7 BAB II STUDI LITERATUR II.1. Penganggaran Pembangunan melalui Pagu Anggaran. Dalam GBHN disebutkan bahwa pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah. Pembangunan tersebut harus dilaksanakan secara serasi dan terpadu antar sektor maupun antara pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air. Berhubungan dengan hal tersebut maka Pemerintah Daerah Propinsi menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi guna merencanakan pembangunan. Penyusunan anggaran tersebut harus ditata dalam suatu sistem anggaran yang mampu meningkatkan penyelenggaraan daerah, baik tugas umum pemerintahan maupun tugas pembangunan. Salah satu sistem anggaran yang dipakai oleh pemerintah daerah adalah pagu anggaran. Aspek pagu anggaran merupakan suatu hal yang legal bagi administrasi negara dalam hal penganggaran pembangunan. Pagu anggaran merupakan batas tertinggi yang ditetapkan pemerintah dalam pengganggaran pembangunan yang diajukan oleh satuan kerja melalui DIP/PO/DASK/RKAP/dokumen lain yang dipersamakan. Di dalam Keputusan Presiden No.80 tahun 2003 pada Lampiran I Bab I yang mengatur tentang persiapan pengadaan barang/jasa pemerintah termasuk didalamnya pembangunan bangunan gedung negara, Pasal A.3 dijelaskan bahwa dalam menyusun rencana biaya pekerjaan/kegiatan, pengguna barang/jasa dalam membuat rincian biaya pekerjaan tidak melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran. II.2.
Definisi dan Klasifikasi Bangunan Gedung
Menurut UURI No. 28/2002, bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
8 berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Dalam UU tersebut, bangunan gedung diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.1 berikut:
Gambar II.1. Klasifikasi Bangunan Gedung Berdasarkan UURI No. 28/2002 Sedangkan, klasifikasi bangunan gedung negara diatur dalam Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002. Berdasarkan Kepmen tersebut, bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan atau APBD, dan atau sumber pembiayaan lainnya, antara lain seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara. Bangunan gedung negara diklasifikasikan pada Tabel II.1 berikut: Tabel II.1. Klasifikasi Bangunan Gedung Negara (KepMen No.332/2002) Kelas
Penggunaan Bangunan
Sederhana
• Gedung kantor yang sudah ada desain prototipenya, atau bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai sampai dengan 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2 ; • Bangunan rumah dinas tipe C,D, dan E yang tidak bertingkat ; • Gedung pelayanan kesehatan, puskesmas ; • Gedung pendidikan tingkat dasar dan atau lanjutan dengan jumlah lantai sampai dengan 2 lantai.
9 Kelas
Tidak Sederhana
Khusus
Penggunaan Bangunan • Gedung kantor yang belum ada desain prototipenya atau bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai di atas 2 lantai dengan luas di atas 500 m2 ; • Bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C,D, dan E yang bertingkat ; • Gedung Rumah Sakit Klas A,B,C dan D ; • Gedung Pendidikan tinggi; universitas/akademi; atau gedung pendidikan dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai. • Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden; • Wisma negara ; • Gedung instalasi nuklir ; • Gedung laboratorium ; • Gedung terminal udara/laut/darat, dll
II.3. Pembiayaan Pembangunan Bangunan Gedung Negara Kepmen Kimpraswil No. 332/KPTS/M/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara
mengatur khusus
mengenai pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara yaitu terdapat dalam Bab IV. Anggaran biaya pembangunan bangunan gedung negara ialah anggaran yang tersedia dalam Dokumen Pembiayaan yang berupa Daftar Isian Proyek (DIP)/DIP Suplemen, atau Rencana Anggaran lainnya, yang terdiri atas : •
Komponen biaya konstruksi fisik, yaitu besarnya biaya yang dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan konstruksi fisik bangunan gedung negara yang dilaksanakan oleh pemborong secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung.
•
Komponen biaya manajemen/pengawasan konstruksi, yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan gedung negara, yang dilakukan oleh konsultan manajemen konstruksi secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung.
•
Komponen
biaya
perencanaan
konstruksi,
Yaitu
besarnya
biaya
maksimum yang dapat digunakan untuk membiayai perencanaan bangunan gedung negara, yang dilakukan oleh konsultan perencana secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan
10 langsung. Besarnya biaya perencanaan dihitung berdasarkan nilai total keseluruhan bangunan. •
Komponen biaya pengelolaan proyek, yaitu besarnya biaya maksimum yang dapat digunakan untuk membiayai pengawasan pembangunan bangunan gedung negara, yang dilakukan oleh konsultan pengawas secara kontraktual dari hasil pelelangan, penunjukan langsung, atau pemilihan langsung.
Pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara digolongkan pembiayaan pembangunan untuk pekerjaan standar (yang ada standar harga satuan tertingginya) dan pembiayaan pembangunan untuk pekerjaan non-standar (yang belum tersedia standar harga satuan tertingginya). Standar Harga Satuan Tertinggi merupakan biaya per-m2 konstruksi fisik maksimum untuk pembangunan bangunan gedung negara, khususnya untuk pekerjaan standar bangunan gedung negara, yang meliputi pekerjaan struktur, arsitektur, finishing dan utilitas bangunan gedung negara. Sedangkan bagi pekerjaan Non Standar ada perhitungan biayanya tersendiri. Berikut komponen pekerjaan standar bangunan gedung negara untuk klasifikasi bangunan sederhana menurut KepMen Kimpraswil No.332/2002 : Tabel II.2. Komponen Pekerjaan Standar Bangunan Gedung Negara (KepMen No.332/2002) No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen Pekerjaan Pondasi Struktur Lantai Dinding Plafond Atap Utilitas Finishing
% Komponen Pekerjaan BGN 5% - 10% 25% - 35% 5% - 10% 7% - 10% 6% - 8% 8% - 10% 5% - 8% 10% - 15%
Dari Tabel II.2 di atas, hanya dijelaskan tentang komponen pekerjaan standar beserta prosentasenya saja. Untuk komponen pekerjaan pada level berikutnya tidak dijelaskan lebih lanjut. Dalam KepMen 332 ini, pekerjaan standar BGN hanya dibatasi ke dalam persyaratan bahan dan persyaratan struktur bangunan.
11 Berikut persyaratan bahan dan struktur bangunan yang terdapat dalam KepMen No.332/2002 tersebut : Tabel II.3. Persyaratan Bahan Bangunan dan Struktur Bangunan Gedung Negara (KepMen No.332/2002) No. 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Persyaratan Bahan Bangunan Bahan Penutup lantai Bahan Dinding Luar Bahan Dinding Dalam Bahan Penutup Plafond Bahan Penutup Atap Bahan Kusen dan Daun Pintu Persyaratan Struktur Bangunan Pondasi Struktur Lantai (bertingkat) Kolom Balok Rangka Atap Kemiringan Atap
Keramik, vinil, tegel PC Bata, batako diplester dan dicat, kaca dengan rangka kayu aluminium Bata, batako diplester dan dicat, kaca, partisi kayu lapis Kayu klas II, aluminium, gypsum Genteng, asbes, seng, sirap Kayu klas II dicat/aluminium Batu belah, kayu, beton bertulang K-200* Beton bertulang K-200, baja, Kayu klas kuat II** Beton bertulang K-200, baja, Kayu klas kuat II** Beton bertulang K-200, baja, Kayu klas kuat II** Kayu Klas kuat II, baja Genteng min. 300, sirap min. 22.50, Seng min.150
Catatan * = disesuaikan dengan kondisi tanah/lahan, beban yang dipikulnya. ** = disesuaikan dengan kemajuan teknologi bahan bangunan, khususnya sumber daya setempat dengan tetap mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya. Standar Harga Satuan Tertinggi pembangunan bangunan gedung negara ditetapkan secara berkala untuk setiap Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota setempat. Standar Harga Satuan Tertinggi ditetapkan untuk biaya pelaksanaan konstruksi fisik per m2 pembangunan bangunan gedung negara dan diberlakukan sesuai dengan klasifikasi, lokasi, dan tahun pembangunannya. Untuk mengetahui total biaya konstruksi fisik pekerjaan standar, harga satuan per m2 tersebut dikalikan dengan luas bangunan. Standar Harga Satuan Tertinggi pembangunan bangunan gedung negara ini ditetapkan untuk biaya konstruksi fisik bangunan gedung negara, bukan harga keseluruhan
bangunan
gedung
negara.
Biaya-biaya
perencanaan,
pengawasan/manajemen konstruksi, dan biaya pengelolaan proyek yang bersangkutan, dihitung secara terpisah setelah didapatkan total biaya konstruksi fisik (harga satuan tertinggi per m2 dikalikan luas bangunan) dengan menggunakan prosentase atau tabel yang tercantum dalam Kepmen No.332 tahun 2002, seperti yang terlihat pada Tabel II.4, Tabel II.5, dan Tabel II.6 berikut :
12 Tabel II.4. Prosentase Komponen Biaya Pembangunan untuk Bangunan Sederhana BIAYA KONSTRUKSI FISIK (JUTA RUPIAH) KOMPONEN KEGIATAN 1 1. PERENCANAAN KONSTRUKSI (dalam %) 2. PENGAWASAN KONSTRUKSI (dalam %) 3. PENGELOLAAN PROYEK (dalam %)
s/d 100 2 8,23
5,35
1,75
100 s/d 250
250 s/d 500
500 s/d 1.000
1.000 s/d 2.000
2.000 s/d 5.000
5.000 s/d 10.000
10.000 s/d 20.000
20.000 s/d 50.000
3 8,23 s/d 6,83 5,35 s/d 4,62 1,75 s/d 1,45
4 6,83 s/d 5,63 4,62 s/d 3,90 1,45 s/d 1,16
5 5,63 s/d 4,65 3,90 s/d 3,27 1,16 s/d 0,86
6 4,65 s/d 3,90 3,27 s/d 2,73 0,86 s/d 0,65
7 3,90 s/d 3,28 2,73 s/d 2,27 0,65 s/d 0,50
8 3,28 s/d 2,82 2,27 s/d 1,92 0,50 s/d 0,37
9 2,82 s/d 2,44 1,92 s/d 1,65 0,37 s/d 0,28
10 2,44 s/d 2,16 1,65 s/d 1,43 0,28 s/d 0,21
50.000 100.000 200.000 s/d s/d s/d 100.000 200.000 500.000 11 2,16 s/d 1,94 1,43 s/d 1,26 0,21 s/d 0,18
12 1,94 s/d 1,80 1,26 s/d 1,18 0,18 s/d 0,14
13 1,80 s/d 1,72 1,18 s/d 1,14 0,14 s/d 1,14
Sumber : Kepmen Kimpraswil 332/KPTS/M/2002
Tabel II.5. Tabel Prosentase Komponen Biaya Pembangunan untuk Bangunan Tidak Sederhana BIAYA KONSTRUKSI FISIK (JUTA RUPIAH) KOMPONEN KEGIATAN 1 1. PERENCANAAN KONSTRUKSI (dalam %) 2. MANAJEMEN KONSTRUKSI (dalam %) atau PENGAWASAN KONSTRUKSI (dalam %) 3. PENGELOLAAN PROYEK (dalam %)
s/d 100 2 9,00
7,25
6,00
1,90
100 s/d 250
250 s/d 500
500 s/d 1.000
1.000 s/d 2.000
2.000 s/d 5.000
5.000 s/d 10.000
10.000 s/d 20.000
20.000 s/d 50.000
50.000 s/d 100.000
100.000 s/d 200.000
200.000 s/d 500.000
3 9,00 s/d 7,55 7,25 s/d 6,20
4 7,55 s/d 6,35 6,20 s/d 5,25
5 6,35 s/d 5,37 5,25 s/d 4,50
6 5,37 s/d 4,55 4,50 s/d 3,80
7 4,55 s/d 3,92 3,80 s/d 3,25
8 3,92 s/d 3,42 3,25 s/d 2,80
9 3,42 s/d 3,02 2,80 s/d 2,48
10 3,02 s/d 2,72 2,48 s/d 2,19
11 2,72 s/d 2,50 2,19 s/d 2,00
12 2,50 s/d 2,32 2,00 s/d 1,89
13 2,32 s/d 2,25 1,89 s/d 1,84
6,00 s/d 5,20 1,90 s/d 1,50
5,20 s/d 4,45 1,50 s/d 1,20
4,45 s/d 3,80 1,20 s/d 0,90
3,80 s/d 3,20 0,90 s/d 0,68
3,20 s/d 2,70 0,68 s/d 0,53
2,70 s/d 2,30 0,53 s/d 0,40
2,30 s/d 2,00 0,40 s/d 0,30
2,00 s/d 1,78 0,30 s/d 0,23
1,78 s/d 1,60 0,23 s/d 0,19
1,60 s/d 1,50 0,19 s/d 0,17
1,50 s/d 1,45 0,17 s/d 0,15
Sumber : Kepmen Kimpraswil 332/KPTS/M/2002
Tabel II.6. Tabel Prosentase Komponen Biaya pembangunan untuk Bangunan Khusus BIAYA KONSTRUKSI FISIK (JUTA RUPIAH) KOMPONEN KEGIATAN 1 1. PERENCANAAN KONSTRUKSI (dalam %) 2. PENGAWASAN KONSTRUKSI (dalam %) 3. PENGELOLAAN PROYEK (dalam %)
s/d 100 2 9,75
7,95
1,90
100 s/d 250
250 s/d 500
500 s/d 1.000
1.000 s/d 2.000
2.000 s/d 5.000
5.000 s/d 10.000
10.000 s/d 20.000
20.000 s/d 50.000
3 9,75 s/d 8,20 7,95 s/d 6,68 1,90 s/d 1,50
4 8,20 s/d 6,89 6,68 s/d 5,70 1,44 s/d 1,20
5 6,89 s/d 5,85 5,70 s/d 4,87 1,18 s/d 0,90
6 5,85 s/d 5,00 4,87 s/d 4,15 0,86 s/d 0,68
7 5,00 s/d 4,35 4,15 s/d 3,60 0,80 s/d 0,53
8 4,35 s/d 3,85 3,60 s/d 3,10 0,55 s/d 0,40
9 3,85 s/d 3,45 3,10 s/d 2,77 0,43 s/d 0,30
10 3,45 s/d 3,10 2,77 s/d 2,49 0,34 s/d 0,23
50.000 100.000 200.000 s/d s/d s/d 100.000 200.000 500.000 11 3,10 s/d 2,90 2,49 s/d 2,30 0,26 s/d 0,19
12 2,90 s/d 2,75 2,30 s/d 2,17 0,21 s/d 0,17
13 2,75 s/d 2,70 2,17 s/d 2,12 0,17 s/d 0,15
Sumber : Kepmen Kimpraswil 332/KPTS/M/2002
Untuk pekerjaan non standar bangunan gedung negara, besarnya biaya untuk pekerjaan tersebut dihitung berdasarkan rincian volume kebutuhan nyata dan harga pasar yang wajar serta pajak-pajak yang berlaku, dengan terlebih dahulu
13 berkonsultasi dengan instansi teknis setempat (Dinas Bangunan). Besarnya perencanaan,
manajemen
konstruksi/pengawasan
non
standar,
dihitung
berdasarkan billing rate dengan ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Bupati/Walikota setempat. Adapun besarnya biaya tertinggi pekerjaan non standar maksimum sebesar 250% dari pekerjaan standar dalam hal penyusunan anggaran. Komponen pekerjaan yang termasuk non standar adalah pekerjaan khusus kelengkapan bangunan seperti peralatan lift, peralatan tata udara, generator, pompa listrik, peralatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pencegahan dan penanggulangan bahaya serangga dan jamur, peralatan telepon/PABX, peralatan penangkal petir khusus, perabotan, fasilitas penyandang cacat, dan lainlain. II.4. Estimasi Penganggaran menurut Kepmen No.332/2002 Pada proses estimasi penganggaran menurut Kepmen Kimpraswil No.332/2002 setidaknya ada dua pihak yang terlibat. Pihak tersebut adalah Pemegang Mata Anggaran yang membutuhkan bangunan gedung dan Pemerintah Kabupaten/Kota tempat bangunan gedung tersebut akan dibangun. Pemegang Mata Anggaran (PMA) adalah instansi yang menyelenggarakan pembangunan bangunan gedung negara untuk keperluan dinas, sebagai instansi yang mempunyai program dan pembiayaan pembangunan, baik berupa instansi pusat, instansi daerah, maupun badan usaha, yaitu : 1) Instansi Pusat meliputi Departemen, Kantor Menteri Negara, Lembaga Tinggi/ Tertinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen; 2) Instansi Daerah meliputi instansi-instansi di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi, Lembaga Legislatif Daerah Provinsi, serta Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Lembaga Legislatif Daerah Kabupaten/Kota; 3) Badan Usaha meliputi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pemegang Mata Anggaran bertanggung jawab untuk menyusun program dan kebutuhan biaya pembangunan yang diperlukan, melaksanakan pembangunan,
14 mengendalikan pembangunan, memanfaatkan, dan memelihara, serta merawat bangunan yang telah selesai. Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan adalah merupakan tahap awal proses penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara, yang merupakan kegiatan menentukan program kebutuhan ruang dan fasilitas bangunan yang diperlukan sesuai dengan fungsi dan tugas pekerjaan dari instansi yang bersangkutan, serta penyusunan kebutuhan biaya pembangunannya. Penyusunan program dan pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara disusun oleh instansi yang memerlukan bangunan gedung negara, yaitu Pemegang Mata Anggaran. Penyusunan program kebutuhan dan pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara dilakukan dengan: •
menentukan kebutuhan luas ruang bangunan yang akan dibangun, antara lain:
ruang
kerja,
ruang
sirkulasi,
ruang
penyimpanan,
ruang
mekanikal/elektrikal, ruang pertemuan, dan ruang-ruang lainnya yang disusun sesuai kebutuhan dan fungsi bangunan gedung. •
menentukan kebutuhan prasarana dan sarana bangunan gedung, antara lain: kebutuhan parkir, sarana penyelamatan, utilitas bangunan, sarana transportasi, jalan masuk dan keluar, aksesibilitas bagi penyandang cacat, drainase dan pembuangan limbah, serta prasarana dan sarana lainnya sesuai dengan kebutuhan dan fungsi bangunan gedung.
•
menentukan kebutuhan lahan bangunan.
•
menyusun jadwal pelaksanaan pembangunan.
Penyusunan program kebutuhan dilakukan dengan mengikuti pedoman, standar, dan petunjuk teknis pembangunan bangunan gedung negara yang berlaku. Penyusunan program kebutuhan bangunan gedung negara yang belum ada disain prototipenya dan luasnya bangunannya di atas 1.500 m2, dapat menggunakan jasa konsultan ahli, sebagai pekerjaan non-standar. Berdasarkan program kebutuhan yang telah ditetapkan, selanjutnya disusun kebutuhan
pembiayaan
pembangunan
bersangkutan, yang terdiri atas:
bangunan
gedung
negara
yang
15 1) biaya pelaksanaan konstruksi fisik, 2) biaya perencanaan konstruksi, 3) biaya manajemen konstruksi atau pengawasan konstruksi, dan 4) biaya pengelolaan proyek. Penyusunan pembiayaan bangunan gedung negara didasarkan pada standar harga per-m2 tertinggi bangunan gedung negara yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II tempat bangunan gedung akan dibangun. Untuk penyusunan program dan pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara yang belum ada standar harganya atau memerlukan penilaian khusus, harus dikonsultasikan kepada Instansi Teknis setempat. Dari keempat komponen biaya di atas, diperoleh estimasi biaya total keseluruhan konstruksi bangunan gedung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar II.2 berikut :
Gambar II.2. Proses Estimasi Biaya Penganggaran menurut Kepmen Kimpraswil No.332/2002
16 II.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Pembangunan Kondisi ekonomi, geografis dan tersedianya sumber daya suatu daerah dan daerah lainnya menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan fisik dan non fisik dari suatu daerah terhadap daerah lainnya. Hal yang demikian menyebabkan juga perbedaan besarnya biaya pembangunan bangunan gedung negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya biaya pembangunan antara lain : 1. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi ini merupakan faktor yang tidak pasti dalam mengestimasi suatu
biaya
konstruksi,
karena
perilaku
dan
kecenderungan
serta
pertumbuhannya tidak dapat diramalkan secara pasti. Penyebabnya terkait dengan perkembangan ekonomi global, serta kondisi kesejahteraan suatu negara. Tolak ukur dari perkembangan ekonomi suatu negara/wilayah antara lain dapat dilihat dari perkembangan PDB (Produk Domestik Bruto) atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) serta laju inflasi. 2. Faktor Lokasi. Kondisi georafis dari suatu lokasi secara langsung akan mempengaruhi desain bangunan mulai dari pondasi, dinding, lantai maupun atap, baik konstruksi maupun finishingnya. Hal tersebut menyebabkan biaya pembangunan yang dibutuhkan menjadi tinggi atau rendah. Makin sederhana desain bangunan yang sesuai dengan kondisi lokasi, makin rendah
biaya
pembangunannya,
sebaliknya
untuk
lokasi-lokasi
yang
memerlukan desain dengan penyelesaian khusus terhadap kondisi lokasi akan menyebabkan biaya pembangunan tinggi. 3. Faktor Sumber daya. Tersedianya sumber daya yang dibutuhkan dalam pembangunan bangunan pada suatu daerah, baik sumber daya bahan bangunan maupun tenaga kerja akan menyebabkan tinggi rendahnya biaya pembangunan. Suatu daerah yang kaya akan sumber daya bahan bangunan maupun tenaga kerja akan memberikan kemudahan dibanding dengan daerah yang kondisinya sulit atau sedikit sumber dayanya. Tingkat kemudahan tersebut akan mempengaruhi biaya tambahan untuk mendatangkan sumber daya sehingga akan mempertinggi biaya pembangunan.
17 4. Faktor Transportasi dan lain-lain. Faktor transportasi dipengaruhi langsung oleh sarana dan prasarana transportasi yang ada baik transportasi darat, laut, sungai maupun udara. Makin sulit suatu daerah dijangkau maka biaya pembangunan akan semakin tinggi. Sebagai ilustrasi, daerah kepulauan yang mendatangkan bahan bangunan dan tenaga kerja dari daerah lain akan memerlukan biaya pembangunan yang lebih tinggi, demikian pula daerah perbukitan, pegunungan yang belum ada sarana transportasinya diperlukan angkutan pesawat udara atau kuda. II.6. Proses Penyusunan Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Ada beberapa tahapan dalam penyusunan harga satuan tertinggi bangunan gedung negara (Dep.PU Cipta Karya, 1998), antara lain : 1. Tahap Penyusunan Model Desain Teknis (Technical Design Model);
Model desain teknis merupakan gabungan model bangunan dari berbagai desain yang mewakili berbagai kondisi bangunan di lapangan. Penyusunan model teknis bangunan gedung dilakukan hanya sekali untuk seluruh proses perhitungan harga satuan baik untuk tahun yang bersangkutan dan seterusnya. Untuk dapat menyusun model teknis bangunan gedung yang akan dibangun di daerah yang bersangkutan, dilakukan pendataan teknis bangunan gedung di daerah tersebut. Data teknis bangunan gedung meliputi data penggunaan bahan/komponen bangunan, jenis konstruksi, produktivitas penyelenggara pembangunan dan lain-lain. Berbagai alternatif data teknis tersebut diambil rata-rata volume bahan bangunan dan upah kerja per-m2 bangunan dan kemudian disusun model teknis bangunan gedung yang secara umum dapat mewakili seluruh bangunan gedung di Indonesia dengan beberapa alternatif baik dari segi bentuk arsitektur maupun segi desain (akibat bentuk site). Volume bahan dan upah kerja per m2 bangunan inilah yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung harga satuan per m2 bangunan gedung. Untuk bangunan Gedung Kantor, dengan cara mengambil beberapa desain gedung kantor pemerintah yang pernah dilaksanakan dari berbagai jumlah lantai, mulai dari gedung berlantai 1 sampai dengan gedung multi lantai.
18
2. Tahap Pengumpulan Data Harga Bahan Bangunan dan Upah Kerja;
Harga atau biaya pembangunan suatu bangunan terdiri atas dua biaya pokok yaitu : biaya bahan bangunan dan biaya untuk upah kerja. Untuk itu perlu diadakan pendataan/survei harga bahan bangunan dan upah kerja di daerah yang bersangkutan. Pendataan harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja dilakukan
secara
periodik
setiap
triwulan
untuk
mengetahui
trend
kenaikan/fluktuasi perubahan harga bahan bangunan dan upah kerja. Kebijakan (policy) untuk menyempurnakan harga satuan dipandang perlu jika harga satuan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan harga bahan dan upah kerja di lapangan. Oleh sebab itu harga satuan bangunan gedung negara perlu ditinjau/ditetapkan secara berkala pada masing-masing lokasi. 3. Proses Perhitungan Harga Satuan dan cara penetapan Harga Satuan;
Dari model teknis gedung kantor pemerintah didapat volume bahan dan upah kerja (bill of quantity) dari tiap m2 bangunan. Dengan memasukkan data harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja dari hasil pendataan pada waktu tertentu (data entry), data tersebut dapat diproses dengan menggunakan program komputer. Setiap data harga bahan bangunan dan upah kerja yang masuk tiap triwulan langsung diproses perhitungannya dengan komputer untuk mengetahui harga per m2 bangunan gedung pemerintah pada waktu yang bersangkutan. Dari hasil perhitungan ini bisa dibandingkan dengan hasil perhitungan pendataan triwulan sebelumnya untuk mengetahui prosentase kenaikan biaya pembangunan dalam waktu satu tahun. Hasil perhitungan harga per m2 bangunan gedung pemerintah ini dipakai sebagai usulan untuk penetapan harga satuan per m2 bangunan gedung kantor pemerintah untuk tahun berikutnya. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, serta berdasar Surat Edaran Bersama Departemen Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor : S – 1047/ A / 2000, 1202/D.II/03/2000 mulai tahun anggaran 2000 penyusunan Harga Satuan
19 Bangunan Gedung Negara serta Keputusan Presiden Nomor: 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN pada pasal 14 ayat 4 butir d yang menyatakan bahwa Harga Satuan Pembangunan Bangunan dilimpahkan penuh kepada Pemerintah Kabupaten /Kota berdasarkan spesifikasi teknis yang diterbitkan oleh instansi teknis setempat (Dinas Bangunan). Hal tersebut berimplikasi pada penyediaan harga satuan beserta seluruh proses yang mendahului (pendataan dan pengolahan) maupun proses ikutannya (penerbitan harga satuan pekerjaan). Tabel II.7. berikut adalah contoh perhitungan Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah Kota Jakarta Selatan tahun 2003 untuk gedung tidak bertingkat : Tabel II.7. Perhitungan HST BGN Pemda Jakarta Selatan No
KEBUTUHAN
Satuan
Harga
Volume
Jumlah
KEBUTUHAN BAHAN DAN UPAH BAHAN A
BAHAN PASANGAN Pasir beton
m3
100,000
0.1278
12,780.00
Pasir pasang
m3
90,000
0.2781
25,029.00
Pasir urug
m3
70,000
0.1121
7,847.00
Semen PC (50 kg)
zak
29,000
2.3285
67,526.50
Kerikil beton uk 2/3 cm
m3
100,000
0.2028
20,280.00
Kerikil koral
m3
90,000
0.0050
450.00
m3
90,000
0.2150
19,350.00
m2
30,000
1.0395
31,185.00
Batu bata
bh
200
99.3850
19,877.00
BAHAN PENUTUP LANGITLANGIT Kayu lapis 4 mm 120x240
bh
33,000
0.8803
29,049.90
Bubungan genteng plentong
bh
3,500
0.8803
3,081.05
Genteng plentong
bh
500
30.0390
15,019.50
Seng datar BJLS 0,3
m
17,000
0.0185
314.50 311,400.00
B
BAHAN PASANGAN
C
BAHAN LANTAI
Batu kali/ batu belah/ batu gunung Keramik 30x30 D E
F
G
BAHAN DINDING
BAHAN PENUTUP ATAP
BAHAN KAYU Kayu balok klas II (kamper banjar)
m3
2,000,000
0.1557
Kayu papan klas II (kamper banjar)
m
2,800,000
0.0013
3,640.00
Kayu papan klas III (kamper medan)
m
1,500,000
0.0495
74,250.00
Kayu papan klas IV (borneo super)
m
1,500,000
0.0014
2,100.00
20 No
KEBUTUHAN
Satuan
Kayu lapis 4 mm 8"x4" H
J
K
Volume
Jumlah
lbr
30,000
0.1349
4,047.00
kg
3,100
24.9228
77,260.68
BAHAN BESI Besi beton polos dia. 10 mm
I
Harga
Kawat beton
kg
7,500
1.2712
9,534.00
Paku 3-7 cm
kg
7,000
0.2476
1,733.20
BAHAN SANITAIR DAN SALURAN AIR Bak reservoir fibre glass kap 1000 ltr
bh
825,000
0.0036
2,970.00
Buis beton 1/2 dia 20 cm
bh
6,000
0.1132
679.20
Pipa PVC dia 1/2" MASPION
m
1,947
0.0143
27.84
Pipa PVC dia 3/4" MASPION
m
2,343
0.0286
67.01
Pipa PVC dia 2" MASPION
m
45,225
0.0430
1,944.68
Pipa PVC dia 4" MASPION
m
36,000
0.0358
1,288.80
Kloset duduk keramik INA
bh
900,000
0.0012
1,080.00
Kloset jongkok keramik standar putih Toto Urinoar keramik standar toto
bh
193,000
0.0072
1,389.60
bh
815,000
0.0072
5,868.00
Wastafel gantung keramik INA
bh
107,500
0.0012
129.00
BAHAN FINISHING Cat dinding
kg
22,000
0.5346
11,761.20
Cat kayu
kg
23,000
0.3680
8,464.00
m2
65,000
0.0376
2,444.00
Mandor
org
43,330
0.2976
12,895.01
Kepala tukang
org
37,140
0.2015
7,483.71
BAHAN LAIN-LAIN Kaca bening 5 mm UPAH
Tukang batu
org
30,950
0.5053
15,639.04
Laden tukang batu
org
24,760
0.4043
10,010.47
Tukang besi
org
30,950
0.4763
14,741.49
Laden tukang besi
org
24,760
0.3402
8,423.35
Tukang kayu
org
30,950
1.5298
47,347.31
Laden tukang kayu
org
24,760
0.3718
9,205.77
Tukang cat
org
30,950
0.4118
12,745.21
Laden tukang cat
org
24,760
0.2314
5,729.46
Tukang bongkar
org
24,760
0.1270
3,144.52
Tukang gali dan urug
org
30,950
1.1271
34,883.75
Total Bahan dan Upah
956,116.73
Jasa Kontraktor + Overhead (10 % Total Bahan dan Upah)
95,611.67
PPh Pasal 21 dan 23 (2% dari Total Bahan & Upah)
19,122.33
PPn (10% dari Total Bahan & Upah)
95,611.67
Tingkat Inflasi ( 5 % Bahan )
38,693.38
2
Total Biaya Konstruksi Fisik Bangunan Sederhana per m
1,205,155.80
21 II.7. Inferensi Statistik Dalam Pengembangan Model Jika kita telah mengetahui (atau mengasumsikan) fungsi distribusi dari suatu variabel acak dan nilai dari parameter-parameternya, maka probabilitas yang berkaitan dengan peristiwa yang didefinisikan oleh nilai-nilai dari variabel acak tersebut dapat dihitung. Probabilitas yang dihitung merupakan fungsi dari nilainilai parameter, di samping bentuk distribusi yang diasumsikan. Mengenai penentuan dari parameter-parameter, seperti misalnya nilai purata µ dan varians σ2 diambil berdasarkan data pengamatan. Misalnya, dalam menentukan kecepatan angin maksimum untuk perancangan bangunan tinggi, catatan sebelumnya dari kecepatan angin yang diukur pada atau di dekat lokasi bangunan merupakan hal yang penting. Berdasarkan data pengamatan tersebut, informasi mengenai distribusi dari probabilitas dapat disimpulkan, dan parameter-parameternya dihitung secara statistik. Data statistik menyajikan informasi darimana model probabilitas dan parameter bersangkutan yang diperlukan dalam desain rekayasa, dapat dikembangkan atau dihitung. Apabila fungsi distribusi dan nilai parameter tidak diketahui dari suatu variabel acak (random variable), maka data-data hasil pengamatan harus dikumpulkan secara kontinu sehingga data tersebut dapat menyajikan informasi. Teknik-teknik dalam menurunkan informasi probabilitas dan untuk mengestimasi nilai-nilai dari parameter dari data pengamatan yang dikumpulkan disebut Metode Inferensi Statistik. Metode inferensi statistik ini menyajikan hubungan antara kenyataan dan model probabilitas yang ditentukan dalam analisis probabilitas. Peranan inferensi statistik dalam proses pengambilan keputusan secara sistematis ditunjukkan pada Gambar II.3 berikut :
22
Kenyataan
Pengumpulan data
Penaksiran parameter, pemilihan distribusi
Inferensi statistik
Perhitungan probabilitas (penggunaan distribusi yang digambarkan dan parameter yang ditaksir)
Informasi untuk pengambilan keputusan dan rancangan
Gambar II.3. Peranan Inferensi Statistik dalam proses pengambilan keputusan Meskipun fungsi distribusi dan parameter-parameternya diketahui, kita belum dapat meramalkan dengan penuh kepastian terjadinya peristiwa tertentu. Hal ini disebabkan oleh keacakan yang inheren dari fenomena alami dan ketidaktepatan dalam penaksiran parameter dan memilih distribusi. II.8. Pendekatan Klasik Terhadap Penaksiran Parameter Penaksiran (estimasi) klasik terhadap parameter-parameter dibagi atas penaksiran titik (point) dan selang (interval). Penaksiran tidak berurusan dengan perhitungan suatu bilangan tunggal dari suatu kumpulan data pengamatan untuk menyatakan parameter dari populasi yang mendasarinya. Penaksiran selang melangkah lebih lanjut dengan penetapan suatu pernyataan keyakinan dalam besaran yang ditaksir.
23 II.8.1. Sampling Acak dan Penaksiran Titik Metode yang dapat dipakai untuk menaksir parameter dari suatu variabel acak : •
Metode momen (method of moments)
•
Metode kecenderungan maksimum (method of maximum likelihood)
Sifat-sifat yang diinginkan dari suatu penaksir titik : • Tidak bias, maksudnya nilai ekspektasi dari suatu penaksir mendekati nilai parameternya, • Konsistensi, yaitu dengan jumlah data (n) mendekati ∞, penaksir mendekati nilai parameter, • Efesiensi, jika variansnya semakin kecil lebih efisien, • Kecukupan (sufficiency), jika penaksir memanfaatkan semua informasi dalam sampel yang penting untuk melakukan penaksiran parameter. Namun pada kenyatannya, dalam melakukan penaksiran, sifat-sifat tersebut tidak seluruhnya dipenuhi. II.8.2. Penaksiran Selang Dari Nilai Purata Taksiran titik dari nilai purata dan varians tidak memberikan informasi mengenai derajat ketepatan. Oleh karena itu, selang pada nilai suatu parameter itu berada sering digunakan untuk melengkapi taksiran titik. Selang-selang tersebut disebut selang keyakinan (confidence interval) dan metode taksirannya adalah penaksiran selang (interval estimation). Sampel acak berukuran n, nilai-nilai x1, x2,…, xn, masing-masing dapat dianggap sebagai nilai-nilai sampel dari sehimpunan variabel acak bebas X1, X2, …, Xn. Fungsi-fungsi kerapatan dari X1, X2, …, Xn masing-masing adalah sama dengan fungsi dari populasi X; yakni:
fX1 ( x1) = fX2 ( x2 ) =... = fXn ( xn ) = fX ( x) Dengan demikian, purata sampel juga merupakan suatu variabel acak :
X=
1 n ∑ Xi n i =1
24 Nilai Ekspetasinya adalah : E(X ) =
Sehingga :
⎛1 n ⎞ 1 n E( X ) = E ⎜ ∑ X i ⎟ = ∑ E( X i ) ⎝ n i =1 ⎠ n i =1
1 • nμ = μ n
Karena X adalah variabel acak, maka X juga memiliki varians ⎛1 n ⎞ 1 ⎛ n ⎞ var ( X ) = var ⎜ ∑ X i ⎟ = 2 var ⎜ ∑ X i ⎟ ⎝ n i =1 ⎠ n ⎝ i =1 ⎠
Dimana X1, X2, …, Xn adalah bebas secara statistik (dalam sampling acak), hingga:
var ( X ) =
1 σ2 ⎛ n ⎞ 1 2 = = X n σ var ( ) ⎜ ∑ i ⎟ n2 n2 n ⎝ i =1 ⎠
Bila varians dari populasi diketahui, maka pernyataan probabilitas untuk variabel acak ( X − μ ) / (σ / n ) yang berada dalam suatu selang tertentu, adalah :
σ σ ⎞ ⎛ < μ ≤ x + kα / 2 P ⎜ x − kα / 2 ⎟ = 1−α n n⎠ ⎝
Kerapatan
Luas=a/2 -ka/2
Luas = 1 - α
Luas=a/2 X −μ
ka/2
σ
(
Gambar II.4. Fungsi Kerapatan dari ( X − μ ) / σ / n
)
n
25 Bila tidak ada pengetahuan sebelumnya tentang varians populasi, selang keyakinan yang eksak untuk μ dapat ditentukan jika populasi yang mendasarinya merupakan distribusi Gauss. Dalam hal ini, diperlukan distribusi probabilitas dari
( X − μ) / ( S / n) . Ini dapat dibuktikan (misalnya, Freund, 1962) bahwa ia memiliki
distribusi t (atau distribusi t dari Student) dengan (n-1) derajat kebebasan, yang fungsi kerapatannya adalah: Γ ⎡( f + 1) / 2 ⎦⎤ ⎛ t 2 ⎞ fT ( t ) = ⎣ ⎜1 + ⎟ f ⎠ π f Γ ( f / 2) ⎝
− (1/ 2)( f +1)
−∞ < t < ∞
Dimana f adalah derajat kebebasan (degree of freedom). Dengan demikian atas dasar ini kita dapat membentuk pernyataan probabilitas yang berikut untuk random variabel
( X − μ ) / (S / n )
adalah :
x −μ ⎛ ⎞ P ⎜ −tα / 2, n −1 < ≤ tα / 2,n −1 ⎟ = 1 − α S/ n ⎝ ⎠
fT(t)
Luas=α/2 -ta/2,f
Luas=α/2
Luas = 1 - α
ta/2,f
t
Gambar II.5. Selang Keyakinan (1- α) dalam distribusi t Selang yang dijelaskan sebelumnya adalah selang keyakinan dua arah karena mencakup batas atas dan bawah nilai purata. Dalam prakteknya, beberapa keadaan hanya memerlukan batas atas atau batas bawah saja.
26 Dengan memisalkan nilai σ telah diketahui, batas ini diperoleh dengan cara
(
membentuk pernyataan probabilitas berikut untuk variat standar normal ( X − μ) / σ / n .
⎛ X −μ ⎞ P⎜ ≤ kα ⎟ = 1 − α ⎝σ / n ⎠
Dimana 1-α adalah tingkat keyakinan yang ditetapkan, dan kα = Kemudian diperoleh:
Φ
-1
(1-α) .
σ ⎞ ⎛ P ⎜ μ ≥ X − kα ⎟ = 1−α n⎠ ⎝
Batas keyakinan bawah (1- α) untuk nilai purata adalah :
σ⎞ ⎛ < μ)1−α= ⎜ x − kα ⎟ n⎠ ⎝ Batas keyakinan atas (1- α) untuk nilai purata adalah :
σ ⎞ ⎛ ( μ >1−α = ⎜ x + kα ⎟ n⎠ ⎝ Jika ukuran sampel n ternyata kecil, dan deviasi standar populasi tidak diketahui, maka distribusi t harus digunakan untuk menentukan batas keyakinan atas dan bawah yang bersangkutan. Berdasarkan hal ini, batas-batas keyakinan yang tepat adalah sebagai berikut : Batas Keyakinan Bawah (1- α) :
s ⎞ ⎛ < μ )1−α = ⎜ x − tα , n −1 ⎟ n⎠ ⎝ Batas Keyakinan Atas (1- α) :
s ⎞ ⎛ ( μ >1−α = ⎜ x + tα , n −1 ⎟ n⎠ ⎝
)
27 Untuk selanjutnya penaksiran selang dengan batas keyakinan atas inilah yang akan dipakai dalam model Harga Satuan Tertinggi Bangunan Gedung Negara. Perhitungan yang selama ini dipakai oleh Pemerintah Kota/Kabupaten memakai metoda nilai Purata (mean) untuk menentukan harga masing-masing komponen dominan dan nilai kuantitas komponen dominan. Bila nilai Purata ini yang dipakai untuk nilai maksimum, tentunya terdapat nilai kesalahan (error) sebesar interval antara nilai rata-rata dengan nilai maksimum. Nilai maksimum dengan selang kepercayaan 95 % yang dipakai dalam model, berarti terdapat kesalahan sebesar 5% . Hal ini wajar sebab kita tidak dapat meramalkan dengan penuh kepastian terjadinya (atau tidak terjadinya) suatu peristiwa. Paling maksimal, kita hanya bisa mengatakan bahwa suatu peristiwa akan terjadi dengan probabilitas yang bersangkutan. Model yang akan dikembangkan : n
HST = ∑ Qi xCi
..........................................................................(II.1)
i =1
dengan : HST
= Harga Satuan Tertinggi
Qi
= Kuantitas komponen dominan Bangunan Gedung
Ci
= Harga komponen dominan Bangunan Gedung
Nilai Qi adalah nilai kuantitas dari komponen dominan bangunan gedung yang diperoleh dari perhitungan statistik Confidence Level 90% dan 95%. Sedangkan nilai Ci adalah nilai harga komponen dominan bangunan gedung yang diperoleh melalui survey harga pasar. Komponen dominan merupakan komponen dari bahan bangunan yang mempunyai bobot > 80% dari biaya total pekerjaan standar bangunan gedung.