BAB 2
STUDI LITERATUR
Dalam bab ini akan dibahas studi referensi dan dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini. Terutama dibahas tentang pemodelan 3D menggunakan metode fotogrametri rentang dekat dan pemanfaatannya dalam bidang arsitektur lanskap.
2.1
Studi Kasus Area yang diamati dalam penelitian ini adalah area lanskap Campus Centre
yang berada di Kampus Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha no. 10. Area ini merupakan sebuah tempat yang memang dirancang sebagai tempat berkumpul dan berkegiatan mahasiswa serta pengadaan berbagai acara di ruang terbuka. Daerah ini terbagi menjadi dua, yaitu area barat dan area timur yang dipisahkan oleh boulevard ditengahnya. Pada area barat terdapat lapangan basket, lapangan voli, gedung Campus Centre Barat, dan gedung Aula Barat, sedangkan pada area timur terdapat lapangan segitiga, gedung Campus Centre Timur, gedung Aula Timur, dan gedung Lembaga Film Mahasiswa. Zona lanskap pada daerah ini terlihat sangat kontras dikarenakan gedung Campus Centre yang bersifat modern dan gedung Aula yang bersifat peninggalan bersejarah masa lalu. Meskipun terlihat kontras gedung ini masih memiliki harmonisasi dengan gedung-gedung disekitarnya seperti terdapat kolom-kolom beton berbentuk bulat dan selasar pada kedua gedung tersebut, sehingga memiliki nilai estetika yang tinggi. Pada area boulevard terdapat banyak pohon tinggi yang rindang yang menciptakan suasana nyaman bagi pejalan kaki yang melintas pada area tersebut. Aspek yang perlu diperhatikan dalam desain lanskap yang terpenting adalah bentuk keadaan bangunan yang sebenarnya harus dapat divisualisasikan dengan tepat. Begitu juga dengan perubahan pada bahan yang ada di area tersebut harus dapat terlihat, seperti perubahan bahan antara aspal, tanah dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan desain lanskap suatu area juga harus terdapat unsur vegetasi yaitu tanaman di area tersebut karena desain lanskap merupakan integrasi antara struktur bangunan dan keadaan tanaman itu sendiri. 6
Gambar 2-1 Area Barat Lanskap Campus Centre
Gambar 2-2 Area Timur Lanskap Campus Centre
Gambar 2-3 Area Boulevard Campus Centre
7
Hal yang sulit dalam hal arsitektur lanskap adalah memvisualisasikan lanskap itu sendiri. Arsitek lanskap pada umumnya membuat desain lanskap 2 dimensi dalam skala besar dan kemudian menggunakan perangkat lunak untuk menciptakan keadaan bangunan sekitarnya. Metode ini menyebabkan ketelitian pada lanskap tersebut tidak dapat dipastikan, maka dari itu diperlukan suatu metode yang dapat mempermudah dalam visualisasi dan orientasi lanskap yang juga memiliki tingkat ketilitian yang tinggi.
2.2
Fotogrametri Rentang Dekat Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fotogrametri rentang dekat
(FRD), yaitu suatu metode pengukuran dengan menggunakan kamera non-metrik pada jarak yang relatif dekat dengan objek. FRD mengkombinasikan akuisisi data geometri dan tekstur suatu benda, sehingga ketelitian dalam rekonstruksi suatu bangunan sangat baik (Schulze-Horsel, 2011). Kelebihan lain dari metode ini selain tingkat akurasinya yang tinggi adalah waktu yang singkat dalam pengambilan data dan pencakupan area yang cukup luas. Dari model tiga dimensi (3D) yang dihasilkan dapat diambil berbagai macam informasi seperti luas permukaan dan volume serta mempermudah dalam melihat bentuk objek secara keseluruhan, sehingga metode ini sangat efektif dan efisien pada bidang arsitektur (Manea & Calin, 2007). Beberapa kelebihan lain dari teknik CRP ini antara lain (Atkinson, 1980): 1.
CRP merupakan metode yang tidak memerlukan kontak langsung dengan objek, sehingga pengukuran dapat dilakukan walaupun akses langsung tidak memungkinkan. Cakupan dapat berupa keseluruhan objek maupun sebagian dari objek yang diteliti.
2.
Akuisisi data dengan menggunakan fotografi dapat dilakukan dengan cepat dan sesuai.
3.
Repetisi untuk evaluasi selalu dimungkinkan.
4.
Fotogrametri merupakan teknik yang sangat baik jika metode lain tidak memungkinkan dilakukan atau tidak efektif dan efisien mengingat aksesibilitas objek yang diukur, biaya, atau kendala lainnya.
Sedangkan kekurangan dari teknologi fotogrametri rentang dekat antara lain (Leitch, 2002): 8
1.
Hasil ukuran tidak dapat diperoleh secara langsung mengingat perlu dilakukan pengolahan dan evaluasi.
2.
Kebutuhan akan spesialisasi dan peralatan pendukung yang mahal dapat mengakibatkan harga yang tinggi dalam implementasi.
3.
Kesalahan selama pengambilan dan pengolahan foto dapat menyulitkan pekerjaan.
2.2.1
Kalibrasi Kamera Kalibrasi kamera adalah suatu proses yang sangat penting dalam pengukuran
fotogrametrik. Kalibrasi dan orientasi kamera yang tepat sangat dibutuhkan dalam mengekstrak data 3 Dimensi metrik yang presisi dari citra. Sebuah kamera dikatakan telah dikalibrasi jika parameter panjang fokus (c), principal point (xp, yp) dan distorsi lensa (K1, K2, K3, P1, P2) telah diketahui (Remondino & Fraser, 2006). Proses kalibrasi dilakukan dengan mengambil minimal 6 gambar dari sebuah pola dengan grid tertentu. Gambar tersebut dimasukkan ke dalam perangkat lunak untuk kemudian diproses secara otomatis untuk mengkalkulasikan parameterparameter yang dibutuhkan. Hasil kalkulasi kalibrasi ini dapat disimpan untuk digunakan kembali dalam proses-proses selanjutnya menggunakan kamera tersebut (Górski, Kuczko, Wichniarek, & Zawadzki, 2010).
Gambar 2-4 Beberapa jenis frame kalibrasi
Perangkat lunak yang bisa digunakan untuk mendapatkan parameter kalibrasi kamera adalah photomodeler dan australis, namun terdapat perbedaan pada kedua perangkat lunak ini dalam mendefinisikan parameter principal point (xp, yp). Pada australis parameter yang didapat adalah jarak offset dari principal point yang 9
seharusnya pada koordinat foto, sedangkan pada photomodeler yang didapat hanya nilai koordinat principal point pada sistem koordinat foto saja. Maka dari itu untuk menggunakan parameter principal point yang dihasilkan dari kalibrasi pada australis di photomodeler, perlu dilakukan perhitungan tambahan dengan rumus sebagai berikut
2.2.2
Prinsip Kesegarisan dalam Fotogrametri Rentang Dekat Pada dasarnya konsep yang digunakan dalam fotogrametri rentang dekat adalah konsep fotogrametri analitis yang diaplikasikan pada pemotretan terestris. Prinsip yang digunakan pada FRD adalah prinsip kolinearitas (kesegarisan) yang dapat didefinisikan bahwa titik utama kamera, koordinat titik pada citra, dan posisi 3 dimensi titik tersebut pada ruang berada pada satu garis lurus. Dapat dilihat pada ilustrasi gambar di bawah ini, titik L adalah posisi titik utama kamera, titik a adalah posisi titik pada sistem koordinat citra, dan titik A adalah posisi titik pada koordinat 3 dimensi ruang.
Gambar 2-5 Ilustrasi prinsip kolinearitas
Setiap titik pada foto akan memiliki dua persamaan kesegarisan yang mendefinisikan koordinatnya pada foto tersebut (xa, ya) . Secara matematis dapat ditunjukkan sebagai berikut : 10
xa − x0 =
− f [r11 ( X 0 − X A ) + r12 (Y0 − YA ) + r13 ( Z 0 − Z A )] [r31 ( X 0 − X A ) + r32 (Y0 − YA ) + r33 ( Z 0 − Z A )]
y a − y0 =
− f [r21 ( X 0 − X A ) + r22 (Y0 − YA ) + r23 ( Z 0 − Z A )] [r31 ( X 0 − X A ) + r32 (Y0 − YA ) + r33 ( Z 0 − Z A )]
Dimana : xa, ya
= Koordinat objek pada sistem koordinat foto
X0, Y0, Z0 = Koordinat titik pusat eksposur pada sistem koordinat ruang XA, YA, ZA = Koordinat objek pada sistem koordinat ruang
2.2.3
rmn
= Koefisien rotasi dari matriks baris m kolom n
f
= Panjang fokus lensa kamera
Perataan Berkas Prinsip kesegarisan kemudian dapat dimanfaatkan untuk menentukan posisi kamera pada saat pemotretan dan untuk mendapatkan koordinat 3 dimensi dari titik-titik sekutu pada model. Proses untuk mendapatkan nilainilai parameter tersebut dinamakan proses perataan berkas. Pada proses perataan berkas ini terdapat dua proses utama yaitu : 1. Reseksi : Proses ini dilakukan untuk menentukan parameter orientasi luar kamera yaitu X0, Y0, Z0, ω, φ, κ. Keenam parameter orientasi luar kamera ini dapat menunjukkan posisi dan orientasi dari kamera saat dilakukan pengambilan foto. Dalam persamaan kesegarisan, parameter ω, φ, κ, dituliskan dalam bentuk matriks rotasi (rmn). 2. Interseksi : Proses ini dilakukan untuk menentukan koordinat 3 dimensi ruang (XA, YA, ZA) dari titik- titik sekutu pada model, dengan syarat titik – titik tersebut harus terfoto pada minimal dua foto yang bertampalan.
2.2.4
Target Penentuan orientasi antara foto yang satu dengan foto yang lain membutuhkan sebuah titik sekutu yang dapat dikenali di beberapa foto. Dengan memperhatikan jumlah foto, jumlah titik sekutu ini juga dapat berjumlah sangat banyak. Proses referencing untuk semua titik tersebut akan memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit apabila pengambilan foto 11
dilakukan untuk objek yang besar dan detail. Selain itu apabila salah dalam identifikasi titik sekutu tersebut maka proses perhitungan dapat terhenti dan waktu akan terbuang percuma. Oleh karena itu, digunakan sebuah objek dengan pola yang telah dibuat sedemikian rupa yang diberi nama coded target. Warna target yang digunakan sebisa mungkin kontras dengan latar belakangnya agar dapat dikenali dengan mudah. Terdapat 2 jenis target yang umum digunakan saat pengambilan data, yaitu : 1. Target tanpa kode : Disebut target tanpa kode karena perangkat lunak Photomodeler Scanner tidak dapat mengidentifikasikan titik tersebut, sehingga identifikasi dilakukan secara manual. Target jenis ini hanya berbentuk bulat seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2-6 Target tanpa kode (Marker)
2. Target berkode : Disebut target berkode karena perangkat lunak Australis
dan
Photomodeler
Scanner
dapat
mengidentifikasikannya secara automatis. Terdapat beberapa jenis target berkode berdasarkan jumlah bitnya. Target berkode yang digunakan Australis dan Photomodeler pun berbeda. Pada Photomodeler digunakan coded target dengan bentuk lingkaran konsentris seperti ditunjukkan pada gambar 2-7.
Gambar 2-7 Target Berkode (Coded Target) Lingkaran Konsentris, a) 8-bit, b) 10-bit, c) 12-bit
Pada perangkat lunak Australis digunakan coded target dengan bentuk sebaran titik seperti dapat dilihat pada gambar 2-8. Pembacaan coded target ini membutuhkan algoritma yang lebih rumit tetapi dapat memberikan jumlah kode yang lebih banyak (Hattori, Akimoto, Fraser, & Imoto, 2002)
12
Gambar 2-8 Target berkode (Coded Target) sebaran titik
Untuk proses pembacaannya, setiap coded target tersebut memiliki 5 titik yang terletak di posisi orientasi relatif yang sama seperti tergambar sebagai garis merah di gambar 2-9. Perpotongan dari garis merah tersebut dianggap sebagai pusat dari cotarget.
Gambar 2-9 Pembacaan coded target sebaran titik (Moe et al., 2010)
2.3
Akuisisi Data Dalam pengambilan data dibagi dalam dua sesi foto, yaitu foto udara dengan
wahana tanpa awak (UAV) dan foto secara terestris. Foto udara digunakan untuk mendapatkan area lanskap secara keseluruhan dan mendeteksi atap serta lapangan di area tersebut, sedangkan foto terestris digunakan untuk mendapatkan detail dari area tersebut seperti detail bangunan dan objek lain di sekitarnya. 2.3.1
Unmanned Aerial Vehicle Fotogrametri Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Fotogrametri merupakan sebuah metode baru dalam fotogrametri yang mengaplikasikan fotogrametri rentang dekat dengan wahana terbang, sehingga menciptakan alternatif baru yang lebih hemat biaya dibandingkan dengan fotogrametri berawak klasik. Wahana 13
ini menggunakan radio kontrol yang dapat dioperasikan baik secara manual, semi-otomatis, ataupun otomatis tanpa perlu adannya pilot di dalam wahana. Semua proses mulai dari penerbangan wahana, kontrol jalur terbang, dan pengambilan foto dapat dilakukan dari darat melalui kendali radio kontrol (Eisenbeiß, 2009).
Gambar 2-10 Helikopter model diterbangkan untuk foto udara (Eisenbeiß, 2009).
Hasil dari foto udara ini nantinya akan menjadi peta dasar bagi proses selanjutnya dimana model yang lebih detail akan diambil secara terestris dan kemudian digabung pada model ini.
2.3.2
Terestrial Fotogrametri Untuk membuat model 3D suatu bangunan tanpa mengetahui parameter geometrinya bertampalan (foto stereo).
diperlukan sedikitnya dua buah foto
yang
Dengan menggunakan pasangan foto tersebut
bentuk geometri 3D suatu bangunan dapat direkonstruksi selama area geometri yang ingin dibentuk modelnya dapat terlihat pada kedua foto tersebut. Dalam pengambilan gambarnya jarak dan sudut kamera juga harus diusahakan tetap paralel antara satu sama lain. Untuk mendapatkan hasil yang baik rasio dari basis stereo (jarak antara setiap posisi kamera) dengan jarak kamera hingga objek adalah antara 1:5 dan 1:15 (Hanke & Grussenmeyer, 2002).
14
Gambar 2-11 Pengambilan gambar foto stereo
Dalam merekonstruksi objek bangunan yang kompleks pengambilan sepasang foto yang stereo saja tidak akan cukup dan dibutuhkan lebih banyak pasangan foto stereo untuk dapat melingkupi keseluruhan bangunan. Untuk mendapatkan hasil yang homogen pada keseluruhan bangunan serta membantu dalam hal pengukuran dibutuhkan orientasi yang baik secara simultan pada semua foto tersebut, hal ini dinamakan restitusi bundle. Keuntungan lainnya dengan teknik ini adalah memungkinkan dilakukannya kalibrasi on-the-job pada kamera yang dapat meningkatkan akurasi dari kamera yang belum terkalibrasi dan tidak diketahui parameternya. Posisi geometri kamera yang digunakan juga dapat langsung disesuaikan sendiri yang artinya foto yang diambil tidak harus secara parallel atau stereo juga memungkinkan perbedaan kamera atau lensa yang digunakan (Hanke & Grussenmeyer, 2002).
Gambar 2-12 Contoh konfigurasi untuk solusi bundle
15
Tingkat akurasi fotogrametri dijital ini dapat ditentukan dalam beberapa faktor, yaitu (Wojtas, 2010): 1. Semakin tinggi resolusi foto memungkinkan fitur-fitur yang ditampilkan akan lebih presisi. 2. Ketelitian rekonstruksi akan lebih tinggi jika parameter kamera telah diketahui. 3. Interseksi sudut akan lebih baik jika 90 derajat, tetapi memiliki efek yang negatif pada proses image matching dalam beberapa kasus. 4. Setiap fitur diharapkan ada dalam banyak citra, sehingga dapat meningkatkan kualitas ketelitian yang memperkuat jaringan geometri foto 5. Sudut pencahayaan yang baik 6. Pada saat pengambilan gambar akan lebih baik menggunakan tripod untuk memastikan stabilitas dan meminimalkan efek getaran yang dapat mengurangi ketajaman citra
2.4
Pemodelan 3 Dimensi dan Visualisasi Desain Lanskap Dalam pembentukan model 3 dimensi dalam metode fotogrametri rentang dekat, terdapat 2 macam metode yang dapat dilakukan yaitu dense point cloud dan sparse point. Pemilihan model yang dibentuk tergantung dari kebutuhan dan ketelitian yang diinginkan. Setelah proses pembuatan model selesai dilakukan, kemudian divisualisasikan pada perangkat lunak Google Sketchup untuk ditambahkan pewarnaan tekstur dan fitur lanskap seperti pohon yang akan sulit dimodelkan jika menggunakan perangkat lunak PhotoModeler Scanner.
2.4.1
Dense Point Cloud Pemodelan dengan metode dense point cloud merupakan salah satu metode yang paling cocok untuk memodelkan objek bertekstur. Metode ini termasuk metode semi-otomatis karena proses pembentukan point cloud 16
dapat dilakukan dalam perangkat lunak PhotoModeler Scanner secara ototmatis dengan melakukan sedikit pengaturan setelah semua foto yang diperlukan melalui proses perataan berkas terlebih dahulu. Dengan kemampuan menghasilkan point cloud yang sangat kecil akan dihasilkan model dense yang sangat akurat sesuai dengan keadaan sebenarnya. Proses pengambilan foto dengan metode ini dilakukan secara stereo dan diusahakan memiliki daerah pertampalan yang besar karena kualitas point cloud yang dihasilkan sangat bergantung proses image matching daerah yang bertampalan tersebut.
Gambar 2-13 Bentuk geometri pengambilan data secara stereo (Murtiyoso, 2011)
2.4.2
Sparse Point Pada penelitian ini untuk pembentukan model 3 dimensi digunakan metode sparse point. Metode ini merupakan suatu pemodelan yang sederhana dimana tidak diperlukan proses image matching seperti pada metode dense point cloud. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan marking (penandaan) di setiap titik atau fitur yang akan dimodelkan. Minimal enam titik harus dapat teridentifikasi di setiap pertampalan antar foto agar proses dapat berjalan di perangkat lunak PhotoModeler Scanner (Irawan, 2011)
17
Gambar 2-14 Marking antar foto udara yang bertampalan
Pengambilan gambar objek terestris yang digunakan dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah pengambilan foto secara konvergen yaitu pengambilan gambar ke arah titik pusat objek yang diinginkan dengan sudut antara setiap posisi kamera diusahakan antara 60-90 derajat Pengolahan dengan metode ini relatif lebih lama karena diharuskan melakukan marking disetiap titik yang akan dimodelkan.
Gambar 2-15 Pengambilan Gambar Secara Konvergen (Murtiyoso, 2011)
2.5
Arsitektur Lanskap Pada bidang arsitektur lanskap hal yang perlu diperhatikan adalah batas-batas
ruang lanskap harus terlihat dan area yang terlingkupi dalam lanskap tersebut harus tertutup. Dengan kata lain pada desain lanskap peralihan bahan yang ada pada lanskap suatu area dapat terlihat jelas. Bahan pada desain lanskap sendiri dapat dibagi dalam dua kategori utama, yaitu hard scape dan soft scape. Hard scape adalah 18
perkerasan bahan yang ada pada area lanskap seperti beton, aspal, paving block, semen, dan sebagainya. Sedangkan soft scape adalah bahan-bahan yang lebih lembut untuk lanskap seperti rumput, pohon, air, dan sebagainya. Integrasi dari dua kategori inilah yang menciptakan lanskap suatu area dapat terjadi. Proses yang dilalui dalam pembuatan desain lanskap sendiri membentuk siklus dimana hasil dari proses pembuatan desain akan menjadi timbal balik untuk menjadi masukan pada proses selanjutnya (Polk & Robert, 1999)
Gambar 2-16 Siklus desain
Proses penting yang dilakukan dalam pembuatan desain dapat didefenisikan sebagai berikut (Polk & Robert, 1999): 1. Pengamatan : Proses mengumpulkan informasi pada suatu area dengan fakta yang ada di lapangan dan berdasarkan tujuan dari pembuatan desain tersebut 2. Orientasi : Proses membangun sebuah model yang memungkinkan pembuat desain untuk mengerti kondisi keadaan area yang sebenarnya dan memvisualisasikan keadaan tersebut. 3. Pengambilan keputusan : Proses untuk menentukan pilihan-pilihan yang mungkin untuk dilakukan agar mencapai keadaan area yang diinginkan. 4. Aksi : Proses mengimplementasikan hasil keputusuan yang telah diambil pada proses pengambilan keputusan. Fungsi utama dalam pembuatan desain lanskap ini yang terutama adalah untuk visualisasi dari suatu area menjadi bentuk 3D yang dapat memudahkan pengguna melihat secara keseluruhan area lanskap yang ada, karena pada umumnya terdapat kesulitan dalam masalah melihat orientasi area tersebut. Arsitek lanskap biasanya membuat desain dalam peta 2D skala besar dan kemudian menambahkan fitur bangunan dengan perangkat lunak pengolahan gambar yang tidak disertai dengan
19
ukuran bangunan yang sebenarnya, sehingga ketelitian model tersebut tidak dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya (Groneman-van der Hoeven, 2004). Visualisasi model 3D ini juga dapat memudahkan pengguna untuk berinteraksi dengan model lebih cepat dan efisien. Dari visualisasi model dijital 3D yang telah dibuat dapat ditarik beberapa implementasi sebagai berikut: 1. Pengukuran : Dari model yang telah dibuat dapat dilakukan pengukuran luasan atau volume bidang permukaan yang ada. Hal ini sangat penting karena desain yang telah dibuat harus dapat membantu dalam pembangunan lanskap area tersebut. 2. Pembuatan desain : Dari model desain lanskap yang ada dapat ditambahkan fitur atau desain lain untuk memperindah lanskap yang telah ada. 3. Renovasi : Untuk mempermudah meihat keadaan fisik area yang telah ada dan memperbaiki jika terdapat kerusakan.
20