BAB 2 STUDI LITERATUR DAN LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Enterprise Resource Planning Berbagai definisi tentang Enterprise Resource Planning (ERP) telah dilontarkan oleh peneliti-peneliti ataupun praktisi dari berbagai bidang yang berkaitan. Banyaknya definisi yang berbeda ini disebabkan oleh beragamnya perspektif yang dapat digunakan untuk memandang sebuah sistem ERP.
Dalam buku yang ditulis Thomas E. Wallace dan Michael H. Kremzar, seorang praktisi mantan direktur perusahaan consumer goods terkemuka dunia, menyediakan definisi ERP sebagai berikut: An enterprise-wide set of management tools that balances demand and supply, containing the ability to link customers and suppliers into a complete supply chain, employing proven business processes for decision-making, and providing high degrees of cross-functional integration among sales, marketing, manufacturing, operations, logistics, purchasing, finance, new product development, and human resources, thereby enabling people to run their business with high level of customer service and productivity, and simultaneously lower costs and inventories; and providing the foundation for effective e-commerce. (2001: 5)
7
Definisi lain tentang ERP yang digunakan oleh peneliti Fiona Fui (2004) adalah sebagai berikut: ERP system is a multi-module application software package system that integrates key business and management process across an enterprise (2004:1)
Definisi di atas menyebutkan bahwa sistem ERP adalah perangkat lunak (software) aplikasi dengan paket modul-modul yang menyatukan proses bisnis kunci di seluruh perusahaan.
Jadi, dari definisi di atas, ERP secara umum memiliki karakteristik: •
Mencakup keseluruhan perusahaan;
•
Memungkinkan kegiatan operasi dengan efisiensi yang tinggi;
•
Menyediakan integrasi antar-fungsi bisnis;
•
Menggunakan bisnis proses terbaik untuk pengambilan keputusan;
•
Menghubungkan seluruh rantai-suplai, dari supplier sampai konsumen; dan
•
Menyeimbangkan supply and demand
Integrasi proses bisnis yang ditawarkan sistem ERP melibatkan dari proses design, sampai proses settle (pay, resolve, receive). Ini merupakan skema integrasi proses bisnis yang dikembangkan oleh vendor perangkat lunak ERP, PeopleSoft
8
tahun 2003. Diagramnya disajikan pada Gambar 2.1. Proses utamanya mencakup: 1. Design: menggunakan kolaborasi siklus hidup produk (product life cycle) secara penuh 2. Source: mencari dan memilih supplier terbaik dan menegosiasi kontrak dengan mereka 3. Engage: mengimplementasi Internet untuk adopsi supplier secara cepat 4. Procure: menggunakan solusi end-to-end untuk pembelian barang atau jasa dan mengotomasi pertukaran informasi 5. Settle:
menggunakan
self-service
invoicing
dan
menyelesaikan
permasalahan 6. Analyze: mengkomunikasikan performa supplier dan mengidentifikasikan perkembangan proses yang ada
Gambar 2.1. Integrasi proses bisnis dalam sistem ERP oleh PeopleSoft, 2003 9
2.2 Sejarah Singkat dan Evolusi ERP Konsep ERP berawal sejak adanya inventory dalam melakukan bisnis. Inventory management mulai dikenal dan diterapkan di Eropa sejak awal tahun 1880. Inventory management ini muncul dari adanya perubahan pada praktek manufaktur dalam perusahaan-perusahaan, dari yang memiliki produk homogen sampai perusahaan yang terintegrasi secara vertikal dengan diversitas tinggi dalam hal proses dan produknya. Keberadaan inventory dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan, yaitu dalam bentuk economies of scale. Tekanan finansial di perusahaan-perusahaan mulai mengharuskan adaptasi Inventory Management yang baik. Dari keharusan tersebut, sejak tahun 1900, Inventory Management mulai berkembang.
Sekitar tahun 1960-an, dengan ditemukannya komputer, banyak perubahan terjadi pada Inventory Management. Bill of Material Processor (BOMP) mulai digunakan, yaitu sistem dengan bantuan komputer yang berguna untuk mempermudah pengolahan dan pelacakan material atau persediaan. IBM, sebuah perusahaan komputer, mulai mengembangkan perangkat lunak yang berfungsi untuk merencanakan dan mengolah inventory.
Sejak tahun 1970-an, perangkat lunak ini berkembang pesat baik tingkat adopsi maupun fungsi yang ditawarkan, dan istilah Material Requirement Planning (MRP) mulai umum digunakan. Penggunaan MRP mengakomodir kemajuan besar dalam proses perencanaan material. MRP membantu meningkatkan efisiensi
10
dengan menghitung berapa banyak material yang diperlukan untuk membuat sekian jumlah produk, membandingkan dengan material yang ada, dan menentukan kapan material harus didatangkan. Dengan MRP, pertanyaan “kapan” untuk membeli material dapat terjawab sejak ditemukannya Inventory Management. Sebelum MRP, material hanya didatangkan secara reaktif dan menunggu sampai terjadinya kekurangan material. MRP membawa perusahaanperusahaan pengadopsinya ke penghematan biaya, kualitas produk dan produktivitas keseluruhan yang lebih baik secara signifikan. (Ptak; 2004)
Melihat keuntungan-keuntungan dari penerapan MRP, banyak perusahaanperusahaan mulai menggunakan MRP. Seiring dengan banyak pengguna MRP, kompleksitasnya juga bertambah. Namun, kelemahan MRP segera disadari, yaitu tidak dipertimbangkannya kapasitas produksi. Untuk memperhitungkan kapasitas produksi dalam perencanaan material, modifikasi sistem MRP perlu dibuat. Dari modifikasi MRP ini, muncul sistem baru dengan istilah closed loop MRP pada tahun 1970-an.
Pada tahun 1980-an, unsur finansial mulai memasuki perencanaan material. Sejalan dengan pergeseran material menjadi barang setengah jadi, aset material akan menurun sementara nilai aset barang setengah jadi akan meningkat dalam buku akuntansi perusahaan. Demikian halnya ketika barang setengah jadi telah terkonversi menjadi barang jadi atau produk akhir, aset barang jadi akan meningkat dengan aset barang setengah jadi menurun. Saat barang dijual, aset barang jadi akan menurun sementara account receivable akan meningkat. Dengan
11
terintegrasinya unsur finansial ke dalam perencanaan material ini, maka kompleksitas pengolahan informasi inventory semakin bertambah. Daya komputasi mesin komputer pada saat itu sudah mampu menangani kebutuhan tersebut. Dari sini, MRP berevolusi dengan tambahan unsur finansial menjadi sistem dengan istilah Manufacturing Resource Planning (MRPII). Pada pertengahan tahun 1980-an, selain perencanaan material dan perencanaan financial, MRPII mulai memasukkan perencanaan penjualan juga.
Pada awal tahun 1990, kompetisi di pasar semakin menuntut kecepatan dan efisiensi operasi yang semakin tinggi pula. Informasi menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan yang baik. Manajemen informasi tunggal dan terintegrasi diperlukan untuk tujuan tersebut. Sistem MRPII berevolusi lagi menjadi sistem yang mengintegrasikan seluruh fungsi-fungsi perusahaan. Sistem ini disebut Enterprise Resource Planning (ERP). Sejak tahun 1990-an, ERP berkembang sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi komputer dan jaringan. ERP dapat menghasilkan peningkatan efisiensi dalam segala aspek fungsional
perusahaan
yang
signifikan
bagi
perusahaan
yang
mengimplementasikan sistem tersebut dengan baik. ERP mencakup kemampuan dan keuntungan yang dibawa oleh sistem-sistem pendahulunya, seperti perencanaan material dan inventory, perencanaan kapasitas, dan penyimpanan informasi finansial
atau akuntansi.
Tambahannya,
ERP
memungkinkan
terbentuknya sistem jaringan komunikasi antar departemen atau individu dalam perusahaan, desain produk, dan pertukaran informasi dengan cakupan global dan secara real-time.
12
Gambar 2.2. Perjalan evolusi inventory management sampai menjadi ERP
2.3 Literatur Studi ERP Studi tentang sistem ERP telah banyak dilakukan sejak pertengahan tahun 1990an. Studi-studi yang dilakukan sejak tahun 2000 banyak difokuskan untuk menemukan faktor-faktor penyebab tingginya tingkat kegagalan implementasi sistem ERP oleh banyak perusahaan. Berikut dipaparkan studi-studi yang dijadikan referensi dalam tesis ini.
Akkermans dan K. van Helden (2002) memaparkan 22 faktor kesuksesan implementasi sistem ERP. Daftar tersebut diangkat dari studi yang dilakukan oleh Somers dan Nelson (2001). Dalam studi Akkermans, faktor kesuksesan tersebut diuji kebenarannya untuk digunakan dalam proyek implementasi sistem ERP. Penelitian 2 tahun ini menyimpulkan bahwa daftar faktor kesuksesan tersebut mampu membantu meningkatkan kesuksesan implementasi sistem ERP
13
dan faktor-faktor kesuksesan saling mempengaruhi. Daftar kunci sukses dan peringkatnya dari studi Somers dan Nelson disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Daftar faktor kunci sukses implementasi sistem ERP yang dibuat oleh Somers dan Nelson (2001) dan diuji oleh Akkermans (2002) Peringkat 1 2 3 4 5 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 8
Faktor kunci sukses Top management support Project team competence Interdepartmental co-operation Clear goals and objectives Project management Interdepartmental communication Management of expectations Vendor support Careful package selection Data analysis and conversion Dedicated resources Steering committee User training Education on new business process Business process reengineering (BPR) Minimal customization Architecture choices Change management Vendor management Vendor’s tools Use of consultants Project champion
Tahun 1999, Christopher P. Holland dan Ben Light menghasilkan model faktor kesuksesan untuk implementasi sistem ERP. Rangka kerja (framework) yang
14
dikembangkannya kannya mengkategorikan faktor faktor-faktor faktor kesuksesan implementasi sistem ERP ke dalam dua kategori, yaitu strategic dan tactical. Rangka kerja yang dimaksud ditampilkan pada Gambar 2. 2.3. Dalam kategori strategic, terdapat faktor sistem legasi (legacy legacy systems systems),, visi bisnis, strategi ERP, dukungan manajemen atas, dan jadwal dan perencanaan proyek implementasi. Kategori tactical rangka kerja itu memuat faktor faktor-faktor faktor konsultasi klien, personel, konfigurasi perangkat lunak, penerimaan klien ((client acceptance), ), pemantauan (monitoring))
dan
feedback,
komunikasi,
dan
penyelesaian
masalah
(troubleshooting). Yang paling ditekankan dalam studi ini adalah faktor sistem legasi. Menurut Holland, banyak studi studi-studi studi lain tidak memperhitungkan faktor sistem legasi yang ada di setiap perusahaan menjadi faktor penentu kesuksesan implementasi sistem ERP. Sistem legasi mencakup proses ses bisnis, bisnis budaya, struktur organisasi, dan teknologi informasi yang ada saat itu ((existing existing). Semua hal ini tidak dapat dikendalikan dikendalikan, tidak seperti faktor-faktor faktor lain yang dapat dimanipulasi. Lanjutnya, sistem legasi menentukan seberapa banyak perubahan yang ang diperlukan untuk mengadopsi ssistem ERP. Semakin rumit sistem legasi yang ada, semakin lama dan sulit perubahan menuju sistem ERP (Holland; 31).
Gambar 2.3. Model / Rangka kerja faktor kritikal kesuksesan (CSF)
15
Fiona. F. Nah, Janet L. Lau, dan Jinghua Kuang (2001) melakukan riset untuk mengidentifikasi 11 faktor kesuksesan kritikal implementasi sistem ERP. Dari identifikasi terhadap literature-literatur studi sistem ERP sebelumnya, Nah et al. menyimpulkan adanya 11 faktor yang berperan penting dalam kesuksesan implementasi sistem ERP. Faktor-faktor itu adalah (1) komposisi tim proyek ERP dan kemampuan kerja-tim (ERP teamwork and composition), (2) program dan budaya manajemen perubahan, (3) dukungan manajemen atas, (4) rencana dan visi bisnis, (5) rekayasa ulang proses bisnis dan customization minimum, (6) komunikasi yang efektif, (7) manajemen proyek, (8) pengembangan, pengujian dan penyelesain masalah perangkat lunak, (9) pengawasan dan evaluasi performa, (10) pemimpin proyek (project champion), dan (11) sistem legasi pada sistem bisnis dan informasi yang tepat (appropriate business and information technology legacy systems).
Dalam studi lain pada topik yang sama, Fiona F. Nah dan Santiago Delgado (2006) menguji 7 faktor kunci sukses kritikal pada implementasi dan upgrade sistem ERP. Faktor-faktor yang diujinya adalah (1) perencanaan dan visi bisnis, (2) manajemen perubahan, (3) komunikasi, (4) komposisi, keahlian, dan kompensasi tim proyek, (5) dukungan manajemen dan kepemimpinan, (6) manajemen proyek, (7) analisa sistem, pemilihan sistem, dan implementasi teknis. Studi ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor penting pada saat implementasi dan upgrade sistem ERP adalah sangat mirip. Namun, ternyata ada perbedaan tingkat kepentingan faktor-faktor di atas pada setiap fasa implementasi / upgrade sistem ERP. Pada tahap awal pra-proyek (Chartering phase), faktor (1) dan (5) bersifat kritikal. Pada saat tahap proyek (Project phase), 16
faktor (4), (6) dan (7) adalah yang paling penting. Faktor (2) dan (3) adalah faktor yang penting pada saat tahap proyek dan tahap akhir (Shakedown phase).
Vidyaranya B. Gargeya dan Cydnee Brady (2005) membahas faktor-faktor kesuksesan dan kegagalan dalam pengadopsian sistem ERP buatan SAP. Studi ini membahas 6 faktor penting dalam implementasi sistem SAP. Faktor-faktor tersebut adalah (1) penyelarasan dengan fungsi-fungsi SAP (worked with SAP functionality), (2) konsultansi dan dukungan tim proyek dan manajemen, (3) kesiapan internal / pelatihan, (4) permasalah keragaman organisasi (deal with organizational diversity), (5) perencanaan / pengembangan / pendanaan, dan (6) pengujian yang cukup (adequate testing). Temuannya adalah bahwa faktor (1) dan (2) merupakan faktor yang mendukung kesuksesan implementasi apabila dilaksanakan dengan baik. Kurangnya usaha dan perhatian pada faktor (3) dan (5) akan membawa proyek implementasi ke arah kegagalan. Akan tetapi, hasil penelitian Gargeya kurang memiliki validitas dan reliabilitas yang baik karena seluruh data yang digunakan berasal dari data sekunder (diklaim dari sumbersumber artikel yang diterbitkan), tanpa ada keterlibatan langsung ke lapangan.
Tabel 2.2 memaparkan literatur-literatur dari peneliti tentang sistem ERP yang digunakan sebagai referensi dalam tesis ini.
17
Tabel 2.2. Daftar Literatur untuk tesis ini Topik Peneliti Vicious and virtous H. Akkermans, cycles in ERP: A case & K van Helden study of interrelations between critical success factors
Tahun 2002
A critical success factors model for ERP implementation
Christopher P. Holland & Ben Light
1999
Critical success factors for enterprise resource planning implementation and upgrade
Fiona F. Nah & Santiago Delgado
2006
Success and failure factors of adopting SAP in ERP system implementation
Vidyaranya B. Gargeya & Cydnee Brady
2005
Critical factors for successful implementation of enterprise systems
Fiona. F. Nah, Janet L. Lau, & Jinghua Kuang
2001
18
Kesimpulan Konfirmasi validitas terhadap daftar 22 faktor kunci sukses implementasi sistem ERP yang sebelumya dibuat oleh Somers and Nelson (2001) di Belanda Menyarankan model CSF untuk implementasi sistem ERP yang dibentuk ke dalam 2 kategori, yaitu faktor-faktor strategic, dan tactical Menggunakan 7 kategori faktor kesuksesan kritikal. Faktor-faktor kesuksesan ini memiliki tingkat kepentingan yang beda pada tahap akhir, tahap proyek, dan tahap awal implementasi sistem ERP Mencetuskan 6 faktor yang dapat menjadi faktor kesuksesan atau kegagalan dalam implementasi sistem ERP Menemukan daftar 11 faktor kesuksesan kritikal implementasi sistem ERP
Sebelumnya, studi penilaian sistem teknologi informasi (IT) di perusahaanperusahaan di Indonesia telah dilakukan pada paruh pertama tahun 2007. Hasilnya dimuat di majalah Swa terbitan 23 Mei 2007. Akan tetapi, penilaian tersebut tidak menfokuskan sistem ERP secara langsung, melainkan hanya sistem IT saja. Beberapa penilaian memang dilakukan terhadap perangkat lunak ERP, tetapi tidak mencakup keseluruhan sistem ERP di dalam suatu perusahaan seperti yang akan dibahas dalam studi kasus di tesis ini.
Tabel 2.3. Daftar perusahaan terbaik dalam sistem IT oleh majalah Swa Peringkat Perusahaan
System Andalan
Nilai Investasi
Skor
1
Bank Mandiri
Domestik & International payment Systems
US$ 2,432 juta
8,310
2.
PT.Vico Indonesia
Vico Portal
US$ 465 ribu
8,306
3.
PT. Anugrah Argon Medika
InfoStep
Rp. 1,08 Miliar
8,275
4.
PT.Petrosea
Clough Global Network Interconnection
US$ 200 ribu
8,206
5
PT.Bank Permata
Permata Mobile
US$ 319 ribu
8,275
6
PT. Bank BCA Tbk
ATM Setor Tunai
US$ 35 ribu
8,175
7
PT.Freeport Indonesia
Enterprise Operation US$ 1,5 juta Portal
8,160
19
Tabel 2.3. (lanjutan) Peringkat Perusahaan
System Andalan
Nilai Investasi
Skor
9
PT. International Nickel Indonesia
Process Information Manajemen
US$ 150 ribu
7,981
10
PT.Tiga Raksa
SAP Business Suite
US$ 3,19 juta
7,975
11
PT.Asuransi Astra Buana
B2B Systems
Rp. 8 Milyar
7,856
12
PT.Lowe Indonesiana Lowe Ini atiatif Online System ERP
Rp. 3,9 Milyar
7,769
13
PT. Unilever Tbk
Business Inteligence/ Data warehouse
US$ 430 ribu
7,750
14
PT.Antam
Mincom Information management System
US$ 3-5 juta
7,735
15
PT. Asuransi Alianz Utama Indonesia
Mobile Command Center
US$ 140 ribu
7,725
16
PT.Exelcomindo Pratama
MySAP ERP
US$ 45 juta
7,681
17
PT. Rekayasa Industri
Plan Design Systems
US$ 890 ribu
7,656
18
PT. AJ Sequis Life
Channel Management System
US$
7,613
19
PT.Newmont
Citrix metal Frame
US$ 270 ribu
7,600
20
PT. Bank Niaga Tbk
Niaga Ponsel Akses
US$
7,494
21
PT. APL Indoensia
SAP ERP System
US$ 4 juta
7,394
20
Tabel 2.3. (lanjutan) Peringkat Perusahaan
System Andalan
Nilai Investasi
Skor
22
PT. Bintang Toedjoe
ERP System
US$ 4 juta
7,369
23
PT. PAL Indonesia
IFS-Discrete Manufacturing
US$ 350 ribu
7,194
24
PT. Parit Padang
IFS
US$ 2 juta
7,131
25
PT.Birotika Semesta/DHL
Standardise Management Analysys
US$
7,119
2.4 Model Uji Kesuksesan Sistem ERP Model yang dihasilkan dari penelitian Ifinedo (2006) akan digunakan dalam penelitian ini. Model ini telah digunakan pada penelitian Ifinedo di dua negara, yaitu Finlandia dan Estonia dalam sebuah penelitian yang tidak terpisah. Model ini disajikan pada Gambar 2.4.
Model Ifinedo menggunakan pendekatan yang berbeda dibandingkan modelmodel atau rangka kerja (framework) yang digunakan oleh peneliti lain di atas. Dalam model ini, Ifinedo mengkategorikan variabel-variabel ke dalam dua bagian, yaitu variabel organisasi (Organizational variables), dan variabel masalah IT (IT-related variables). Di sisi penilaian (assessment), model ini menilai dimensi sukses sistem ERP dan perspektif dari evaluator. Bagian ini digunakan untuk menilai kesuksesan sistem ERP dengan set variabel yang ada. 21
Gambar 2.4. Model yang digunakan oleh Ifinedo (2006), diterapkan sebagai model awal (preliminary model) penelitian ini
Model Ifinedo berangkat dari model yang dihasilkan dari hasil penelitian sebelumnya oleh Gable et al. (2003). Dalam penelitiannya, Gable et al. menyimpulkan bahwa konseptualisasi kesuksesan sistem ERP diuji dari 4 dimensi, yaitu Kualitas Sistem (System Quality), Kualitas Informasi (Information Quality), Dampak Individu (Individual Impact), dan Dampak Organisasi (Organizational Impact). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ifinedo, model yang dicetuskan Gable et al. tersebut diselidiki ke-komprehensif-annya. Hasilnya, Ifinedo menyimpulkan bahwa model uji kesuksesan sistem ERP oleh Gable et al. perlu ditambahkan dua dimensi baru yang bersifat additive dan
22
mutually exclusive, yaitu Dampak Kerja Kelompok (Workgroup Impact) dan Kualitas Vendor / Konsultan (Vendor / Consultant Quality). Keenam dimensi ini terkandung secara eksplisit dalam model Ifinedo yang telah disebutkan sebelumnya.
23