p-ISSN 2355-5343 e-ISSN 2502-4795 http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbar
Article Received: 01/06/2016; Accepted: 07/08/2016 Mimbar Sekolah Dasar, Vol 3(2) 2016, 171-182 DOI: 10.17509/mimbar-sd.v3i2.4283
BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Asep Nanang SDN 164/II Bungo Jambi Jl. Nusa Indah Desa Gapura Suci. Kec. Palepat Kab. Bungo Prov. Jambi Email:
[email protected] ABSTRACT This study focuses on problem-based learning that can be used as an alternative efforts to improve self-regulated learning and mathematical creative thinking abilities of elementary school students. Considering that most of the primary schools only apply expository learning, cognitive abilities were measured only limited computational capability without creativity, so did the affective aspect which seems to be less developed as well as aspects of self-regulated learning. Therefore, the presence of problem-based learning is expected to address both of these issues, in which the mathematical creative thinking abilities may increase, coupled with the growing students’ selfregulated learning. Through the experimental method in a population of students in middle achiever elementary school category, in one of the districts in West Java, the result shows that problem-based learning can improve the mathematical creative thinking abilities and selfregulated learning of elementary school students. Keywords: problem-based learning, mathematical creative thinking abilities, selfregulated learning.
ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada pembelajaran berbasis masalah yang dapat dijadikan alternatif upaya untuk meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di sekolah dasar. Dengan pertimbangan bahwa kebanyakan sekolah dasar hanya menerapkan pembelajaran ekspositoris, kemampuan kognitif yang diukur hanya sebatas kemampuan komputasional tanpa kreativitas, begitu pun aspek afektif yang tampaknya kurang dikembangkan seperti halnya aspek kemandirian belajar. Oleh karena itu, hadirnya pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat mengatasi kedua masalah tersebut, di mana kemampuan berpikir kreatif dapat meningkat, diiringi dengan kemandirian belajar yang semakin berkembang. Melalui metode eksperimen pada populasi siswa sekolah dasar berkategori papak di salah satu kabupaten di Jawa Barat, diperoleh hasil bahwa secara signifikan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis serta kemandirian belajar siswa di sekolah dasar berkategori papak. Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah, kemampuan berpikir kreatif matematis, kemandirian belajar.
How to Cite: Nanang, A. (2016). BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH. Mimbar Sekolah Dasar, 3(2), 171-182. doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v3i2.4283.
PENDAHULUAN ~ Masyarakat sejauh ini
matematika
memberikan
sekaligus
dominan di hampir setiap sekolah di
terhadap
Indonesia, sejak jenjang dasar hingga
pembelajaran matematika, di mana pada
menengah atas. Ironisnya, porsi waktu
umumnya pelajaran matematika dinilai
yang panjang tersebut seringkali tidak
memiliki kedudukan bergengsi dan cukup
diikuti
menjadi jaminan masa depan cerah bagi
pembelajaran
siswa.
berlangsung
harapan
yang
Oleh
pandangan cukup
karena
baik
itu,
pelajaran [171]
pun
oleh
disuguhkan
tingginya
kualitas
matematika dalam
kelas.
secara
yang
Tampaknya
Asep Nanang, Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar…
waktu yang dilalui siswa selama belajar
menyelesaikan
matematika tersebut menjadi percuma
yang unik, penuh manfaat, dan tentu saja
saja
mempertinggi
andai
kualitas
pembelajaran
matematikanya masih rendah.
masalah kualitas
dengan diri
cara
(Munandar,
1999). Sementara itu, kemandirian belajar siswa pun mau tidak mau harus turut
Bukan
rahasia
lagi
pembelajaran
jika
kebanyakan
bagian
yang
harus
hanya
dikembangkan oleh seorang guru. Karena
menjejali siswa dengan puluhan formula,
siswa yang memiliki kemandirian belajar,
melakukan
tentunya
sifatnya
matematika
menjadi
kegiatan-kegiatan komputasional,
yang
akan
berusaha
untuk
terus
ataupun
belajar sehingga memperoleh kepuasan
pemecahan masalah yang rutin belaka.
dalam proses belajarnya. Terlebih lagi
Padahal
siswa
pembelajaran
matematika
tersebut
masih
berada
dalam
sejatinya mampu diejawantahkan dengan
jenjang dasar, yang menjadi fondasi bagi
lebih
menarik
mengembangkan
dan
menantang,
perkembangan
kognisi
dan
semua
kemampuan
jenjang-jenjang berikutnya.
sikap
di
siswa secara optimal, serta menumbuhkan kreativitas dan kemandirian belajar.
Dalam rangka mengembangkan kedua goals tersebut, yakni kemampuan berpikir
Sebagaimana yang telah dikemukakan
kreatif
oleh Sagala (2006) dan Maulana (2016),
belajar, maka perlu diupayakan suatu
bahwa
pembelajaran
harus
diartikan
kegiatan pembelajaran matematika yang
sebagai
suatu
interaksi
antara
lebih menggali kemampuan siswa dalam
siswa,
guru,
ajar,
dan
menyelesaikan masalah secara kreatif,
proses
lingkungannya,
bahan
dan
dan
berpikir
menumbuhkembangkan
kemandirian
secara kreatif, yang dapat meningkatkan
belajarnya.
pendekatan
kemampuannya
pembelajaran
kemampuan dalam
mengkonstruksi
pengetahuan baru secara mandiri.
dalam
kemandirian
rangka
mengembangkan
dalam
matematis
prosesnya
Salah
satu
yang
mengembangkan
turut
diduga
dapat
kemampuan
berpikir
kreatif matematis dan kemandirian belajar Secara formal konstitusional, kurikulum di
siswa
Indonesia sejak dahulu mengamanatkan
masalah. Untuk itu, penelitian ini bertujuan
kemampuan berpikir kreatif matematis
untuk
sebagai salah satu kemampuan berpikir
kemampuan
tingkat tinggi yang harus dikembangkan
kemandirian belajar siswa sekolah dasar
melalui
dapat
pembelajaran
di
sekolah,
mengingat bahwa cara berpikir yang seseorang,
melalui
pembelajaran
mengetahui berpikir
sejauh kreatif
dikembangkan
pembelajaran berbasis masalah.
kreatif merupakan merupakan aktualisasi diri
adalah
kemampuan [172]
berbasis mana dan melalui
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 2 Oktober 2016
Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran
berbasis
(dalam Nur, 2011) Barrows & Tamblyn,
masalah
atau
atau
Barret
(dalam
Maulana,
2016).
yang juga dikenal dengan problem-based
Adapun pembelajaran berbasis masalah
learning, pertama kali diperkenalkan oleh
yang
Faculty of Health Sciences of Mc Master
mengikuti sintaks yang dikemukakan oleh
University di Kanada pada tahun 1966
Yazdani.
(Maulana, 2016). Pembelajaran berbasis
pembelajaran berbasis masalah menurut
masalah ini didasarkan pada paradigma
Yazdani ini karena langkah-langkahnya
konstruktivisme yang memandang bahwa
yang menunjang materi perbandingan
dalam
dan skala yang disampaikan pada siswa
kegiatan
memperoleh konflik
pembelajaran,
pengetahuannya
kognitif
sebagai
siswa melalui
bahan
digunakan
sekolah
untuk
dalam
Alasan
mengapa
dasar.
pembelajaran
penelitian
dipilih
Adapun
berbasis
ini
sintaks
masalah
yang
terjadinya peningkatan kemampuan atau
diadopsi dari Yazdani (dalam Nur, 2011)
kognisi (Bybee & Sund, 1982; Setiono, 1983;
adalah sebagai berikut ini.
Maulana, 2016). Dapat juga dikatakan
1.
Guru mengorientasikan siswa pada
bahwa pembelajaran berbasis masalah
masalah,
merupakan
informasi
yang
rangkaian
menyuguhkan
aktivitas belajar berbagai
situasi
dengan tentang
pembelajaran, untuk
bagi siswa, sehingga masalah tersebut
pemecahan masalah.
untuk
melakukan
penyelidikan
2.
secara
Guru tugas
terlibat
belajar
memecahkan
lain, Susilawati (2009) mengungkapkan
dihadapinya. 3.
Guru
langsung
siswa dalam
mengorganisasikan/mengatur
ilmiah (Sujana, 2014; Sanjaya, 2006). Di sisi bahwa pembelajaran berbasis masalah
tujuan
memotivasi
bermasalah yang autentik dan berfungsi dapat dijadikan sebagai batu loncatan
memberikan
membantu
siswa
untuk
masalah
yang
siswa
juga sangat menuntut kreativitas guru
penyelidikan
untuk memilih situasi yang menantang
kelompok. Pada langkah ini guru
siswa, sehingga siswa menjadi termotivasi
memberikan bantuan kepada siswa
penuh, baik dalam kegiatan perumusan
dala mengumpulkan informasi yang
masalah, pengajuan pertanyaan, maupun
sesuai untuk mencari penjelasan dan
dalam
solusi dari masalah yang dihadapi.
pemecahan
masalah
yang
sifatnya non-rutin atau masalah yang
4.
memiliki kualifikasi tinggi.
secara
melakukan
Mengembangkan
mandiri
dan
dan
menyajikan
hasil karya serta memamerkannya. Pada tahap ini guru membantu siswa
Dalam
pelaksanaannya,
proses
untuk
mennyajikan
hasil
diskusi
pembelajaran berbasis masalah dapat
dengan teman temannya ke depan
mengadopsi
kelas.
banyak
pendapat
ahli,
misalnya yang dirancang oleh Yazdani [173]
Asep Nanang, Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar…
5.
Menganalisis
dan
mengevaluasi
Ditinjau dari segi perbedaannya dengan
proses pemecahan masalah, langkah
pembelajaran konvensional (ekspositoris),
ini merupakan suatu refleksi terhadap
Yazdani
pembelajaran berbasis masalah yang
menguraikannya ke dalam enam sudut
dilakukan oleh siswa.
pandang sebagai berikut ini.
(dalam
Nur,
2011)
Tabel 1. Perbedaan Pendekatan Konvensional dengan Pembelajaran Berbasis Masalah Pendekatan Konvensional
Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berfokus pada guru.
Pembelajaran berfokus pada aktivitas belajar siswa.
Komunikasi satu arah, terbatas komunikasi
Komunikasi bersifat multi arah (guru-peserta dengan
guru kepada siswa saja.
didik atau siswa dengan siswa lainnya)
Siswa dianggap sebagai “wadah kosong”
Siswa dianggap sebagai pembelajar yang harus
atau penerima informasi pasif.
difasilitasi dalam proses belajarnya.
Siswa diarahkan untuk memberi satu jawaban
Siswa dirangsang untuk mengeksplorasi alternatif
benar.
jawaban dan membuat keputusan yang efektif.
Bersifat individualistik dan kompetitif.
Pembelajaran bersifat kolaboratif.
Guru menyajikan Pembelajaran berdasarkan
Pembelajaran didasarkan pada masalah dunia
konteks disiplin ilmu yang ketat.
nyata siswa.
Berpikir Kreatif Matematis
dalam menyusun solusi (elaboration); dan
Berpikir kreatif merupakan kemampuan
(5) keaslian jawaban atau penyelesaian
berpikir
yang tidak lazim (originality).
tingkat
tinggi
yang
harus
dikembangkan guru dalam pembelajaran. Maulana
(2011)
berpikir
kreatif
kemampuan
mengatakan
bahwa
berhubungan
dengan
menghasilkan
atau
Kemandirian Belajar Kemandirian merupakan salahsatu aspek penting
bagi
setiap
individu
dalam
mengembangkan suatu hal baru, yakni
menjalani kehidupannya. Seseorang yang
sesuatu yang berbeda dan tidak biasa.
memiliki kemandirian relatif lebih mampu
Untuk memperjelas indikator dari berpikir
menghadapi segala permasalahan yang
kreatif
(2011)
ada dalam hidupnya. Seseorang yang
ahli
memiliki kemandirian tidak bergantung
matematis,
Maulana
menyintesis
pendapat
sebelumnya,
bahwa
para
indikator
berpikir
pada
orang
lain
dan
akan
selalu
kreatif terdiri atas lima aspek yakni: (1)
menghadapi dan memecahkan masalah
kepekaan terhadap masalah (sensitivity of
yang
problem);
memiliki pandangan bahwa seorang yang
(2)
menyelesaikan
kelancaran masalah
dalam
(fluency);
(3)
ada.
Antonius
(Maulana,
2013)
mandiri akan terlihat mau dan mampu
kemampuan menyelesaikan masalah dari
dalam
berbagai sudut pandang atau keluwesan
keinginannya yang terlihat dari tindakan
(flexibility);
nyata
(4)
keterperincian
langkah [174]
mewujudkan sebagai
kehendak
upaya
dan
memenuhi
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 2 Oktober 2016
kebutuhannya. (Maulana,
Sementara
2013)
kemandirian
itu,
menyatakan
adalah
Dorst
METODE
bahwa
Penelitian
kemampuan
ini
menggunakan
metode
eksperimen berdesain kelompok kontrol
seseorang dalam menyelesaikan masalah-
prates-pascates.
masalah yang dihadapinya dengan sikap
digunakan teknik cluster sampling untuk
yang
dengan
menentukan subjek penelitian (Maulana,
pendapat sebelumnya, Maulana (2013, p.
2009), di mana satu kelas dipilih secara
35) mengatakan bahwa, “Kemandirian
acak
adalah kemampuan seseorang dalam
eksperimen, dan satu kelas lainnya dipilih
mewujudkan kehendak dan keinginannya
sebagai
secara nyata dengan tidak bergantung
sekolah dasar berkategori papak (middle
pada orang lain”. Sehubungan definisi
achiever) di sebuah kabupaten di Provinsi
kemandirian belajar tersebut, Maemun
Jawa Barat. Untuk menjaring data yang
(2008)
akurat dan dibutuhkan selama penelitian,
dewasa.
Sehubungan
mengembangkan
indikator
untuk kelas
Dalam
penelitian
dijadikan kontrol,
ini
kelompok
dari
populasi
kemandirian belajar sebagai berikut ini.
digunakan instrumen yang terdiri atas: (1)
1.
memiliki
tes kemampuan berpikir kreatif matematis,
kebebasan dalam menentukan apa
(2) skala kemandirian belajar, (3) format
yang ia inginkan. Indikator ini akan
observasi
sulit diukur jika guru tidak mampu
observasi kinerja guru, dan (5) format
menciptakan lingkungan belajar yang
wawancara. Kelima instrumen tersebut
bebas bagi siswa.
divalidasi
Aktif, diartikan sebagai suatu sifat mau
validitas isi dan validitas muka dilakukan
berusaha keras menyelesaikan tugas
melalui
yang diamanahkan padanya.
kompeten di bidangnya. Sementara itu,
2.
3.
4.
Bebas,
Inisiatif,
artinya
dapat
diartikan
sebagai
aktivitas
terlebih judgment
siswa,
(4)
dahulu. para
format
Pengujian ahli
yang
secara khusus untuk validitas kriteria (total
motivasi internal yang membuat siswa
dan
memiliki kemauan yang tinggi untuk
berpikir
melakukan sesuatu.
ujicoba di lapangan yang dilanjutkan
Pengendalian diri, diartikan sebagai
dengan analisis secara kuantitatif. Begitu
suatu
pula dengan skala kemandirian belajar,
sikap
kedewasaan 5.
siswa
dan
menunjukkan mau
berbuat
per
butir item) tes kemampuan kreatif
matematis
dilakukan
setelah ujicoba di lapangan, selanjutnya
sesuatu tanpa menunggu perintah.
dilakukan analisis menggunakan method
Kemantapan
of summated ratings (MSR) (Azwar, 2005).
sebagai
diri,
dapat
diartikan
kepercayaan
pada
kemampuan sendiri.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembelajaran Ekspositoris Ditinjau
berdasarkan
prosesnya,
pada
kegiatan awal pembelajaran ekspositoris, [175]
Asep Nanang, Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar…
guru
mengondisikan
siswa
dengan
kesiapan
belajar
beragam ilustrasi, sehingga siswa bisa
menyapa,
mengecek
memberikan
berupaya
memotivasi
menaksir berat berat hewan pada ilustrasi
agar siswa fokus serta kelas kondusif. Siswa
tersebut, yang selanjutnya ditulis secara
diingatkan untuk belajar dengan rajin dan
matematis
memberi pengertian bahwa belajar bisa
(2006) mengungkapkan bahwa kegiatan
dilakukan kapan saja, bersama siapa saja
semacam ini termasuk dalam tahapan
(konsep
mengasosasikan, yang
kehadiran,
dan
kemandirian
memberikan
belajar).
apersepsi
Guru
dengan
respon
seperti
mencoba
perbandingannya.
menghubungan
Sanjaya
berfungsi
pengetahuan
diperoleh
benda, atau denah suatu lokasi. Menurut
hidup yang dialaminya (prior knowledge).
Sanjaya
Dengan demikian, siswa akan semakin
dalam
pembelajaran
paham
dalam
pembelajaran yang diikutinya.
disajikannya
persiapan. gambar
Sementara
saja
pengalaman
ekspositoris, kegiatan apersepsi termasuk tahap
apa
dengan
yang
menampilkan gambar hewan, gambar (2006),
siswa
untuk
manfaat
dari
hewan
untuk
berpikir
siswa
Setelah siswa mengerti tentang konsep
sekolah dasar yang masih dalam tataran
perbandingan dan skala, siswa diberi soal
ikonik (Bruner dalam Pitadjeng, 2006).
latihan untuk dijawab. Beberapa saat
mengakomodasi
taraf
kemudian beberapa siswa ditugasi untuk Tahap
selanjutnya
dari
pembelajaran
mengemukakan jawabannya ke depan
ekspositoris adalah tahap penyajian. Pada
kelas.
prosesnya, guru menyajikan materi ajar
penguatan
dengan
kerjanya masing-masing.
cara
ekspositori.
Ketika
guru
Setelah
itu
siswa
guru
memberi
mengoreksi
hasil
berceramah, siswa di kelas kontrol tampak antusias dalam menyimak materi yang
Proses Pembelajaran Berbasis Masalah
disampaikan oleh guru. Hal ini terjadi
Pembelajaran
karena guru yang menyampaikan materi
diimplementasikan dalam peneitian ini
dengan
bahasa
dicerna
pemikiran
secara
dan
sesekali
kegiatan, yaitu: awal, inti, dan akhir. Pada
diselingi dengan ice breaker. Namun,
kegiatan awal siswa dikondisikan agar siap
kondisi semacam itu tampaknya tidak
untuk belajar dengan penuh konsentrasi.
terlalu bisa bertahan lama, karena dalam
Sebagaimana pada kelas kontrol, di kelas
beberapa
eksperimen
kesempatan
merasa
tentang
bosan.
perbandingan
disampaikan, konsep
tampak
yang
guru akan
siswa
Setelah
materi
dan
skala
dengan sesuai
menghubungkan dipelajari
pun
dibagi
dilakukan
menampilkan dengan
menjadi
yang
mudah
siswa
umum
masalah
yang
mulai
verbal
berbasis
materi
tiga
apersepsi
gambar
yang
yang
akan
disampaikan (gambar hewan, bangun
dengan
datar, dan denah sekolah). Tampilan
kehidupan sehari-hari siswa menggunakan
gambar disinyalir memiliki fungsi untuk [176]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 2 Oktober 2016
mengaitkan
konsep
formal
tentang
pengendalian diri, dan kemantapan diri
perbandingan dengan konteks kehidupan sehari-hari
siswa
yang
merupakan
perwujudan
(Maemun, 2008).
notabene matematisasi
Pada kegiatan inti guru menjadi seorang
informal. Adapun pengaitan konteks awal
arsitek
(prior knowledge) dengan konsep yang
pembelajaran
tengah dikaji tersebut dilakukan melalui
karakteristik
serangkaian pertanyaan terbuka (open
masalah yang menurut Hung, Jonassen &
problem). Tujuan pemberian pertanyaan
Liu (dalam Maulana, 2016) terdiri atas:
terbuka (open problem) tersebut adalah
pembelajaran
agar
masalah yang disajikan bersifat autentik,
pola
terstimulasi,
pikir
kreatif
sehingga
langsung
yang
dengan
iklim
menerapkan
pembelajaran
siswa
dapat
secara
tidak
pemecahan
yang
informasi
pembelajaran
membangun
berpusat
pada
masalah
yang
berbasis
siswa,
membutuhkan
cukup,
pembelajaran
dilaksanakan dapat memberika kontribus
dilakukan dalam kelompok kecil, dan guru
bagi pembentukan manusia yang kreatif,
berperan sebagai fasilitator. Dalam hal ini,
inovatif
guru bertanggung jawab besar untuk
dan
memiliki
strategi
dalam
pemecahan masalah (Subarinah, 2006).
menyajikan masalah yang menarik dan menantang bagi setiap siswanya, baik itu
Pada dasarnya, pembelajaran berbasis
berupa masalah aplikasi, masalah proses,
masalah
ataupun
bertujuan
supaya
kegiatan
masalah
teka-teki,
yang
belajar yang dilalui siswa dapat lebih
beragam jenis dan solusinya. Selain itu,
bermakna
ketika
(meaningful
learning).
siswa
menyelesaikan
masalah
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
dalam lembar kerja yang disediakan, tidak
Ausubel (dalam Maulana, 2016), belajar
boleh
bermakna merupakan proses memahami
merupakan
konsep yang diperoleh dari pembelajaran
kelompok siswa. Saat kelompok siswa itu
dan
mengalami
mengaitkannya
dengan
konteks
dilupakan
bahwa
pembimbing
guru bagi
kebuntuan
juga setiap dalam
kehidupan sehari-hari. Di samping itu,
menyelesaikan masalah, maka guru tidak
selama
menjelaskan secara langsung bagaimana
berlangsungnya
berbasis
henti
langkah solusi yang mungkin dibuat, akan
mengenal,
tetapi guru menjadi penghubung antara
memahami, dan membiasakan prinsip-
pengetahuan aktual siswa dengan konsep
prinsip kemandirian belajar. Pembiasaan
yang dipelajari (pengetahuan potensial
ini dilakukan dalam kegiatan pemecahan
siswa).
masalah melalui diskusi kelompok kecil.
memiliki potensi tersendiri yang unik dan
Kemandirian yang dimaksud di sini adalah
mampu
kemandirian belajar yang memenuhi lima
pada
indikator
membutuhkan intervensi dari guru yang
menuntun
masalah,
guru
siswa
untuk
pembelajaran
berikut:
bebas,
tak
aktif, inisiatif, [177]
Karena
bagaimanapun,
berkembang batas
di
sendiri, mana
siswa sampai mereka
Asep Nanang, Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar…
dikenal
dengan
istilah
scaffolding
baik dalam meningkatkan kemampuan
(Vygotsky dalam Muijs & Reynold, 2008). Proses
scaffolding
itu
sendiri,
berpikir kreatif siswa.
menurut
Santrock (2007) harus dilakukan dengan
Sementara itu, di kelas eksperimen yang
cara menanyakan kembali kepada siswa
menggunakan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
masalah, diketahui bahwa hasil pascates
masalah yang dihadapi oleh siswa tanpa
memperlihatkan
mengontrol siswa secara berlebihan. Hal
kemampuan berpikir kreatif matematis
ini
tidak
sebesar 50,4%. Jika melihat kembali rata-
tergantung pada guru, sehingga dapat
rata nilai awal siswa, yakni sebesar 30,8%,
menyelesaikan
maka
dilakukan
supaya
siswa
masalahnya
dengan
pembelajaran
dapat
nilai
berbasis rata-rata
diketahui
bahwa
kreatif dan mandiri. Usai penemuan solusi
kemampuan berpikir kreatif matematis
melalui strategi yang mungkin berbeda
siswa di kelas eksperimen mengalami
antara
kemudian
peningkatan sebesar 19,6% yang jelas
semua kelompok menyajikan hasil kerja
signifikan. Kemudian jika dibandingkan
kelompoknya
melalui pengujian beda rata-rata, maka
satu
sama ke
lainnya,
depan
kelas,
untuk
direfleksi dan dievaluasi.
diperoleh hasil bahwa secara meyakinkan pencapaian kemampuan berpikir kreatif
Gambaran Kemampuan Berpikir Kreatif
matematis
Matematis
mengikuti pembelajaran berbasis masalah
Sebagaimana
yang
telah
dipaparkan
mengindikasikan
sekolah
dasar
yang
jauh lebih baik daripada pencapaian
sebelumnya, bahwa hasil prates di kelas kontrol
siswa
siswa di kelas pembelajaran ekspositoris.
kemampuan
berpikir kreatif awal siswa sebesar 21,97%.
Gambaran Kemandirian Belajar Siswa
Setelah dilakukan pascates, diperoleh nilai
Seperti halnya aspek afektif yang lain,
rata-rata akhir sebesar 34,6%. Dengan
maka
demikian, melalui hasil uji statistik diketahui
merupakan goal yang cukup sulit untuk
bahwa
diukur. Adapun salah satu cara mengukur
peningkatan
nilai
rata-rata
kemandirian
kemandirian
pada kelas kontrol adalah signifikan. Atau
menggunakan instrumen yang menjaring
dengan
data
ekspositoris
lain,
untuk
kemudian
dikuantitatifkan. Kemandirian belajar siswa
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
dalam penelitian ini diukur berdasarkan
matematis
hasil skala sikap awal dan akhir, baik di
siswa
nyata
kualitatif
dengan
dapat
materi
secara
pembelajaran
adalah
pun
kemampuan berpikir kreatif matematis kata
belajar
belajar
sekolah
perbandingan
menunjukkan konvensional
bahwa yang
dasar
skala.
pada
Hal
ini
kelas kontrol (ekspositoris) maupun di kelas
pembelajaran
disajikan
eksperimen
dengan
masalah).
optimal merupakan pendekatan yang [178]
(pembelajaran
berbasis
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 2 Oktober 2016
Secara
singkat,
melalui
serangkaian
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa
perhitungan diketahui bahwa siswa yang
selama
mengikuti
penelitian
ini
berlangsung,
pembelajaran
ekspositoris
diperkuat juga dengan hasil wawancara
peningkatan
kemandirian
yang ditujukan terhadap siswa di kelas
belajar yang signifikan. Hal ini terlihat pada
eksperimen, maka diperolehlah gambaran
rata-rata skor awal kemandirian belajar
mengenai
sebesar 70,94% menjadi sebesar 73,45%
pembelajaran berbasis masalah. Secara
pada rata-rata skor akhir kemandirian
umum dapat dikatakan bahwa rata-rata
belajar. Sementara itu di kelas eksperimen,
persentase
rata-rata kemandirian belajar awal siswa
eksperimen termasuk dalam kategori baik,
adalah
dengan rata-rata: 75% pada pertemuan
mengalami
sebesar
pembelajaran
69,53%.
Setelah
berbasis
aktivitas
pertama,
75%
beberapa
pertemuan
kedua;
pertemuan, tampak adanya peningkatan
pertemuan
kemandirian
pencapaian
dilaksanakan
dengan
masalah
tanggapan
selama belajar
yang
diperolehnya
signifikan
rata-rata
skala
mencapai
statistik pun menunjukkan peningkatan
memberikan
yang dialami siswa di kelas eksperimen
melalui
tersebut merupakan peningkatan yang
pembelajaran
signifikan.
disajikan guru.
peningkatan
saja
kemandirian
terjadinya belajar
pada
di
74,45
pada
Secara
total,
siswa
dalam
berbasis 74,83%.
masalah
Artinya,
tanggapan
siswa
yang
aktivitasnya berbasis
kelas
pertemuan
dan
aktivitas
pembelajaran
terhadap
siswa
ketiga.
kemadirian akhir sebesar 76,17%. Hasil uji
Tentu
siswa
baik
terhadap masalah
yang
baik
pada kelas kontrol maupun eksperimen
Temuan mengenai aktivitas siswa yang
tersebut merupakan hasil dari pemberian
tergolong baik tersebut, memang sesuai
motivasi
dengan
kepada
siswa
selama
karakteristik
pembelajaran
pembelajaran berlangsung dari hari ke
berbasis masalah yang berfokus pada
hari. Sehubungan dengan hal tersebut.
aktivitas siswa, di mana setiap siswa harus
Namun
demikian, jika
lebih
difasilitasi, dan adanya masalah yang
dalam
lagi,
bahwa
autentik yang dapat membuat siswa lebih
masalah
aktif dalam belajar (Yazdani dalam Nur,
maka
pembelajaran memberikan tinggi
dicermati tampak
berbasis peningkatan
secara
yang
meyakinkan
lebih
2011). Hasil wawancara terhadap siswa
daripada
juga
cukup
memberikan
penguatan
pembelajaran ekspositoris dalam aspek
bahwa respon siswa memang positif. Siswa
kemadirian belajar siswa.
di kelas eksperimen berpendapat bahwa guru
menyajikan
Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran
cara
yang
Berbasis Masalah
lembar
kerja
pengajaran
mengasyikkan. siswa
dengan
Tantangan
dihadapi
dengan
keseriusan, walaupun proses penyelesaian [179]
Asep Nanang, Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar…
masalah yang menantang tersebut tetap
bahwa guru mengajar dengan cara yang
“dinikmati” oleh siswa, terlebih karena
mudah dipahami dengan gaya yang
muatan
mengasyikkan.
lembar
kerja
tersebut
selalu
disajikan dalam konteks keseharian siswa ataupun yang melibatkan aktivitas fisik
Terlepas dari semua kelebihan guru, maka
seperti
keterbatasan
simulasi,
menimbang
benda
guru
juga
bisa
langsung, dan sebagainya. Sejumlah siswa
faktor
juga
pendapatnya
misalnya ketika siswa menyatakan bahwa
tentang keragaman teknik pemecahan
dirinya bingung, karena guru terkadang
masalah
berkomunikasi dengan peristilahan yang
mengemukakan yang
bisa
dikembangkan.
penghambat
menjadi
Adapun dalam penelitian ini diketahui
kurang
bahwa teknik analogi merupakan cara
masalah komunikasi
yang paling sering digunakan oleh siswa,
siswa, faktor penghambat lainnya adalah
karena teknik tersebut dirasakan lebih
kemampuan dasar siswa yang belum
mudah.
begitu baik, tampak dari beberapa siswa yang
Faktor
Pendukung
dan
Penghambat
dimengerti
pembelajaran.
masih
oleh
siswa.
Selain
antara guru dan
kesulitan
dalam
operasi
perkalian dan pembagian. Persis seperti
Pembelajaran Berbasis Masalah
yang dikemukakan oleh Wahyudin (dalam
Suatu pembelajaran terasa hampa jika
Maulana,
guru tidak ada, atau sang guru tidak
penyebab peserta didik lemah dalam
memerankan
matematika
dirinya
secara
optimal.
2016,
p.
adalah
5),
“Salah
karena
satu
kurang
Dengan kata lain, guru memiliki peran
memiliki kemampuan untuk memahami
yang penting dalam proses pembelajaran,
(pemahaman), untuk mengenali konsep-
keterampilan guru menjadi hal yang tak
konsep dasar matematika yang berkaitan
bisa dinafikan sebagai faktor yang sangat
dengan topik yang sedang dibicarakan”.
mempengaruhi
alur
pembelajaran
proses
dan
(Sapa’at,
Sebagaimana
hasil
hasil 2012).
Dari sudut pandang siswa sebagai subjek
observasi
belajar,
maka
aktivitas
siswa
dapat
menunjukkan bahwa kinerja guru dalam
dikategorikan sebagai faktor pendukung
mengimplementasikan
yang sangat vital perannya dalam suatu
berbasis
masalah
pembelajaran sangat
baik
pembelajaran.
Peran
aktif
siswa
ini
(pencapaian 88,21%), dengan menyimak
merupakan faktor penting yang sangat
lagi cukup tingginya capaian aktivitas
berpengaruh
siswa, maka jelas bahwa kinerja guru yang
tujuan
baik
faktor
beberapa kesempatan aktivitas siswa ini
tujuan
bukan
merupakan
salah
satu
pendukung
tercapainya
pembelajaran.
Ditopang
juga
oleh
terhadap
pembelajaran. merupakan
ketercapaian Namun
aktivitas
dalam belajar
melainkan hanya aktivitas mengganggu
pendapat para siswa yang menyatakan
temannya. [180]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 2 Oktober 2016
SIMPULAN Berdasarkan
pembahasan
yang
Bybee, R.W. & Sund, R.B. (1982). Piaget for educators. London: Charles E. Merryl Publlishing, Co.
telah
dipaparkan, pada bagian ini dapat ditarik suatu
simpulan
bahwa
Maemun, M. (2008). Hubungan kemandirian belajar dan fasilitas belajar di rumah dengan prestasi belajar biologi siswa kelas X MAN Wonokromo. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
pembelajaran
yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dengan kinerja yang profesional, maka akan memberikan hasil yang pasti baik. Meskipun
itu
berupa
pendekatan
yang
selama
konvensional pembelajarannya
bersifat
tetapi
memberikan
tetap
Maulana. (2009). Memahami hakikat, variabel, dan intrumen penelitian pendidikan dengan benar. Bandung: Learn2live ‘n Live2learn.
ekspositoris, hasil
Maulana. (2011). Berpikir kreatif matematis, itu perlu! Jurnal Mimbar Pendidikan Dasar, 2(2), pp. 43-48.
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar yang
Maulana. (2013). Kemandirian belajar guru sekolah dasar (studi deskriptif terhadap guru sd dari enam kabupaten di jawa barat). Jurnal Mimbar Pendidikan Dasar, 4(1), pp. 34-40.
signifikan. Akan tetapi, jika pembelajaran ekspositoris
itu
dibandingkan
dengan
pembelajaran berbasis masalah, maka penelitian ini menunjukkan bahwa secara meyakinkan
pembelajaran
Maulana. (2016). Meningkatkan kemampuan dan disposisi berpikir kritis, kreatif, dan investigatif matematis mahasiswa PGSD melalui pembelajaran berbasis masalah berstrategi “MURDER”. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak dipublikasikan.
berbasis
masalah memberikan dampak yang jauh lebih
baik
dalam
kemampuan
hal
berpikir
pencapaian kreatif
dan
kemandirian belajar siswa. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
Muijs, D. & Reynold, D. (2008). Effective teaching: teori dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
antaranya: pembelajaran yang diberikan oleh guru, media yang digunakan, serta kondisi
pembelajaran.
kemandirian
belajar
Sementara
siswa
itu
Munandar, U. (1999). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah: penuntun bagi guru dan orang tua. Jakarta: Grasindo.
dipengaruhi
oleh bentuk pembiasaan yang dilakukan guru,
cara
tugas/masalah
komunikasi, yang
dan
disajikan
jenis
Nur, M. (2011). Model pembelajaran berdasarkan masalah. Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA: Surabaya.
dalam
pembelajaran.
Pitadjeng. (2006). matematika yang Jakarta: Depdiknas.
REFERENSI Azwar, S. (2005). Sikap manusia: teori dan pengukurannya (edisi ke-2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pembelajaran menyenangkan.
Sagala, S. (2006). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
[181]
Asep Nanang, Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar…
Sanjaya, W. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Predana Media. Santrock J. W. (2007). Perkembangan anak. Jakarta: Erlangga. Sapa’at, A. (2012). Stop Menjadi Guru! Jika… Jakarta: PT. Tangga Pustaka. Setiono, K. (1983). Teori perkembangan kognitif. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Subarinah, S. (2006). Inovasi pembelajaran matematika sekolah dasar. Jakarta: Depdiknas. Sujana, A. (2014). Pendidikan Bandung: Rizqi Press.
IPA.
Susilawati, W. (2009). Belajar dan pembelajaran matematika. Bandung: Faktultas Tarbiyah & keguruan UIN Sunan Gunung Djati.
[182]