BAB II RINGKASAN CERITA
Novel ini menceritakan tentang tiga orang anak yang tinggal jauh di pedalaman pulau Belitong. Tiga orang anak tersebut tinggal di sebuah kampung Melayu, mereka bermimpi untuk melanjutkan sekolah hingga ke Perancis, menjelajahi Eropa, bahkan sampai ke Afrika. Ikal, Arai, dan Jimbron, merekalah si pemimpi itu. Walau pun tidak munkin terwujud, mereka tak peduli, mereka memiliki tekad baja untuk mewujudkan mimpi mereka. Hidup di daerah terpencil, kepahitan hidup, kemiskinan, bukanlah pantangan bagi mereka untuk bermimpi. Mereka tak menyerah pada nasib dan keadaan mereka. Bagi mereka mimpi adalah energi bagi kehidupan mereka masa kini untuk melangkah menuju masa depan yang mereka citacitakan. Arai sebenarnya masih memiliki hubungan darah dengan Ikal, kedua orang tuanya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Arai tak memiliki saudara kandung, sehingga setelah kematian kedua orang tuanya Arai diasuh oleh kedua orang tua Ikal di kampungnya sehingga bagi Ikal, Arai adalah saudara sekaligus sahabat terbaik baginya. Arai selalu memiliki pemikiran-pemikiran yang tak bisa ditebak orang lain dia memiliki pribadi yang terbuka dan cerdas. Sedangkan Jimbron adalah sosok rapuh, ia tak cerdas, ia gagap dalam berbicara semenjak kematian ayahnya. Jimbron sangat terobsesi oleh kuda, karena seminggu sebelum kematian ayah nya, Dia menonton sebuah film di televisi balai desa.Dalam film koboy itu tampak seseorang membawa orang sakit untuk diobati dengan mengendarai kuda secepat angin sehingga orang itu dapat diselamatkan. Barangkali Jimbron menganggap nyawa ayahnya dapat tertolong jika dia membawa ayahnya ke Puskesmas dengan berkuda, padahal di kampungnya tak ada seekorpun kuda bisa ditemui.
Universitas Sumatera Utara
Ikal, Arai dan Jimbron memiliki rasa kesetiakawanan yang tinggi. Mereka bahu membahu mewujudkan mimpi mereka. Pada saat PN Timah Belitong sedang dalam keadaan terancam bangkrut, gelombang PHK besar-besaran membuat banyak anak-anak tidak bisa meneruskan sekolah mereka karena orang tuanya tak sanggup membiayai. Mereka yang masih ingin bersekolah harus bekerja. Demikian juga dengan mereka begitu tamat SMP mereka ingin tetap melanjutkan sekolah mereka. Karena di kampung mereka tak ada SMA, mereka harus merantau ke Magai, 30 kilometer jaraknya dari kampung mereka. Untuk itu mereka tinggal bersama-sama dalam sebuah rumah kontrakan, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehariharinya mereka bekerja sebagai pembawa stick di padang golf, penunggu perahu nelayan serta pemikul ikan tangkapan para nelayan yang dibawa ke pasar ikan. Selain kisah-kisah ketiga pemimpi yang terdapat dalam cerita ini, pembaca akan disuguhi potret pemandangan pulau Belitong dan kondisi sosialnya salah satunya yaitu mengungkap tentang anak-anak melayu yang harus bekerja untuk mendulang tembaga, mencari bongkah kaursa, topas dan gelena sesungguhnya hasil bumi tersebut adalah milik penduduk kampung Melayu, namun semuanya itu harus mereka muat sendiri ke atas tongkang untuk menggendutkan perut para bos di Jakarta. Di novel ini dicerita kan juga cerita tentang Laksmi,gadis yang dipungut seorang Tionghoa Thong San, pemilik pabrik cincau. Dia bekerja disitu seperti Jimbron dengan Pendeta Geo, bapak asuh Laksmi justru menumbuhkan Laksmi menjadi muslim yang taat.Laksmi selalu menampilkan kesan seakan-akan tak ada lagi orang yang mencintai nya di dunia ini, padahal, diam-diam, Jimbron menyukainya. Jimbron bersimpati kepada Laksmi karena merasa nasib mereka sama-sama memilukan. Jimbron sering menghibur Laksmi, dia sering menghampiri Pak Balia untuk meminta cerita-cerita komedi, Pak Balia dengan gembira memberikan cerita-
Universitas Sumatera Utara
cerita jenaka dan indah kepada Jimbron. Pak Balia adalah kepala sekolah sekaligus guru sastra di SMA mereka. Bapak Drs. Julian Ichsan Balia, bagi Ikal dialah guru yang sangat baik. Dia selalu memberi semangat kepada murid-murid, sabar dan dia sangat menyayangi murid-murid nya. Akhirnya Ikal, Arai dan Jimbron lulus SMA. Hasil ujian akhir mereka amat baik. Ikal dan Arai akan berangkat ke Pulau Jawa untuk mengadu nasib, sedangkan Jimbron tetap di kampung. Sementara keinginan kuliah di tunda dulu karena tanpa keluarga dan sahabat yang di tuju di Pulau Jawa di perkirakan uang tabungan mereka hanya cukup untuk hidup enam bulan saja. Jika selama itu mereka tidak mendapatkan pekerjaan maka nasib mereka akan diserah kan pada Pencipta nasib yang bersemayam di langit sana. Sesampai nya di Jakarta tepat nya di pelabuhan Tanjung Priok, mereka mencari bus arah Ciputat karena kata nya disana tempat yang agak aman dari tempat lain nya. Tiba-tiba berenti lah sebuah bus di dekat mereka, dan ada seseorang yang menarik tas mereka ke dalam bus dan mereka bertanya apakah bus ini arah ke Ciputat, bukan nya menjawab orang itu malah hanya berdiam saja. Karena bagi orang Melayu diam adalah tanda setuju maka mereka pun naik ke bus. Karena terlalu lelah nya dalam perjalanan mereka pun tidur dengan pulas, dan penumpang pun satu persatu sudah banyak yang mulai turun, tiba-tiba bus berhenti dan mereka di bangun kan oleh seorang laki-laki. Dan mereka pun turun, ternyata misi mereka menemukan Terminal Ciputat gagal. Mereka terdampar ditempat yang tak pernah mereka rencana kan sebelum nya. Bogor sama sekali asing bagi mereka, mereka berjalan meninggal kan terminal Bogor tanpa tau arah. Mereka hanya berpegang pada pesan orang tua nya untuk menemukan masjid. Belum jauh dari terminal, mereka menemukan gedung
Universitas Sumatera Utara
dengan tulisan Institut Pertanian Bogor (IPB). Dan yang lebih menyenangkan lagi adalah di belakang nya ada masjid. Esoknya dengan mudah mereka menemukan kos di perkampungan dibelakang IPB, sungguh menyenangkan tinggal disana. Baru pertama kali mereka melihat kehidupan mahasiswa, IPB. Mahasiswa-mahasiswa pintar yang bermutu tinggi. Rindu mereka memuncak akan bangku sekolahan. Hari-hari berikut nya mereka mulai panik karena belum juga menemukan pekerjaan. Berbulan-bulan sudah mereka mencari pekerjaan tapi tak dapat juga, bahkan hanya untuk sekedar menjadi penjaga toko pun sulit. Pada bulan kelima mereka mendapat pekerjaan sebagai seorang sales. Sebulan penuh mereka bekerja tak satu pun ada barang yang terjual. Maka berdasarkan perjanjian yang sudah di tanda tangani diatas materai, mereka harus bersedia dipecat sebab wan prestasi. Pada suatu hari mereka mengetahui bahwa kantor Pos sedang membuka penerimaan pegawai, dan mereka pun mendaftar. Rupa nya hanya Ikal saja yang di terima, dan Ikal beserta puluhan calon pegawai Pos, dinaikkan ke bak sebuah truk berwarna hijau, digelandang ke Pusat Pendidikan Perhubungan Angkatan Darat di Cimahi. Di barak militer itu, calon pegawai kiriman dari perusahaan-perusahaan digembleng fisik dan mentalnya menduduki pangkat terendah. Dihitung dalam sehari, paling tidak, 125 kali Ikal memberi hormat. Setelah sebulan, Ikal kembali ke Bogor. Dengan seragam seperti Tamtama, ransel ABRI, dan kepala gundul, Ikal menuju rumah kos mereka karena Ikal rindu pada Arai. Sebulan penuh Ikal tersekap di barak militer, tak dapat dihubungi atau menghubungi siapapun. Tapi, dikamar kos mereka tak ada siapa-siapa, Ikal melihat sepucuk surat di bawah pintu. Lututnya gemetar dan hati nya hampa membaca surat
Universitas Sumatera Utara
itu. Dengan sahabatnya dari pabrik tali dulu, naik kapal lawit, Arai telah berangkat ke Kalimantan. Meskipun sibuk bekerja menyortir surat, Ikal tak lupa akan cita-cita awalnya. Sambil bekerja , Ikal mempersiapkan diri untuk masuk ke Universitas Indonesia. Tahun berikutnya, Ikal diterima di sana. Ikal mengatur jadwal sift menyortir surat sesuai dengan kesibukan kuliah. Setelah hampir empat tahun akhirnya, Ikal berhasil menyelesaikan kuliah nya. Cita-cita nya tak pernah padam, tak pernah lekang. Meskipun bersusah payah menyelesaikan kuliah, apa yang telah tercapai dianggap baru sebagai permulaan. Tak lama kemudian, Ikal membaca pengumuman bea siswa pendidikan strata dua yang dibuka Uni Eropa. Ikal mendaftar dan mengikuti berbagai macam tes. Ikal melewati tahap-tahap tes dengan sukses sampai pada tes akhir. Tes terakhir diadakan di sebuah gedung di Jakarta. Peserta tes diwawancarai para ahli sesuai dengan bidang studi yang akan diambil di Eropa. Setelah wawancara, Ikal melalui sebuah koridor yang panjang. Ketika melewati sebuah pintu, Ikal mendengar suara yang pernah dikenal. Disimak baik-baik suara yang bersumber dari dua orang itu. Satu suara orang tua, satu lagi suara orang muda. Ikal memejamkan mata berkonsentrasi untuk mengenali suara itu. Akhirnya, wawancara selesai. Dia mundur beberapa langkah, matanya melihat ke ambang pintu. Gagang pintu berputar. Akhirnya, dia keluar. Hati Ikal bergetar, ternyata dialah Arai. Akhirnya, Ikal tahu bahwa Arai bekerja di sebuah perusahaan pertambangan di Kalimantan. Sambil bekerja dia pun kuliah disebuah Universitas di sana.Kami memutuskan untuk pulang kampung menunggu
surat keputusan dari sekretaris
program beasiswa itu.
Universitas Sumatera Utara
Berbulan-bulan mereka menunggu keputusan penguji bea siswa. Lima belas dari ribuan orang pelamar adalah peluang yang amat sempit. Ayah yang sedang menyiangi pekarangan berhambur ke pinggir jalan mengambil surat dari tuan Pos. Dia menyerahkan nya ke pada mereka. Dari sampulnya mereka langsung tahu bahwa surat-surat itu adalah pemberitahuan hasil ujian beasiswa mereka. Mereka memutuskan untuk membukanya setelah shalat magrib. Usai magrib, ayah dan ibu nya langsung duduk dikursi meja makan. Ikal tak sanggup membaca surat itu, maka diserahkan kepada ibu nya. Ibu membuka surat itu pelan-pelan dan membacanya, matanya berkaca-kaca. Detik itu juga Ikal tahu bahwa dia lulus. Dia terbelalak membaca nama universitas yang menerima nya. Namun, ditengah kesenangan itu mereka terhenyak, dari ruang tengah, terdengar samarasamar suara isak tangis. Air mata berjatuhan membasahi bingkai plastik foto ibu dan ayah Arai, membasahi kertas tebal yang dipegang Arai bergetar-getar, mereka masih berdiri mematung di ambang pintu ketika dia mengatakan dengan lirih sambil tersedu sedan, Aku lulus. Ikal mengambil surat beasiswa Arai dan membacanya, lalu jiwanya seakan terbang. Karena di kertas itu tertulis nama universitas yang menerima Arai sama dengan universitas yang menerima Ikal. Di sana, jelas tertulis. Univesite de Paris, Sorbonne, Prancis. Sedangkan Jimbron menetap di kampong bersama Laksmi dan anak mereka.
Universitas Sumatera Utara