BAB II REFLEKSI DAERAH KABUPATEN DAIRI
2.1 Daerah Kabupaten Dairi Daerah Dairi sebelum penjajahan Belanda meliputi: 1) Daerah Pegagan, terdiri dari Pegagan Hilir, yaitu daerah Kecamatan Tinga Lingga, Pegagan Julu, yaitu daerah Kecamatan Sumbul. 2) Derah Kepas, terdiri dari daerah Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Silima Pungga-pungga. 3) Daerah Simsim, terdiri dari daerah Kecamatan Kerajaan dan daerah Kecamatan Salak. 4) Daerah Kelasan, terdiri dari daerah Kecamatan Parlilitan dan daerah Kecamatan Pakkat, daerah ini sekarang telah masuk ke daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Sebagian lagi terdiri dari daerah Simanduamas ke perbatasan Lipat Kajang, darah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kecamatan Singkil masuk Aceh Selatan. 5) Daerah Boang, daerah ini sekarang telah masuk ke daerah administrsi Aceh Selatan. Daerah-daerah yang di sebut di atas, yaitu daerah Pegagan, Kepas, dan Simsim ditambah dengan daerah Kecatan Taneh Pinem itulah yang menjadi daerah administratif Kabupaten Dairi yang sekarang. Selebihnya, yaitu daerah Kelasan dan Boang telah menjadi daerah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah dan Daerah Istimewa Aceh bagian Selatan.
Universitas Sumatera Utara
Saat ini, daerah Kabupaten Dairi terdiri atas 15 kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Sidikalang, ibu kotanya Sidikalang. 2. Kecamatan Sitinjo, ibu kotanya Sitinjo. 3. Kecamatan Perbuluan, ibu kotanya Perbuluan. 4. Kecamatan Sumbul, ibu kotanya Sumbul. 5. Kecamatan Pegagan Hilir, ibu kotanya Tiga Baru. 6. Kecamatan Sumbul berampu, ibu kotanya Sumbul berampu. 7. Kecamatan Lae Parira, ibu kotanya Lae Parira 8. Kecamatan Silima Pungga-pungga, ibu kotanya Parongil 9. Kecamatan Siempat Nempu, ibu kotanya Bunturaja 10. Kecamatan Siempat Nempu hulu, ibu kotanya Sungai raya 11. Kecamatan Tigalingga, ibu kotanya Tigalingga 12. Kecamatan Siempat Nempu hilir, ibu kotanya Pardamean 13. Kecamatan Gunung Stember, ibu kotanya Gunung Stember 14. Kecamatan Tanah Pinem, ibu kotanya Kuta Buluh 15. Kecamatan Silahisabungan, ibu kotanya Silalahi Kabupaten Dairi di sebalah Utara berbatasan dengan Kabupaten Karo, di sebelah Selatan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, di sebelah Barat dengan Kabupaten Pakpak Bharat dan di sebelah Timur dengan Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Karo. Ibu kota Kabupaten Dairi adalah Sidikalang.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penduduk Penduduk asli yang mendiami daerah Dairi adalah suku Batak Pakpak-Dairi. Akan tetapi, pada umumnya mereka tidak mau disebut suku Batak Pakpak-Dairi karena perkataan Batak di dalam bahasa Batak Pakpak-Dairi berarti babi. Oleh karena itu, tidak keseluruhan penduduk asli daerah Dairi mau menyebut dirinya orang Batak Pakpak-Dairi. Penduduk asli yang mendiami daerah Pegagan, Kepas, dan Simsim menyebut dirinya orang Pakpak, mereka tidak mau disebut orang Dairi, setidaknya harus disebut orang Pakpak-Dairi. Setelah adanya keputusan Menteri Dalam Negeri berdasarkan Perpu No. 4/1964 tentang terbentuknya Kabupaten Dairi, barulah mereka mau disebut orang Pakpak-Dairi, tetapi sebelum Kabupaten Dairi terbentuk mereka tidak mau disebut orang Pakpak-Dairi, mereka hanya mau disebut orang Pakpak saja. Sebaliknya, penduduk asli yang mendiami daerah Kelasan tidak mau disebut orang Pakpak, tetapi mereka menebut dirinya orang Dairi karena mereka menganggap bahwa hanya Pegagan, Kepas, dan Simsim yang dinamai suku Pakpak. Selanjutnya, penduduk Kelasan menganggap bahwa Dairi terdiri atas: a) Dairi-Pakpak (Pegagan, Kepas, dan Simsim). b) Dairi-Kelasan, Dairi Boang, dan penduduk asli yang mendiami daerah Boang menyebut dirinya orang Pakpak-Kahia, maksudnya, mereka orang Pakpak dahulu kala atau berasal dari daerah Pakpak. Akan tetapi, walaupun berbeda penyebutan orangnya, tetapi adat istiadat dan bahasanya pada umumnya sama.
Universitas Sumatera Utara
Mata pencarian utama penduduk Kabupaten Dairi adalah bertani, misalnya, berkebun kemenyan, kopi, dan nilam. Di samping itu, juga ada juga yang bersawah dan berladang. Kabupaten Dairi didiami oleh masyarakat yang heterogen, yakni terdiri atas suku Batak Pakpak-Dairi, Batak Toba, Batak Karo, dan Batak Sumalungun.
2.3 Peta Kabupaten Dairi
Sumber : http://sumut.bps.go.id/dairi/images/PETA%20EDIT.JPG Gambar 1. Peta Kabupaten Dairi
Universitas Sumatera Utara
2.4 Rumpun Bahasa Batak Pada tahun 1926 P.W. Schmidt menerbitkan bukunya ‘Dil Sprachfamilien und Sprachreisen der Erde’ (keluarga bahasa dan lingkungan bahasa sedunia) yang isinya menggambarkan penggolongan bahasa sedunia atas beberapa rumpun berdasarkan genealogi, yaitu berdasarkan asal dan sejarah perkembangannya. Salah satu di antara rumpun bahasa sedunia adalah bahasa Austria. Bahasa Austria terbagi atas, yaitu : 1) Bahasa-bahasa Austronesia 2) Bahasa-bahasa Austro-Asia 3) Bahasa-bahasa Tibeto-China Wilayah bahasa Austronesia itu sangat luas sebagaimana dikatakan Mees (1954:11). “Bahasa-bahasa Austronesia tersebar meliputi kepulauan-kepulauan Lautan Teduh dan pulau Easter Island di sebelah Timur, dan kepulauan-kepulauan Asia Tenggara sampai ke pulau Madagaskar di sebelah Barat. Bahasa-bahasa itu barangkali dekat 1.000 buah banyaknya. Keluarga bahasa ini biasanya dibagi pula atas bahasa-bahasa Oceania dan sebahagian sebelah Barat yang dulu disebut bahasa-bahasa Indonesia. Istilah yang akhir itu tidak dapat dipertahankan lagi sejak nama Indonesia digunakan sebagai nama suatu Negara Republik Indonesia. Maka bagian sebelah Barat itu hendaklah disebut bahasa Hesperanesia atau Nusantara.” Slametmuljana (1957:137—38) nama Austronesia disamakan dengan nusantara: “Demikianlah jika kita meneliti struktur bahasa-bahasa di daratan Asia Selatan dan Tenggara, akan sampai pada kesimpulan, dan agak menyimpang dari kesimpulan yang sudah-sudah. Menurut strukturnya bahasa Melayu termasuk golongan bahasa daratan Asia Tenggara. Bahasa Asia Tenggara ini mempunyai pengaruh besar terhadap bahasa-bahasa di Austronesia. Pihakpihak yang dipengaruhi dari Sumatera Polinesia adalah bahasa Austronesia, kata ‘Melayu’ dalam nama ‘Melayu Polinesia’ adalah gempilan atau kepingan
Universitas Sumatera Utara
kecil dari bagian besar Rumpun Bahasa Asia Selatan dan Tenggara. Rumpun bahasa di kepulauan dari Sumatera sampai Polinesia dapat disebut ‘Austronesia atau nusantara’.” Kelompok bahasa Batak sebagai salah satu bahasa di Sumatera Utara adalah termasuk Bahasa Nusantara dan bahasa induknya adalah bahasa Austronesia. Kelompok Bahasa Batak itu adalah: 1) bahasa Batak Toba, 2) bahasa Batak Angkola-Mandailing, 3) bahasa Batak Simalungun, 4) bahasa Batak Karo, dan 5) bahasa Batak Pakpak-Dairi.
2.5 Variasi Dialektis Bahasa Pakpak Bahasa Batak Pakpak-Dairi mengenal beberapa dialek. a) Dialek Pegagan, dipakai di Kecamatan Tigalingga. b) Dealek Kepas, dipakai di Kecamatan Silima Pugga-pungga dan Kecamatan Siempat Nempu. c) Dialek Simsim, dipakai di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak. d) Dialek Kelasan, dipakai di Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Pakkat (Kabupaten Tapanuli Utara), dan daerah Simanduamas sampai ke perbatasan Lipat Kajang Kecamatan Barus (Kabupaten Tapanuli Tengah). e) Dialek Boang, dipakai di Kecamatan Singkil (Kabupaten Aceh Selatan).
Universitas Sumatera Utara
Di samping dialek, bahasa Pakpak mengenal pula tingkat-tingkat bahasa, yaitu bahasa halus dan bahsa kasar, seperti tergambar pada tabel berikut. Tabel 1. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Pakpak Kasar
Halus
Arti
neneh
nehe
kaki
penggel
coping
kuping
kata
rana
kata
kono
kene
engkau
Tingkatan bahasa halus dipakai bila berhadapan atau berbicara dengan: para raja, raja-raja adat, tokoh masyarakat, dan orang yang lebih tua dari si penyapa. Sedangkan bahasa kasar dipakai dalam komunikasi orang kebanyakan atau orang yang seusia. Bahasa Pakpak juga mengenal variasi bahasa yang dipakai pada waktu tertentu, seperti: a) pada waktu meratapi orang yang meninggal dunia, yakni 1) bahasa yang dipakai sewaktu berbicara disebut rena telangke, 2) bahasa yang dipakai sewaktu menangisi mayat disebut tangis milangi. b) bahasa yang dipakai pada waktu pergi ke hutan untuk mencari kapur barus disebut rana merteddung, c) bahasa pantangan di tengah-tengah kampung disebut nggane, d) bahasa pantangan datu ‘dukun’ disebut pantang (rebun)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Tempat dan Situasi Pemakaian Bahasa Pakpak Bahasa Pakpak sampai sekarang masih dipakai di rumah, di luar rumah dengan tetangga, di pasar, di gereja sewaktu kotbah, pada upacara-upacara adat, upacara kematian, dan pada waktu situasi yang tidak resmi.
2.7 Lingkungan Pemakaian Bahasa Pakpak Bahasa Pakpak dipakai: a) intra dan antarkeluarga, bila keluarga itu seluruhnya terdiri dari orang Pakpak, b) di kantor, bila lawan berbicara itu orang Pakpak-Dairi atau mengerti bahasa Pakpak pada situasi tidak resmi, tetapi, bahasa Pakpak tidak dipakai jika a) di antara anggota masyarakat yang baru dikenal/pendatang di pakai bahasa Indonesia dan b) di sekolah dasar sebagai bahasa pengantar dipakai bahasa Batak Toba. Sebagai mata pelajaran bahsa daerah di sekolah dasar dipakai bahasa Batak Toba akibat ketidakadaan buku pelajaran bahasa daerah Pakpak dan akibat dari kurangnya guru-guru yang berasal dari orang-orang Pakpak-Dairi. Pada umumnya guru-guru di sekolah dasar yang mengajar di Kabupaten Dairi adalah orang-orang Batak Toba.
2.8 Tradisi Sastra Tulis Sastra tulis dulu memang ada, tetapi karena di sekolah-sekolah tidak dipelajari lagi maka orang-orang yang berusia 50 tahun ke bawah sudah jarang yang mengetahuinya.
Universitas Sumatera Utara
Sastra tulis itu dahulu ditulis pada kulit-kulit kayu/bambu dengan tulisan/aksara Pakpak. Huruf yang dipakai adalah huruf silabis. Jumlah hurufnya delapan belas buah, yakni:
2.9 Pola Suku Kata Pola-pola suku kata bahasa Pakpak terdiri atas: a) pola dua suku kata, b) pola tiga suku kata, dan c) pola empat suku kata 1) Pola Dua Suku Kata Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: a-nak, hem-bun, ba-pa, u-rat, cem-ber, pen-ter, bo-rih, dong-koh, sem-pul, u-dan, dan sebagainya.
2) Pola Tiga Suku Kata Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: ci-ra-bun, pe-nga-yak, me-ran-dal, me-ro-ha, da-ha-ri, ki-ra-na, me-na-rut, mer-ba-gi, da-ho-li, me-ngaga, ti-na-ruh, me-nga-li, meng-ku-ruk, me-nnu-tu, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
3) Pola Empat Suku Kata Pola dua suku kata dapat dilihat pada contoh berikut: si-tu-ren-dek, mi-sa-do-ne, to-kor-e-mas, dan sebagainya. Walaupun telah dikemukakan pola suku kata tersebut di atas, tetapi dapat juga dicari sistem pola umum suku kata bahasa Pakpak yang disejajarkan dengan pola umum suku kata bahasa Indonesia. Setiap suku kata ditandai oleh sebuah vokal. Vokal ini dapat didahului atau diikuti oleh konsonan. Pada bahasa Pakpak sistem pola umum suku kata itu dapat dicontohkan pada kata berikut. 1) Vokal (V) Contoh: o-da, a-pi, a-ngin, e-gung, a-ku, e-kur, e-pen, u-dan. 2) Vokal Konsonan (VK) Contoh: en-de, dan sebagainya. 3) Konsonan (KV) Contoh: du-kak, mo-tik, ma-cik, ta-ka, bo-rih, sa-rut, dan sebagainya. 4) Konsonan, Vokal, Konsonan (KVK) Contoh: rim-ba-ru, ngat-ngat, pen-ter, tem-bereng, meng-ku-rak, ter-mur-mur, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara