempunyai waktu yang lebih besar ditempatkan pertama. Setelah masing-masing elemen ditempatkan, ketersediaan elemen dipertimbangkan untuk tujuan pengurangan nilai waktu untuk penugasan selanjutnya. Sebagai pemisalan, matriks P menunjukkan pengerjaan pendahulu masing-masing elemen dan matriks F pengerjaan pengikut untuk tiap elemen untuk tiap prosedur penugasan (Elsayed dan Bouncher, [1985]).
37
Fase dua: Pada fase dua ini mencoba untuk mendistribusikan waktu nganggur (idle) secara merata (sama) untuk tiap-tiap stasiun melalui mekanisme jual dan transfer elemen antarstasiun. Langkah-langkah pada step dua ini adalah sebagai berikut (Elsayed dan Bouncher, [1985]): 1. Menentukan dua elemen terpendek dan terpanjang dari waktu stasiun dari penyeimbangan fase satu. 2. Tentukan setengah dari perbedaan kedua nilai tujuan (GOAL). GOAL = (
–
) / 2……………………………………………………..….(2.29)
3. Menentukan elemen tunggal dalam STmax yang lebih kecil dari kedua nilai GOAL dan yang tidak melampaui elemen pengerjaan terdahulu. 4. Menentukan semua penukaran yang mungkin dari yang mereduksi
dan mendapatkan
dengan elemen tunggal dari akan lebih kecil dari 2 x GOAL.
5. Lakukan penukaran yang ditunjukkan oleh kandidat dengan perbedaan mutlak terkecil antara kandidat tersebut dengan GOAL. 6. Bila tidak ada penukaran atau transfer yang dimungkinkan antara stasiun terbesar dan terkecil, mengusahakan penukaran antara rank pada pengerjaan berikut: N (stasiun ranking ke N memiliki jumlah waktu idle terbesar), N-1, N-2, N-3, …, 3, 2, 1. 7. Bila penukaran masih tidak mungkin, lakukan pembatasan dengan nilai GOAL dan ulangi langkah satu hingga enam.
38
2.6
Master Production Schedule (MPS)
2.6.1 Definisi Master Production Schedule (MPS) Master Production Schedule atau Jadwal Induk Produksi menurut Gaspersz [2004] adalah suatu set perencanaan yang menggambarkan beberapa jumlah yang akan dibuat untuk setiap end item pada periode tertentu.
Implementasi dan disagregasi rencana produksi dilakukan dalam jadwal prduksi induk (Master Production Schedule = MPS). Pada dasarnya jadwal produksi induk merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu pernyataan industri manufaktur yang merencanakan produksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dari proses perencanaan produksi (aktivitas pada level 1 dalam hierarki perencanaan prioritas) dinyatakan dalam bentuk agregat, maka jadwal produksi induk (MPS) yang merupakan hasil dari proses penjadwalan produksi induk dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan nomor-nomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bill of Material) files. Namun langkah agregat dilakukan hanya untuk perusahaan yang bersifat make to stock. Bila perusahaan make to order, maka peramalan tidak perlu dilakukan (cukup dengan daftar order pelanggan saja). (Baroto, [2002]). Aktivitas penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan proses penyusunan dan perbaharuan jadwal produksi induk (MPS), memproses transaksi dari MPS, memelihara catatancatatan MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam periode waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa MPS berkaitan dengan pernyataan tentang produksi, dan bukan pernyataan tentang permintaan pasar. MPS sering didefinisikan sebagai anticipated build schedule untuk item-item yang disusun oleh perencana jadwal produksi induk (master scheduler). MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan bagian manufakturing, sehingga bagian pemasaran juga harus mengetahui informasi yang ada dalam MPS terutama berkaitan dengan ATP (Available To Promise) agar dapat memberikan janji yang akurat kepada pelanggan.
39
2.6.2 Fungsi Master Production Schedule (MPS) Adapun fungsi MPS menurut Winata [2007] adalah: 1. Menjadwalkan jumlah tiap end item pada periode tertentu. 2. Memberikan input dasar bagi sistem MRP (Material Requirement Planning). 3. Merupakan dasar untuk menetapkan janji pengiriman kepada konsumen.
2.6.3. Tujuan Master Production Schedule (MPS) Tujuan MPS menurut Winata [2007], yaitu: -
Memenuhi target tingkat pelayanan terhadap konsumen (Customer Service Level).
-
Efisiensi penggunaan sumber daya produksi.
-
Mencapai target tingkat produksi.
2.6.4. Istilah yang Sering Digunakan dalam Master Production Schedule (MPS) Istilah yang sering digunakan menurut Sodikin [2012], yaitu: Time Bucket
: pembagian planning periode yang digunakan dalam MPS/MRP
Time Phase Plan
: penyajian perencanaan, dimana semua (demand, order, inventory)
disajikan dalam time bucket. Time Fences
: batas waktu penyesuaian pesanan.
Menurut Sodikin [2012] time fences terdiri dari: a. Demand Time Fences (DTF), adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. b. Planning Time Fences (PTF), adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini
perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian.
40
Gambar 2.6 MPS Time Fences Sumber: Production Planning and Inventory Control, Gasperz, [2004]
c. Planning Horizon : Jangka waktu perencanaan yang digunakan.
Gambar 2.7 MPS Planning Horizon Sumber: Production Planning and Inventory Control, Gasperz, [2004]
Dalam MPS terdapat tiga jenis order menurut Sodikin [2012], yaitu : Tabel 2.7 Jenis Order MPS
Planned Order
Merupakan order yang rencananya akan di-realised dan dibuat setelah mempertimbangkan demand-supply,
Firm Planned
Merupakan order yang direncanakan akan dibuat di
Order
perusahaan ini tapi belum di-released (masih perkiraan),
Orders
Merupakan order yang sudah dibuat dan diperkirakan untuk dibuat atau dikerjakan.
Sumber : Perancangan Kapasitas Produksi Dengan Menggunakan Metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP) Terhadap Donat Di UD. Ali Bakri Sukabumi, Sodikin, [2012]
41
Dalam penampilannya format MPS terdiri dari :
Tabel 2.8 Format MPS
Nama dan Nomor Item Periode Ramalan
Informasi datang dari bagian pemasaran, berupa estimasi
Kebutuhan
terhadap kuantitas end item yang akan terjual pada setiap
(Forecast)
periode.
Pesanan
Pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti
Konsumen (Actual Demand) Proyeksi
Posisi inventori awal yang secara fisik tersedia dalam stock,
Persediaan
yang merupakan kuantitas dari item yang ada dalam stock
(Onhand/PAB) Jadwal Produksi
Jadwal produksi atau manufacturing yang diantisipasi untuk
(Master Schedule)
item tertentu
Sumber : Perancangan Kapasitas Produksi Dengan Menggunakan Metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP) Terhadap Donat Di UD. Ali Bakri Sukabumi, Sodikin, [2012]
42
Contoh format dari master production schedule 1 induk produk menurut Biegel [1999] yaitu: Tabel 2.9 Contoh Format dari MPS 1 Induk Produk
Periode
Rencana Produksi Ramalan Waktu Waktu Permintaan Kerja Kerja Biasa Lembur Persediaan
Rencana Persediaan Akhir
Total Sumber : Pengendalian Produksi Suatu Pendekatan Kuantitatif, Biegel., [1999]
Adapun cara pengisian format MPS 1 induk produk menurut Biegel [1999] :
Rencana Persediaan Akhir = Waktu Kerja Biasa + Waktu Kerja Lembur + Rencana Persediaan Akhir
−
Ramalan Permintaan ……………………………………………………………………….(2.30) Dimana waktu kerja biasa, waktu kerja lembur, dan ramalan permintaan diperoleh dari hasil perencanaan produksi agregat.
43