BAB II SALURAN TRANSMISI DAN KORONA Saluran transmisi memegang peranan penting dalam proses penyaluran daya dari pusat-pusat pembangkit hingga kepusat-pusat beban. Agar dapat melayani kebutuhan tersebut maka diperlukan sistem transmisi tenaga listrik yang handal dengan tingkat keamanan yang memadai. Salah satu penyebab terjadinya kerusakan peralatan utama maupun peralatan lainnya seperti instrumen gardu induk adalah sambaran surja petir baik secara langsung maupun tidak langsung pada peralatan di transmisi maupun peralatan di gardu induk. Dengan demikian, pada sebuah gardu induk dan sistem menara transmisi sangat diperlukan perlindungan terhadap gangguan akibat surja petir. Untuk melindungi kawat fasa serta menjadi medium tempat mengalirnya arus gangguan akibat sambaran surja petir maka diperlukan peralatan tenaga listrik yang disebut dengan kawat tanah dan lightning arrester [1].
2.1
Tegangan Tinggi Impuls Tegangan tinggi impuls (impulse voltage) adalah tegangan yang naik
dalam waktu singkat sekali kemudian disusul dengan penurunan yang relatif lambat menuju nol. Ada tiga bentuk tegangan impuls yang mungkin menerpa sistem tenaga listrik yaitu tegangan impuls petir yang disebabkan oleh sambaran petir (lightning), tegangan impuls hubung buka yang disebabkan oleh adanya operasi hubung buka (switching operation) dan tegangan impuls petir terpotong [1].
6
Gambar 2.1 Jenis-jenis tegangan impuls Tegangan impuls di definisikan sebagai suatu gelombang yang berbentuk eksponensial ganda yang dapat dinyatakan dengan persamaan: π(π‘) = π0 π βππ‘ β π βππ‘
(2.1)
dimana Vo
= Magnitud Tegangan (kV)
a,b
= konstanta-konstanta yang dipengaruhi nilai RLC
Dari persamaan (2.1) dapat dilihat bahwa bentuk gelombang impuls ditentukan oleh konstanta a dan b, sedangkan nilai konstanta a dan b ini ditentukan oleh komponen rangkaian [2]. Definisi bentuk gelombang impuls [2] 1. Bentuk dan waktu gelombang impuls dapat diatur dengan mengubah nilai komponen rangkaian saluran (konstanta a dan b) 2. Nilai puncak (peak value) merupakan nilai maksimum gelombang impuls. 3. Muka gelombang (wave front) didefinisikan sebagai bagian gelombang yang dimulai dari titik nol sampai titik puncak. Waktu muka (Tf) adalah waktu yang dimulai dari titik nol sampai titik puncak gelombang. 4. Ekor gelombang (wave tail) didefinisikan sebagai bagian gelombang yang dimulai dari titik puncak sampai akhir gelombang. Waktu ekor (Tt) adalah
7
waktu yang dimulai dari titik nol sampai setengah puncak pada ekor gelombang Suatu tegangan impuls dinyatakan dengan tiga besaran yaitu tegangan puncaknya (Vmaks), waktu muka (Tf), dan waktu ekor (Tt). Menurut IEC waktu muka dan waktu ekor untuk tegangan impuls petir adalah : ππ Γ ππ‘ = 1,2 Γ 50 ππ
Gambar 2.2 Tegangan impuls petir berdasarkan standar IEC Standar bentuk gelombang impuls petir yang dipakai oleh beberapa Negara ditunjukan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Standar bentuk tegangan impuls petir [2] Standar
Tf x Tt
Jepang
1 x 40 Β΅s
Jerman dan Inggris
1 x 50 Β΅s
Amerika
1.,5 x 40 Β΅s
IEC
1,2 x 40 Β΅s
8
Nilai toleransi waktu muka dan waktu ekor gelombang untuk standar Jepang adalah 0,5 β 2 ΞΌs dan 35 β 50 ΞΌs, standar Inggris 0,5 β 1,5 ΞΌs dan 40 β 60 ΞΌs, sedangkan untuk standar Amerika adalah 1,0 β 2,0 ΞΌs dan 30 β 50 ΞΌs seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Dari Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa standar IEC merupakan kompromi antara standar-standar tegangan impuls berbagai Negara [2].
Gambar 2.3 Standar bentuk gelombang tegangan impuls petir
2.2
Mekanisme Sambaran Petir Petir adalah mekanisme pelepasan muatan listrik di udara yang dapat
terjadi di dalam awan, antar awan, awan dengan udara, dan antara awan dengan tanah. Antara awan dan permukaan bumi dapat dianalogikan seperti kapasitor raksasa, dimana lempeng pertama adalah awan dan lempeng kedua adalah bumi. Proses terjadinya muatan pada awan adalah akibat adanya pergerakan awan secara teratur dan terus menerus. Dan selama pergerakannya, awan akan terpolarisasi sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi, sedangkan muatan
9
positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Biasanya muatan negatif berada di bagian bawah awan dan muatan positif berada di bagian atas. Muatan listrik pada awan ini mengakibatkan adanya beda potensial antara awan dengan bumi, sehingga timbul medan listrik antara awan dengan bumi. Jika medan listrik lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara yang mengantarai bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan. Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan. Pelepasan ini disebut pilot leader. Di ujung pilot leader terjadi proses ionisasi sehingga terjadi pelepasan kedua yang disebut dengan downward leader. Di ujung downward leader terjadi lagi pelepasan muatan menuju ke bumi. Demikian seterusnya proses pelepasan berlangsung terus sehingga
downward leader
semakin mendekati bumi. Ujung dari downward leader semakin mendekati bumi disebut sebagai leader. Gambar mekanisme proses terjadinya petir dapat dilihat pada Gambar 2.13 berikut ini:
10
Gambar 2.4 Tahapan Sambaran Petir ke Tanah [3] Ketika leader mendekati bumi terjadi medan listrik yang sangat tinggi antara ujung leader dengan bumi, sehingga terjadi penumpukan muatan di ujung suatu objek yang berada di permukaan bumi. Dengan demikian muatan yang berasal dari bumi bergerak menuju ujung leader. Titik bertemunya kedua aliran yang berbeda muatan ini disebut striking point dapat dilihat pada Gambar 2.13(c), sesaat setelah itu terjadi perpindahan muatan dari tanah ke awan melalui sambaran balik. Perpindahan muatan dari awan ke tanah akan kembali memunculkan beda potensial yang tinggi antara pusat muatan di awan seperti pada Gambar 2.13(d). Akibatnya, terjadi pelepasan muatan susulan atau yang disebut pelepasan muatan berulang (multiple stroke).
2.3
Gangguan Petir Pada Saluran Transmisi Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran
petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran transmisi dalam menghantarkan daya listrik. Gangguan petir ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
11
1.
2.
Gangguan akibat sambaran langsung, yang terdiri dari : a.
Gangguan petir pada kawat tanah,
b.
Gangguan petir pada kawat fasa atau kegagalan perisaian.
Gangguan petir akibat sambaran tidak langsung atau sambaran induksi. Gangguan akibat sambaran langsung petir adalah adanya sambaran petir
yang langsung mengenai suatu objek tertentu Sambaran petir langsung dapat menimbulkan bermacam-macam gangguan yang tidak hanya membahayakan peralatan listrik namun juga bisa mengancam keselamatan jiwa manusia. Besarnya tegangan yang diakibatkan sambaran petir ini dapat mencapai 3000 kV. Gangguan pada jaringan listrik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sambaran petir mengenai kawat tanah dan sambaran petir mengenai kawat fasa. Sambaran petir yang langsung mengenai kawat tanah dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: a) Terputusnya kawat tanah. Arus yang besar menyebabkan panas yang tinggi pada kawat tanah yang dapat melampaui kekuatan kawat untuk menahannya. b) Naiknya potensial kawat tanah yang diikuti oleh backflashover ke kawat fasa. Pada saat terjadi sambaran pada kawat tanah, dengan cepat potensialnya naik mencapai nilai yang cukup tinggi sehingga dapat mengakibatkan lompatan muatan listrik ke kawat fasa di dekatnya. Sambaran langsung mengenai kawat fasa mengakibatkan kenaikan tegangan tinggi pada kawat fasa. Kenaikan tegangan yang cukup tinggi ini dapat menyebabkan pecahnya isolator, kerusakan trafo tenaga dan pecahnya arrester.
12
2.4
Fenomena Korona Bila dua elektroda yang penampangnya kecil (dibandingkan dengan jarak
antara kedua elektroda tersebut) diberi tegangan bolak-balik, maka akan mungkin terjadi fenomena korona. Pada tegangan yang cukup rendah, tidak akan terjadi apa-apa. Pertama-tama, pada elektroda akan kelihatan bercahaya, mengeluarkan suara-suara mendesis (hissing), dan berbau ozon. Warna cahaya yang terlihat adalah ungu muda (Violet). Apabila tegangan dinaikan secara terus menerus, maka karakteristik yang terjadi diatas akan semakin jelas terlihat, terutama pada bagian yang kasar, runcing dan kotor. Cahaya akan bertambah besar dan terang. Apabila tegangan masih terus dinaikan, maka akan muncul busur api. Pada keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam nitrogen (nitrous acid), yang menyebabkan elektroda berkarat bila kehilangan daya cukup besar. Korona terjadi disebabkan karena adanya ionisasi dalam udara, yaitu terjadinya kehilangan elektron dari molekul udara. Karena terjadinya ionisasi molekul dalam udara, maka molekul netral (A) di udara bebas mendapatkan energi foton yang cukup dan besarnya melebihi energi yang diperlukan untuk membebaskan elektron dari molekul gas atau udara. Kelebihan energi foton akan dilimpahkan pada elektron yang kemudian dibebaskan dalam bentuk energi kinetik. Hal ini dapat ditunjukan dalam persamaan berikut ini : 1 π π£2 2
π β + π΄ β π β + π΄+ + π β Karena adanya medan listrik yang berada disekitar elektroda penghantar yang mempercepat gerak elektron hasil inonisasi tersebut, maka elektron-elektron tersebut akan menumbuk molekul-molekul gas atau udara disekitarnya.
13
Karena hal ini terjadi secara terus-menerus maka jumlah ion dan elektron bebas menjadi berlipat ganda. Apabila terjadinya eksitasi elektron atom gas, yaitu berubahnya kedudukan elektron gradien tegangan menjadi cukup besar maka akan timbul fenomena korona. Selain menyebabkan terjadinya ionisasi molekul, tumbukan elektron juga menyebabkan perpindahan dari orbital awalnya ke tingkat orbital yang lebih tinggi. Pada saat elektron berpindah kembali ke tingkat orbital yang lebih rendah, maka akan terjadi pelepasan energi berupa cahaya radiasi dan gelombang elektromagnetik berupa suara bising.
2.4.1
Cahaya Ungu Salah satu gejala terbentuknya korona yaitu terlihatnya samar-samar
cahaya berwarna ungu disekeliling permukaan konduktor. Cahaya berwarna ungu ini berasal dari pengaruh tekanan elektrostatik yang berlebihan akibat dari gradient potensial yang tinggi. Besarnya gradien potensial ini dipengaruhi oleh tegangan yang diberikan. Pada saat awal korona terjadi, cahaya ini belum terlihat. Cahaya ini berasal dari proses rekombinasi antara ion nitrogen dengan elektron bebas. Agar cahaya ini terlihat jelas diperlukan ionisasi lebih banyak lagi sehingga gradient permukaannya meningkat.
14
Gambar 2.5 Cahaya Ungu pada Saluran Transmisi Hantaran Udara
2.4.2
Suara Bising Medan listrik yang yang tinggi pada fenomena korona mengakibatkan
terjadinya tumbukan elektron, jika kuat medan listrik ini terus meningkat maka tumbukan elektron akan semakin keras karena energi kinetik yang diperoleh elektron tersebut. Akibatnya terjadi eksitasi elektron dari udara, yaitu berubahnya kedudukan elektron dari orbitalnya semula ke tingkat orbital yang lebih tinggi. Ketika elektron ini berpindah kembali ke orbital yang lebih dalam terjadi pelepasan energi berupa suara mendesis. Suara mendesis ini terjadi disekitar konduktor. Suara tersebut dapat didengar oleh telinga manusia tergantung dari frekuensi yang dibangkitkannya dan juga jarak sumber suara dengan si pendengar. Suara mendesis yang dibangkitkan ini biasa disebut gangguan bising. Pada sistem transmisi, suara bising yang dibangkitkan oleh korona ini dideteksi dengan peralatan pendengaran ultrasonik. Kuat suara bising ini dipengaruhi oleh konduktor yang digunakan dan keadaan cuaca. 15
Gambar 2.6 Ultrapobe alat pendeteksi suara korona
2.4.3
OZON (O3) Pada korona dengan kelembaban tinggi dihasilkan gas ozon dalam jumlah
yang tidak terlalu besar. Gas ozon ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya aktifitas korona. Ozon yang dihasilkan dapat meningkat secara pesat saat terjadinya pelepasan korona. Pembentukan ozon dihasilkan dari beberapa molekul oksigen [4]. 3O2 β 2O3 Pembentukan ozon oleh pelepasan korona pada oksigen murni, memiliki beberapa tahap pembentukan. e- + O2 β 2O + eO + O2 + M β O3 +M Dimana M = O2 atau N2 Pada persamaan diatas ozon dihasilkan dari reaksi antara oksida dengan oksigen. Oksida tersebut dihasilkan akibat penguraian dari molekul oksigen akibat
16
tumbukan dengan elektron bebas. Elektron bebas ini kemudian jumlahnya bertambah dengan meningkatnya medan listrik, medan listrik yang semakin tinggi akan meningkatkan aktifitas dari korona. Oksida bebas tersebut akan bereaksi dengan oksigen yang kemudian akan membentuk ozon. Konsentrasi ozon ini meningkat sampai terjadinya pelepasan korona, kemudian setelah kondisi ini ozon akan terurai akibat panas yang dihasilkan saat pelepasan korona. O3 β O2 + O O + O3 β 2O2 Ozon merupakan molekul triatomik, dimana molekul triatomik ini termasuk golongan yang astabil atau tidak stabil. Ini menyebabkan ozon sangat mudah terurai dibandingkan oksigen (diatomik).
2.5
Faktor Yang Mempengaruhi Korona Penerapan tegangan tinggi yang mendekati tegangan kerusakan dalam
sistem tenaga listrik dapat menimbulkan gejala korona. Terjadinya gejala korona dalam sistem bertegangan tinggi tersebut dapat ditentukan oleh beberapa faktor yang menentukan besar aktifitas korona. Faktor tersebut dapat berupa keadaan lingkungan, bentuk dan ukuran dari konduktor yang digunakan serta besar tegangan yang diterapkan pada sistem tersebut. Faktor-faktor tersebut diantaranya atmosfer, kerapatan udara, ukuran dan bentuk permukaan konduktor, jarak antar konduktor dan tegangan saluran.
17
2.5.1
Atmosfer Keadaan atmosfer mempengaruhi nilai kekuatan isolasi udara dan gradien
potensial awal terjadinya korona, diantaranya yaitu angin, kelembapan udara, cuaca, dan suhu udara. Misal ketika kondisi lingkungan sedang berangin kencang, maka jumlah ion dan elektron akan lebih banyak dari pada saat kondisi normal. Hal ini menyebabkan korona terjadi pada gradien potensial lebih rendah dibandingkan cuaca normal. Suhu dan tekanan sangat mempengaruhi nilai dari tegangan awal korona, semakin tinggi suhu maka tegangan awal korona menjadi lebih kecil, sehingga korona menjadi lebih besar. Pada tekanan tinggi maka tegangan awal korona menjadi semakin tinggi dan korona lebih kecil. Pada daerah yang memiliki suhu yang tinggi dan tekanan rendah, maka korona akan menjadi lebih besar. Daerah pengunungan memiliki suhu rendah dan tekanan relatif tinggi, sehingga kemungkinan korona menjadi lebih kecil. Kelembapan udara yang semakin tinggi juga akan mempercepat terjadinya korona. Pada saat udara semakin lembab maka semakin banyak air yang terkandung dalam udara tersebut sehingga elektron bebas yang dihasilkan akan semakin banyak. Dengan demikian banyaknya elektron bebas ini, maka longsoran elektron akan semakin cepat terbentuk dan terjadi ionisasi yang mengawali terjadinya korona. Pada saat hujan, salju, jarum es, dan kabut yang dihasilkan akan mengakibatkan korona menjadi lebih besar. Salju akan memberikan sedikit penurunan pada tegangan kegagalan kritis udara. Hal ini dijelaskan dengan persamaan Peek [5] :
18
ππ = 30 πΏ π0 π 1 +
0.3 πΏπ
π·
ππ π ππ
(2.2)
dimana Vi
= Tegangan kegagalan kritis udara (kV)
Ξ΄
= Faktor kerapatan udara = 1 (tekanan 76 cmHg dan suhu 250C) =πΏ=
0.386 π 273+π‘
r
= Jari-jari konduktor (m)
D
= Jarak antar pusat konduktor terhadap tanah (m)
m0
= Faktor tak tentu/faktor kekasaran permukaan konduktor (lihat Tabel 2.2)
Dari persamaan Peek tersebut ditunjukkan bahwa pada keadaan basah, tegangan minimum terjadinya korona lebih rendah dibandingkan dengan keadaan normal. Jadi, dapat disimpulkan korona lebih cepat terjadi pada keadaan basah.
2.5.2
Kerapatan Udara Pada saat terjadi proses ionisasi ion-ion bergerak dalam udara dengan
kecepatan yang berbeda-beda, tergantung dari kuat medan listrik yang mempengaruhinya serta kerapatan udara yang dilaluinya. Kelincahan dari ion akan berkurang bila kerapatan udara atau gas bertambah. Udara dengan kerapatan antar molekul yang lebih tinggi, molekul-molekul gas tersebut akan lebih padat dibandingkan gas dengan kerapatan rendah, sehingga kelincahan geraknya berkurang.
19
2.5.3
Ukuran dan Bentuk Permukaan Konduktor Ukuran diameter dari konduktor juga mempengaruhi fenomena terjadinya
korona, konduktor dengan diameter lebih besar akan memiliki medan listrik lebih kecil dibandingkan pada konduktor dengan diameter yang lebih kecil. Perhatikan persamaan dibawah ini:
πΈ=
π
.
1
4ππ 0 π 2
ππ/π
(2.3)
dimana E
= Kuat medan listrik (kV/m)
Q
= Muatan (Coulomb)
r
= Jari-jari konduktor (m)
Ξ΅
= Permitivitas medium (medium udara, Ξ΅=Ξ΅0=8,85.10-12 F/m)
Konduktor dengan diameter lebih besar memiliki tegangan awal korona lebih besar dibandingkan dengan diameter yang lebih kecil. Pada konduktor dengan diameter lebih kecil atau ujungnya runcing akan memiliki medan listrik yang lebih tinggi dikarenakan elektron terkumpul disatu titik tidak menyebar, sehingga peristiwa korona semakin mudah terjadi. Itu sebabnya mengapa pada penangkap petir konduktor ujungnya dibuat meruncing. Bentuk Permukaan dan kondisi dari konduktor juga mempengaruhi pembentukan korona. Pada permukaan yang tidak rata dan kotor akan mengurangi nilai dari tegangan kegagalan awal korona sehingga korona dapat terjadi pada tegangan yang lebih rendah. Ini dikarenakan medan listrik pada permukaan yang kasar akan lebih besar dibandingkan dengan konduktor yang memiliki permukaan
20
yang halus. Sehingga pada permukaan kasar korona yang terjadi lebih besar dibandingkan kawat halus. Untuk kawat transmisi terdapat suatu faktor yang dinamakan faktor ketidakteraturan (m0). Maksudnya merupakan ketidakteraturan dari bentuk permukaan kawat. Dalam kondisi normal faktor permukaan kawat ini ditetapkan oleh Peek pada Tabel 2.2.
Table 2.2 Hubungan Kondisi Permukaan Kawat dengan Nilai mo [2]
2.5.4
Kondisi permukaan kawat
m0
Halus
1.0
Kawat padat yang kasar
0.93 β 0.98
kawat tembaga rongga
0.90 β 0.94
Kawat lilit 7
0.82 β 0.87
Kawat lilit 19-61
0.80 β 0.85
Jarak Antar Konduktor Jarak antar konduktor akan mempengaruhi proses pembentukan korona.
Jika jarak antara konduktor ini dibuat sangat besar dibandingkan diameter konduktor, maka hampir tidak mungkin terjadi korona. Hal ini dikarenakan jika jarak antar konduktor dibuat sangat besar maka tekanan elektrostatik antar dua konduktor tersebut juga akan berkurang, sehingga proses ionisasi menjadi sulit terjadi. Semakin besar jarak konduktor maka tegangan awal korona (Vd) bernilai semakin besar, ini sesuai dengan persamaan (2.2).
21
2.5.5
Tegangan Saluran Pada suatu sistem transmisi memiliki tegangan saluran yang sangat besar
antar fasanya, besar dari tegangan saluran ini menentukan besar dari medan listrik yang dihasilkan sekitar kawat transmisi tersebut. Semakin besar tegangan, maka akan semakin besar medan listriknya. Dengan demikian, semakin meningkatnya medan listrik maka korona akan memiliki percepatan dalam tumbukannya, sehingga elektron akan semakin mudah bertumbukan dan semakin cepat pula terbentuk longsoran elektron (avalanche). Waktu terjadinya korona pun akan menjadi lebih cepat. Selain itu, pada tegangan saluran yang besar akan terdapat tekanan elektrostatik pada permukaan konduktor, membuat udara disekeliling konduktor terionisasi. Pada saat ionisasi akan dihasilkan longsoran elektron (avalanche), longsoran elektron ini akan semakin cepat terbentuk jika tegangan saluran terus ditingkatkan. Semakin besar tegangan yang diberikan, maka akan semakin besar percepatan yang dimiliki elektron untuk bertumbukan sehingga avalanche akan lebih cepat terjadi selanjutnya akan terjadi peristiwa korona.
2.6
Akibat Yang Ditimbulkan Korona Korona cukup menyebabkan banyak masalah yang harus mendapat
perhatian, diantaranya interferensi radio, degradasi atau kerusakan pada peralatan listrik yang dikenai korona, dan meningkatnya rugi-rugi daya saluran.
2.6.1
Interferensi Radio Korona meradiasikan noise berfrekuensi tinggi dalam jumlah besar. Ini
dapat mengganggu operasi radio dengan frekuensi berbeda. Selain itu, radiasi
22
akibat korona ini juga dapat menyebabkan interferensi televisi dan rangkaian komunikasi yang berada didekatnya. Adanya
tumbukan
elektron-elektron
pada
udara
sekitar,
akan
menimbulkan arus yang nilainya relatif kecil dan memiliki bentuk gelombang yang non-sinusoidal. Akibatnya akan terdapat non-sinusoidal voltage drop. Kemudian akan terbentuk medan elektromagnetik dan medan elektrostatik. Selanjutnya medan elektromagnetik dan medan elektrostatik ini menginduksikan rangkaian komunikasi atau radio disekitarnya, sehingga akan menyebabkan terjadinya interferensi.
2.6.2
Degradasi atau Kerusakan Material dan Peralatan Listrik Korona menimbulkan panas disekitar daerah terjadinya korona dan panas
ini semakin meningkat dengan kenaikan tegangan yang diberikan sampai terjadi pelepasan korona. Panas ini dapat menyebabkan perubahan susunan atom dari material. Akibatnya material tersebut memiliki susunan atom yang baru, sehingga sifat dari material tersebut mengalami perubahan. Pada akhirnya material tersebut akan lebih cepat rusak dan mengalami penurunan kualitas atau degradasi. Pada saat pembentukan korona juga dihasilkan senyawa ozon (O3), dimana jika kondisi lembab dan gas ini bereaksi secara kimia dengan konduktor dapat menyebabkan korosi pada konduktor tersebut. Pelepasan korona (sparkover) akan menimbulkan harmonik sesaat, sehingga akan menghasilkan arus transien. Arus transien ini akan berbahaya pada peralatan listrik yang dialirinya atau bahkan jika arus transien ini sangat tinggi
23
dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan listrik karena dilalui arus yang melebihi rating-nya.
2.6.3
Rugi Daya Korona Ion dan elektron yang bergerak pada udara memiliki percepatan karena
energi kinetik yang diberikan. Energi kinetik tersebut didapat dari sistem dan dikatakan energi yang hilang. Energi yang hilang ini terdisipasi dalam bentuk panas, suara, dan cahaya inilah yang dimaksud dengan rugi daya korona. Rugi daya pada keadaan cuaca normal ditentukan berdasarkan percobaan oleh Peek, dengan persamaan [5]:
ππ =
241 πΏ
π + 25
π π·
π β π0
2
π₯ 10β5 ππ/ππ
(2.4)
dimana
2.7
P
= Rugi daya akibat korona (kW/km/fasa)
f
= Frekuensi daya (Hz)
V
= Tegangan fasa ke netral (kV)
V0
= Tegangan distruptif Korona (kV/fasa)
Ξ΄
= Faktor kerapatan udara =1 (tekanan 76 cmHg dan suhu 20oC)
b
= Tekanan (mmHg)
t
= Suhu (oC)
r
= Jari-jari Konduktor (cm)
Manfaat Korona Pada Saluran Transmisi Hantaran Udara Sepintas lalu tampaknya korona memiliki hanya hal-hal yang merugikan.
Akan tetapi, korona juga memiliki segi-segi yang menguntungkan, yaitu: (i) 24
bilamana korona membentuk, lapisan sekitar konduktor menjadi konduktif dan hal ini secara praktis merupakan semacam penambahan luas penampang konduktor, dan menyebabkan gradien potensial atau tegangan elektrostatik maksimum menurun. Dengan demikian kemungkinan terjadinya tegangan tembus (flash over) sistem meningkat, (ii) Efek-efek transien (peralihan) karena sambaran petir dan sebab-sebab lain berkurang, karena muatan-muatan yang diinduksikan pada saluran akibat sambaran petir dan sebab-sebab lain sebagiannya akan didisipasikan sebagai rugi-rugi korona. Dengan cara ini ia bekerja sebagai suatu katup pengaman dan kadang-kadang suatu saluran dengan sengaja direkayasa untuk memiliki tegangan operasi berdekatan dengan tegangan kritikal supaya tidak perlu mempergunakan arrester petir yang mahal. Ada kesulitan, karena tegangan kritikal tidak konstan untuk suatu saluran, dan akan berubah dengan sesuai dengan keadaan cuaca sekitarnya. Dari sisi lain korona juga dapat dipahami sebagai berikut; i.
Terdapatnya rugi-rugi daya dan energi, walaupun hal ini agak kecil, kecuali pada cuaca yang sangat buruk.
ii.
Terdapatnya suatu penurunan tegangan yang non-sinusoidal disebabkan arus korona yang non-sinusoidal. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya sedikit interferensi dengan saluran-saluran telekomunikasi berdekatan disebabkan oleh induksi elektromagnetik dan elektrostatik.
iii.
Karena adanya distorsi dari bentuk gelombang, terutama gelombang harmonik ketiga akan berpengaruh pada saluran transmisi.
iv.
Karena pembentukan korona, sehingga diproduksi gas ozon yang bereaksi secara kimia dengan konduktor yang mengakibatkan terjadinya korosi.
25
2.8
Tegangan Kritis Disruptif Tegangan kritis disruptif merupakan tegangan minimal yang dibutuhkan
untuk terjadinya ionisasi pertama kali dipermukaan konduktor. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Peekβs, kekuatan dielektrik udara maksimum pada kondisi standar dengan tekanan udara 1 atm (760 mmHg), suhu 20 oC adalah 30 kV/cm. Kekuatan dielektrik udara berbanding lurus dengan kepadatan udara sekitar. Besarnya kepadatan udara dapat di rumuskan [1]:
πΏ=
0.386 π
(2.5)
273+π‘
dimana Ξ΄
= Kepadatan Udara
p
= Tekanan udara (mmHg)
t
= suhu udara (oC)
Tegangan kritis disruptif atau juga kita sebut dengan tegangan awal terjadinya korona (corona inception voltage) dengan mempertimbangkan pengaruh konduktor, keseragaman, permukaan konduktor dan lingkungan untuk konduktor tunggal sebagaimana diteliti oleh Peekβs [5]:
ππ =
π π πΈπ 60
ππ
(2.6)
dimana Z
= impedansi surja (Ohm)
r
= Jari-jari konduktor (cm)
26
Ec
= medan listrik kritis di permukaan konduktor (kV/cm)
Dari persamaan diatas, menunjukan bahwa semakin kecil nilai jari-jari konduktor maka tegangan awalan terjadinya korona (Vi) akan semakin mengecil pula. Ada beberapa rumus empiris yang digunakan untuk menentukan medan listrik kritis (Ec) permukaan konduktor, diantaranya ialah: 1.22
πΈπ = 23 1 + π 0.37 ππ ππβ1 πΆπΌπΊπ
πΈ 1991 [6] πΈπ = 23πΏ 0.67 1 +
0.3 π
πΈπ = 30ππΏ 0.67 1 +
ππ ππβ1 ππππππππ πππ π·π¦πππ 1954 [7] 0.3 πΏπ
(2.7) (2.8)
ππ ππβ1 ππππ (2007) [5]
(2.9)
dimana Ξ΄
= Faktor kepadatan udara relatif ( bernilai 1 untuk medium udara)
m0
= Kondisi permukaan konduktor = 1 untuk permukaan licin = 0.93-0.98 untuk permukaan kasar, dan = 0.82-0.87 untuk kawat stranded
2.9
d
= diameter konduktor (cm)
r
= jari-jari konduktor (cm)
Saluran Transmisi Secara umum saluran transmisi disebut dengan suatu sistem tenaga listrik
yang membawa arus yang mencapai ratusan kiloampere. Energi listrik dibawa
27
oleh konduktor melalui saluran transmisi dari pusat-pusat pembangkit tenaga listrik kepada pemakai tenaga listrik (consumer). Tegangan pada saluran transmisi ini disalurkan melalui kawat penghantar yang ditopang oleh menara atau tiang penyangga yang tinggi yang terbuat dari campuran baja yang disesuaikan dengan posisi atau daerah dengan jarak tertentu. Saluran transmisi di zaman modern sekarang ini bukan hanya digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik tetapi juga dapat digunakan untuk saluran transmisi komunikasi seperti PLC (Power Line Carrier) dan data isyarat. Tetapi kemampuan transmisi dari suatu saluran dengan tegangan tertentu tidak dapat ditetapkan dengan pasti karena kemampuan ini masih tergantung lagi pada batasan-batasan thermal dari penghantar dan jatuh tegangan yang diperbolehkan. Pada umumnya saluran transmisi dalam penggunaannya dapat dibagi dua: 1. Saluran hantaran udara (Overhead Lines) 2. Saluran hantaran bawah tanah (Underground Cable) Pemilihan penggunaan saluran transmsi tergantung kepada suatu daerah yang akan dipasang. Biasanya untuk daerah yang penduduknya agak jarang dengan jarak yang cukup panjang digunakan saluran hantaran udara tegangan tinggi, sedangkan untuk pertumbuhan penduduknya yang padat maka pada daerah tersebut lebih cocok digunakan saluran hantaran bawah tanah. Selain itu saluran transmisi juga memiliki jenis yang berbeda-beda berdasarkan sirkitnya, yakni saluran tranmsisi sirkit tunggal dan saluran transmisi sirkit ganda, seperti yang ditunjukan oleh gambar dibawah ini.
28
(a)
(b)
Gambar 2.7 (a) Saluran Transmisi Tunggal, (b) Saluran Tranmsisi Ganda Komponen Utama Saluran Hantaran Udara : A.
Menara atau tiang transmisi Pada suatu Sistem Tenaga Listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari
pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran hantaran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah/merentangkan kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara (tower).
29
Konstruksi menara besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang paling banyak digunakan di jaringan PLN (Gambar 2.7), karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya, harganya yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan penggunaan saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah. Jenis-jenis Menara Transmisi, menurut Konstruksinya, antara lain:
(a) Latice Tower
(c) Concrete Pole
(b) Tubular Steel Pole
(d) Wooden Pole
Gambar 2.8 Jenis-jenis Menara Transmisi
30
B.
Isolator-isolator Jenis isolator yang digunakan pada saluran transmisi adalah jenis porselin
atau gelas. Menurut penggunaan dan konstruksinya dikenal 3 jenis isolator yaitu : a)
Isolator jenis pasak (22-33 KV)
b)
Isolator jenis pos saluran (22-33KV)
c)
Isolator gantung
Gambar 2.9 Jenis-jenis Isolator Pada Saluran Transmisi Isolator jenis pasak dan isolator jenis pos-saluran digunakan pada saluran transmisi dengan tegangan kerja relatif lebih rendah (kurang dari 22-33 kV), sedangkan isolator jenis gantung dapat digandeng menjadi rentengan atau rangkaian isolator yang jumlahnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pada saluran transmisi 275 kV Pangkalan Susu-Binjai dan tegangan maksimum yang diperbolehkan (Vm) 300 kV digunakan 16 (15+1 spare) isolator piring [2].
31
C.
Kawat penghantar Jenis-jenis kawat penghantar yang biasa yang digunakan pada saluran
transmisi adalah: a)
Tembaga dengan konduktivitas 100 % (Cu 100 %)
b)
Tembaga dengan koduktivitas 97,5 % (Cu 97,5 %)
c)
Almunium dengan konduktivitas 61 % (Al 61 %)
Kawat penghantar Almunium terdiri dari beberapa jenis, yaitu : i.
AAC : βAll Aluminium Conductorβyaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari almunium.
ii.
AAAC : βAll-Aluminium Alloy Conductorβ yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran almunium.
iii.
ACSR : βAluminium Conductor Steel Reinforcedβ yaitu kawat penghantar almunium dengan inti kawat baja.
iv.
ACAR : βAluminium Conductor Alloy Reinforcedβ yaitu kawat penghantar almunium yang diperkuat dengan logam campuran.
Gambar 2.10 Jenis-jenis Kawat Transmisi Listrik
32
Pada umumnya saluran transmisi yang ada di Indonesia menggunakan jenis kawat penghantar jenis ACSR. Karena kawat tembaga mempunyai tahanan yang lebih kecil, namun berat dan harga yang lebih mahal dari almunium. Untuk memperbesar kuat tarik dari almunium maka digunakan campuran almunium (almunium alloy).
D.
Kawat tanah Kawat tanah atau ground wires juga disebut dengan kawat pelindung
(shield wires) gunanya untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat fasa terhadap sambaran petir, untuk itu kawat tanah ini harus dipasang diatas kawat fasa. Sebagian kawat tanah umumnya dipakai kawat baja (steel wires) yang lebih murah tetapi tidaklah jarang pula digunakan ACSR. Awalnya kawat tanah dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap sambaran tidak langsung (sambaran induksi) di sekitar kawat fasa transmisi. Akan tetapi dikemudian hari dari hasilhasil pengalaman dan teori, penyebab utama yang menimbulkan gangguan transmisi tegangan tinggi 70 kV dan lebih adalah sambaran petir langsung.
2.9.1
Klasifikasi Saluran Transmisi Sesuai dengan fungsi, kebutuhan dan tegangan kerjanya maka saluran
transmisi dapat dikelompokkan dalam beberapa macam diantaranya : A.
Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Panjang Saluran Untuk keperluan analisa maka diagram pengganti biasanya dibagi dalam 3
kelas yaitu [3] :
33
a) Transmisi Pendek (< 50 mi atau < 80 km) b) Transmisi Menengah (< 150 mi atau < 250 km) c) Transmisi Panjang (> 150 mi atau >250 km) Klasifikasi saluran transmisi harus didasarkan atas besar kecilnya kapasitansi ke tanah. Maksudnya jika kapasitansi kecil maka arus bocor ke tanah kecil terhadap arus beban, sehingga kapasitansi ke tanah dapat diabaikan, hal ini dapat disebut dengan transmisi kawat pendek. Tetapi jika kapasitansi mulai besar sehingga tidak dapat diabaikan, namun belum begitu besar sehingga dapat dianggap sebagai kapasitansi terpusat (lumped capacitance) dan hal ini sering disebut dengan transmisi kawat menengah. Dan jika kapasitansi tersebut bernilai sangat besar dan tidak dapat dianggap sebagai kapasitansi terpusat dan harus dianggap terbagi merata sepanjang saluran maka hal ini dapat disebut dengan transmisi kawat panjang.
B.
Klasifikasi Saluran Transmisi Menurut Tegangan Nominal Di Indonesia standar tegangan transmisi adalah 66, 150, 380, dan 500 KV,
dan klasifikasi menurut tegangan ini masih belum nyata. Tetapi di Negara-negara maju terutama dibidang transmisi listrik, seperti : USA, Rusia, Canada dimana tegangan pada saluran transmisi bisa mencapai 1000 KV. Berdasarkan EN 60071 klasifikasi tegangan dapat dikategorikan menjadi [8]: a) Tegangan Rendah (dibawah 1 kV) b) Tegangan Medium ( 1kV - 45 kV) c) Tegangan Tinggi ( 45kV β 200 kV) d) Tegangan Ekstra Tinggi ( 200 kVβ 750 kV) e) Tegangan Ultra Tinggi ( diatas 800 kV)
34
2.9.2
Parameter-Parameter Saluran Transmisi Suatu saluran transmisi tenaga listik memiliki 4 (empat) parameter yang
mempengaruhi sistem kerja suatu saluran tranmsisi itu sendiri. Adapun 4 (empat) parameter tersebut adalah resistansi, induktansi, kapasitansi, dan konduktansi.
2.9.2.1
Induktansi Jika arus pada rangkaian berubah-ubah maka medan magnet yang
ditimbulkan juga akan berubah-ubah dan apabila medan magnet yang ditimbulkan memiliki permeabilitas yang konstan maka banyaknya fluks gandeng berbanding lurus dengan arus sehingga tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan perubahan arus. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
π=πΏ
ππ
(2.10)
ππ‘
dimana L
= Induktansi Rangkaian (H)
e
= Tegangan Imbas (V)
βi βt
= kecepatan perubahan arus (A/s)
Persamaan umum yang digunakan untuk menentukan besarnya induktansi saluran adalah [2]:
πΏ = 2. 10β7 ln
π·π π·π
π»
(2.11)
dimana L
= Induktansi saluran (H)
35
Dm
= Ekivalen atau geometric mean distance (GMD) antara kondukor dengan tanah (in)
Ds
2.9.2.2
= Geometric Mean Radius (GMR) pada konduktor (in)
Kapasitansi Kapasitansi saluran transmisi didefinisikan sebagai akibat adanya beda
potensial antar penghantar (konduktor) maupun penghantar dengan permukaan tanah, kapasitansi menyebabkan penghantar bermuatan seperti yang terjadi pada plat kapasitor bila terjadi beda potensial diantaranya. Kapasitansi antara penghantar adalah muatan perunit beda potensial. Kapasitansi antara penghantar sejajar adalah suatu konstanta yang tergantung pada ukuran dan jarak pemisah dan penghantar. Untuk saluran daya yang panjangnya kurang dari 80 km (50 mil), pengaruh kapasitansinya kecil dan biasanya dapat diabaikan. Untuk saluransaluran yang lebih panjang dengan tegangan yang lebih tinggi, kapasistansinya menjadi bertambah tinggi. Persamaan umum untuk mencari nilai kapasitansi antara konduktor dengan ground dapat dijelaskan dibawah ini [2]:
πΆ=
0.02413
ππΉ
2π log π
ππ
(2.12)
dimana H
= Jarak antara konduktor dengan tanah (m)
r
= Radius Konduktor (cm)
36
2.9.2.3
Resistansi Resistansi penghantar saluran transmisi adalah penyebab terpenting dari
rugi daya (power loss) pada saluran transmisi. Resistansi pada suatu konduktor (arus searah) dinyatakan dalam persamaan dibawah ini [2]:
π
π
0 = π πππ π΄
(2.13)
dimana Ο
= Resistivitas Penghantar (Ohm.m)
l
= Panjang (m)
A
= Luas Penampang (m2)
Persamaan diatas digunakan untuk menghitung besarnya tahanan dari konduktor saluran transmisi. Akan tetapi, resistansi dari saluran transmisi tidaklah sama dengan persamaan di atas. Saat arus bolak-balik mengalir pada suatu konduktor, kepadatan arus tidak seragam pada seluruh permukaan kondoktor, melainkan lebih dekat ke permukaan atau yang disebut dengan peristiwa skin effect. Efek kulit ini sangat kecil untuk frekuensi yang rendah. Untuk penghantarpenghantar yang biasa digunakan, menentukan resitansi dapat dilakukan dengan menggunakan Catalog Conductor yang disediakan oleh pabrik yang terkait.
2.9.2.4
Konduktansi Konduktansi antar penghantar atau antara penghantar dan tanah akan
menyebabkan terjadinya arus bocor pada isolator-isolator dari udara melalui isolasi dan kabel. Karena kebocoran pada isolator saluran udara sangat kecil sehingga nilai konduktansi antar penghantar pada saluran dapat diabaikan. Alasan
37
untuk mengabaikan konduktansi adalah karena konduktansi ini selalu berubahubah yakni kebocoran pada isolator yang merupakan sumber utama. konduktansi berubah dengan cukup besar menurut atmosfer dan kotoran yang berkumpul pada isolator sepanjang saluran transmisi yang nantinya menjadi polutan.
2.9.3
Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Saluran Transmisi udara maupun saluran kabel bawah tanah dapat
direpresentasikan sebagai rangkaian konstan yang terdistribusi merata seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.11. Resitansi, induktansi, kapasitansi dan kobocoran akibat konduktansi didistribusikan secara seragam pada sepanjang saluran. L (Induktansi) R (Resistansi)
L (Induktansi) R (Resistansi) G (Konduktansi)
C (Kapasitansi)
L (Induktansi) R (Resistansi) G (Konduktansi)
C (Kapasitansi)
Gambar 2.11 Rangkaian Ekivalen Transmisi Terdistribusi Merata [3]
2.10
Pemodelan Korona Pada analisis ini pemodelan korona dapat dilakukan dengan menggunakan
softwere ATPDraw dengan bentuk dasar terdiri dari komponen dioda, resistor dan kapasitor. Untuk memperkirakan penyebaran korona pada konduktor, pemodelan korona disambungkan pada titik pertemuan oleh beberapa bagian dari potongan saluran transmisi. Ab Kadir [9] mengusulkan pemodelan korona yang membagi
38
panjang saluran menjadi 50 m β 100 m untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Gambar 2.12 Pemodelan Korona Pemodelan disimulasikan menggunakan surja petir dengan karakteristik yang berubah-ubah. Saluran transmisi dimodelkan dengan beberapa parameter transmisi yang terdistribusi merata dan dihubungkan dengan pemodelan korona yang dihubungkan pada setiap titik sambungan menggunakan dioda, resistor, kapasitor dan sumber DC yang terdapat pada software ATPDraw. Bentuk pemodelan korona dapat dilihat seperti pada Gambar 2.11. Resistor dan kapasitor merepresentasikan proses hilangnya energi akibat korona dan perubahan nilai kapasitansi pada saluran. Sementara itu sumber DC pada rangkaian merepresentasikan tegangan awalan korona. Nilai charging dari Cg (kapasitansi Geometrik) akan ditahan oleh komponen dioda (D).
39
2.10.1 Pemodelan Korona Pada Saluran Transmisi
Lightning Surge Voltage (kV)
Z
Legenda Surge Impedance Line (50-100 meter) Ground
Corona Model
Gambar 2.13 Pemodelan korona pada saluran transmisi [9]
Gambar 2.13 diatas menunjukan representasi suatu saluran transmisi yang mengalami efek korona serta mendapat gangguan eksternal berupa sambaran petir langsung (direct stroke). Tiap parameter transmisi dihubungkan secara seri satu dengan yang lainnya, sedangkan pemodelan korona dipasang paralel terhadap saluran setiap jarak 50-100 m. Impedansi surja pada ujung saluran merupakan nilai impedansi yang dilalui oleh surja, ketika konduktor dianggap bernilai sangat konduktif dengan mengabaikan nilai resistansi saluran. Impedansi surja juga dipengaruhi oleh konstanta L dan C yang merambat pada kawat penghantar, dimana kedua konstanta itu juga dipengaruhi oleh karakteristik dari kawat tersebut.
40
Impedansi surja untuk saluran hantaran udara adalah sebagai berikut [10]:
π=
πΏ πΆ
= 60 ln
2π π
(Ξ©)
(2.14)
Dimana, r merupakan jari-jari kawat dan h adalah tinggi kawat dari atas permukaan tanah.
2.11
Konduktor Berkas (Bundle) Konduktor berkas adalah konduktor yang terdiri dari dua konduktor atau
lebih yang dipakai sebagai konduktor satu fasa dan dipisahkan oleh suatu alat yang disebut dengan spacer dengan jarak sebesar A cm. Konduktor berkas mulai efektif digunakan pada tegangan diatas 400 kV [3] [11]. Penggunaan konduktor berkas bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya korona dan meningkatkan kapasitas daya hantar saluran transmisi.
A A A
(a)
(b)
A
(c)
Gambar 2.14 Susunan Konduktor bundle (a) 2 subkonduktor, (b)3 subkonduktor, dan (c) 4 subkonduktor
Untuk konduktor bundle (berkas), Skilling and Dykes (1954) telah membuktikan rumus persamaan untuk jari-jari ekivalen (req), yang dapat disubtitusikan untuk persamaan gradient tegangan permukaan konduktor. Untuk menghitung jari-jari ekivalen menurut Skilling and Dykes [7] ialah: 41
πππ = β
ππ 1+2 π β1 sin
ππ ππ΄
(2.15)
ππ ππ
1 + 2(π β 1) ππ΄
dimana A
= jarak antar subkonduktor berkas (cm)
n
= jumlah berkas yang terpasang
Keuntungan menggunakan konduktor berkas antara lain: 1. Mengurangi reaktansi induktif saluran sehingga jatuh tegangan dapat diturunkan. 2. Mengurangi gradient tegangan permukaan konduktor sehingga dapat meningkatkan tegangan kritis korona dan mengurangi rugi-rugi daya korona, Audible Noise (AN) dan Radio Interference (RI). Kerugian menggunakan konduktor berkas antara lain: 1. Meningkatkan berat total saluran sehingga berpengaruh pada konstruksi menara. 2. Meningkatkan Kapasitansi saluran. 3. Konstruksi isolator lebih rumit. 4. Meningkatkan investasi awal.
42