BAB II STUDI LITERATUR DAN TEORI 2.1. Kajian Literatur, Proyek dan Teori Arsitektur dengan Tema Musik3 2.1.1. Elizabeth Martin, “Architecture as Translation of Music” (Teori y-condition) Elizabeth Martin menggambarkan pemikirannya tentang hubungan arsitektur dan musik dengan menggunakan metafora y-condition, berangkat dari anggapan bahwa dalam setiap penerjemahan satu disiplin ilmu ke yang lain, terdapat nilai / makna tertentu yang dipindahkan melalui “membran” yang definitif. Sama seperti bunyi “y” [wai] seringkali terdengar sebagai “i” [ai] dan “e” [i:], disebut juga semi-vowel. Louis Kahn pernah menyatakan arsitektur “besar” adalah arsitektur yang dimulai dengan yang tak terukur (immeasurable), melewati proses yang terukur (measurable), dan kembali pada hasil yang tak terukur. Dalam kasus ini, “memulai dengan yang tak terukur” adalah memulai mengeksplorasi y-condition, kondisi-y dari musik dan arsitektur. Y-condition mengeksplor dua bentuk seni tersebut dengan cara membandingkannya (komparatif), sampai batasan-batasan tertentu. Seperti: -
sifat-sifat fisik cahaya dan optik pada arsitektur, dibandingkan dengan sifat suara dan pendengaran pada musik
-
media ekspresi berupa garis, geometri, warna pada arsitektur, dibandingkan dengan media ekspresi berupa not, nada-nada, ritme pada musik. Program dan tapak ditentukan berdasarkan musik yang ingin dieksplorasi,
dalam hal ini adalah musik minimal. Penentuan ini dilakukan bukan sebaliknya, karena terdapat penekanan dalam proses eksplorasi. Program yang sesuai dengan musik minimal adalah fungsi bangunan yang dapat menampung sintesis semua bidang dari pengetahuan yaitu Epicyclarium (dirancang oleh Lebbeus Woods). Sedangkan tapak yang memiliki karakteristik 3
Studi literatur dalam sub-bab ini merupakan sebagai pijakan awal dalam penentuan arah
perancangan dalam tesis ini. Dalam bab dan sub-bab berikutnya juga akan terdapat studi literatur yang dilakukan setelah melakukan penjelajahan ide.
7
musik minimal adalah sebuah mesa. Mesa adalah lahan yang melingkar dan terangkat, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.1. Ilustrasi salah satu desain Epicyclarium (Sumber: www.winhard.de)
Gambar 2.2. Sketsa karakteristik bentuk lahan mesa (Sumber: Architecture as Translation of Music)
8
Langkah-langkah interpretasi musik minimal menurut Elizabeth Martin adalah sebagai berikut:
Musik tradisional
Musik minimal
1. Membuat pengulangan. Tidak membuat urutan linear seperti pada cerita klasik novel
Bentuk
yang memiliki kesimpulan dan penyelesaian atas suatu konflik. Pengulangan adalah seperti proses produksi suatu barang dalam
Gerakan
pabrik. Tradisional music Minimal music
: cerita, ada awal & akhir : siklus repetitif, proses
Event
linear
sirkular
Gambar 2.3. Perbandingan musik tradisional dan musik minimal (Sumber: Architecture as Translation of Music)
2. Repetisi tradisional: - Mengutamakan pengulangan ritme, melodi dan harmoni.
Musik Tradisional:
- Adanya konstruksi, simbolisasi dan batasanbatasan.
3. Repetisi minimal:
Musik Minimal:
-Menciptakan pergerakan -Tidak memfokuskan pada detail, tetapi pada keseluruhan lagu Gambar 2.4. Perbandingan repetisi musik tradisional dan musik minimal (Sumber: Architecture as Translation of Music)
9
4. Hubungan objek – ruang Pola tertentu dari satu lagu yang dapat direntangkan atau dirapatkan dengan pola suara yang tetap (ritme)
Gambar 2.5. Interpretasi densitas pola (Sumber: Architecture as Translation of Music)
5. Bidang-bidang berlapis Membuat tekstur berlapis dari fragmenfragmen musik, memisah-misahkan pola ketukan-ketukan dan ritme yang berbedabeda.
Gambar 2.6. Fragmen-fragmen pola (Sumber: Architecture as Translation of Music)
6. Phase-shifting Memperhatikan bentuk-bentuk dasar yang diulang dan berubah fase / kecepatan ritme nadanya. Terdapat nada berpola yang diulang, dan nada lainnya pada layer lain yang fasenya berbeda.
Gambar 2.7. Pergeseran fase (Sumber: Architecture as Translation of Music)
10
Penerjemahan musik ke dalam bentuk grafik sangat membantu dalam pencarian pola-pola nada dan komposisi yang terjadi. Ini memudahkan dalam penggubahan bentuk-bentuk arsitektural
Gambar 2.8. Grafik Musik (Sumber: Architecture as Translation of Music)
Gambar 2.9. Musik grafis dan pembentukan polanya (Sumber: Architecture asTranslation of Music)
Metoda di atas dapat menjadi kerangka dalam menentukan y-condition, sehingga pada akhirnya didapat bentuk keseluruhannya yang menyatukan berbagai elemen di atas.
Gambar 2.10. Penyatuan ide-ide menjadi bentuk dasar bangunan (Sumber: Architecture asTranslation of Music)
11
2.1.2. Steven Holl, “Stretto House”. (Teori analogi arsitektur-musik)
Gambar 2.11. Sketsa konseptual Stretto House oleh Steven Holl (Sumber: Parallax)
Steven Holl merancang Stretto House dengan menggunakan pendekatan analogi arsitektur-musik. Jika musik memiliki elemen waktu, instrumen dan suara, maka arsitektur memiliki elemen ruang , material dan cahaya. Parameter elemen ini dapat dinyatakan dalam rumus:
instrumen x suara waktu
=
material x cahaya ruang
Musik yang dipilih Holl dalam merancang adalah Music for Strings, Percussion and Celestra (1936) oleh Bella Bartok. Analogi terhadap arsitektur adalah: -
Permainan material yang dibagi berdasarkan material berat dan material ringan. Ini didasari dari musik Bartok yang memang menonjolkan unsur alat musik perkusi (berat) dan alat musik string / dawai (ringan)
-
Empat pergerakan musik ini dianalogikan sebagai 4 massa bangunan yang bersifat solid (berat), dipadukan dengan atap (bersifat ringan) yang dikomposisikan di antaranya.
12
-
Terdapat pola tertentu yang dapat dijadikan acuan komposisi arsitektur. Lagu ini terdapat pola deret Fibonacci. Alat musik dawai dimainkan pada bar 34, klimaks pada bar 56, Celesta dimainkan pada bar terakhir 77-89. Deret ini diterjemahkan ke dalam aturan-aturan Golden Section.
-
Kesemua konsep di atas disesuaikan dengan kondisi tapak yang mengandung unsur bendungan beton (berat) dan air (ringan).
Musik
Tapak
Arsitektur
Sifat
Empat gerakan
Empat bendungan
Sifat masif, berat
Nada
Sungai (air)
Sifat lunak, ringan
Empat massa bangunan masif Massa bangunan ringan di antaranya: berupa atap
Menghasilkan
Alat musik dawai (string) Bagan 2.1. Penganalogian Arsitektur-Musik pada Stretto House (Sumber: Interpretasi pribadi berdasarkan artikel oleh Steven Holl)
Gambar 2.12. Gubahan massa Stretto House (Sumber: Paralax)
13
Gambar 2.13. Komposisi jendela mengikuti aturan Golden Section dan Deret Fibonacci (Sumber: Paralax)
2.1.3. Christian de Portzamparc, “Cite de la Musique” (The City of Music) Konsep-konsep perancangan : -
Konsep grid yang dianalogikan dari irama musik
-
Perletakan elemen yang tak beraturan pada beberapa bagian membentuk komposisi yang berloncat-loncat (analogi dari syncopation pada musik).
-
Komposisi-komposisi bukaan pada fasade dianalogikan sebagai melodi.
Gambar 2.14. Perbedaan grid pada perancangan kedua blok massa bangunan (Sumber: Tugas Akhir: Pusat Pendidikan dan Apresiasi Musik Klasik)
14
Klasik
Jazz
Gambar 2.15. Perbedaan Susunan bukaan pada fasade (Sumber: Tugas Akhir: Pusat Pendidikan dan Apresiasi Musik Klasik)
Grid lahan Parc de la Villette dari Bernard Tchumi tetap dipertahankan.
Fasade kiri: irama cepat dan stakato Fasade kanan: irama lambat dan legato.
Permainan tekstur dan warna yang dianalogikan dari tekstur dan warna musik
Plaza di depan bangunan sayap timur.
Gambar 2.16. Gubahan eksterior (Sumber: Tugas Akhir: Pusat Pendidikan dan Apresiasi Musik Klasik)
Gambar 2.17. Aksen dan syncopation pada interior (Sumber: Tugas Akhir: Pusat Pendidikan dan Apresiasi Musik Klasik)
15
2.1.4. Frank Gehry, “Experience Music Project” (EMP)
Gambar 2.18. Gedung EMP dilihat dari atas. (Sumber: www.emplive.org)
EMP merupakan museum musik yang memiliki program kegiatan pameran interaktif dan interpretif yang menyajikan cerita tentang bagaimana ekspresi kreatif, inovatif dan pemberontakan membentuk musik populer Amerika, yaitu esensi dari musik rock ‘n’ roll. EMP merefleksikan akar rock ‘n’ roll itu sendiri, yaitu jazz, soul, gospel, country dan blues. Gaya arsitektur khas Frank Gehry sangat sejalan dengan semangat ini. Simbolisasi yang dilakukan Gehry dalam bentuk arsitektural EMP antara lain sebagai berikut: - biru untuk gitar Fender - emas untuk Les Paul - ungu untuk Jimi Hendrix (inspirasi dari lagunya: Purple Haze) Gitar listrik merupakan alat musik yang dominan dalam perkembangan musik rock. Terlebih, Paul Allen, pencetus ide program ini, merupakan penggemar lagu-lagu Jimi Hendrix. Oleh karena itu Gehry merasa alat musik ini
16
dapat memberi inspirasi dalam bangunannya. Ia membeli beberapa gitar listrik Fender untuk dibawa ke kantornya dan memotongnya menjadi bagian-bagian tak beraturan dan disusun ulang menjadi bentuk bangunan.
Gambar 2.19. Sketsa Frank Gehry untuk EMP (Sumber: www.arcspace.com)
Gambar 2.20. Elemen arsitektural yang mengikuti bentuk senar gitar, mengikuti bentuk monorail yang menuju EMP (Sumber: www.emplive.org)
17
Gambar 2.21. Berbagai sudut bangunan EMP (Sumber: Foto oleh Kirsten Kiser, arcspace.com)
2.1.5. Douglas Hollis, “Listening Vessel” Listening Vessel didesain agar pengunjung dapat saling berkomunikasi di kedua “lensa”, bahkan secara bisik-bisik sekalipun, dalam ruang terbuka (taman). “Lensa” ini masing-masing berbentuk parabola yang berjarak 115 kaki satu sama lain.
Gambar 2.22. Listening Vessel (Sumber: www.douglashollis.com)
Gambar 2.23. Tampak depan Listening Vessel (Sumber: Tesis: Musical Architecture, 2004)
18
2.1.6. Douglas Hollis, “A Sound Garden” “Taman suara” ini layaknya sebuah kumpulan pepohonan yang berpuisi. Masing-masing “pohon” ini merupakan pipa organ yang disambung pada bilahbilah seperti baling-baling, sehingga jika terkena angin akan bergerak dan berbunyi. Ketika orang duduk pada bangku taman, mereka akan melihat pemandangan tepi air yang berlatar depan “pohon-pohon” tersebut, sekaligus mendengar samar-samar suara pipa organ yang dimainkan oleh angin. Di taman ini, alam-lah yang bersuara dan berpuisi.
Gambar 2.24. “Pohon” pipa organ pada Sound Garden (Sumber: www.douglashollis.com)
19
Gambar 2.25. Jalan setapak pada Sound Garden (Sumber: www.douglashollis.com)
Gambar 2.26. Pemandangan Sound Garden berlatar tepi air di Seattle dan desain bangku taman tempat untuk menikmati pemandangan tersebut (Sumber: www.douglashollis.com)
20
2.1.7. Bill & Mary Buchen, “Sonic Architecture” Studio desain Sonic Architecture yang dibentuk oleh Bill Buchen dan Mary Buchen ini khusus bergerak dalam bidang seni instalasi interaktif, antara lain untuk museum anak-anak, galeri dan area publik. Sesuai dengan penamaannya, Sonic Architecture menekankan penggunaan unsur suara dalam setiap karya-karyanya. Selain memiliki konsep skulptural, bentuk-bentuk yang dilahirkan sengaja didesain untuk menghasilkan suara. Sama seperti alat musik, instalasi ini dapat dimainkan sehingga suara-suara yang dihasilkan dapat membentuk satu alunan nada. Oleh karena itu disebut sebagai instalasi interaktif.
Gambar 2.27. “Orchestra”. Instalasi ini dapat dimainkan secara bersama-sama (komunal). Komponen-komponennya berupa perkusi berbentuk conga, gong, dan drumseat yang dibawahnya terdapat Earth drum yang dimainkan dengan kaki. (Sumber: www.sonicarchitecture.com)
Gambar 2.28. Sound Playground. Taman bermain Bronx elementary school ini terdiri dari elemen-elemen instalasi skulptur seperti “meja” drum perunggu, “tube” bicara. Di taman ini anak-anak bisa bereksperimen dan bermain bersama-sama dalam membentuk nada-nada dan irama. (Sumber: www.sonicarchitecture.com)
21
2.2. Kajian Literatur Teori Lain yang Terkait 2.2.1. Don Campbell, Efek Mozart Penelitian yang dilakukan Don Campbell adalah bahwa musik dapat mempengaruhi emosi manusia. Di bawah ini adalah rangkuman beberapa jenis musik dan pengaruhnya. -
Musik Barok yang lambat (Bach, Handel, Vivaldi, Corelli) memberi perasaan mantap, teratur, dapat diramalkan, dan keamanan serta menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam belajar atau bekerja.
-
Musik Klasik (Haydn dan Mozart) memiliki kejernihan, keanggunan, dan kebeningan, Musik ini mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi spasial.
-
Musik Romantik (Schubert, Schumann, Tchaikovsky, Chopin, dan Liszt) menekankan ekspresi dan perasaan, seringkali memunculkan tema-tema individualisme, nasionalisme, atau mistisisme. Musik semacam ini paling baik digunakan untuk meningkatkan simpati, rasa sependeritaan, dan kasih sayang.
-
Musik Impresionis (Debussy, Faure, dan Ravel) didasarkan pada kesankesan dan suasana hati musikal yang mengalir bebas, dan menimbulkan imaji-imaji seperti mimpi. Seperempat jam lamunan musikal diikuti dengan beberapa menit peregangan dapat membuka impuls-impuls kreatif dan membuat kita bersentuhan dengan alam tak sadar kita.
-
Jazz, blues, Dixieland, soul, calypso, reggae, dan bentuk-bentuk musik maupun dansa lain yang muncul dari dataran Afrika yang ekspresif, dapat membawa kegembiraan dan memberi inspirasi, melepaskan rasa gembira ataupun kesedihan mendalam, membawa kecerdasan dan ironi, dan menekankan adanya rasa kemanusiaan bersama.
-
Salsa, rhumba, maranga, macarena, dan bentuk-bentuk lain dari musik Amerika Selatan mempunyai ketukan dan ritme yang hidup yang dapat membuat jantung makin cepat, meningkatkan pernapasan, dan membuat seluruh tubuh bergerak. Selain itu, samba juga mempunyai kemampuan langka yaitu mampu menenteramkan sekaligus menggugah.
22
-
Pop, country-western dapat mengilhami gerakan ringan hingga moderat, menggugah emosi dan menciptakan rasa sejahtera.
-
Musik rock (seperti yg dibawakan Elvis Presley, Rolling Stone, Michael Jackson) dapat menggugah nafsu, merangsang gerakan aktif, melepaskan ketegangan, menutup rasa sakit. Musik ini juga dapat menciptakan ketegangan, disonansi, stress, dan rasa sakit di dalam tubuh apabila kita tidak dalam suasana batin untuk dihibur secara energetik.
-
Musik ambien, atitudinal, atau New Age tanpa ritme yang dominan (misalnya musik Seven Halpern atau Brian Eno) memperpanjang perasaan akan ruang dan waktu dan dapat menimbulkan keadaan waspada yang santai.
-
Heavy metal, punk, rap, hip hop, grunge dapat menggugah sistem syaraf, menjurus pada perilaku dinamis maupun pengungkapan diri. Musik ini dapat juga memberi isyarat kepada orang lain (terutama orang dewasa yang serumah dengan remaja yang menggemari musik yang gaduh tersebut), kedalaman maupun intensitas gejolak batin generasi muda maupun kebutuhan akan pelampiasan.
2.2.2. Anthony C. Antoniades, Poetics of Architecture Musik sebagai bentuk puitik (Arsitektur Puitis).4 Tema arsitektur puitis ini diilhami oleh sebuah buku karangan Anthony C. Antoniades yang berjudul Poetics of Architecture (1990). Dalam buku tersebut Antoniades membagi teori perancangan ke dalam dua kelompok besar yaitu: -
Intangible channel (alur yang tak teraba)
-
Tangible channel (alur yang teraba) Dalam alur yang tidak teraba itu, Antoniades membahas banyak sekali
kemungkinan-kemungkinan yang dapat diambil oleh seorang perancang. Salah satunya adalah melalui puisi dan literatur. Di dalam buku yang menarik ini banyak diuraikan contoh-contoh karya arsitektur puitik yang baik. Dari banyak
4
Dipelajari dalam TA Robert Rianto Widjaja (1997), “Arsitektur Puitis”, studi literatur pada
Poetics of Architecture (Antoniades, 1990)
23
eksperimen yang dilakukan bersama para mahasiswa bimbingannya, Antoniades menyajikan banyak bagan menarik. Di antaranya adalah tabel tentang hirarki metafora dan bagan tentang paradoks-metafisik.
Apparent Literality
Present
Absent
Dormant Literality
Presence of literality in plan or section
Trancendental of state combined metaphor
Presence of literality
Detectable by others
Not detectable by others
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
>>
Presence of existential virtues Absence of literality Best Absence of existential virtues
Best Tabel 2.1. Hirarki metafora (Sumber: Poetics of Architecture)
Hirarki metafora di dalam bagan tersebut menunjukkan bahwa semakin transenden suatu ungkapan akan semakin baik, dan semakin tidak teraba akan semakin tinggi nilainya. Bagan ini secara tidak langsung menempatkan intuisi pada tempat yang sangat tinggi, melebihi segala sesuatu yang dapat diukur dan diraba.
24
Realistic statement Paradoxial
Metaphysical Probing Nonimplementational state; work remains only in the sphere of fantasy Bagan 2.2. Paradox Metafisik (Sumber: Poetics of Architecture)
Bagan di atas adalah tentang paradoks, sebuah fenomena yang selalu ada di dalam kehidupan manusia. Keindahan paradoks tersebut (tentunya yang benar-benar disadari) dapat diungkap lewat ungkapan-ungkapan atau puisi. Ungkapan-ungkapan yang subjektif ini lebih lanjut dapat pula dijadikan suatu pernyataan yang realistik. Namun di dalam proses terjadinya pernyataan itu sebagian nilai yang tidak dapat dibakukan tetap tinggal sebagai imajinasi. Pertanyaan yang penting adalah : apakah yang realistis itu dapat membangkitkan yang imajinatif, sehingga keduanya menyatu dalam sebuah apresiasi?
2.2.3. Persepsi Visual Dari hasil salah satu penelitian yang dilakukan di UWEC (University of Wisconsin-Eau Claire)5 dikatakan bahwa manusia sebagian besar mengandalkan kemampuan visualnya untuk mengakses informasi-informasi yang ada di lingkungannya. Manusia adalah visually oriented, menguraikan bentuk dan simbol yang bermakna untuk mendapatkan pengetahuan. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati tingkat kemampuan anak-anak dalam persepsi visual. Perbedaan karakteristik yang didapatkan dari rangsangan visual adalah warna, bentuk, ukuran, arah, dan jarak.
Gambar 2.29. Salah satu contoh penggunaan arah dalam mengekspresikan musik dalam simbol-simbol (Sumber: http://uwec.edu/ersearch/adaptive_music/)
5
Sumber: http://uwec.edu/rasarla/research/adaptive_music/visual_perception.pdf
25
2.3. Kerangka Penggunaan Teori pada Tesis Teori y-condition Elizabeth Martin dan teori perumusan Steven Holl dapat dijadikan acuan utama dalam thesis ini, karena memiliki pola kerangka kerja yang runut. Komposisi musik yang akan dijadikan acuan dipilah-pilah sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, seperti: ritme, jenis instrumen, susunan nada. Dari sini akan diperoleh makna musik itu. Misalnya: sang komposer menyatakan bagian intro melalui nada-nada tertentu, ataupun dapat melalui pola ketukan tertentu. Selain komposisi musik itu sendiri, perlu dilakukan kajian konteks secara menyeluruh, yaitu faktor tempat dan waktu yang mempengaruhinya secara langsung maupun tidak langsung. Makna-makna inilah yang menjadi y-condition, yang menghubungkan musik dengan arsitektur. Masing-masing unsur yang berkorelasi dianalogikan satu dengan yang lainnya. Misalnya: analogi ritme dengan pola struktur kolom, jenis instrumen dengan pemilihan jenis material, dll. Unsur-unsur ini dan fungsinya kemudian dikomposisi ulang, menghasilkan satu karya arsitektur. Mengkomposisi ulang berarti membuatnya kembali menjadi tak terukur. Seperti yang telah diungkapkan oleh Louis Kahn, karya arsitektur besar justru terlahir dari sesuatu yang tak terukur, dan menghasilkan sesuatu yang tak terukur pula. Ini sejalan dengan Antoniades, bahwa semakin tak teraba, maka suatu ungkapan semakin tak ternilai. Begitu pula halnya dengan sebuah karya seni (dalam hal ini arsitektur). Teori-teori yang melandasi tesis ini pada akhirnya akan disesuaikan lagi dengan konteks yang ada pada tapak, sehingga rancangan yang dihasilkan bersesuaian pula dengan jiwa tapak tersebut.
26
Berikut adalah tabel yang menampilkan rekapitulasi proyek-proyek yang telah dipelajari dalam bab ini.
Nama Arsitek dan Proyek
Jenis Musik
Jenis tapak
Metoda Perancangan
Elizabeth Martin, y-condition ; Epicyclarium (eksperimental)
Musik minimal
Mesa
Menentukan ycondition dengan mempelajari sifat musik minimal.
Steven Holl, Stretto House
Tepi air yang Bella Bartok, Music for Strings, terdapat bendungan Percussion and Celestra (1936), Musik Klasik
Menganalogikan lahan eksisting dengan musik yang sesuai, untuk dianalogikan ulang pada perancangan arsitektur.
Christian de Portzamparc, “Cite de la Musique”
Klasik dan Jazz
Kota
Menganalogikan ritme musik klasik dan jazz pada grid-grid dan fasade bangunan.
Frank Gehry, Experience Music Project
Rock ‘n’ Roll
Kota
Semangat musik rock yang analog dengan alat musik gitar. Gitar didekonstruksi dan disusun ulang menjadi bentuk-bentuk arsitektural.
Douglas Hollis, Listening Vessels (Skulptural)
Suara
Tidak ditentukan
Mempelajari sifat suara yang dapat dipantulkan.
Douglas Hollis, Sound Garden (Skulptural)
Suara pipa organ
Tepi air
Berdasarkan filosofi puitik tentang alam yang bersuara.
Bill & Mary Buchen “Orchestra” dan “Sound Playground”
Suara dan nada
Taman
Mendesain skulptur yang dapat menghasilkan suara dan dapat dimainkan secara bersama-sama.
Tabel 2.2. Rekapitulasi studi literatur awal
27