BAB II SIKLUS BELAJAR 5E, PENGUASAAN KONSEP, BERPIKIR KREATIF DAN KONSEP BUNYI
A. Siklus Belajar Teori belajar Piaget yang berbasis pandangan konstruktivisme merupakan dasar pemikiran siklus belajar. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur intelektual, isi dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995). Adaptasi terdiri dari asimilasi dan akomodasi. Pada proses asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon terhadap rangsangan yang diterimanya. Individu juga berinteraksi dengan data yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur mental individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada kondisi ini individu melakukan modifikasi dari struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep (Dasna, 2005). Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsepkonsep lain yang telah dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah. Karplus 11
dan Their (Renner et.al. 1988) mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan
ide
Piaget
di
atas
dengan
mengimplementasikannya
dan
mengembangkannya menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Unsur-unsur teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam siklus belajar (Abraham et.al. 1986). Siklus belajar juga pada dasarnya lahir dari paradigma konstruktivisme sosial Vygotsky dan teori belajar bermakna Ausubel (Dasna, 2005). Siklus belajar melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implementasi Siklus belajar dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu 1.
Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.
2.
Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.
3.
Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah (Hudojo, 2001). Pembelajaran dengan siklus belajar menjadikan pembelajaran sebagai
proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Dampaknya proses pembelajaran akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri siswa menjadi pengetahuan fungsional yang setiap
12
saat dapat diorganisasi oleh siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Marek dan Methven (Iskandar, 2005) menyatakan bahwa siswa yang gurunya
mengimplementasikan
siklus
belajar
mempunyai
ketrampilan
menjelaskan yang lebih baik dari pada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori. Cohen dan Clough (Soebagio, 2000) menyatakan bahwa siklus belajar merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Siklus belajar akan menuntut guru untuk memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitasnya dalam merancang kegiatan pembelajaran.
B. Siklus Belajar 5E Siklus belajar yang dikembangkan Karplus terdiri atas tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Pembelajaran siklus belajar dimulai dari fase eksplorasi melalui kegiatan mengamati, mengidentikasi konsep, kemudian pengenalan konsep oleh guru dan dilanjutkan dengan aplikasi konsep yang baru ditemukan. Secara sederhana pembelajaran model siklus belajar dapat digambarkan sebagai berikut: Eksplorasi
Pengenalan Konsep
Aplikasi Konsep
Gambar 2.1 Model Siklus Belajar
13
Selanjutnya, tiga fase siklus belajar ini dimodifikasi dan dikembangkan oleh Bybee menjadi lima fase yang kemudian dikenal dengan istilah siklus belajar 5E. Sesuai dengan yang diungkapkan Michael Szesze (Lorsbach, 2006), kelima yaitu meliputi : 1. Engage (menjelaskan), yaitu fase pengenalan terhadap pelajaran yang akan dipelajari yang sifatnya memotivasi dan mengaitkankanya dengan hal-hal yang membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dilakukan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Fase ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep yang akan dipelajari. 2. Explore (menyelidik), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman lansung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajarn yang telah disediakan sebelumnya. Pada fase ini juga siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil mengerjakan tugas dari guru untuk menguji prediksi melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatankegiatan seperti praktikum dan telaah literature dan lain lain. 3. Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan/dorongan terhadap siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase eksplorasi dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada kemudian
14
didiskusikan sehingga pada akhirnya didapat konsep dan definisi baru yang lebih formal. Pada fase ini siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari. 4. Extend (memperluas), yaitu fase yang tujuannya ingin membawa siswa untuk menggunakan
simbol-simbol,
definisi-definisi,
konsep-konsep
dan
keterampilan-keterampilan yang telah dimiliki siswa dalam situasi baru. Fase ini dapat meliputi penyelidikan, pemecahan masalah dan membuat keputusan. 5.
Evaluate (menilai), yaitu fase penilaian terhadap seluruh pembelajaran dan pengajaran. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus-menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya. Apabila kelima tahapan tersebut digambarkan dalam bentuk siklus, maka
dapat ditampilkan seperti pada Gambar 2.2:
Gambar 2.2 Model Siklus Belajar 5E (Lorsbach, 2006, www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm) 15
Dari gambar dapat dijelaskan siklus belajar 5E memiliki lima fase yang yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya. Pembelajaran dilaksanakan
secara bertahap dari satu fase ke fase berikutnya. Berawal dari fase engage, explore, explain, extend kemudian evaluate. Fase evaluate yang diposisikan berada di tengah bermakna bahwa proses pengevaluasian bukan hanya dilaksanakan di akhir pembelajaran tapi juga dilaksanakan pada saat proses pembelajaran. Setelah tuntas menemukan dan menguasai suatu konsep maka untuk menemukan konsep baru kembali lagi melakukan secara bertahap dari kelima fase tersebut. Di dalam model siklus belajar 5E guru dan siswa memiliki peran masingmasing, aktivitas guru dan siswa penerapan siklus belajar 5E dapat dijabarkan dalam Tabel 2.1 berikut: Fase 5E Engage
Aktivitas Guru
Explore
Aktivitas Siswa
Membuat pembelajaran lebih menyenangkan. Meningkatkan keingintahuan siswa. Mengajukan pertanyaan kepada siswa. Mendapatkan respon yang membangun dari apa yang siswa ketahui tentang konsep yang dipelajari.
Menganjurkan siswa untuk bekerjasama tanpa petunjuk lansung dari guru. Mengobservasi dan mendengarkan siswa selagi mereka berinteraksi. Memberikan pertanyaan arahan. Memberikan waktu pada siswa untuk menyelesaikan masalah. Menjadi konsultan bagi siswa.
Mengajukan pertanyaan seperti mengapa bisa terjadi. Bagaimana saya dapat menemukan sesuatu. Menunjukkan ketertarikan pada topik yang dipelajari.
Berpikir bebas tetapi dibatasi sesuai aktivitasnya. Melakukan eksperimen. Menguji prediksi dan hipotesis (jika ada). Diskusi kelompok. Menjawab permasalahan. Menyimpulkam temuan.
16
Tabel 2.1 Aktivitas Guru dan siswa dalam Siklus Belajar 5E Fase 5E
Aktivitas Guru Menganjurkan siswa untuk menjelaskan konsep dan definisi menurut kata-kata mereka sendiri. Memberikan pertanyaan arahan sebagai petunjuk siswa dan klarifikasi bagi siswa Menggunakan pengalaman siswa yang sebelumnya sebagai dasar untuk menerapkan dan menjelaskan konsep.
Mengharapkan siswa untuk menggunakan istilah umum, definisi dan memberikan penjelasan. Memperluas pengetahuan siswa dengan menganjurkan siswa menggunakan konsep yang telah dipelajari. Mengarahkan siswa pada fakta yang ada dan petunjuk, serta menanyakan, apa yang baru mereka dapatkan Mengapa kamu berpikir?
Mengobservasi siswa selama mereka menggunakan konsep baru dan kerampilannya. Menilai pengetahuan dan keterampilan siswa. Mengarahkan siswa untuk menilai pembelajarannya sendiri Memberikan pertanyaan mengapa kamu berpikir…. Fakta apa yang kamu punya… Apa yang kamu tahu tentang…Bagaimana kamu menjelaskan tentang….
Explain
Extend
Evaluate
Aktivitas Siswa
Menjelaskan solusi yang masuk akal berdasarkan kerja kelompok yang dilakukan. Mendengarkan penjelasan kelompok lain. Memberikan pertanyaan kepada kelompok lain. Mendengarkan mencoba memahami penjelasan guru Menggunakan catatan hasil observasi. untuk menjelaskan konsep. Menggunakan istilah baru, definisi, penjelasan dan keterampilan yang baru tetapi dalam situasi yang sama. Menggunakan informasi sebelumnya untuk bertanya, mengemukakan solusi, dan membuat keputusan. Menggambarkan kesimpulan yang masuk akal dari petunjuk. Mengingat kembali observasi dan keterangan yang ada. Memeriksa pengertian diantara teman.
Menjawab pertanyaan dengan menggunakan observasi, fakta yang diperoleh dan petunjuk-petunjuk sebelumnya. Mendemostrasikan pengertian atau pengetahuan dari konsep. Mengevaluasi perkembangan dan pengetahuan diri sendiri. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan penyelidikan selanjutnya.
MCPS Science Office, 2001
17
Adapun Sintak pembelajaran siklus belajar 5E dan pembelajaran konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Sintak Pembelajaran Siklus Belajar 5E dan Pembelajaran Konvensional Perbedaan Kegiatan awal
Kegiatan Inti
Penutup
Pembelajaran Siklus Belajar 5E Fase 1: Engage Mendatangkan pengetahuan awal siswa. Guru memberikan pertanyaan “apa yang kalian ketahui?” Siswa dan guru saling memberikan informasi dan pengalaman tentang pengetahuan awal. Memberitahu siswa tentang ide dan rencana pembelajaran. Memotivasi dan mengajak siswa berhipotesis terhadap eksperimen yang akan dilakukan. Fase 2: Explore Guru mengajak siswa untuk melakukan eksperimen secara berkelompok. Menggali informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Siswa menafsirkan dan menemukan kesimpulan. Fase 3: Explain Melakukan diskusi kelas sebagai ajang bagi siswa bertukar informasi dan untuk menjelaskan konsep dan definisi awal yang telah didapat dari kegiatan eksplorasi. Fase 4: Extend Menerapkan simbol, konsep dan keterampilan pada permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari konsep yang dipelajari. Guru mengajak siswa berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep ynag telah dipelajari untuk dikembangkan. Fase 5: Evaluate Guru memberikan kuis atau pertanyaan lisan untuk mengevaluasi apa yang telah didapatkan siswa selama proses pembelajaran. Memberi kesempatan kepada siswa bertanya untuk memantapkan konsep yang mereka pelajari.
Pembelajaran konvensional Mengkondisikan siswa. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
Guru menerangkan suatu konsep. Siswa bertanya hal-hal yang tidak dimengerti. Guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum. Guru memberikan contoh soal aplikasi konsep. Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan soal dari buku paket. Siswa mencatat materi yang diterangkan dan diberi soalsoal pekerjaan rumah.
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
18
C. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran biasa yang paling sering dilakukan oleh para guru. Pada pembelajaran ini guru memberikan penjelasan pada sejumlah siswa. Siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya. Pada umumnya siswa bersifat pasif, karena guru sepenuhnya sebagai sumber informasi. Siswa menerima saja apa yang dijelaskan oleh guru. Akibatnya guru lebih mendominasi proses pembelajaran yang meliputi menerangkan materi pelajaran, memberikan contoh-contoh penyelesaian soal-soal serta menjawab semua pertanyaan yang diajukan siswa Dalam melaksanakan tugasnya guru sering menggunakan berbagai alat bantu, seperti papan tulis, kapur serta gambar-gambar atau demostrasi sederhana. Berhubungan dengan metode ceramah yang digunakan ini, Nasution (1982) memberikan gambaran ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu: 1.
Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok siswa di kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.
2.
Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.
3.
Siswa umumnya bersifat pasif, karena harus mendengarkan penjelasan guru.
4.
Kecepatan belajar siswa umumnya ditentukan oleh kecepatan guru dalam mengajar.
5.
Keberhasilan belajar umumnya ditentukan oleh guru secara subyektif.
6.
Diperkirakan hanya sebagian kecil saja dari siswa yang menguasai materi pelajaran secara tuntas.
19
Pembelajaran konvensional
memiliki
keunggulan dan kelemahan.
Wartono (1996) mengungkapkan keunggulannya adalah dapat digunakan untuk siswa dalam jumlah besar dan dapat menyelesaikan materi pelajaran dengan cepat. Sedangkan kelemahan-kelemahan dari pembelajaran ini antara lain: 1.
Siswa seringkali tidak aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran jadi kurang efektif.
2.
Terutama bagi siswa yang belum cukup dewasa, pembelajaran konvensional ini sering menimbulkan kesulitan.
3.
Terutama untuk pendidikan sains bagi siswa yang masih muda (misalnya tingkatan SMP) pembelajaran ini tidak sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan sains, yang antara lain menuntut adanya pendidikan tentang metode ilmiah dan sikap ilmiah, sains bukan hanya mengajarkan fakta tetapi juga harus melatih keterampilan dan kecakapan.
D. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Fisika Menurut Ehrenberg, (Liliasari, 2002) konsep adalah sekumpulan atribut atau karakteristik umum terhadap semua contoh (orang, obyek, kejadian, ide) dari kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non contoh. Konsep terdiri atas label konsep yang merupakan satu atau lebih istilah yang digunakan untuk menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan karakteristik konsep yang merupakan penjelasan dari label yang bersangkutan.
20
Menurut Ausubel (Dahar 1996), konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu: (1) pembentukan konsep (concept formation), (2) asimilasi konsep (concept assimilation). Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Dalam proses induktif siswa dilibatkan belajar penemuan (discovery learning). Melalui belajar penemuan, siswa akan merasakan suatu yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan cara belajar klasik (hafalan). Sementara perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses ini siswa memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah dikenalnya dengan gagasan yang relevan yang sudah dalam struktur kognitifnya. Penguasaan adalah kemampuan menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri, mengenal sesuatu yang dinyatakan dengan kata-kata yang berbeda dengan kata-kata yang terdapat dalam buku teks (Burhanudin, 1982). Siswa dianggap telah menguasai konsep apabila ia mampu mendefinisikan, mengidentifikasikan dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep, sehingga dengan kemampuan ini ia bisa membawa suatu konsep dalam bentuk lain yang tidak sama dengan buku teks. Dengan penguasaannya seorang siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar serta mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan untuk memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana baik secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan (Depdiknas, 2004). Penguasaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk memahami konsep-konsep bunyi, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan aspek
21
kognitif Bloom, dibatasi pada aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Indikator penguasaan konsep dihubungkan dengan tingkat berfikir domain kognitif Bloom terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbedabeda, yaitu: (1) aspek pengetahuan berhubungan dengan kemampuan mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, (2) aspek pemahaman berhubungan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri, (3) aspek aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi baru, (4) aspek analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidak adanya kontradiksi, (5) aspek sintesis merupakan kemampuan dalam mengaitkan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang menyeluruh, dan (6) aspek evaluasi merupakan tingkatan tertinggi yang berhubungan dengan kemampuan membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu pendapat, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu.
E. Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli, estetis dan konstruktif yang berhubungan dengan pandangan dan konsep serta menekankan pada aspek
22
berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan yang tersedia untuk memunculkan atau menjelaskan dengan perpektif asli pemikir (Liliasari, 1999). Dalam bahasa yang lebih sederhana kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan kemampuan seseorang dalam mewujudkan kreativitasnya. Kreativitas menurut Munandar (1999) merupakan suatu kontruk yang multi-dimensional meliputi berbagai dimensi yaitu dimensi kognitif ( kemampuan berpikir kreatif), dimensi psikomotor (keterampilan kreatif) dan dimensi afektif (kepribadian dan sikap). Pada dimensi kognitif (kemampuan berpikir kreatif) merupakan berpikir divergen. Guilford (Supriadi Dedi, 1997) dengan analisis faktornya menemukan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut; 1. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan. 2. Keluwesan (fleksibility) adalah kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan dan atau jalan pemecahan terhadap suatu masalah. 3. Keaslian (originalitas) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise. 4. Penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. 5. Perumusan kembali (redefinisi) adalah kemampuan untuk mengkaji/menilik kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim.
Dengan demikian berpikir kreatif juga berarti sebagai tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan dengan membuat kombinasi-kombinasi baru dari beberapa pengetahuan yang telah dimilikinya. Guilford memandang bahwa 23
berpikir kreatif dimiliki oleh orang yang berpikiran luas, dikenal dengan berpikir divergen Ziv, A (Tapilow, 1977) menjelaskan tentang prosedur penilaian kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut : “ For fluency, count the number of ideas. For flexibility, count the number of categories into which the ideas fall. For originality, you will need to determine the relative uniquess of each subject’s idea”. Sependapat dengan Ziv, Poole (Tapilow, 1997) mengemukakan ada tiga aspek pengukuran yang dapat diterapkan di kelas sebagai berikut : 1) fluency, a count of total number responses produced, 2) flexibility, a count of the number of different classes of response, 3) originality, a count of the relative infrequency of response within a sample”. Dari berbagai pendapat di atas secara garis besar aspek kemampuan berpikir kreatif yang dikembangkan pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Kelancaran (fluency), banyaknya mengemukakan gagasan.
2.
Keluwesan (flexibility), banyaknya argumen jawaban yang berbeda.
3.
Orisinalitas (originalitas), keunikan gagasan yang dikemukakan.
Menurut Torrance (Juremi, S. dan Ayob, A.2000), kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir dengan menggunakan pelbagai operasi mental yaitu kelancaran, kelenturan, keaslian dan penguraian ide untuk menghasilkan sesuatu yang asli, baru dan bernilai. Untuk mengukur keterampilan ini, dapat digunakan tes keterampilan berpikir kreatif yang mengandung enam unsur aktivitas seperti berikut:
24
1. Bertanya. Siswa diminta mengembangkan sebanyak mungkin pertanyaan tentang hal-hal yang terjadi di dalam gambaran yang diberikan; 2. Menerka sebab-sebab. Siswa diminta untuk menerka sumber-sumber penyebab suatu kejadian. 3. Menerka akibat-akibat suatu kejadian. Siswa diminta untuk memprediksi akibat-akibat yang akan terjadi disebabkan oleh suatu kejadian; 4. Memperbaiki hasil keluaran. Siswa diminta untuk mengungkapkan cara-cara terbaik dan luar biasa untuk memperbaiki informasi yang diberikan menjadi informasi yang lebih tepat dan mudah dipahami; 5. Mengungkapkan kegunaan objek. Siswa diminta untuk menuliskan kegunaan suatu objek yang diberikan; 6. Meramalkan. Siswa diminta untuk menuliskan hal-hal lain yang akan turut terjadi akibat terjadinya sesuatu peristiwa. Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kreatif yang diukur hanya dalam lima aktivitas saja. Aktivitas mengungkapkan kegunaan objek tidak diikuktsertakan karena kurang tergali dan dikembangkan dalam penerapan siklus belajar 5E.
F.
Hubungan Siklus Belajar 5E dengan Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir kreatif merupakan
dimensi terpenting dari
kreativitas, artinya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa akan pula meningkatkan kreativitasnya. Mulyasa (2007) menyatakan proses pembelajaran
25
pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa, melalui berbagai interaksi dan pengalaman. Siswa akan lebih kreatif jika: 1.
Dikembangkan rasa percaya diri pada siswa.
2.
Diberikan kesempatan untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah.
3.
Dilibatkan dalam menentukan tujuan dan evaluasi belajar.
4.
Dilibatkan secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.
Siklus belajar 5E mengakomodir
keempat hal tersebut. Melalui fase-
fasenya, kepercayaan diri siswa dapat dikembangkan, dan siswa aktif dalam pembelajaran. Siklus belajar 5E menciptakan suasana yang kondusif untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Ke lima fase dalam siklus belajar 5E dapat menggali, memicu aspek kemampuan berpikir kreatif seperti tersaji dalam Tabel 2.3 berikut:
26
Tabel 2.3. Keterkaitan fase-fase Siklus Belajar 5E dengan Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Fase 5E
Engage
Arah Pembelajaran
Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif yang Tergali Memfokuskan perhatian siswa. berpikir lancar (fluency) Menyelidiki pengetahuan yang telah berpikir luwes (flexibility) diketahui siswa. Menstimulus berpikir. Demostrasi/ menyajikan fenomena. Bertukar informasi dan pengalaman.
Explore
Memberikan kesempatan siswa untuk :
Explain
berpikir, menyelidiki, membaca sumber yang otentik untuk memperoleh informasi. memecahkan masalah dan mengkontruksikan pemahamannya. menganalisis apa yang sudah dieksplorasi. diskusi, siswa menjelaskan konsep dan definisi dengan kalimat mereka sendiri. Memberikan pertanyaan arahan sebagai petunjuk siswa dan klarifikasi bagi siswa.
berpikir lancar (fluency) berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) kemampuan merumuskan kembali berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) berpikir merinci (elaboration) kemampuan merumuskan kembali
Menerapkan apa yang telah dijelaskan pada fase explain. Mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatkan. Memecahkan masalah dan membuat keputusan.
berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) berpikir merinci (elaboration) kemampuan merumuskan kembali
Evaluate Melakukan penilaian internal dan eksternal terhadap aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terbangun. Melakukan tes Penilaian penampilan Menghasilkan karya
berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) berpikir merinci (elaboration) kemampuan merumuskan kembali
Extend
27
Lawson
(1988)
mengemukakan
penggunaan
siklus
belajar
akan
memungkinkan terjadinya hal-hal berikut: 1. Dapat membangun seperangkat konsep yang bermakna dan berguna dengan sistem konseptual. 2. Mengembangkan skill dalam menggunakan pola-pola berpikir yang penting untuk berpikir mandiri, kreatif dan kritis. 3. Memperoleh kepercayaan diri dalam kemampuan siswa menerapkan pengetahuannya
untuk
belajar,
memecahkan
masalah
dan
membuat
keputusan-keputusan cermat. Siklus belajar 5E sangat menekankan keaktifan siswa dalam mempelajari suatu konsep. Guru hanya fasilitor yang tidak sepenuhnya memandu siswa dalam belajar. Semua fase dalam sklus belajar 5E secara lansung maupun tidak lansung akan melatih dan membiasakan siswa untuk berpikir divergen. Berpikir divergen adalah unsur kekreatifan. Menurut Munandar (1999) aktivitas kreatif akan terbentuk jika dalam pembelajaran berperan sebagai fasilitator.
G. Deskripsi Materi Bunyi 1.
Definisi Bunyi Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat dalam bentuk
rapatan dan renggangan, dengan arah rambat sama dengan arah getarnya. Getaran dan gelombang erat hubungannya dengan bunyi. Benda-benda yang bergetar menimbulkan bunyi, dengan cara yang berbeda-beda, misalnya dipetik, ditiup digesek, dipukul dan sebagainya. Hampir semua zat dapat menghasilkan rapatan
28
dan rengangan sehingga bunyi dapat terdengar karena getarannya merambat melalui suatu medium/zat perantara (cair, padat, gas). Tanpa ada medium, bunyi tidak dapat merambat misalnya dalam ruang hampa udara. Tiga faktor yang menentukan proses perambatan bunyi hingga dapat terdengar ke telinga: (1) sumber bunyi, diartikan sebagai segala sesuatu yang bergetar, (2) zat antara (medium), bunyi merambat memerlukan medium, (3) pendengar, gelombang bunyi merambat ke liang telinga dan menggetarkan gendang telinga, selanjutnya getaran tersebut diteruskan ke otak oleh syaraf pendengar sehingga getaran tersebut akan didengar sebagai bunyi. Perambatan gelombang bunyi dari suatu tempat ke tempat yang lain memerlukan waktu. Cepat rambat gelombang bunyi didefinisikan sebagai hasil bagi jarak antara sumber bunyi dan pendengar dengan selang waktu yang diperlukan bunyi untuk merambat. Secara matematis cepat rambat bunyi dapat ditulis: 𝐶𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖 (𝑣) =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 (𝑠) 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑡)
Cepat rambat bunyi juga bergantung dengan medium yang merambatkan bunyi. Secara umum cepat rambat bunyi yang paling besar dalam zat padat, diikuti zat cair, dan gas. Perbedaaan cepat rambat ini disebabkan oleh jarak antar partikel (antar molekul-molekul) dalam ketiga wujud zat tersebut. Pada zat padat, jarak antar partikelnya sangat berdekatan, sehingga energi yang dibawa oleh getaran mudah dipindahkan dari satu partikel ke partikel lainnya tanpa partikel itu berpindah. Itulah sebabnya cepat rambat bunyi pada zat padat paling besar. Sebaliknya dalam gas jarak antar partikelnya berjauhan, sehingga energi yang 29
dibawa oleh getaran lebih sukar dipindahkan dari satu partikel ke partikel lainnya. Akibatnya cepat rambat bunyi di udara paling kecil. Cepat rambat bunyi di udara juga bergantung pada suhu udara. 2.
Frekuensi Bunyi Kita dapat mendengar berbagai bunyi melalui telinga. Telinga berfungsi
sebagai penerima bunyi. Namun pada kenyataannya tidak semua bunyi dapat didengar telinga manusia. Setiap bunyi yang kita dengar memiliki ciri-ciri tertentu, hal ini dikarenakan setiap gelombang bunyi dapat memiliki frekuensi dan amplitudo yang berbeda meskipun cepat rambat bunyi adalah sama. Bunyi yang dapat didengar manusia dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu: a.
Bunyi yang memiliki frekuensi teratur disebut dengan nada. Misalnya bunyi yang dihasilkan alat-alat musik. Nada bergantung pada frekuensi sumber bunyi, semakin tinggi frekuensi sumber bunyi semakin tinggi nada yang dihasilkannya dan sebaliknya.
b.
Bunyi yang memiliki frekuensi yang tidak teratur disebut desah. Misalnya suara deburan ombak, desiran angin dan lain lain. Bunyi desah yang sangat keras disebut dentum contohnya bunyi meriam, bunyi bom. Berdasarkan frekuensinya gelombang bunyi dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
(1) gelombang infrasonik dengan frekuensi < 20 Hz, bunyi ini tidak dapat didengar telinga manusia, tetapi dapat didengar oleh beberapa jenis hewan seperti misalnya anjing dan jangkrik. (2) gelombang audiosonik dengan frekuensi 20 Hz – 20 kHz, bunyi merupakan bunyi yang dapat didengar telinga manusia. (3) gelombang ultrasonik dengan frekuensi > 20 kHz. Bunyi ini juga tidak dapat 30
didengar telinga manusia, tetapi hewan seperti misalnya lumba-lumba, kalelawar dapat mendengarnya (Kanginan, 2007). 3.
Karakteristik Bunyi Bunyi yang terdengar oleh telinga kita berbeda-beda karena bunyi
memiliki ciri-ciri tertentu. Dengan adanya perbedaan karakteristik pada bendabenda (sumber bunyi) kita dapat membedakan bunyi dari banyak benda. Beberapa karakteristik bunyi yaitu : a. Kuat bunyi dipengaruhi oleh besar kecilnya amplitudo getaran. Semakin kecil amplitudo getaran semakin lemah pula bunyi yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, semakin besar ampiltudo getaran semakin kuat/keras pula bunyi yang dihasilkan. b.
Tinggi rendahnya bunyi dipengaruhi oleh besar kecilnya frekuensi. Semakin tinggi frekuensi bunyi semakin tinggi bunyi yang dihasilkan dan sebaliknya semakin rendah frekuensi bunyi semakin rendah bunyi yang dihasilkan
c. Warna bunyi (Timbre) merupakan gabungan dari dua bunyi yang memiliki frekuensi yang sama tetapi terdengar berbeda. Misalnya nada c pada gitar frekuensinya sama dengan nada c pada piano tetapi terdengar berbeda. Pada umumnya sumber nada tidak bergetar hanya pada nada dasarnya, tetapi disertai pula dengan nada-nada atasnya. Gabungan nada dasar dan nada atas menghasilkan bentuk gelombang tertentu untuk setiap sumber nada. Bentuk gelombang inilah yang menentukan timbre/warna atau kualitas bunyi dari sumber nada.
31
d.
Hukum Marsenne, Seorang ahli fisika Perancis bernama Marsenne melakukan percobaan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi alami sebuah dawai (senar). Berdasarkan hasil percobaan tersebut diperoleh kesimpulan yang dinamakan Hukum Marsenne. Kesimpulan percobaan itu adalah: 1)
Panjang senar, makin panjang senar maka frekuensi bunyi yang dihasilkan semakin rendah. Panjang senar berbanding lurus dengan frekuensi.
2)
Luas penampang senar, makin luas penampang senar maka frekuensi yang dihasilkan semakin rendah. Frekuensi berbanding terbalik dengan akar luas penampang senar
3)
Tegangan senar, makin besar tegangan senar maka frekuensi yang dihasilkan semakin tinggi. Freukensi berbanding lurus dengan akar besar tegangan senar.
4)
Massa jenis senar, makin besar massa jenis senar maka frekuensi yang dihasilkan semakin rendah. Frekuensi berbanding terbalik dengan akar massa jenis senar.
4.
Resonansi Bunyi Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda akibat dari
bergetarnya benda lain yang memiliki frekuensi sama. Alat-alat yang dibuat strukturnya berdasarkan resonansi sehingga dapat memperkuat bunyi diantaranya: alat-alat musik seperti gendang, tambur, seruling, biola dan gitar. Misalnya pada alat musik yang menggunakan senar selalu ada kotak bunyi yang berisi udara.
32
Ketika senar bergetar, getaranya merambat ke kotak bunyi, dan udara di dalam kotak bunyi ikut bergetar. Resonansi udara di dalam kotak bunyi memperkuat getaran yang dihasilkan senar, sehingga bunyi terdengar nyaring. Manfaat resonansi adalah dapat memperkuat bunyi seperti yang terjadi pada alat-alat musik, sedangkan kerugian akibat resonansi diantaranya polusi suara oleh kendaraan, jembatan roboh akibat tiupan angin dengan frekuensi alamiah yang sama dengan frekuensi alamiah yang dimiliki jembatan. 5.
Pemantulan Bunyi Bunyi merupakan gelombang mekanik yang salah satu sifatnya dapat
dipantulkan. Pemantulan bunyi saat mengenai benda keras mengikuti aturan hukum pemantulan bunyi: a.
Bunyi datang, bunyi pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
b.
Sudut pantul sama dengan sudut datang.
Berdasarkan letak sumber bunyi dan dinding pemantulnya, maka bunyi pantul dapat berupa: 1) Bunyi pantul yang memperkuat bunyi aslinya apabila jarak sumber bunyi dan dinding pemantul berdekatan, sehingga selang waktu antara bunyi asli (bunyi datang) dan bunyi pantul sangat kecil. Akibatnya bunyi asli kian terdengar lebih kuat. 2) Gaung atau kerdam adalah bunyi pantul yang sebagian terdengar bersama-sama dengan bunyi aslinya sehingga bunyi asli terdengar kurang jelas. Gaung dapat terjadi pada ruang yang agak besar. Untuk 33
menghindari gaung maka dinding ruangan dilapisi peredam bunyi. Peredam bunyi adalah zat-zat yang dapat menyerap bunyi yang diterimanya seperti karpet, karet,busa,wol, dan gabus. 3) Gema atau Echo adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi aslinya. Gema akan terdengar bila sumber bunyi dan dinding pemantul berjarak cukup jauh serta sumber bunyi harus kuat. Pemantulan bunyi memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Dalam bidang kelautan, dengan memanfaatkan pemantulan ultrasonik dapat mengukur kedalaman laut, mendeteksi kawanan ikan, lokasi karang, kapal selam dan lain-lain. Teknik SONAR dengan alat fathometer, memancarkan bunyi ultrasonik ke dasar laut, pulsa tersebut dipantulkan kembali dan diterima oleh alat. Dengan mengukur selang waktu antara saat pulsa ultrasonik dipancarkan dan saat pulsa ultrasonik diterima kembali oleh alat, kita dapat menghitung kedalaman laut dengan persamaan: 𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑢𝑡 =
𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑛 𝑦𝑖 𝑥 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 2
Dalam bidang kedokteran, bunyi ultrasonik digunakan untuk pemeriksaan dan pengobatan. Untuk pemeriksaaan dengan teknik USG (ultrasonografi) seperti mendeteksi janin, dan pemeriksaan organ dalam tubuh manusia. Dalam tubuh manusia, pulsa ultrasonik dipantulkan melalui jaringan, tulang-tulang dan cairan tubuh dengan massa yang berbeda. Dengan membalikkan pulsa ultrasonik yang dipancarkan, dapat menghasilkan gambar-gambar bagian dalam tubuh yang dijumpai oleh pulsa-pulsa ultrasonik pada layar osiloskop. Untuk pengobatan
34
meliputi penghancuran jaringan yang tidak diinginkan seperti tumor ataupun batu ginjal. Dalam bidang industri digunakan untuk mendeteksi cacat logam, memeriksa ketebalan plat, pipa dan pembungkus logam. Pulsa ultrasonik dipancarkan dari detektor dan dipantulkan kembali setelah mengenai retak pada logam yang tidak dapat di lihat, pulsa ultrasonik dipantulkan kembali ke detektor.
35