27
BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK
A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan 1. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Saat ini perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indoensia. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional. 12 Awal pembentukan OJK berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatar belakangi pembentukan OJK, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat UUBI. Pasal 34 UUBI merupakan respons dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-
12
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hlm 214.
28
1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan. 13 Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak
yang mempertanyakan
pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran pemasalahan-pemasalahan di masa depan. Ide awal pembentukan OJK yang sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undnag-undang tentang bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan UUBI (selanjutnya yang memberikan independensi kepada bank sentral. Rancangan Undang-Undang ini di samping memberikan independensi, juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan rancangan UUBI bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank. Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan
13
Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta:JAS, 2014), hlm 36
29
OJK ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut. 14 Pasal 1 UU OJK, OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini. “ Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa OJK adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi. 2.
Dasar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan, dimana sebelumnya kewenangan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal. 15
14
Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan (Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM RI , 2011), hal. 44. 15 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 325
30
Pembentukan OJK didasarkan kepada tiga landasan yaitu : 1. Landasan filosofis Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbanh disemua sektor perekonomian serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia. 2. Landasan yuridis Undang-Undang Bank Indonesia 3. Landasan sosiologis a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi dan informasi serta inovasi financial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai sub sektor keuangan menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral disektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem keuangan
31
3. Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan Sejak lama, pembentukan lembaga OJK ini diamanatkan oleh UUBI, sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai sudah tepatkah pemindahan fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani oleh Bank Indonesia. a. Untuk mencapainya, Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter
secara
berkelanjutan,
konsisten,
dan
transparan
dengan
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. b. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. c. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi. 16 Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UUBI yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan 16
Riyanikusuma.Wordpress.Com/2013/02/14/Otoritas-Jasa-Keuangan (diakses tanggal 10 Maret 2015).
32
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Adapun maksud dari pembentukan OJK menurut beberapa ahli/pakar perbankan adalah sebagai berikut: b. Menkeu Agus Matroardojo Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia c. Fuad Rahmany Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab didalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah d. Darmin Nasution Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah untuk mencari efesiensi di sektor perbankan,
pasar
modal
dan
lembaga
keuangan.
Sebab
suatu
perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan. e. Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad: Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga lembaga keuangan membuat
33
surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga. 4. Status Otoritas Jasa Keuangan Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU OJK dikatakan bahwa, OJK adalah lembaga yang indepeden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. 17 Bagian penjelasan UU OJK disebutkan bahwa, OJK dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah. Jadi seharusnya tidak terpengaruh oleh pemerintah. 18 Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa status kelembagaan OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sehingga secara yuridis bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan OJK. Secara orang perorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan OJK yang tepat dalam UU OJK diatur juga mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia dan masyarakat sektor jasa keuangan.
17
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2 ayat
18
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2
(1)
34
5. Tugas Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: d. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; e. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan f. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai wewenang: b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3) Sistem informasi debitur; 4) Pengujian kredit (credit testing); dan
35
5) Standar akuntansi bank; c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1) Manajemen risiko; 2) Tata kelola bank; 3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank. Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang: 2) Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini; 3) Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; 4) Menetapkan peraturan dan keputusan OJK; 5) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; 6) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; 7) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; 8) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan; 9) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan 10) Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
36
B. Peranan Direksi di Industri Perbankan Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 19 Persyaratan Pengangkatan Direksi, antara lain : direksi diangkat oleh RUPS, direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih, yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu : 20 1.
Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan. kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan.
2.
Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perseroan.
3.
Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas perseroan. 19
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 Myrizal-76.Blogspot.Com/2011/08/Tugas-Kewajiban-Kewenangan-Serta.html (diakses tanggal 10 Maret 2015). 20
37
4.
Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara amanah dan transparan. Untuk itu direksi mengembangkan sistem pengendalian internal dan sistem manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif.
5.
Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi. Masa tugas direksi habis apabila: 21
1.
Anggota direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
2.
Jangka waktu masa tugas direksi diatur dalam anggaran dasar atau akte pendirian.
3.
Jika diberhentikan sementara waktu sebelum masa tugasnya oleh RUPS/Komisaris maka dalam jangka waktu 30 hari diadakan RUPS untuk memberi kesempatan direksi tersebut membela diri. Apabila dalam jangka waktu 30 hari tidak ada RUPS maka pemberhentian sementara batal demi hukum.
21
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
38
4.
Pemberhentian anggota direksi berlaku sejak: a. ditutupnya RUPS apabila anggota direksi diberhentikan sewaktu-waktu b. tanggal keputusan untuk memberhentikan anggota direksi c. tanggal lain yang ditetapkan dalam RUPS Kewajiban direksi di dalam perseroan, yaitu : 22
8.
Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai organ yang wajib bertanggungjawab, Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada RUPS.
9.
Direksi wajib membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi, menyelenggarakan pembukuan Perseroan; melaporkan kepemilikan sahamnya dan keluarga yang dimiliki pada perseroan atau perseroan lain.
10.
Direksi wajib menyiapkan laporan tahunan (termasuk pertanggung jawaban tahunan) untuk RUPS.
11.
Direksi wajib memberikan keterangan kepada RUPS mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.
12.
Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap perlu (termasuk melakukan pemanggilan dan lain-lain).
13.
Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan sebagian besar atau seluruh kekayaan Perseroan.
22
Ibid
39
14.
Direksi wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau pengambilalihan untuk diajukan kepada RUPS. Direksi memiliki peranan, yaitu : Direksi berperan untuk mengusulkan kepada RUPS : a. Perubahan anggaran dasar b. Pembelian kembali saham dan pengalihan saham tersebut kepada pihak lain c. Penambahan modal d. Pengurangan modal e. Penggunaan laba dan pembagian deviden f. Pembubaran perseroan
6.
Direksi berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha perseroan
7.
Direksi berwenang mengelola kekayaan perseroan
8.
Direksi berwenang mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan
9.
Direksi berwenang untuk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai anggaran dasar/akte pendirian
10. Direksi berwenang untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris 11. Direksi berwenang untuk mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului dengan persetujuan RUPS
40
Pertanggungjawaban pribadi direksi 1. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. 2. Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. 3. Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan: a.
Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
C. Alasan perlunya dilakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan di Industri Keuangan Bank Meningkatkan kepercayaan dan perlindungan kepada masyarakat terhadap industri perbankan, perlu dipastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan oleh pihak yang mampu dan patut Penilaian Kemampuan dan Kepatutan sehingga pengelolaan bank dilakukan sesuai dengan tata kelola yang baik (good Governance).
41
Secara sederhana pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dimaksud untuk 23 : 1. Untuk mengetahui kemampuan dan kepatutan (calon) manajemen perusahaan yang bersangkutan, secara detail dapat dipertanggung jawabkan. 2. Untuk memantau pencapaian goals dan proses perusahaan (bank) secara keseluruhan, baik aspek legal maupun aspek financial. 3. Untuk memberi motivasi kepada para (calon) manajemen untuk melaksanakan tugas, kewajiban serta wewenang dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengaturan perusahaan bank bersangkutan. 4. Untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan bank secaraberkesinambungan dalam dunia bisnis yang telah memasuki pasar terintegrasi ini (globalisasi), yang pada akhirnya akan bermuara pada kinerja yang semakin baik dari waktu kewaktu secara berkesinambungan. Prosedur pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur dalam Pasal 8 UU Bank Indonesia, yaitu : 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 3. Mengatur dan mengawasi bank. Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut.
23
Ibid.
42
Tujuan dari pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai 24 : 1. Lembaga
kepercayaan
masyarakat
dalam
kaitanya
sebagai
lembaga
penghimpun dan penyalur dana. 2. Pelaksanaan kebijakan moneter. 3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan menyeluruh
maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Fungsi kepatutan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang. 25 Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan masih dibedakan antara penanggung
jawab,
pemrakarsa,
pemutus
dan
pelaksana,
serta
yang
mengetahuinya. Artinya, dalam setiap penyimpangan yang berakibat pada kerugian perusahaan, maka akan dicari penanggung jawab, pemrakarsa, pemutus dan pelaksananya, karena tidak menutup kemungkinan adanya pejabat yang
24
N. Ferry dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), hal. 62. 25 http://www.bankina.co.id/admin/modul/laporan/pdf_file/300513232215.pdf (diakses tanggal 1 Maret 2015).
43
menutup-nutupi penyimpangan tersebut. Hal inilah yang menentukan berat atau ringannya kesalahan dan akan sangat berpengaruh pada tingkat penilaian. Kriteria pelaku yang terlibat antara lain pelaku, pelaksana, dan pihak yang hanya mengetahui. Pelaku yaitu orang yang secara langsung melakukan atau turut melakukan perbuatan rekayasa dan atau praktik-praktik perbankan yang menyimpang dari undang-undang dan ketentuan perbankan; perbuatan yang dapat dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang disepakati dengan Bank Indonesia dan atau pemerintah. Perkembangan industri perbankan yang dinamis membutuhkan pemilik yang selain memiliki integritas juga memiliki komitmen dan kemampuan yang tinggi dalam mendukung pengembangan operasional bank yang sehat. Selain itu dalam pengelolaan bank diperlukan sumber daya manusia yang memiliki integritas yang tinggi, berkualitas dan memiliki reputasi keuangan yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola bank melalui penelitian administratif yang lebih efektif dan proses wawancara yang lebih efisien, dengan tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. Selanjutnya sebagai pelaksanaan tugas pengawasan bank oleh Bank Indonesia secara berkesinambungan, terhadap pihak–pihak yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dilakukan penilaian kembali atas kemampuan dan kepatutannya sebagai pemilik dan pengelola bank. Melindungi industri bank dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan, penilaian kembali dilakukan
44
melalui proses yang lebih singkat dan transparan tanpa mengabaikan azas keadilan bagi pihak yang diuji. Tujuan uji kemampuan dan kepatutan adalah agar industri perbankan senantiasa dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi persyaratan maka sudah menjadi keharusan untuk tidak memberikan ruang bagi pihak yang melakukan tindakan yang diindikasikan tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan ketentuan yang berkaitan dengan pengenaan sanksi yang lebih tegas dan dapat memberikan efek jera terhadap pihak yang tidak mampu dan tidak patut dalam memiliki dan mengelola bank. Bank Indonesia sebagai Bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur dalam Pasal 8 UUBI, yaitu : 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 3. Mengatur dan mengawasi bank. Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut. Tujuan dari pengaturan dan pengawasan Bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai 26 : 1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana. 2. Pelaksanaan kebijakan moneter.
26
N. Ferry dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), hlm. 62
45
3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan menyeluruh
maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Pengertian pelaku disini adalah termasuk pemutus, pemrakarsa atau penanggung jawab. Pelaksana adalah orang yang telah melakukan suatu perbuatan berdasarkan instruksi, tekanan, tipu daya, atau pemberian kompensasi dari pihak lain, seperti pihak yang menandatangani suatu dokumen, pihak yang melakukan atau turut serta melakukan eksekusi/tindakan, dan pihak yang turut menyetujui suatu keputusan. Sedangkan pihak yang hanya mengetahui adalah orang yang turut serta mengetahui atau terlibat dalam suatu perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain karena jabatannya, misalnya sebagai pihak yang mengetahui melalui pengesahannya dalam suatu dokumen. Penetapan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil penilaian faktor integritas dan faktor kompetensi. Predikat lulus diberikan dengan hasil penilaian akhir sebesar 0 (nol). Predikat lulus bersyarat, dengan hasil penilaian akhir sebesar 1 (satu) sampai dengan 19 (sembilan belas), dan predikat tidak lulus dengan penilaian akhir sebsar 20 (dua puluh) atau Iebih.
46
D. Faktor-Faktor dalam Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri Keuangan Bank Penilaian Kemampuan
dan Kepatutan dilakukan terhadap faktor
kemampuan dan kepatutan sebagaimana tercantum dalam pasal 4 PBI No.12/23/PBI/2010 : 27 Faktor kemampuan meliputi: 1. Pengetahuan yang memadai dan relevan dengan jabatannya; 2. Pemahaman tentang peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan pembiayaan dan peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan perusahaan pembiayaan; 3. Pengalaman di bidang perusahaan pembiayaan dan/atau bidang lainnya yang relevan dengan jabatannya; dan 4. Kemampuan pengembangan
untuk
melakukan
perusahaan
pengelolaan
pembiayaan
strategis yang
dalam
sehat,
rangka termasuk
perluasan/ekspansi maupun inovasi terhadap kegiatan usaha di bidang perusahaan pembiayaan. Faktor kepatutan meliputi: 1. Memiliki akhlak dan moral yang baik; 2. Tidak pernah melakukan praktik-praktik tercela di bidang usaha perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya; 3. Tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya;
27
Pasal 4 PBI No.12/23/PBI/2010
47
4. Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan; 5. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 6. Tidak pernah melanggar komitmen yang telah disepakati dengan instansi pembina dan pengawas perusahaan pembiayaan; dan 7. Tidak pernah memberikan keuntungan dan/atau manfaat lainnya secara tidak wajar kepada pemegang saham, direksi, komisaris, pegawai dan/atau pihak lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan nasabah dan/atau perusahaan pembiayaan; 8. Tidak pernah melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perusahaan pembiayaan; 9. Tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kewenangannya atau diluar kewenangannya; dan 10. Tidak pernah dinyatakan tidak mampu menjalankan kewenangan sebagai anggota direksi atau dewan komisaris. Ruang lingkup Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi direksi disebutkan dalam Pasal 17 PBI No.12/23/PBI/2010 meliputi faktor integritas, kompetensi, dan faktor keuangan. Ruang lingkup tersebut berbeda bagi calon dan telah menduduki jabatannya. Adapun persyaratan integritas terhadap calon direksi dan dewan komisaris berdasarkan Pasal 18 PBI No.12/23/PBI/2010 adalah :
48
1. Memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain dijulukan dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana tertentu dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan. 2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank yang sehat. 4. Tidak termasuk dalam DTL (Daftar Tidak Lulus) 5. Memiliki komitmen untuk tidak akan melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 PBI No.12/23/PBI/2010, bagi calon yang pernah memiliki predikat tidak lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa sanksi. Sedangkan persyaratan kompetensi bagi calon direksi dan dewan Komisaris berdasarkan Pasal 19 PBI No.12/23/PBI/2010 untuk memastikan : 1. Bagi calon anggota dewan komisaris memiliki : a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya. b. Pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan. 2. Bagi calon direksi memiliki : a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya. b. Pengalaman dan keahlian dibidang perbankan dan/atau bidang keuangan.
49
c. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan bank yang sehat. Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon Pemegang Saham Pengendali dan calon pengurus bank dilakukan melalui penelitian administratif (meliputi penelitian dokumen persyaratan administratif, track record serta penelitian reputasi keuangan) dan wawancara Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) PBI No.12/23/PBI/2010 untuk menilai apakah yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan atau tidak. Persyaratan yang dimaksud bagi calon Pemegang Saham Pengendali yaitu memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan Pasal 4 PBI No.12/23/PBI/2010. Persyaratan integritas antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik, memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat, dan tidak termasuk dalam daftar tidak lulus (Pasal 5 PBI No.12/23/PBI/2010). 28 Syarat kelayakan keuangan meliputi persyaratan kemampuan keuangan, tidak termasuk dalam daftar kredit macet, tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan, bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan tidak memiliki hutang yang jatuh tempo dan bermasalah.
28
Ibid.
50
Persyaratan yang dinilai pada calon pengurus bank antara lain (Pasal 15 PBI No.12/23/PBI/2010): 1. Integritas; 2. Kompetensi; 3. Reputasi keuangan. Persyaratan integritas meliputi: 1. Akhlak dan moral yang baik; 2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat 3. Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus. Persyaratan kompetensi bagi calon komisaris antara lain memiliki pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya, dan atau pengalaman di bidang perbankan. Sedangkan bagi calon direksi: 1. Memiliki pengetahuan di bidang perbankan; 2. Pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan atau bidang keuangan 3. Kemampuan
untuk
melakukan
pengelolaan
strategis
dalam
rangka
pengembangan bank yang sehat. Mayoritas anggota direksi wajib berpengalaman dalam operasional Bank sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pejabat eksekutif pada bank. Persyaratan reputasi keuangan juga harus dipenuhi antara lain, tidak termasuk dalam daftar kredit macet, dan tidak pernah dinyatakan bersalah menyebabkan
51
suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum dicalonkan. Bank yang merupakan lembaga intermediary, menerima dana dari pihak ketiga yaitu nasabah yang memberikan kepercayaannya dalam pengelolaan dananya. Namun, kenyataannya masih saja ada orang-orang “nakal” yang menyalahgunakan kepercayaan ini. Penyelewengan dana merupakan masalah yang sering timbul. Permasalahan inilah yang menjadi perhatian khusus Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam pengawasan perbankan Indonesia. Kegiatan bank tidak terlepas dari menerima dana dari pihak ketiga yaitu nasabah melalui tabungan/deposito atau pun yang lainnya. Dana tersebut nantinya akan disalurkan kembali dalam bentuk kredit. Namun, yang terjadi adalah masih saja terdapat penyelewengan. Ini mengurangi kepercayaan masyarakat untuk memberikan dananya dalam bentuk simpanan maupun deposito. Bank Indonesia mengeluarkan kembali peraturan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi direksi bank perkreditan rakyat, demi untuk meningkatkan kepercayaan dan perlindungan masyarakat terhadap industri perbankan. Perbedaan tersebut secara garis besar terdiri dari beberapa aspek berikut: 1. Penambahan obyek uji kemampuan dan kepatutan. Hal tersebut meliputi : calon direksi sebelum menjalankan fungsi dan tugasnya; calon direksi dan sudah tidak menjabat sebagai calon direksi dan pejabat eksekutif. 2. Penyederhanaan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon direksi, dan pejabat eksekutif yang sedang menjabat (existing):
52
a. Pengumpulan bukti tidak harus melalui pemeriksaan khusus namun dapat dilakukan melalui pengawasan aktif (pemeriksaan), pengawasan pasif atau sumber lainnya. b. Pengurangan penyampaian tanggapan dari pihak yang dinilai atas hasil sementara dari semula 2 kali menjadi hanya sekali. Penyederhanaan langkah–langkah penilaian dari 10 tahap menjadi 4 tahap yaitu: 1) Klarifikasi temuan dan bukti kepada pihak yang dinilai. 2) Penetapan dan penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan. 3) Tanggapan dari pihak yang dinilai atas hasil penilaian sementara. 4) Penetapan & pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan. 3. Predikat hasil uji kemampuan dan kepatutan hanya ada dua yaitu lulus dan tidak lulus. 4. Pengetatan sanksi dan konsekuensi bagi pihak yang dinyatakan tidak lulus. Pihak-pihak yang ditetapkan predikat tidak lulus dilarang menjadi: a. Anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pejabat eksekutif pada industri perbankan. b. Pengenaan jangka waktu larangan terhadap pihak-pihak yang ditetapkan predikat tidak lulus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 ayat (2) peraturan ini ditetapkan: 1) selama jangka waktu 3 tahun: 2) selama jangka waktu lima tahun
53
3) selama jangka waktu 20 tahun 5. Pengaturan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi bank dalam penyelamatan/penanganan LPS. Pasal 63 ayat (1) peraturan ini mengatur bahwa dalam rangka penanganan atau penyelamatan BPR, terhadap LPS tidak dilakukan Penilaian kemampuan dan kepatutan selaku calon direksi. Namun calon direksi yang akan diangkat LPS wajib mengikuti Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. 6. Perluasan obyek Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap pihak-pihak yang sudah tidak menjadi Pemegang Saham Pengendali (Pemegang Saham Pengendali) BPR atau sudah tidak menjabat sebagai anggota dewan komisaris, anggota direksi, dan pejabat eksekutif di BPR. Pihak-pihak yang telah ditetapkan predikat tidak lulus dapat kembali menjadi pemegang saham pengendali, anggota dewan komisaris, anggota direksi, dan pejabat eksekutif apabila jangka waktu sanksi telah dilalui dan telah menjalani Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dan ditetapkan lulus.
E. Pengaturan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri Keuangan Bank.
Penilaian kemampuan dan kepatutan yang dilakukan terhadap pihak yang dicalonkan sebagai pihak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a meliputi: 1. Pihak yang akan menjadi anggota direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas syariah, atau anggota badan perwakilan anggota;
54
2. Pihak yang akan menjadi pemegang saham pengendali; 3. Pihak yang akan menjadi tenaga ahli; dan 4. Pihak yang akan menjadi tenaga kerja asing Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: b. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; c. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan d. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan OJK mempunyai wewenang antara lain : Pasal 8 Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini; b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK; d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
55
g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola status pada Lembaga Jasa Keuangan; h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Pasal 9 Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. Melakukan
pengawasan,
pemeriksaan,
penyidikan,
perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. Melakukan penunjukan pengelola status; f. Menetapkan penggunaan pengelola status;
56
g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan h. Memberikan dan/atau mencabut: 1) Izin usaha; 2) Izin orang perorangan; 3) Efektifnya pernyataan pendaftaran; 4) Surat tanda terdaftar; 5) Persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6) Pengesahan; 7) Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8) Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan.