BAB II PRESTASI BELAJAR PAI, PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR
A.
Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian Prestasi Belajar Istilah prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Di dalam kamus Ilmiah Populer, prestasi didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai, sedangkan belajar didefinisikan sebagai usaha memperoleh kepandaian atau menguasai suatu disiplin ilmu tertentu.1 Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar tersebut, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual atau kelompok. Abdul Qahar dalam Djamarah berpendapat bahwa prestasi adalah apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Nasrun Harahap, berpendapat tentang prestasi dalam konteks pendidikan adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan.2 Dari pengertian di atas, dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan
1
Adi Satrio, “Kamus Ilmiah Populer: Psikologi Pendidikan, Evaluasi Prestasi Belajar”, http//www.google.com, hal. 467. 2
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar, hal. 20-21.
31
32
dan menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja atau usaha. Adapun pengertian belajar menurut Muhibbin Syah, adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.3 Soemanto mendefinisikan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman.4 Nasution mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara karena sesuatu hal.5 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan mengalami perubahan secara individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pengertian kedua istilah di atas tentang prestasi dan belajar, berikut adalah penjelasan dari prestasi belajar. Dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh 3
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hal. 58.
4
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 2003), hal. 98-99.
5
Noah Nasution, Psikologi Pendidikan, hal. 72.
33
guru. 6 Winkel mengemukakan prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang, dimana prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.7 Surachmad menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar siswa yang diperoleh dari ujian atau tes yang tercantum pada buku hasil prestasi, sehingga menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar.8 Gojali dan Umiarso mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu indikator yang dapat dijadikan acuan tentang seberapa jauh pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan sebelumnya telah dimiliki untuk dapat mengupayakan peningkatannya. 9 Pernyataan ini didukung Djamarah yang menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan peserta didik yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.10 Menurut Azwar, prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. 11 Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai konsep pelajaran 6
Tim Penyusun Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1999), hal. 787. 7
W.S. Winkel, Psychology Pendidikan, hal. 226.
8
Surachmad, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1988), hal. 129. 9
Gojali Umiarso, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan, (Jakarta: IRCiSoD, 2010), hal. 226. 10
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hal. 22. 11
hal. 8-9.
Syaifudin Azwar, Penyususnan Skala Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),
34
yang telah dipelajari, dan dapat diketahui melalui alat ukur berupa butir tes yang telah dirancang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sehingga dengan cara ini akan diketahui prestasi belajar siswa. Berdasarkan pemahaman tentang prestasi belajar di atas, dapat diberikan batasan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari aktivitas atau kegiatan belajar siswa. Perubahan yang dicapai dapat berbentuk kecakapan, tingkah laku maupun kemampuan yang merupakan akibat dari proses belajar yang dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, prestasi belajar merupakan suatu kemajuan dalam perkembangan siswa setelah ia mengikuti kegiatan belajar dalam waktu tertentu, dimana seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku individu terbentuk dan berkembang melalui proses belajar. Jadi, prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu, umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai (angka) dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauhmana siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi belajar ini dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat dan terdapat dalam periode tertentu. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan hasil pencapaian peserta didik dalam mengerjakan tugas atau kegiatan pembelajaran melalui penguasaan pengetahuan dan ketrampilan mata pelajaran di sekolah yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
35
guru. Untuk lebih kongkritnya, berikut dirumuskan tiga poin penting tentang prestasi belajar yaitu: (1) Prestasi belajar ialah hasil belajar yang dicapai pembelajaran di sekolah; (2) Prestasi belajar adalah pencapaian nilai mata pelajaran berdasarkan kemampuan siswa dalam aspek pengetahuan, ingatan, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi; (3) Prestasi belajar ialah nilai yang dicapai oleh siswa melalui ulangan atau ujian. 2.
Jenis, Indikator dan Pengukuran Prestasi Belajar. Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Bloom mengklasifikasikan prestasi belajar ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain). 12 Berbeda dengan Bloom, Ahmad Tafsir menyatakan bahwa prestasi belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu(doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being).13 Bertolak dari dua pendapat tentang jenis prestasi belajar di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat Bloom. Kecenderungan ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga ranah yang diajukan lebih terukur, 12
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hal. 34. 13
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 1992), hal. 34-35.
36
dalam artian bahwa untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal. Sedangkan ketiga aspek tujuan pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir sulit untuk diukur. Walaupun pada dasarnya bisa saja dilakukan pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses pengukuran aspek ini harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan sehingga diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar melaksanakan apa yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekuen. Jadi, jenis prestasi belajar meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain). Untuk mengungkap prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut di atas diperlukan patokan-patokan atau indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari ketiga ranah tersebut. Dalam hal ini Muhibbin Syah mengemukakan bahwa:kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.14 Untuk mengetahui sampai sejauhmana prestasi yang dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran dapat ditempuh dengan mengadakan
14
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hal. 150.
37
pengukuran atau penilaian. Dari hasil penilaian atau evaluasi inilah akan diketahui apakah siswa yang bersangkutan berprestasi atau tidak. Jika pencapaian nilai atau skor yang dicapai oleh siswa memenuhi atau bahkan melampaui standar yang telah ditentukan, maka siswa bersangkutan dapat dinyatakan sebagai siswa yang berprestasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa proses pembelajaran telah berlangsung sesuai dengan tujuannya.15 Skor yang dicapai oleh siswa sebagai simbol pencapaian prestasi belajar merupakan hasil kumulatif dari pengukuran aspek kognitif (ranah cipta), aspek afektif (ranah rasa), dan aspek motorik (ranah karsa), yang masing-masing memiliki jenis, indikator, dan cara evaluasi yang berbeda.16 Objek pengukuran yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa tidak semata-mata dari hasil pengembangan intelektual saja, melainkan juga mencakup sikap dan perilaku yang berkembang dari kondisi siswa setelah belajar. Selanjutnya agar lebih mudah dalam memahami hubungan antara jenis-jenis belajar dengan indikator-indikatornya serta bagaimana cara evaluasinya, berikut ini penulis sajikan sebuah tabel yang disarikan dari tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi.17
15
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Bina Aksara, 1984), hal. 3. 16
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hal. 187-188.
17
Ibid., hal. 193-195.
38
Tabel 2.1 : Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi Belajar No 1
2
Jenis Prestasi Belajar Ranah Cipta (Kognitif) a. Pengamatan
Indikator Prestasi Belajar
Cara Evaluasi
a. Dapat: - Menunjukkan - Membandingkan - Menghubungkan
a. Tes lisan, tulisan dan observasi
b. Ingatan
b. Dapat - Menyebutkan - Menunjukkan kembali
b. Tes lisan, tulisan dan observasi
c. Pemahaman
c. Dapat - Menjelaskan - Mendefinisikan dengan lisan sendiri
c. Tes lisan dan tulisan
d. Penerapan
d. Dapat - Memberikan contoh - Menggunakan secara tepat
d. Tes lisan, tulisan dan observasi
e. Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti)
e. Dapat - Menguraikan - Mengklasifikasikan/ memilah-milah
e. Tes tulis dan pemberian tugas
f. Sintesis (membuat panduan baru dan utuh)
f. Dapat - Menghubungkan - Menyimpulkan - Menggeneralisasikan (membuat prinsip umum)
f. Tes tulis dan pemberian tugas
a. Menunjukkan sikap menerima dan menolak
a. Tes tulis, tes skala sikap, dan observasi
b. Kesediaan terlibat dan memanfaatkan
b. Tes skala sikap tugas tugas, observasi
Ranah Rasa (Afektif) a. Penerimaan
b. Sambutan
39
3
c. Apresiasi (sikap menghargai)
c. Menganggap penting, bermanfaat indah
c. Tes skala sikap tugas tugas, observasi
d. Internalisasi (pendalaman)
d. Mengakui, meyakini dan mengingkari
d. Tes skala sikap tugas, ekspresi
e. Karaktirasasi
e. Melembagakan atau meniadakan,menjelmakan makan dalam perilaku sehari-hari
e. Pemberian tugas ekspresif dan proyektif, obbservasi
a. Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya
a. Tes tindakan observasi
b. Kefasihan melafalkan, kecakapan, membuat mimikdan gerakan jasmani
b. Tes lisan, observasi, tes tindakan
Ranah Karsa (Psikomotor)) a. Keterampilan bergerak dan bertindak
b. Kecakapan ekspresi verbal dan nonverbal
Berdasarkan tabel di atas, dipahami bahwa masing-masing jenis prestasi belajar memiliki indikator keberhasilan dan alat ukur yang digunakan. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh guru karena prestasi belajar memiliki posisi penting dalam pendidikan, sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran, sekaligus sebagai bahan evaluasi bagi para pelaku pendidikan. 3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar. Prestasi belajar bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Artinya prestasi belajar merupakan hasil akumulasi dari berbagai pengaruh yang mempengaruhi siswa. Pengaruh tersebut bisa datang dari luar (faktor eksternal) dan bisa datang dari dalam (faktor internal). Faktor dari luar meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
40
masyarakat. Sedangkan faktor dari dalam diri siswa meliputi : kecerdasan, minat, bakat/bakal kemampuan/input, motivasi, dan kesehatan serta cara belajar.18 Secara umum, Muhibbin Syah menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat digolongkan menjadi tiga macam, yakni: 1.
2.
3.
Faktor internal (faktor dari dalam siswa), semisal kondisi jasmani meliputi kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendisendinya), dan rohani siswa meliputi tingkat kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi siswa. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), semisal kondisi lingkungan disekitar siswa, termasuk didalamnya alam dan lingkungan manusia atau keluarga. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni suatu upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran terhadap materimateri pelajaran.19
Lebih lanjut, Noeh Nasution menggambarkan prestasi belajar yang merupakan akumulasi dari berbagai hal yang saling mempengaruhi, sebagai berikut: Enviromental Input
Raw Input
Learning Teaching Process
Out Put
Gambar 2.1: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar
18
Kartini Kartono, Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali, 1985), hal. 1-5. 19
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, hal. 131.
41
Keterangan : Arah panah menunjukkan faktor yang ikut mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Learning teaching process, merupakan pusat proses pembelajaran yang menerima pengaruh dari berbagai faktor, seperti raw input atau masukan mentah, yang memiliki karakteristik tertentu secara fisiologis dan psikologis. Karakteristik fisiologis meliputi; kemampuan fungsi panca indra, dan kemampuan fungsi anggota tubuh. Sedangkan karakteristik psikologis meliputi; minat, bakat, motivasi dan hal lain yang berhubungan dengan aspek kejiwaan. Faktor lain yang ikut mempengaruhi proses pembelajaran adalah instrumental input, yaitu faktor yang dengan sengaja dipersiapkan dan dirancang untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran, meliputi; kurikulum, tenaga pengajar, fasilitas pembelajaran, dan manajemen pengelolaan sekolah. Sedangkan enviromental input merupakan faktor lingkungan dimana proses pembelajaranitu berlangsung, yang meliputi; lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, yang didalamnya mencakup lingkungan fisiologis, psikologis, dan sosio kultural.20 Interaksi dan akumulasi dari berbagai pengaruh inilah yang melahirkan output atau keluaran pembelajaran sebagai hasil dari proses panjang pembelajaran, atau juga disebut dengan prestasi belajar. Dari berbagai pengaruh yang ada, antara pengaruh yang satu dan yang lainnya memiliki posisi saling terkait dan tidak ada satu pengaruh yang paling dominan diantara pengaruh-pengaruh yang ada. Sebagai contoh, siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi atau apat disebut sebagai anak dalam golongan gifed child atau talented child, jika dalam proses pembelajaran, kemampuan yang dimilikinya tidak dapat terakomodasi secara layak dan tepat, maka anak tersebut mengalami kesulitan belajar yang pada akhirnya tidak akan mampu mencapai prestasi dengan baik.
20
Noah Nasution, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1992), hal. 2.
42
Begitupun sebaliknya, jika seorang siswa memiliki kecerdasan yang sedang, akan tetapi dia mendapat bimbingan seorang guru yang tepat, mempunyai motivasi belajar yang tinggi, dan mendapat perhatian serta dukungan dari orang tua yang memadai, maka siswa tersebut akan mampu meraih prestasi yang baik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa semua faktor yang ada (yang telah diuraikan), akan mampu berfungsi sebagaimana mestinya jika semua faktor tersebut berfungsi secara simultan dan bersamasama dalam bekerja. Untuk lebih jelasnya ditampilkan dalam bentuk gambar berikut: Internal : Kecerdasan, Minat, Bakat, Bekal kemampuan atau input, Motivasi, Ekonomi, Suasana hati, Kesehatan, Kematangan usia, Cara belajar dsb.
PRESTASI BELAJAR
Eksternal : Lingkungan keluarga/orang tua, Lingkungan sekolah, Lingkungan masyarakat, Kondisi alam sekitar, misalnya : udara, suara, bau-bauan dsb. Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perstasi Belajar Klausmier
dan
Goodwin
merinci
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa, adalah: karakteristik siswa, tenaga pengajar, materi yang diajarkan, fasilitas pengajaran, kondisi fisik sekolah, lingkungan sekolah, kurikulum dan tujuan pengajaran.21 Sedangkan Ngalim
21
Herbert J Klausmier dan William Goodwin, Learning and Human Abilities: Educational Psychology, (New York: Harper and Row, 1973), hal. 13.
43
Purwanto membagi faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi dua faktor, yaitu faktor individual, meliputi; kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi dan pribadi, dan kedua faktor luar, meliputi: keluarga, guru, cara mengajarnya, media dan alat atau sarana pembelajaran.22 Namun perlu diketahui bahwa prestasi belajar akan sulit tercapai, apabila siswa mengalami gangguan kesulitan belajar, yang dapat dimaknai sebagai hambatan atau gangguan dalam proses penserapan materi pelajaran yang disampaikan guru kepada siswa. Pada prinsipnya semua siswa mempunyai hak dan peluang yang sama untuk memperoleh atau kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Pada
kenyataannya
ada
perbedaan
kemampuan
intelektual,
kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara siswa yang satu dengan yang lainnya (ada yang siswa yang terlalu bodoh dan ada siswa yang terlalu pintar), sehingga perlu adnya penanganan khusus terhadap keduaanya agar tidak timbul apa yang disebut dengan kesulitan belajar (learning difficulty). Kesulitan belajar tidak hanya dapat menimpa kepada siswa yang berkemampuan rendah saja, namun juga menimpa kepada siswa yang berkemampuan tinggi. Secara garis besar ada dua faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar bagi siswa: a.
22
Faktor intern siswa, yang meliputi; gangguan psiko-fisik siswa yang terkait dengan; 1) aspek kognitif (ranah cipta), dalam hal ini terkait dengan rendahnya kapasitas intelektual atau intelegensi
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 106.
44
b.
4.
siswa, 2) aspek afektif (ranah rasa), dalam hal ini terkait dengan labilnya emosi dan sikap, serta 3) aspek psikomotor (ranah karsa), dalam hal ini terkait dengan terganggunya fungsi panca indra siswa. Disamping itu ada sindrom psikologis berupa ketidakmampuan belajar (learning disability), adanya gangguan kecil pada otak (minimal brain dysfunction). Faktor ekstern siswa, yang meliputi; 1) lingkungan keluarga, misalnya; ketidakharmonisan antara hubungan ayah dan ibu, rendahnya kehidupan ekonomi keluarga, 2) lingkungan perkampungan atau masyarakat, misalnya; berada dalam lingkungan kumuh (slum area), kelompok bermain yang nakal, 3) lingkungan sekolah, misalnya; tata letak sekolah yang kurang strategis (dekat pasar, dekat rel kereta api, dekat terminal dan sebagainya), 4) guru yang kurang memiliki kompetensi dibidang mata pelajaran yang diampu, fasilitas belajar yang kurang memadai.23
Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam atau yang sering disebut dengan PAI, merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, baik itu sekolah dasar maupun menengah. PAI merupakan usaha sadar untuk menyiapkan
siswa
dalam
meyakini,
memahami,
menghayati
dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan serta menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.24 Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Agama bahwa pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 23
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 165-167.
24
M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), hal. 74.
45
melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.25 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha bimbingan yang dilakukan secara sadar untuk mengarahkan peserta didik mencapai kedewasaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan ajaran agama Islam dan pada akhirnya dapat menjadikan ajaran agama Islam sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan. Sebagai mata pelajaran, PAI memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan mata pelajaran lain. Karakteristik yang dimaksud ialah bahwa PAI merupakan rumpun mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itulah PAI merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam. Ditinjau dari segi isinya, PAI merupakan mata pelajaran pokok yang
menjdai
salah
satu
komponen,
dan
memiliki
tujuan
untuk
mengembangkan moral dan kepribadian siswa.26 Dalam pendidikan agama Islam, nilai-nilai yang hendak dibentuk adalah nilai-nilai Islam, artinya tujuan pendidikan agama Islam adalah tertanamnya nilai-nilai Islam ke dalam diri masing-masing siswa yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya sehari-hari. Untuk lebih jelasnya tentang tujuan pendidikan agama Islam, berikut beberapa pendapat dari para ahli: 25
Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah, pasal 1 ayat 1. 26
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Umum, (Jakarta: Departemen Agama, 2004), hal. 3.
46
Menurut Mahmud Yunus, tujuan PAI adalah menyiapkan anak supaya diwaktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercapai kebahagiaan bersama dunia dan akhirat.27 Menurut Zakiyah Darajat, tujuan PAI ialah untuk membina manusia menjadi hamba Allah yang shaleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran dan perasaan.28 Dalam buku “Pedoman PAI untuk Sekolah Umum” juga disebutkan bahwa tujuan PAI adalah terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa
kepada Allah, berbudi pekerti yang luhur (berakhlak mulia),
memiliki
pengetahuan
tentang
ajaran
pokok
agama
Islam
dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.29 Pada dasarnya tujuan yang hendak dicapai pada mata pelajaran PAI tidak terlepas dari eksistensi manusia hidup di dunia ini, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah selaku khalik sekalian makhluknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan PAI adalah merealisasikan manusia muslim yang beriman dan bertaqwa serta berilmu pengetahuan yang mampu mengabadikan diri kepada Allah dan selalu mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Adapun ruang lingkup PAI memiliki cakupan sangat luas, karena ajaran Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi seluruh aspek 27
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, jil. 6, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), hal. 6. 28
Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 35.
29
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman PAI untuk Sekolah Umum, hal. 3.
47
kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan PAI merupakan pengajaran tata hidup yang berisi pedoman pokok yang digunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia dan untuk menyiapkan kehidupannya yang sejahtera di akhirat nanti.30 Dalam buku "Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum PAI", disebutkan mengenai ruang lingkup PAI adalah mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam. Bagian bahan pengajaran PAI sendiri meliputi: 1) Keimanan, 2) Ibadah, 3) Akhlak, 4) Syari'ah, 5) Mu'amalah, dan 6) Tarikh. Sedangkan luas dalamnya pembahasan tergantung pada lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkat kelas, tujuan dan tingkat kemampuan peserta didiknya.
B.
Perhatian Orang Tua
1.
Pengertian Perhatian Orang Tua Perhatian berasal dari kata “perhati” yang berarti hal memperhatikan, minat, apa yang diperhatikan. 31 Kata “perhatian”, sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun kata “perhatian” sendiri tidaklah selalu digunakan dalam arti yang sama sesuai dengan konteks kalimat. Arti kata tersebut baik di masyarakat sehari-hari maupun dalam bidang psikologi mempunyai makna yang kira-kira sama. Dalam hal ini apabila diambil 30
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 96. 31
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III, (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 2002), hal. 857.
48
intinya, maka kata “perhatian” diartikan sebagai pemusatan tenaga psikis yang tertuju kepada suatu objek, dan diartikan pula bahwa “perhatian” adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktifitas yang dilakukan.32 Perhatian sebagai salah satu aktivitas psikis, dimengerti sebagai keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda atau hal) ataupun sekumpulan objek-objek. 33 Lebih lanjut, Abu Ahmadi berpendapat bahwa (2003: 145) perhatian adalah keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu objek, baik di dalam maupun di luar dirinya. 34 Dengan demikian, perhatian berhubungan erat dengan kesadaran jiwa terhadap sesuatu objek yang direaksi pada sesuatu waktu. Di mana perhatian timbul dengan adanya pemusatan kesadaran seseorang terhadap sesuatu. Perhatian dapat juga disebut sebagai cara untuk menggerakkan bentuk umum cara bergaulnya jiwa dengan bahan-bahan dalam ke medan tingkah laku, atau dapat juga dirumuskan dengan 1) pemusatan tenaga/kekuatan jiwa tertuju kepada suatu objek, dan 2) pendayagunaan kesadaran untuk menyertai suatu aktivitas.35 Berdasarkan pengertian-pengertian perhatian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perhatian merupakan suatu kesadaran 32
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
hal. 14. 33
Baharrudin, Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2007), hal. 177-178.
34
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2003), hal. 145.
35
Wasty Soemanto, Psikology Pendidikan, hal. 34.
49
jiwa seseorang yang ditujukan pada suatu objek atau kumpulan objek tertentu yang berada dalam diri maupun di luar. Dengan kata lain, perhatian merupakan fikiran yang diarahkan kepada suatu atau obyek tertentu yang dilakukan secara sadar yang memberikan rangsangan kepada individu, sehingga ia hanya terfokus pada obyek yang merangsang tersebut. Sedangkan kata “Orang Tua” berasal dari dua kata yaitu, orang yang artinya manusia (dalam arti khusus), 36 dan tua yang artinya sudah lama hidup, lanjut usia, sudah masak atau sampai waktunya untuk dipetik. 37 Dengan kata lain, orang tua dapat dimaknai sebagai dua sosok manusia terdiri dari pria dan wanita yang telah diikat dengan tali perkawinan menjadi suami istri yang menjadi pilar utama lahirnya sebuah keluarga. Dari hubungan kasih sayang antara suami istri inilah lahir buah cinta kasih sayang yang disebut dengan anak, yang menjadi tanggung jawab orang tua di dalam mendidik, mengasuh dan membesarkannya. Tugas utama orang tua sebagai pemimpin keluarga adalah menghantarkan anaknya mencapai kehidupan berprestasi yang lebih baik di dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, orang tua memiliki peran penting sebagai pembentuk karakter dan pola fikir dan kepribadian anak. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan pelaku utama dalam membangun sebuah keluarga yang baik, dimana keluarga merupakan tempat anak-anaknya pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma. Walaupun di dalam keluarga tidak terdapat 36
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. III, hal. 498.
37
Ibid., hal. 810.
50
rumusan kurikulum dan program resmi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, akan tetapi sifat pembelajaran di dalam keluarga sangat potensial dan mendasar. Di sini lah peran penting orang tua dalam membentuk kepribadian anak. Dari kedua arti kata di atas, yakni perhatian dan orang tua, dapat dipahami bahwa perhatian orang tua merupakan kesadaran jiwa orang tua untuk memperdulikan anaknya, terutama dalam memberikan dan memenuhi kebutuhan anaknya baik dalam segi emosi maupun materi. Di dalam bidang pendidikan, Suryabrata berpendapat bahwa perhatian orang tua lebih fokus terhadap tanggapan orang tua terhadap pendidikan anaknya yaitu tanggapan tentang bagaimana orang tua memberikan bimbingan belajar di rumah, memperhatikan dan memenuhi kebutuhan alat yang menunjang pelajaran, memberikan dorongan belajar, pengawasan, dan pengarahan pentingnya belajar.38 Timbulnya perhatian dapat dipengaruhi oleh: a)
Kuatnya Stimuli, artinya ada tidaknya perhatian orang tua terhadap objek tertentu, dipengaruhi oleh seberapa besar objek tersebut mampu menarik minat dan memberikan rangsangan. Arah perhatian selalu mengikuti rangsangan yang paling besar diantara rangsangan yang ada, kemudian berubah menjadi bentuk perhatian. Misal, pada waktu yang bersamaan orang tua mendengar suara tangis bayi dan suara radio (dua stimuli sekaligus), ia akan memilih rangsangan mana yang paling menarik minatnya. b) Derajat Ketertarikan, yang diartikan sebagai sikap selektif terhadap stimuli yang ada, kemudian dari stimuli tersebut ditentukan stimuli mana yang dianggap menarik perhatiannya, c) Kapasitas Penerima Stimuli, artinya perhatian seseorang terhadap suatu objek tertentu juga dipengaruhi oleh kondisi si penerima stimuli. Jika kondisi penerima stimuli dalam kondisi baik dan prima, maka stimuli yang masuk akan meenarik perhatiannya. 38
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hal. 233.
51
Begitu juga sebaliknya jika kondisi penerima stimuli tidak dalam kondisi baik dan prima, maka stimuli yang masuk akan diterima dengan setengah hati. Misal, jika orang tua dalam kondisi yang sangat payah kelelahan setelah bekerja seharian dan mengalami masalah di tempat kerjanya menerima stimuli berupa tangisan bayi, maka orang tua tersebut akan mengalami kesulitan menerima stimuli yang ada, atau paling tidak akan mengalami penurunan dalam memperhatikan tangisan bayi tersebut.39. Dengan demikian dapat ditarik suatu pengertian bahwa perhatian orang tua adalah terpusatnya titik pandang orang tua kepada anaknya yang ditunjukkan dengan pemenuhan kebutuhan anak yang meliputi kebutuhan fisik, (papan, sandang, pangan dan fasilitas lain yang terkait dengan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangan jiwa anak termasuk didalamnya fasilitas belajar, bermain, dan kesehatan anak), dan kebutuhan non fisik (curahan kasih sayang, terbukanya jalinan komunikasi antara anak dan orang tua, terbentuknya sikap hidup disiplin dalam keluarga, adanya penghargaan bagi pencapaian prestasi dan sangsi bagi pelanggaran aturan). 2.
Macam-macam Perhatian Orang Tua Terdapat berbagai macam penggolongan dari perhatian orang tua. Berikut adalah penggolongan perhatian orang tua yang ditinjau dari berbagai hal. a.
Suryabrata
menggolongkan
perhatian
orang
tua
atas
dasar
intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas atau pengalaman batin. Perhatian atas dasar intensitasnya ini dibedakan menjadi dua yaitu perhatian intensif dan perhatian tidak intensif. Semakin banyak kesadaran yang menyertai 39
Monty P. Satyadarma, Persepsi Orang Tua, hal. 57.
52
sesuatu aktivitas atau pengalaman batin berarti makin intensiflah perhatiannya. Semakin intensif perhatian yang menyertai sesuatu aktifitas akan makin sukseslah aktifitas itu.40 b.
Baharrudin menggolongkan perhatian ditinjau dari segi timbulnya perhatian, yang mana perhatian tersebut dibedakan menjadi dua, yakni perhatian spontan dan perhatian tidak spontan. Perhatian spontan, adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya (bersifat pasif) Perhatian ini timbul begitu saja, “seakan-akan” tanpa usaha, tanpa disengaja. Perhatian spontan ini berhubungan erat dengan minat individu terhadap suatu objek. Misalnya saja, orang yang berminat dengan musik, maka secara spontan perhatiannya akan tertuju pada musik. Sedangkan perhatian tidak spontan, adalah perhatian yang ditimbulkan secara sengaja. Perhatian ini timbul karena didorong oleh kemauan yang memiliki tujuan tertentu. Oleh karena itu, harus ada kemauan yang menimbulkannya (bersifat aktif).41
c.
Baharrudin juga menggolongkan perhatian yang ditinjau dari segi banyaknya objek yang dicakup oleh perhatian pada saat yang bersamaan, di mana perhatian dibedakan menjadi 2, yakni perhatian yang sempit dan perhatian yang luas. Perhatian yang sempit ialah perhatian individu pada suatu saat yang hanya memperhatikan objek yang sedikit. Orang yang mempunyai perhatian sempit dengan mudah dapat memusatkan perhatiannya kepada suatu objek yang terbatas,
40
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hal. 15.
41
Baharrudin, Psikologi Pendidikan, hal. 179.
53
sekalipun orang tersebut berada dalam lingkungan ramai. Orang semacam itu tidak mudah memindahkan perhatiannya ke objek lain. Sedangkan perhatian yang luas merupakan perhatian individu yang pada suatu saat memperhatikan objek yang banyak sekaligus. Orang yang mempunyai perhatian luas mudah tertarik oleh kejadian-kejadian di sekelilingnya, perhatiannya tidak dapat mengarah kepada hal-hal tertentu. Orang tersebut mudah terangsang dan mudah mencurahkan jiwanya kepada hal-hal yang baru. Misalnya saja saat kita melintas di suatu kota dengan toko-toko yang menarik di kanan kirinya, banyak objek yang beda ditangkap, rasakan, dan dengar sekaligus.42 d.
Lebih lanjut Baharrudin mengkaitkan perhatian yang sempit dan luas tersebut menjadi dua, yakni perhatian konsentratif dan perhatian distributif. Perhatian konsentratif (memusat), adalah perhatian yang ditujukan hanya pada satu objek. Misalnya seorang mahasiswa yang sedang berkonsentrasi mempelajari mata kuliah statistik. Perhatian ini bersifat tetap kukuh dan kuat, serta tidak gampang memindahkan perhatian ke objek lain. Adapun perhatian distributif (terbagi-bagi), adalah perhatian yang ditujukan pada beberapa objek dalam waktu yang sama. Dengan sifat distributif ini, orang dapat membagi-bagi perhatiannya kepada beberapa arah dengan sekali jalan atau dalam waktu yang bersamaan.43
42
Ibid., hal. 180.
43
Ibid., hal. 181.
54
e.
Abu Ahmadi menyatakan bahwa perhatian juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu perhatian statis dan perhatian dinamis. Perhatian statis adalah perhatian yang tetap terhadap sesuatu. Ada orang yang dapat mencurahkan
perhatiannya
kepada
sesuatu
seolah-olah
tidak
berkurang kekuatannya. Dengan perhatian yang tetap itu, dalam waktu yang agak lama orang dapat melakukan sesuatu dengan perhatian yang kuat. Sedangkan perhatian dinamis adalah perhatian yang mudah berubah-ubah, mudah bergerak, mudah mudah berpindah dari objek yang satu ke objek yang lain. Supaya perhatian kita terhadap sesuatu tetap kuat, maka tiap-tiap kali perlu diberi perangsang baru.44 f.
Abu Ahmadi juga membagi perhatian menjadi fiktif dan fluktuatif. Perhatian fiktif (melekat) adalah perhatian yang mudah dipusatkan pada suatu hal dan boleh dikatakan bahwa perhatiannya dapat melekat lama pada objeknya. Orang yang bertipe perhatian melekat biasanya teliti dalam mengamati sesuatu, bagian-bagiannya dapat ditangkap, dan apa yang dilihatnya dapat diuraikan secara objektif. Sedangkan perhatian fluktuatif adalah perhatian yang bergelombang. Orang yang mempunyai tipe ini pada umumnya dapat memperhatikan bermacammacam hal sekaligus, tetapi kebanyakan tidak seksama. Perhatiannya sangat subjektif, sehingga yang melekat padanya hanyalah hal-hal yang dirasa penting bagi dirinya.45
44
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, hal. 148.
45
Ibid., hal. 149.
55
Berbagai macam perhatian yang telah diuraikan di atas berdasarkan kriterianya masing-masing. Meskipun terbagi menjadi beberapa macam, namun perhatian merupakan wujud dari ungkapan jiwa seseorang dalam memberikan suatu reaksi pada objek tertentu yang bersifat individu maupun kelompok, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta yang bersifat tetap maupun hanya sementara. 3.
Proses Timbulnya Perhatian Pada uraian di atas telah dijelaskan tentang pengertian dan berbagai macam perhatian. Namun, perlu diketahui bahwa perhatian ini tidak serta merta timbul begitu saja, melainkan terdapat proses yang menyebabkan timbulnya suatu perhatian. Berikut adalah beberapa proses yang dapat menimbulkan perhatian seseorang. a.
Adanya rangsang yang menonjol dari obyek
b.
Rangsang diterima oleh indra
c.
Dibawa masuk oleh syaraf ke dalam otak
d.
Di dalam otak diserap oleh persepsi kita
e.
Obyek tersebut mempunyai arti sesuai dengan persepsi yang ada pada diri seseorang, yang dipengaruhi oleh: jenis kelamin, umur, latar belakang yang bersangkutan, ada tidaknya prasangka, ada tidaknya keinginan tertentu, dan ada tidaknya sikap batin tertentu.46
46
114.
Dakir, Pengantar Psikologi Umum, (Bandung: Yayasan Penerbit FIP. IKIP, 1993), hal.
56
4.
Indikator Perhatian Orang Tua a.
Indikator Perhatian Orang Tua Tinggi. Orang tua yang bertanggung jawab akan selalu berupaya merealisasikan peran dan fungsinya sebagai orang tua dengan memperhatikan semua aspek kebutuhan anak yang meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan nonfisik. 47 Dalam kaitan ini, Wasty Soemanto menyatakan bahwa
orang tua yang mempunyai perhatian tinggi
terhadap anaknya dapat dilihat melalui indikator sebagai berikut : 1)
Memperhatikan kebutuhan fisik, meliputi : a)
Kebutuhan papan atau tempat tinggal Tempat tinggal merupakan kebutuhan primer, yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya keluarga untuk mencurahkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga. Standar kriteria tempat tinggal yang dianggap layak memang bersifat relatif. Bisa jadi sebuah tempat tinggal sudah dianggap layak bagi keluarga A, belum tentu dianggap layak oleh keluarga B. Namun, paling tidak sebuah tempat tinggal idealnya memiliki fungsi keamanan, fungsi agama dan sosial. Fungsi keamanan diartikan bahwa tempat tinggal tersebut mampu melindungi penghuninya dari gangguan alam, binatang, dan dari gangguan niat jahat. Fungsi
47
Monty P. Satyadarma, Persepsi Orang Tua, hal. 56-57.
57
agama dimaknai bahwa tempat tinggal tersebut mampu menyediakan
fasilitas
tempat
ibadah
bagi
seluruh
keluarga, sebagai upaya untuk menjaga kondisi rohani agar tetap sehat. 48 Fungsi sosial dimaknai bahwa tempat tinggal tersebut mampu menyediakan ruang untuk belajar bagi anak, serta adanya ruang bercengkerama bersama keluarga dan ruang bersosialisasi antara keluarga.49 b)
Kebutuhan Pangan Apabila kebutuhan pangan ini tidak dipenuhi, maka mengakibatkan terganggunya berbagai fungsi organ tubuh, yang pada gilirannya mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Manusia akan mampu melaksanakan tugas-tugas yang diembannya termasuk didalamnya tugas belajar, jika kondisi tubuh dalam keadaan sehat dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
c)
Kebutuhan Sandang. Apabila kebutuhan sandang ini tidak dipenuhi, maka akan mengakibatkan terganggunya hubungan sosial antar sesama anggota masyarakat. Kebutuhan dasar inilah yang harus
dipenuhi
seseorang
kebutuhan yang lebih tinggi.50 48
Wasty Soemanto, Psikology Pendidikan, hal. 121.
49
Ibid., hal. 115.
50
Ibid., hal. 138.
sebelum
menginginkan
58
2)
Memperhatikan kebutuhan non fisik, meliputi : a)
Masalah disiplin. Kepedulian orang tua dalam mendisiplinkan anak melalui berbagai aturan agar membentuk
perilaku
berdasarkan nilai moral yang kemudian timbul dengan sendirinya dalam diri anak, tanpa adanya paksaan dan dorongan dari orang tua. Pendisiplinan ini meliputi; waktu belajar, waktu ibadah, waktu bermain, waktu istirahat, dan waktu membantu orang tua dirumah.51 b)
Bimbingan dan arahan serta pengawasan. Bimbingan dan arahan serta pengawasan orang tua terhadap masalah belajar anak, sangat berpengaruh bagi anak untuk mencapai prestasi belajarnya. Robert dan Henry menyatakan bahwa anak yang kurang mendapat bimbingan arahan dan perhatian orang tua cenderung memiliki kemampuan akademis menurun atau prestasi belajar yang kurang baik, aktivitas sosial terhambat, interaksi sosial terbatas.52
c)
Kebiasaan memberi hukuman dan ganjaran. Kebiasaan orang tua dalam memberi hukuman dan ganjaran kepada anak yang terkait dengan masalah
51
Moh. Shohib, Pola Asuh Orang tua dalam mengembangkan disiplin diri Anak, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 16. 52
Robert Watson I., and Clay Henry Lingdren, Psychology of the Child, hal. 198-199.
59
prestasi dan pelanggaran. Pemberian hadiah kepada anak ketika anak berprestasi dan memberikan hukuman ketika anak melanggar aturan, mempunyai dampak positif bagi perkembangan motivasi anak dalam bertindak. Namun perlu diingat bahwa pemberian hukuman dan hadiah kepada anak hendaknya dalam batas kewajaran. Sebab jika orang tua memberikan pujian yang berlebihan padahal kenyataannya tidak, maka justru menjadi boomerang dan menjadikan frustasi,53 dan jangan sampai hadiah dan ganjaran menjadi motif utama anak dalam melakukan sesuatu. d)
Kesediaan orang tua membantu kesulitan anak. Membantu anak memang kewajiban orang tua, akan tetapi jika hal ini terus menerus dilakukan tanpa adanya upaya melatih anak untuk mandiri, maka justru akan merugikan bagi anak. Misalnya ketika anak mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR, orang tua selalu mengerjakan soal tersebut. Hal ini akan menjadikan anak ketergantungan kepada orang lain dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.54
53
Sylvia Rimm, Mendidik dengan Bijak: Bagaimana Mendidik Anak yang Bahagia dan Berprestasi, terj. Mangun Hardjana, (Jakarta: Grasindo, 2003), hal. 7. 54
Ibid., hal. 107.
60
e)
Kedekatan hubungan pribadi antara orang tua dengan anak Orang tua yang bijaksana akan selalu menempatkan anak pada posisi yang seimbang. Artinya, kadang anak diposisikan sebagai anak yang harus dilindungi, diayomi, dan dibimbing, namun kadang anak diposisikan sebagai teman, sahabat, partner dalam menghadapi masalah keseharian, sehingga hubungan antara anak dengan orang tua terjalin harmonis dan tidak ada sekat yang tebal yang menghalangi hubungan keduanya.55
b.
Indikator Perhatian Orang Tua Rendah. Adapun beberapa indikator orang tua yang memiliki perhatian rendah terhadap anaknya menurut Mohammad Shohib ialah sebagai berikut. 1)
Tidak terpenuhinya kebutuhan fisik, meliputi : a)
Kebutuhan papan (tidak adanya fasilitas belajar yang memadai, semisal ruang belajar yang pengap, lampu penerangan yang kurang terang, tidak ada ventilasi udara dan sebagainya, tidak adanya ruang bermain, dan tempat berkreasi dan berekspresi),
b)
Kebutuhan pangan (kurangnya konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan tidak tersedianya obat-obatan untuk menjaga kesehatan), dan
55
David L. Watson dan Roland G Tharp, Self Directed Behavior: Self Modification for Personal Adjusment, (California: Broks/Cole Publishing Company, 1981), hal. 33-34.
61
c)
Kebutuhan sandang (mengabaikan sandang sebagai salah satu sarana untuk bersosialisasi).56
2)
Tidak terpenuhinya kebutuhan non fisik, meliputi : a)
Kasih sayang. Anak tidak mendapatkan curahan kasih sayang, karena anak diperlakukan sebagai objek bukan subagai subjek. Anak merasa bahwa orang tua merupakan bos yang selalu menyodorkan daftar panjang berisi perintah yang
tidak
pernah
habis,
disertai
buku
petunjuk
pelaksanaan yang harus ditepati sesuai isi peraturan. Bagi anak yang melanggar peraturan akan dikenai sangsi berat dengan pengawasan ketat dari “big bos” (orang tua). Hubungan antara anak dan orang tua berlangsung secara formil dan kaku, serta suara anak tidak diperhitungkan dan didengarkan, sehingga mengakibatkan hubungan keluarga bersifat semu.57 b)
Disiplin. Disiplin artinya orang tua tidak mengajarkan arti penting kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sikap serba keterbolehan diantara sesama anggota keluarga. Apapun yang dilakukan anak, orang tua tidak peduli dan tidak mau tahu. Anak
56
Sylvia Rimm, Mendidik dengan Bijak, hal. 11.
57
Moh. Shohib, Pola Asuh Orang tua, hal. 20.
62
diberi kebebasan, karena dianggap sudah dewasa dan sudah mampu memilih jalannya sendiri, 58 sehingga tidak ada pengawasan dari orang tua tentang dengan siapa anak berteman, kegiatan apa yang dikerjakan dan akibat apa yang dapat ditimbulkan dari pengaruh pergaulannya. c)
Komunikasi dialogis. Komunikasi
dialogis
artinya
dalam
setiap
menghadapi masalah, anak diposisikan sebagai pelengkap penderita yang seolah-olah kehadirannya tidak diharapkan dalam keluarga, sehingga jika terjadi ketidakberesan dalam keluarga selalu anak yang menjadi sasaran kemarahan, kekejaman, dan bahkan disertai dengan kekerasan.
59
Dalam kondisi seperti ini, rumah tidak
ubahnya sebagai terminal yang berfungsi sebagai transit sementara untuk melanjutkan perjalanan. Orang tua dalam memecahkan masalah keluarga khususnya yang terkait dengan anak tidak bersedia membuka komunikasi dialogis sehingga tidak tercipta hubungan yang harmonis antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya. d)
Aspiratif. Tidak adanya aspiratif artinya permasalahan selalu dipandang dari sudut pandang orang tua, sehingga aspirasi
58
Ibid., hal. 20.
59
Hourlock, Adolencent Development, (Tokyo: Mc Graw Hill Inc, 1973), hal. 75.
63
anak terabaikan. Hal ini ditandai dengan adanya penerapan aturan-aturan yang ketat, kaku, dan terkesan membelenggu kreatifitas anak. Di mana anak diposisikan sebagai objek penerapan aturan yang ketat tanpa mempertimbangkan masukan dan buah pikiran anak, dan tanpa melalui komunikasi dialogis antara anak dan orang tua. Pelanggaran terhadap aturan-aturan yang dibuat orang tua, anak akan memperoleh sangsi yang keras dan cenderung dalam bentuk hukuman fisik. Orang tua suka mencampuri hal-hal kecil yang bersifat pribadi yang dilakukan oleh anak. Anak yang hidup dalam keluarga seperti ini, akan menjadi anak kurang mampu berprestasi dalam belajar, ragu-ragu dalam mengambil keputusan, dan lemah kepribadian.60
C.
Motivasi belajar
1.
Pengertian Motivasi Belajar Motivasi merupakan salah satu aspek psikis yang memiliki pengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar. Dalam Psikologi, istilah motif sering dibedakan dengan istilah motivasi. Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan motif dan motivasi, berikut ini pengertian dari kedua istilah tersebut. Kata "motif" diartikan sebagai daya upaya yang 60
Shaleh Abdul Aziz dan Abdul Majid, al-Tarbiyatu wa Turuqut Tadris, (Mesir: Darul Ma’arif, 1975), hal. 225.
64
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. 61 Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif.62 Purwanto berpendapat bahwa motif adalah tingkah laku atau perbuatan suatu tujuan atau perangsang. 63 Sedangkan menurut Nasution, motif adalah segala daya yang mendorog seseorang untuk melakukan sesuatu.64 Dengan demikian motif adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang dapat menggerakkan dirinya untuk melakukan sesuatu. Adapun pengartian motivasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, adalah keinginan atau dorongan yang timbul pada diri seseorang baik secara sadar maupun tidak sadar untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan tujuan tertentu.65 Pendapat-pendapat para ahli tentang definisi motivasi diantaranya adalah : M. Alisuf Sabri, motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.66 Sardiman, motivasi adalah daya penggerak yang telah menjadi aktif, motif menjadi aktif pada saat tertentu,
61
Sardiman, Interaksi dan Motivasi, hal. 73.
62
Sardiman, Interaksi dan Motivasi,,hal. 71.
63
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 60. 64
Noah Nasution, Psikologi Pendidikan, hal. 73.
65
Peter Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modem English Press, 2002), hal. 997. 66
M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), hal. 90.
65
bahkan kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau dihayati.67 Selanjutnya,
Winkel
mengemukakan
bahwa
motivasi
adalah
pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia menjadi tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mecapai hasil atau tujuan tertentu. 68 Pengertian motivasi menurut para ahli adalah sebagai berikut : 1.
2.
3.
Handoko berpendapat, motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.69 Martoyo berpendapat, motivasi adalah kondisi mental yang dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kepuasan atau pun mengurangi ketidakseimbangan.70 Morgan berpendapat, motivasi adalah sebuah istilah umum yang menunjukkan keadaan yang mendorong tingkah laku, tingkah laku yang didorong oleh keadaan dan tujuan atau bagian akhir dari tingkah laku.71
Motivasi dapat juga dikatakan sebagai usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
67
Sardiman, Interaksi dan Motivasi, hal. 87.
68
W.S. Winkel, Psychology Pendidikan, hal. 71.
69
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 1997), hal. 67. 70 71
Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 1996), hal. 27.
Cliffotd T. Morgan, Introduction to Psychology, (New York: MC. Graw Hill Book Company Inc., 1961), hal. 66.
66
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu tercapai. Dari uraian yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar siswa (dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. 2.
Fungsi Motivasi dalam Belajar Motivasi sangat berperan dalam belajar, siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas pasti akan tekun dan berhasil belajarnya. Makin tepat motivasi yang diberikan, makin berhasil pelajaran itu. Maka motivasi senantiasa akan menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa. Adapun fungsi motivasi ada tiga, yaitu : a)
Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. b) Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. c) Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.72 3.
Macam-macam Motivasi Belajar Dilihat dari berbagai sudut pandang, para ahli psikologi berusaha untuk menggolongkan motif-motif yang ada pada manusia ke dalam 72
Ibid., hal.81
67
beberapa golongan. Diantaranya
menurut
Woodwort
dan Marquis
sebagaimana dikutip oleh Purwanto, motif ada tiga golongan yaitu : a.
b.
c.
Motif yang berhubungan dengan kebutuhan bagian dalam dari tubuh seperti lapar, haus, kebutuhan bergerak, beristirahat atau tidur, dan sebagainya. Motif yang timbul sekonyong-konyong (emergency motives) inilah motif yang timbul bukan karena kemauan individu tetapi karena ada rangsangan dari luar, contoh: motif melarikan diri dari bahaya, motif berusaha mengatasi suatu rintangan. Motif yang diarahkan atau ditujukan ke suatu objek atau tujuan tertentu di sekitar kita, timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita.73
Dalam membicarakan macam-macam motivasi belajar, disini saya hanya akan dibahas dari dua macam sudut pandang, yakni motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang biasa disebut ”motivasi ekstrinsik” : a.
Motivasi Intrinsik Menurut Bahri motivasi intrinsik yaitu motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak memerlukan rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.74 Sedangkan Sutikno mengartikan motivasi intrinsik sebagai motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.75 Jadi, motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri seseorang tanpa memerlukan rangsangan dari luar.
73
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip, hal. 64.
74
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang tua, hal. 115.
75
Sobry Sutikno, dan Nurlaeli, Pendidikan Sekarang dan Masa Depan, (Bandung: NTP Prees, 2006), hal. 45.
68
Contohnya: siswa yang belajar, karena memang dia ingin mendapatkan pengetahuan, nilai ataupun keterampilan agar dapat mengubah tingkah lakunya, bukan untuk tujuan yang lain. Intrinsic motivations are inherent in the learning situations and meet pupilneeds and purpose. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari dalam diri dan secara mutlak terkait dengan aktivitas belajarnya. b.
Motivasi Ekstrinsik Menurut A.M. Sardiman motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. 76 Sobry Sutikno
berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang timbul akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu.77 Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan, motivasi ekstrinsik adalah “motivasi yang timbul dan berfungsi karena adanya pengaruh dari luar”. Misalnya, seseorang belajar karena tahu besok akan ada ulangan dengan harapan mendapatkan nilai yang baik, sehingga akan dipuji oleh guru, atau temannya atau bisa jadi, seseorang rajin belajar untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan oleh orang tuanya. 76
Sardiman, Interaksi dan Motivasi, hal. 90.
77
Sobry Sutikno, dan Nurlaeli, Pendidikan Sekarang dan Masa Depan, hal. 46.
69
4.
Indikator Motivasi Belajar Motivasi yang bekerja dalam diri individu mempunyai kekuatan yang berbeda-beda. Ada motif yang begitu kuat sehingga menguasai motif-motif lainnya. Motif yang paling kuat adalah motif yang menjadi sebab utama tingakh laku individu pada saat tertentu. Motif yang lemah hampir tidak mempunyai pengaruh pada tingkah laku individu. Motif yang kuat pada suatu saat akan menjadi sangat lemah karena ada motif lain yang lebih kuat pada saat itu. Menurut Martin Handoko untuk mengetahui kekuatan motivasi belajar siswa, dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut: a) b) c) d)
Kuatnya kemauan untuk berbuat Jumlah waktu yang disediakan untuk belajar Kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain Ketekunan dalam mengerjakan tugas.78
Sedangkan menurut Sardiman indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut : a) Tekun menghadapi tugas. b) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa) c) Menunjukkan minat terhadap bermacam – macam masalah orang dewasa. d) Lebih senang bekerja mandiri. e) Cepat bosan pada tugas – tugas rutin f) Dapat mempertahankan pendapatnya.79 Apabila seseorang memiliki ciri-ciri diatas berarti seseorang itu memiliki motivasi yang tinggi. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar akan berhasil baik kalau siswa tekun mngerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah 78
Martin Handoko, Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku, (Jakarta: Kanisius,1992),
hal. 59. 79
Sardiman, Interaksi dan Motivasi, hal. 81.
70
dan hambatan secara mandiri, siswa yang belajar dengan baik tidak akan terjebak pada sesuatu yang rutinitas. Adapun indikator-indikator perilaku motivasi belajar yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah : a.
Intrinsik, meliputi: kemauan, harga diri, keyakinan diri, keingintahuan, tepat waktu, kemauan, prestasi, dan semangat.
b.
Ekstrinsik, meliputi dorongan dari luar, dan hadiah.