BAB II POKOK-POKOK PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA A. Pengertian, Bentuk-bentuk dan Manfaat Penanaman Modal Asing Secara Langsung (Foreign Direct Investment) di Indonesia 1. Pengertian penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) Dikalangan masyarakat, kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (portfolio investment), sedangkan kata penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada investasi langsung. Penanaman modal baik langsung atau tidak langsung memiliki unsur-unsur, adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan nilai modalnya.23 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya sudah membedakan secara tegas antara investasi langsung (direct investment) dan investasi tidak langsung (portfolio investment). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 2 undang-undang tersebut, dimana dikatakan: “yang dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.”
23
Ida Bagus Rahmdi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2006), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Investasi secara langsung selalu dikaitkan adanya keterlibatan secara langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal.24 Dalam penanaman modal secara langsung, pihak investor langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan usaha dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.25 Penanaman modal asing secara langsung menurut Organization For Economic Cooperation (OEEC) memberikan rumusan bahwa direct investment is meant acquisition of sufficient interest in an under taking to ensure its control by the investor (suatu bentuk penanaman modal asing dimana penanam modal diberi keleluasaan penguasaan dan penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan dimana modalnya ditanam, dalam arti bahwa penanam modal mempunyai penguasaan atas modalnya).26 Penanaman modal asing secara langsung juga memberikan pengertian bahwa bagi pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya secara langsung, maka secara fisik pemodal asing hadir dalam menjalankan usahanya. Dengan hadirnya atau tepatnya dengan didirikannya badan usaha yang berstatus sebagai penanaman modal asing , maka badan usaha tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum di Indonesia.
24
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap Pemberlakuan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Jakarta: PT. Raharja Grafindo Persada, 2007), hal. 12. 25 N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), hal. 11. 26 Hulaman Panjaitan dan Anner Sianipar, Hukum Penanaman Modal Asing, (Jakarta: CV. Indhill Co, 2008), hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian yang agak luas dari foriegn direct investment terdapat pada Encyclopedia of Public International Law yang merumuskan foreign direct investment sebagai berikut: “ A transfer of funds or materials from one country (called capital exporting country) to another country (called host country) in return for a direct participation in the earnings of that enterprise.”27 Menurut Munir Fuady, penanaman modal asing secara langsung dilihat dalam arti sempit. Yang dimaksudkan adalah model penanaman asing yang dilakukan dengan mana pihak asing atau perusahaan asing membeli langsung (tanpa lewat pasar modal) saham perusahaan nasional atau mendirikan perusahaan baru, baik lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau lewat departemen lain.28
2. Bentuk-bentuk penanaman modal asing secara langsung Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan secara jelas tentang bentuk hukum perusahaan penanaman modal asing. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas. Secara lengkap, bunyi Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal:
27
Sentosa Sembiring, op. cit., hal. 3. Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 67. 28
Universitas Sumatera Utara
“penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.”29 Unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi:30 1. bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asing adalah perseroan terbatas (PT); 2. didasarkan pada hukum Indonesia; 3. berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia. Penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan oleh pihak asing/perorangan atau badan hukum ke dalam suatu perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak asing atau dengan menggabungkan modal asing itu dengan modal nasional. Menurut Ismail Suny ada 3 (tiga) macam kerjasama antara modal asing dengan modal nasional berdasarkan undang-undang penanaman modal asing No. 1 Tahun 1967 yaitu joint venture, joint enterprise dan kontrak karya.31 Dalam hal joint venture para pihak tidak membentuk badan hukum yang baru, akan tetapi kerjasama semata-mata bersifat kontraktuil, sedangkan dalam joint enterprise terjadi penggabungan modal asing dengan modal nasional ke dalam satu badan hukum Indonesia dan dalam kontrak kerja pihak asing membentuk suatu badan hukum 29
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 174. 30 Ibid. 31 Ismail Suny dan Rochmat Rudiro, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Pradjna Paramita, 1998), hal. 108.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerjasama dengan badan hukum (nasional) Indonesia yang lain. i.
Joint Venture Joint venture merupakan kerjasama antara pemilik modal asing dengan
pemilik
modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian belaka
(contractual). Misalnya bentuk kerjasama antara Van Sickle Associates Inc.,(suatu badan hukum yang berkedudukan di Delaware, AmerikaSerikat) dengan PT Kalimantan Plywood Factory (suatu badan hukum Indonesia) untuk bersama-sama mengolah kayu di Kalimantan Selatan. Kerjasama ini juga biasa disebut dengan “Contract of Cooperation” yang tidak membentuk suatu badan hukum Indonesia seperti yang dipersyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA.32 Dalam masalah joint venture ada kendala dalam memperoleh know-how yang disebabkan karena pengusaha Indonesia sendiri terlalu status oriented yang tidak terlalu mengerjakan atau memikirkan apa-apa kecuali membubuhi tanda tangannya daripada menjadi managing director dan yang kedua adalah pihak asing tidak rela melepaskan segala rahasia perusahaannya, juga tidak pada partnernya sehingga managing director nya selalu ada ditangan pihak asing.33
32
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
hal. 61. 33
Sunarjati Hartono, Masalah-Masalah Dalam Joint Venture antara Modal Asing dan Modal Indonesia, (Bandung: Alumni, 1974), hal. 14-15.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang ditemukan dalam praktik aplikasi penanaman modal asing dikemukakan sebagai berikut:34 a. Technical Assistance (service) Contract : suatu bentuk kerjasama yang dilakukan antara pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang bersangkut paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya; suatu perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan produksinya. Membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan (diperlukan) technical assistance dari perusahaan modal asing di luar negeri dengan cara pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambilkan dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan. b. Franchise and brand-use Agreement : suatu bentuk usaha kerjasama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti: CocaCola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’ Donalds, Kentucky Fried Chicken, dan sebagainya. c. Management Contract: suatu bentuk usaha kerjasama antara pihak modal asing dengan modal nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khusunya dalam hal pengelolaan manajemen oleh pihak modal asing terhadap suatu perusahaan nasional. Misalnya yang lazim dipergunakan dalam pembuatan maupun pengelolaan hotel yang bertaraf internasional oleh pihak Indonesia
34
Aminuddin Ilmar, op. cit., hal. 61-62.
Universitas Sumatera Utara
diserahkan kepada swasta luar negeri seperti; Hilton International Hotel, Mandarin International Hotel, dan sebagainya. d. Build, Operation, and Transfer (B.O.T) : suatu bentuk kerjasama yang relatif baru dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerjasama antara para pihak, dimana suatu objek dibangun, dikelola, atau dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli.
ii. Joint Enterprise Joint enterprise merupakan suatu kerjasama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru sesuai dengan yang diisyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA. Joint Enterprise merupakan suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal dalam nilai rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing.35
iii. Kontrak Karya Pengertian kontrak karya (contract of work) sebagai suatu bentuk usaha kerjasama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional. Bentuk kerjasama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara badan hukum milik negara (BUMN) seperti; Kontrak karya antara 35
Ibid., hal. 62-63.
Universitas Sumatera Utara
PN. Pertamina dengan PT. Caltex International Petroleum yang berkedudukan di Amerika Serikat.36 Disamping ketiga bentuk kerjasama di atas masih terdapat bentuk kerjasama yang lain seperti production sharing, management contract, penanaman modal asing dengan disc-rupiah dan kredit untuk proyek (barang modal).37
3. Manfaat penanaman modal asing secara langsung Keberadaan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) tidak dapat dipungkiri telah memberi banyak manfaat bagi negara penerima modal (host country), begitu pula bagi investor maupun bagi negara asal (home country). Bagi negara penerima modal (host country) keberadaaan investasi yang ditanamkan oleh investor, khususnya penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment), ternyata telah memberikan dampak positif atau manfaat di dalam pembangunan. Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing, namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud, yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan
36
Ibid., hal. 63-64. Sunarjati Hartono, op. cit., hal. 14-15.
37
Universitas Sumatera Utara
baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa, kehadiran investor cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan ekonomi di daerah dimana FDI menjalankan aktifitasnya.38
Arti pentingya kehadiran investor asing dikemukakan Gunarto Suhardi:39 “investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena langsung lebih permanen. Selain itu investasi langsung: a. memberikan kesempatan kerja bagi penduduk; b. mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal; c. memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi; d. apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal disamping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara; e. lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing; f. memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.”
38
Hendrik Budi Untung, op. cit., hal. 41-42. Ibid., hal. 42.
39
Universitas Sumatera Utara
John W. Head mengemukakan tujuh keuntungan investasi, khususnya investasi asing. Ketujuh investasi asing itu adalah:40 1. menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka; 2. menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru; 3. meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendapatkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya; 4. menghasilkan pengalihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain; 5. memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor; 6. menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah; 7. membuat sumber daya negara tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatanya dari semula. Bagi investor/penanam modal atau yang dalam hal ini Perusahaan Multinasional, manfaat dari kegiatan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) yang mereka lakukan pada dasarnya sama dengan alasan mereka untuk melakukan investasi secara langsung tersebut. 40
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 86-87.
Universitas Sumatera Utara
Adapun alasan-alasan suatu Perusahaan Multinasional melakukan investasi secara langsung ke luar negeri, antara lain:41 1. alasan kedekatan dengan sumber bahan baku; 2. untuk menghindari Daftar Negatif Investasi (DNI) di negara asal; 3. karena alasan upah buruh yang murah; 4. mencari pasar yang baru; 5. untuk mendapatkan royalti; 6. untuk mendapatkan insentif investasi di negara tujuan; 7. untuk menghindari penurunan nilai mata uang; 8. karena alasan status tertentu suatu negara dalam Perdagangan Internasional. Sementara bagi negara asal (home country) manfaat dari kegiatan penanaman modal secara langsung (foriegn direct investment) pada dasarnya sama juga dengan motif mereka untuk melakukan investasi secara langsung. Adapun motivasi dari negara maju untuk berinvestasi dapat dikemukakan secara analogi dari hasil penelitian Edward K.Y. Chen sebagai berikut:42 1. Lower cost and rent; 2. Lower labour cost; 3. Diversification of risk; 4. To make fuller use of the technical and production know-how developed or adopted by investee;
41
Mahmul Siregar, Hukum Investasi (Bahan Kuliah), Medan, 27 Januari 2009. Hendrik Budi Untung, op. cit., hal. 30.
42
Universitas Sumatera Utara
5. To avoid or reduce the pressure of competition from other corporation in investee countries; 6. To make use outdated machinery used in the investee corporation 7. Higher rates of profits; 8. Avalability of higher levels of technology; 9. Lower capability; 10. Defending the existing market by directly investing there; 11. To build up a vertically integrated structure; 12. To circumvent tariffs and quotas imposed by develop countries; 13. Establishing a subsidiary overseas is similar to investing in financial market overseas; 14. Availability of technical and skilled labour force; 15. Availibility of management manpowert; 16. To open up new markets by directly investing there; 17. Availability of raw materials and or intermediate products.
B. Asas dan Tujuan Penanaman Modal Sejalan dengan tujuan, pembaharuan dan pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal, di dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007
Universitas Sumatera Utara
tentang
Penanaman
Modal
telah
ditentukan
bahwa
penanaman
modal
diselenggarakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut:43 1. Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam kegiatan penanaman modal. 2. Keterbukaan, yaitu asas yang terbuka atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. 3. Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, yaitu asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari negara asing lainnya. 5. Kebersamaan, yaitu asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 6. Efisiensi berkeadilan, yaitu asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. 43
Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
Universitas Sumatera Utara
7. Berkelanjutan, yaitu asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun untuk masa dating. 8. Berwawasan lingkungan, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. 9. Kemandirian, yaitu asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. 10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, yaitu asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah, dalam kesatuan ekonomi nasional. Selain memuat asas-asas dalam penyelenggaraan penanaman modal, UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal juga memuat mengenai tujuan dari penyelenggaraan penanaman modal. Tujuan penyelenggaran penanaman modal, antara lain untuk:44 a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja; c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; 44
Undang-Undang Penanaman Modal, op. cit., Psl .3 ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
e. Meningkatkan kapasitas dan kemapuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. Mengolah
ekonomi
potensial
menjadi
kekuatan
ekonomi
riil
dengan
menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan penyelenggaraan penanaman modal tersebut hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain dengan perbaikan koordinasi antara instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha.
C. Bidang Usaha Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan tiga golongan bidang usaha. Ketiga golongan bidang usaha itu, meliputi:45 1. bidang usaha terbuka; 2. bidang usaha tetutup;dan 3. bidang usaha terbuka dengan persyaratan.
45
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 54.
Universitas Sumatera Utara
Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.46 Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.47 Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang meliputi:48 1) Produksi senjata; 2) Mesiu; 3) Alat peledak; 4) Peralatan perang; 5) Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undangundang. Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam Lampiran I
46
Ibid. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 48 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, loc. cit. 47
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 telah diatur rinci tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup. Ada dua puluh daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi yaitu:49 1) Budidaya Ganja 2) Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) 3) Pemanfaatan
(pengambilan)
koral/karang
dari
alam
untuk
bahan
bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam. 4) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt) 5) Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri 6) Industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan seperti: a. halon dan lainnya b. penta chlorophenol, dichloro diphenyl trichloro elhane (DDT), dieldrin, chlordane, carbon tetra, chloride, methyl chloroform, methyl bromide, chloro fluoro carbon (CFC)
49
Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010, tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
7) Industri bahan kimia schedule I konvensi senjata kimia (sarin, soman, tabun mustard, levisite, ricine, saxitoxin, VX, dll.) 8) Penyediaan dan penyelenggaraan terminal darat 9) Penyelenggaraan dan pengoperasian jembatan timbang 10) Penyelenggaraan pengujian tipe kendaraan bermotor 11) Penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor 12) Telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran 13) Vassel Traffic Information System (VTIS) 14) Jasa pemanduan lalu lintas udara 15) Manejemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit 16) Museum pemerintah 17) Peninggalan sejarah dan purbakala (candi, keratin, prasasti, bangunan kuno, dsb) 18) Pemukiman/lingkungan adat 19) Monumen 20) Perjudian/Kasino. Daftar bidang usaha yang tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan daftar bidang usaha yang dinyatakan tertutup dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007, dimana pada Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 terdapat 23 bidang usaha yang
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan terutup. Hal ini dikarenakan terdapat tiga bidang usaha yang dikeluarkan dari daftar bidang usaha yang tertutup, yakni: 1. Objek ziarah, seperti: tempat peribadatan, petilasan, dan makam; 2. Lembaga penyiaran publik radio dan televisi; 3. Industri siklamat dan sakarin. Bidang usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti, penelitian dan pengembangan dan mendapat persetujuan dari sektor yang bertanggung jawab atas pembinaan bidang usaha tersebut.50 Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.51 Daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ini telah ditentukan dalam Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup Dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
50
Salim H.S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 56. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 51
Universitas Sumatera Utara
D. Perizinan Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.52 Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.53 Izin sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.54 Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.55
52
Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 53 Undang-Undang Penanaman Modal, op. cit., Pasal 25 ayat (4). 54 Ibid., Pasal 25 ayat (5). 55 Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan nonperizinan.56 Ruang lingkup PTSP di bidang penanaman modal mencakup pelayanan untuk semua jenis perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal yang diperlukan untuk melakukan kegiatan penanaman modal.57 PTSP di bidang penanaman modal diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.58 Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah dilaksanakan oleh BKPM.59 Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal:60 a. Kepala BKPM mendapat Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang dari Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan 56 Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 57 Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 58 Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 59 Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 60 Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; dan b. Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota yang mengeluarkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal dapat menunjuk Penghubung dengan BKPM. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal terdiri atas:61 a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi; b. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi: 1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi; 2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional; 3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; 4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;
61
Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan 6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang. Kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini diperkuat lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Kewenangan BKPM telah ditentukan dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditentukan bahwa koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Koordinasi kebijakan penanaman modal, meliputi koordinasi:62 1. antar instansi pemerintah; 2. antar instansi pemerintah dengan Bank Indonesia; 3. antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah; dan 4. koordinasi antar pemerintah daerah. Tugas dan fungsi BKPM ditentukan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tugas dan fungsi BKPM adalah:63
62
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 230. Ibid., hal. 230-231.
63
Universitas Sumatera Utara
1. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal; 2. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal; 3. menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal; 4. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dan memberdayakan badan usaha; 5. menyusun peta penanaman modal Indonesia; 6. mempromosikan penanaman modal; 7. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal; 8. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal; 9. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; 10. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan 11. melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.64 Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah provinsi dilaksanakan oleh PDPPM.65 Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Gubernur memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi kepada kepala PDPPM.66 Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi:67 a. urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundangundangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi; dan b. urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang 64
Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 65 Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 66 Pasal 11 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 67 Pasal 11 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur. Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh PDKPM.68 Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman
Modal,
Bupati/Walikota
memberikan
Pendelegasian
Wewenang
pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM.69 Urusan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, meliputi:70 a. urusan pemerintah kabupaten/kota di bidang Penanaman Modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota; dan b. urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang
68
Pasal 12 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 69 Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. 70 Pasal 12 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota. Jenis perizinan penanaman modal, antara lain:71 a. Pendaftaran Penanaman Modal; b. Izin Prinsip Penanaman Modal; c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; d. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal; e. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (merger) dan Izin Usaha Perubahan; f. Izin Lokasi; g. Persetujuan Pemanfaatan Ruang; h. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); i. Izin Gangguan (UUG/HO); j. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah; k. Tanda Daftar Perusahaan (TDP); l. Hak atas tanah; m. Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal. Pendaftaran penanaman modal, yang selanjutnya disebut pendaftaran adalah bentuk persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman
71
Pasal 13 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.
Universitas Sumatera Utara
modal.72 Permohonan pendaftaran penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh penanam modal untuk mendapatkan persetujuan awal pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.73 Permohonan pendaftaran disampaikan
ke
PTSP
BKPM,
PTSP
PDPPM,
PTSD
PDKPM
sesuai
kewenangannya.74 Permohonan pendaftaran dapat diajukan oleh:75 a.
pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing
b. pemerintah negara lain dan/atau warga negara asing dan/atau badan usaha asing bersama dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; c. perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha Indonesia lainnya. Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, dengan menggunakan formulir pendaftaran, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan bukti diri pemohon:76
72 Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 73 Pasal 1 angka 9 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 74 Pasal 33 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 75 Pasal 33 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 76 Pasal 33 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman
Universitas Sumatera Utara
a. surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah negara lain; b. rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan asing; c. rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing; d. rekaman KTP yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia; e. rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan usaha Indonesia; f. rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia maupun badan usaha Indonesia; g. permohonan pendaftaran ditandatangani di atas materai cukup oleh seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum); h. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan; i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir h diatur dalam Pasal 63 peraturan ini.
Universitas Sumatera Utara
Pendaftaran diterbitkan dalam 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.77 Izin prinsip penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.78 Permohonan izin prinsip penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam memulai kegiatan penanaman modal.79 Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan ke PTSP BKPM dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM.80 Permohonan izin prinsip sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009
77
Pasal 33 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 78 Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 79 Pasal 1 angka 13 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. 80 Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi persyaratan sebagai berikut:81 a. bukti diri pemohon 1. Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2. Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya; 3. Rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari Mentri Hukum dan HAM; 4. Rekamanan nomor pokok wajib pajak (NPWP). b. keterangan rencana kegiatan, berupa: 1. uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram ulir (flow chart); 2. uraian kegiatan usaha sektor jasa. c. rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan; d. permohonan izin prinsip disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM; e. permohonan yang secara tidak langsung disampaikan oleh direksi perusahaan PTSP BKPM harus dilampiri surat kuasa asli; f. ketentuan tentang surat kuasa sebagaiman dimaksud pada butir e diatur dalam Pasal 63 peraturan ini. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang 81
Pasal 34 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip dengan tembusan kepada:82 a. Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan; c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum; d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan; e. Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)]; f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra); g. Gubernur Bank Indonesia; h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan); i. Duta Besar Republik Indonesia di negara asal penanam modal asing; j. Direktur Jenderal Pajak; k. Direktur Jenderal Bea dan Cukai; l. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; m. Gubernur yang bersangkutan; 82
Pasal 34 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
n. Bupati/walikota yang bersangkutan; o. Kepala PDPPM; p. Kepala PDKPM. Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.83 Permohonan izin prinsip untuk penanaman modal dalam negeri diajukan oleh:84 a. perseorangan warga negara Indonesia; b. Perseroan Terbatas (PT) dan/atau perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; c. Commanditaire Vennootschap (CV), atau Firma (Fa), atau usaha perseorangan; d. Koperasi; e. Yayasan yang didirikan oleh warga negara Indonesia/perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau f. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah. Permohonan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan oleh pemohon ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSP PDKPM sesuai kewenangannya
83
Pasal 34 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 84 Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM.85 Permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi persyaratan sebagai berikut:86 a. bukti diri pemohon: 1. pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2. rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, CV, Fa, atau rekaman Anggaran Dasar bagi badan usaha Koperasi; 3. rekaman pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan dari Menteri Hukum dan HAM atau pengesahan Anggaran Dasar badan usaha Koperasi oleh instansi yang berwenang; 4. rekaman KTP untuk perseorangan; 5. rekaman NPWP. b. keterangan rencana kegiatan, berupa: 1. uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart); 2. uraian kegiatan usaha sektor jasa. c. rekomendasi dari instansi pemerintah terkait apabila dipersyaratkan;
85
Pasal 35 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 86 Pasal 35ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
d. permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh pemohon ke PTSP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilampiri surat kuasa asli; e. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir d diatur dalam Pasal 63 Peraturan ini. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip dengan tembusan kepada:87 a. Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan; c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum; d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan; e. Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)]; f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra); g. Gubernur Bank Indonesia;
87
Pasal 35 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan); i. Direktur Jenderal Pajak; j. Direktur Jenderal Bea dan Cukai; k. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; l. Gubernur yang bersangkutan; m. Bupati/walikota yang bersangkutan; n. Kepala BKPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP PDPPM dan PTSP PDKPM); o. Kepala PDPPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP BKPM dan PTSP PDKPM); dan/atau p. Kepala PDKPM (khusus bagi izin prinsip penanaman modal yang dikeluarkan oleh PTSP BKPM dan PTSP PDPPM). Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.88 Izin prinsip perluasan penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip perluasan, adalah izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal.89 Permohonan izin prinsip perluasan
88
Pasal 35 ayat (5) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 89 Pasal 1 angka 16 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
penanaman modal adalah permohonan yang disampaikan oleh perusahaan untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam memulai rencana perluasan penanaman modal.90 Permohonan izin prinsip perluasan, diajukan dengan menggunakan formulir izin prinsip perluasan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan:91 a. rekaman izin usaha, bila diperlukan; b. rekaman
Akta
Pendirian
dan
perubahannya,
dilengkapi
dengan
pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM; c. keterangan rencana kegiatan berupa: 1. uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart); 2. uraian kegiatan usaha sektor jasa. d. rekaman izin prinsip dan/atau perubahannya; e. dalam hal terjadi perubahan penyertaan modal dalam perseroan yang mengakibatkan terjadinya perubahan persentase saham antara asing dan Indonesia dalam modal perseroan atau terjadi perubahan nama dan negara asal pemegang saham, perusahaan harus menyampaikan: 90
Pasal 1 angka 15 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 91 Pasal 36 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
1. kesepakatan perubahan komposisi saham antara asing dan Indonesia dalam perseroan yang dituangkan dalam Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/ Keputusan Sirkular yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dan telah dicatat (waarmerking) oleh Notaris atau rekaman pernyataan Keputusan Rapat /Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang memenuhi ketentuan Pasal 21 dan Bab IV Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dilengkapi dengan bukti pemegang saham baru; 2. kronologis penyertaan dalam modal perseroan sejak pendirian perusahaan sampai dengan permohonan terakhir . f. Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM); g. Permohonan izin prinsip perluasan: 1. disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM sesuai kewenangannya; 2. permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM harus dilampiri surat kuasa; 3. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatur dalam Pasal 63. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan izin prinsip perluasan dengan tembusan kepada pejabat instansi sebagaimana dimaksud
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 34 ayat (3) bagi penanaman modal asing dan Pasal 35 ayat (4) bagi penanaman modal dalam negeri.92 Izin prinsip perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.93 Izin prinsip perubahan penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip perubahan adalah izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin prinsip/izin prinsi perluasan sebelumnya.94 Penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dapat mengubah:95 a. ketentuan bidang usaha termasuk jenis dan kapasitas produksi, dan/atau; b. penyertaan modal dalam perseroan; c. jangka waktu penyelesaian proyek. Permohonan izin prinsip perubahan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasl 37 ayat (1), dengan menggunakan formulir izin prinsip perubahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM dan dilengkapi persyaratan:96 a. rekaman izin prinsip penanaman modal yang dimohonkan perubahannya; 92 Pasal 36 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 93 Pasal 36 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 94 Pasal 1 angka 18 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 95 Pasal 37 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 96 Pasal 42 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
b. rekaman Akta Pendirian dan perubahannya; dilengkapi dengan pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM; c. untuk perubahan bidang usaha (jenis/kapasitas produksi) dilengkapi dengan: 1. keterangan
rencana
kegiatan,
berupa
uraian
proses
produksi
yang
mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram alir (flow chart); 2. rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan. d. untuk perubahan penyertaan dalam modal perseroan (persentase kepemilkan saham asing) dilengkapi dengan: 1. kesepakatan para pemegang saham tentang perubahan persentase saham antara asing dan Indonesia dalam perseroan yang dituangkan dalam bentuk rekaman Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/ Keputusan Sirkular yang ditandatangani oleh seluruh pemegang saham dan telah dicatat (waarmerking) oleh Notaris atau rekaman pernyataan Keputusan Rapat /Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang memenuhi ketentuan Pasal 21 dan Bab IV Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dilengkapi dengan bukti pemegang saham baru; 2. kronologis penyertaan dalam modal perseroan sejak pendirian perusahaan sampai dengan permohonan terakhir; 3. khusus untuk perusahaan terbuka (Tbk), permohonan dilengkapi dengan persyaratan sesuai ketentuan perundangan di pasar modal.
Universitas Sumatera Utara
e. untuk perubahan jangka waktu penyelesaian proyek dilengkapi dengan alasan perubahan; f.
Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM) periode terakhir;
g. Permohonan izin prinsip penanaman modal: 1. disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM sesuai kewenangannya; 2. permohonan yang tidak secara langsung disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, atau PTSP PDKPM harus dilampiri surat kuasa; 3. ketentuan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatur dalam Pasal 63. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan izin prinsip perubahan penanaman modal dengan tembusan kepada pejabat Instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) bagi penanaman modal asing dam Pasal 35 ayat (4) bagi penanaman modal dalam negeri.97 Izin prinsip perubahan penanaman modal diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.98 Izin usaha adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai
97
Pasal 42 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 98 Pasal 42 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan atas pendaftaran/izin prinsip/persetujuan penanaman modalnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.99 Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki pendaftaram/izin prinsip/surat persetujuan penanaman modal harus memperoleh izin usaha untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan produksi/operasi komersial, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.100 Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki izin prinsip perluasan/surat persetujuan perluasan penanaman modal, harus memperoleh izin usaha perluasan untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan operasi/produksi komersial atas proyek perluasannya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.101 Perusahaan penanaman modal dalam negeri yang tidak memerlukan fasilitas dan tidak memiliki pendaftaran penanaman modal diwajibkan mengajukan permohonan izin usaha pada saat melakukan produksi komersial.102 Perusahaan penanaman modal yang masing-masing telah memiliki izin usaha dan kemudian melakukan penggabungan perusahaan (merger) langsung mengajukan permohonan izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger).103
99 Pasal 1 angka 22 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 100 Pasal 44 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 101 Pasal 44 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 102 Pasal 44 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 103 Pasal 44 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan penanaman modal yang telah memiliki izin usaha dapat melakukan perubahan atas ketentuan yang tercantum dalam izin usahanya, meliputi perubahan lokasi proyek, jenis produksi/diversifikasi produksi tanpa menambah mesin/peralatan dalam lingkup klasifikasi baku lapangan usaha yang sama, penyertaan dalam modal perseroan, perpanjangan izin usaha dengan mengajukan izin usaha perubahan.104 Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diajukan dengan menggunakan formulir izin usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII untuk yang berlokasi di luar kawasan industri dan Lampiran XIV untuk yang berlokasi di dalam kawasan industri, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan:105 a. Laporan Hasil Pemeriksaan proyek (LHP), untuk permohonan izin usaha atau izin usaha perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) yang kegiatan usahanya memerlukan fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan; b. rekaman akta pendirian dan pengesahan serta akta perubahan dan pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM;
104
Pasal 44 ayat (5) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 105 Pasal 45 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
c. rekaman
pendaftaran/izin
prinsip/izin prinsip perluasan/surat
persetujuan
penanaman modal/izin usaha dan/atau surat persetujuan perluasan penanaman modal/izin usaha perluasan yang dimiliki d. rekaman NPWP; e. bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama: 1. rekaman sertifikat Hak Atas Tanah atau akta jual beli tanah oleh PPAT; atau 2. rekaman perjanjian sewa-menyewa tanah. f. bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan: 1. rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB); atau 2. rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/bangunan. g. rekaman izin Gangguan (UUG/HO) atau rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi perusahaan yang berlokasi di luar kawasan industri; h. rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM) periode terakhir; i. rekaman persetujuan/pengesahan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau rekaman persetujuan/pengesahan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); j. persyaratan lain sebagaimana diatur dalam peraturan instansi teknis terkait dan/atau peraturan daerah setempat; k. permohonan ditandatangani di atas materai cukup oleh direksi perusahaan; l. surat kuasa bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh direksi perusahaan;
Universitas Sumatera Utara
m. ketentuan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir l diatur dalam Pasal 63 peraturan ini. Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4), diajukan dengan menggunakan formulir izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger) sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV, dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan:106 a. rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya dengan pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM untuk masing-masing perusahaan; b. kesepakatan
seluruh
pemegang
saham
masing-masing
perusahaan
baik
perusahaan yang meneruskan kegiatan (surviving company) maupun perusahaan yang menggabung (merging company) tentang persetujuan penggabungan perusahaan dalam bentuk akta Pernyataan Keputusan Rapat umum Pemegang Saham yang memenuhi ketentuan Bab V UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas; c. kesepakatan seluruh pemegang saham perusahaan yaitu perusahaan yang meneruskan kegiatan perusahaan yang meneruskan kegiatan (surviving company) maupun perusahaan yang menggabung (merging company) dan perusahaan yang menggabung (merging company)
tentang rencana penggabungan perusahaan
106
Pasal 45 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
(Merger Plan) dalam bentuk akta merger yang telah disetujui Menteri Hukum dan HAM; d. rekaman izin usaha, izin prinsip/ Surat persetujuan penanaman modal dan perubahannya dari masing-masing perusahaan; e. rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir bagi perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha perusahaan yang meneruskan kegiatan (surviving company); f. surat kuasa bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang tidak dilakukan secara langsung oleh direksi perusahaan; g. ketentuan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir f diatur dalam Pasal 63 peraturan ini. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) diterbitkan izin usaha atau izin usaha perluasan atau izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger) atau izin usaha perubahan dengan tembusan kepada pejabat instansi:107 a. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan; b. Kepala BKPM (bagi izin usaha yang diterbitkan PTSP di PDPPM atau PTSP di PDKPM); c. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; d. Direktur Jenderal Pajak;
107
Pasal 45 ayat (7) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
e. Gubernur yang bersangkutan; f. Kepala PDPPM (bagi izin usaha yang diterbitkan PTSP di PDPPM atau PTSP di PDKPM); g. Kepala PDKPM (bagi izin usaha yang diterbitkan PTSP di PDPPM atau PTSP di PDPPM). Izin usaha atau izin usaha perluasan atau izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger) diterbitkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.108 Izin usaha perubahan diterbitkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.109 Adapun perizinan lainnya seperti, izin lokasi, persetujuan pemanfaatan ruang, izin mendirikan bangunan (IMB), izin gangguan (UUG/HO), surat izin pengambilan air tanah, tanda daftar perusahaan, hak atas tanah, serta izin-izin lainnya diatur mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi teknis/kepala LPND terkait, gubernur, bupati/walikota.
E. Fasilitas Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberi berbagai kemudahan melalui pemberian
108
Pasal 45 ayat (8) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman. 109 Pasal 45 ayat (9) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman.
Universitas Sumatera Utara
berbagai fasilitas. Pemberian fasilitas atau kemudahan-kemudahan tersebut dapat kita lihat pada Bab X mulai dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Fasilitas penanaman modal diberikan kepada penanaman modal yang:110 a. melakukan perluasan usaha; atau b. melakukan penanaman modal baru. Dalam memberi fasilitas penanaman modal kepada investor, pemerintah tidak memberikan begitu saja. Sebab pemerintah telah menyusun kriteria-kriteria investor yang berhak mendapatkan fasilitas penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kriteria investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal ditentukan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Ada sepuluh kriteria dari investor yang akan mendapat fasilitas penanaman modal. Kriteria itu meliputi:111 1. menyerap banyak tenaga kerja; 2. termasuk skala prioritas tinggi; 3. termasuk pembangunan infrastruktur; 4. melakukan alih teknologi; 5. melakukan industri pionir; 6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;
110 111
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 273. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
7. menjaga kelestarian lingkungan hidup; 8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi; 9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi; atau 10. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Apabila salah satu kriteria itu telah dipenuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah
untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. Ada
sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor, baik itu investor domestik maupun invesstor asing. Kesepuluh fasilitas itu, disajikan berikut ini:112 1. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto. 2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi dalam negeri. 3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu. 4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Penghasilan (PPN) atas impor barang modal; 5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat. 6. Keringanan PBB. 7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. 8. Fasilitas hak atas tanah. 112
Ibid., hal. 274.
Universitas Sumatera Utara
9. Fasilitas pelayanan keimigrasian. 10. Fasilitas perizinan impor.
F. Hak dan Kewajiban Penanam Modal Hak dan kewajiban penanam modal, khususnya penanaman modal asing telah ditentukan dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Hak investor asing, disajikan berikut ini:113 1. Mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya; 2. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing. Hak transfer merupakan suatu perangsang untuk menarik penanam modal asing. Repatriasi (pengiriman) dengan bebas dalam bentuk valuta asing, tanpa ada penundaan yang didasarkan pada perlakuan non diskriminasi, sesuai dengan perauran perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak transfer dan repatriasi ini, meliputi: a. modal; b. keuntungan,bunga bank, dividen, dan pendapatan lain, c. dana-dana yang diperlukan, untuk:
113
Ibid., hal. 210-211.
Universitas Sumatera Utara
1) pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi atau barang jadi; atau 2) penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal. d. tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal; e. dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman; f. royalti atau biaya yang harus dibayar; g. pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal; h. hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal; i. kompensasi atau kerugian; j. kompensasi atas pengambilalihan; k. pembayaran yang dilakukan dalam rangka: 1) bantuan teknis; 2) biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik dan manajemen; 3) pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek; dan 4) pembayaran hak atas hak kekayaan intelektual.
Universitas Sumatera Utara
l. hasil penjualan aset. Hak ini tidak mengurangi kewenangan pemerintah untuk: a. memberlakukan ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana; dan b. hak pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan pemerintah lainnya dari penanaman modal. 3. Menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu. 4. Mendapat kepastian hak, hukum dan perlindungan. 5. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya. 6. Hak pelayanan. 7. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan. Kewajiban penanaman modal, khususnya investor asing telah ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Kewajiban itu, meliputi:114 a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaannya, yaitu tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan 114
Ibid., hal. 212.
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya setempat; c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal, dimana laporan ini merupakan laporan kegiatan penanaman modal yang memuat perkembangan penanaman modal dan kendala yang dihadapi penanam modal yang disampaikan secara berkala kepadaa BKPM dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal; d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban penanam modal diatur secara khusus guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan terhadap tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan
Universitas Sumatera Utara
pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.115
G. Penyelesaian Sengketa Pada prinsipnya, investor yang menanamkan investasi selalu mengharapkan bahwa investasi yang ditanamkan dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan sengketa/konflik. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula bahwa di dalam menjalankan usahanya tidak tertutup kemungkinan terjadinya suatu sengketa/konflik antara investor dengan pemerintah serta masyarakat sekitarnya. Apabila kita perhatikan pengertian penanaman modal yang termuat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dapat sangat jelas dilihat bahwa investor yang menanamkan modalnya di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu investor domestik dan investor asing. Maka yang menjadi pertanyaan kini adalah hukum dan cara apakah yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara investor dengan pihak pemerintah, terlebih mengingat bahwa investor yang menanamkan modalnya di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu investor domestik dan investor asing. Dimana pembagian jenis investor tersebut tentunya membawa perbedaan
115
Penjelasan umum UUPM No. 25 Tahun 2007
Universitas Sumatera Utara
dalam hukum dan cara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara investor dengan pihak pemerintah. Oleh karena itu, maka penulis akan membagi penyelesaian sengketa penanaman modal tersebut menjadi: 1. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan Investor Domestik Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak Pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia.116 Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, ditentukan empat cara dalam penyelesaian sengketa dalam penanaman modal. Keempat cara itu, antara lain:117 1. Musyawarah dan mufakat; 2. Arbitrase; 3. Alternatif penyelesaian sengketa; dan 4. Pengadilan. Penyelesaian dengan musyawarah dan mufakat merupakan cara untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor domestik,
116 117
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 354. Ibid., hal. 355.
Universitas Sumatera Utara
dimana di dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa secara bersama-sama.118 Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara untuk mengakhiri sengketa dalam penanaman modal antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis arbiter. Arbiter atau majelis arbiterlah yang menyelesaikan sengketa penanaman modal tersebut.119 Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yaitu penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Ada lima cara penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa, yaitu:120 1. konsultasi; 2. negosiasi; 3. mediasi; 4. konsiliasi; 5. penilaian ahli. Penyelesaian sengeta melalui pengadilan merupakan cara untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor, dimana 118
Ibid. Ibid., hal. 356. 120 Ibid. 119
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian itu dilakukan di muka dan dihadapan pengadilan. Dan pengadilan lah yang nantinya akan memutuskan tentang perselisihan tersebut. Ada tiga tingkatan pengadilan yang harus diikuti oleh salah satu pihak, apakah pemerintah Indonesia atau investor domestik, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.121
2. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan Investor Asing Dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dikatakan bahwa:122 “Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.” Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing, dimana kedua belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia.123
121
Ibid., hal. 357. Undang-Undang Penanaman Modal, op. cit., Psl. 32 ayat (4). 123 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 358. 122
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka penyelesaian sengketa oleh arbitrase telah ditetapkan bahwa hukum yang berlaku dan yang menjadi dasar pemakaian oleh dewan wasit dalam menyelesaikan sengketa tersebut adalah hukum yang dipilih oleh para pihak.124 Republik Indonesia meratifikasi Konvensi ICSID dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 (Lembaran Negara No. 32 Tahun 1968) yakni undang-undang persetujuan atas konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara negara dan warga negara asing mengenai penanaman modal. Undang-undang ini singkat saja, hanya berisi 5 Pasal.125 Dengan telah diratifikasinya konvensi tersebut, secara yuridis Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut, sehingga setiap penyelesaian perselisihan atau penyelesaian sengketa penanaman modal asing akan dilakukan menurut tata cara dan prosedur yang diatur dalam International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID).126 International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID) terdiri atas 9 bab (chapter) dan 75 pasal (artikel). Hal-hal yang diatur dalam ICSID ini, meliputi:127 1. Chapter I International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID) (Artikel 1 sampai dengan Artikel 24); 2. Chapter II Jurisdiction of the Centre (Artikel 25 sampai dengan Artikel 27); 124
Aminudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 162. Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 322. 126 Aminudin Ilmar, op. cit., hal. 157. 127 Salim H. S. dan Budi Sutrisno, op. cit., hal. 359-360. 125
Universitas Sumatera Utara
3. Chapter III Conciliation (Artikel 28 sampai dengan Artikel 35); 4. Chapter IV Arbitration (Artikel 36 sampai dengan Artikel 55); 5. Chapter V Replacement and Disqualification of Conciliators and Arbitrator (Artikel 56 sampai dengan Artikel 58); 6. Chapter VI Cost of Procedings (Artikel 59 sampai dengan Artikel 63); 7. Chapter VII Disputes between Contracting States (Artikel 64); 8. Chapter VIII Amandment (Artikel 65 sampai dengan Artikel 66); 9. Chapter IX Final Provisions (Artikel 67 sampai dengan Artikel 75). Penyelesaian dengan menggunakan arbitrase diatur dalam Artikel 36 sampai dengan Artikel 55 ICSID. Sementara itu, tata cara pengajuan permohonan sampai dengan pengambilan putusan disajikan berikut ini:128 i. Tata Cara Pengajuan Permohonan Arbitrase Dalam Artikel 36 ICSID telah ditentukan tata cara pengajuan permohonan penyelesaian sengketa kepada Centre, melalui forum Arbitrase (Arbitral tribunals). Dalam ketentuan itu, ditentukan tata cara sebagai berikut: a) Pengajuan permohonan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Dewan Administratif Centre. b) Permohonan diajukan secara tertulis, c) Permohonan membuat penjelasan tentang: 1) pokok-pokok perselisihan; 2) identitas para pihak; dan 128
Ibid.,hal. 366-375.
Universitas Sumatera Utara
3) mengenai adanya persetujuan mereka mengajukan perselisihan yang timbul menurut ketentuan Centre. Setelah menerima permohonan tersebut, Sekretaris Jenderal mendaftar permohonan, kecuali dia menemukan dalam penjelasan permohonan bahwa perselisihan yang timbul nyata-nyata berada di luar yuridiksi Centre, Dalam hal perselisihan yang diajukan berada di luar yuridiksi Centre, Sekretaris Jenderal menolak
untuk
mendaftar.
Untuk
itu,
Sekretaris
Jenderal
membuat
dan
menyampaikan penolakan dalam bentuk “pemberitahuan” atau notice kepada para pihak. Dalam permohonan memenuhi syarat, dan permohonan telah didaftar, maka Sekretaris Jenderal menyampaikan “pemberitahuan” kepada para pihak dan salinan permohonan kepada pihak lain. ii. Pembentukan Tribunal Arbitrase Apabila Sekretaris Jenderal telah menerima dan mendaftar permohonan perselisihan yang diajukan salah satu pihak, Centre harus sesegera mungkin membentuk Mahkamah Arbitrase (Tribunal Arbitral). Menurut Artikel 37 ayat (2) ICSID, telah ditentukan pembentukan Mahkamah Arbitrase yang dilakukan Centre. Mahkamah Arbitrase: a) boleh hanya terdiri dari seorang arbiter (arbitrator) saja; b) tetapi boleh juga arbiternya terdiri dari beberapa orang yang jumlahnya ganjil (any uneven number of arbitrator).
Universitas Sumatera Utara
Jika para pihak menyetujui jumlah arbiter yang ditunjuk atau mereka tidak dapat menerima tata cara penunjukkan yang dilakukan Centre, cara lain penunjukan arbiter merujuk kepada ketentuan Artikel 37 ayat (2) huruf b ICSID, dengan acuan penerapan: a) anggota harus terdiri dari tiga orang arbiter; b) masing-masing menunjuk seorang arbiter; dan c) anggota yang ketiga ini, langsung mutlak menjadi ketua (presiden) dari tribunal arbitrase yang bersangkutan. Para pihak dapat menyetujui arbiter yang ditunjuk Centre. Sebaliknya dapat menolak apabila arbiter yang ditunjuk tidak mereka setujui, atau apabila metode dan tata cara penunjukan mereka anggap kurang sesuai. Dalam hal yang demikian, pengangkatan anggota arbiter sepenuhnya menjadi hak dan kewenangan para pihak untuk mengangkat masing-masing seorang arbiter. Sementara itu, pengangkatan atau penunjukan arbiter ketiga harus atas persetujuan bersama dari semua pihak. Dan anggota yang ketiga ini langsung akan bertindak sebagai Ketua (Presiden). Selanjutnya menurut Artikel 38 ICSID, apabila dalam tempo 90 hari dari tanggal pemberitahuan pendaftaran permohonan tribunal arbitrase belum dibentuk, Ketua Dewan Administratif Centre (Chairman of the Administratif Council) berwenang menunjuk seorang atau beberapa orang arbiter. Kewenangan yang demikian ada pada diri Ketua Dewan Administratif apabila telah ada permohonan
Universitas Sumatera Utara
dari salah satu pihak. Di samping itu, kewenangan penunjukkan arbiter yang seperti itu tidak boleh diambil dari negara peserta konvensi yang sedang berselisih. Satu hal lagi yang perlu diketahui dalam komposisi anggota arbiter, yaitu mayoritas anggota arbitrase harus ditunjuk dari luar negara peserta Konvensi yang sedang berselisih. Hal itu ditegaskan dalam Artikel 39 Konvensi. Namun demikian, ketentuan ini dapat dikesampingkan apabila para pihak menyetujui bahwa arbiter tunggal ditunjuk dari salah satu negara para pihak atau mereka setuju mayoritas anggota arbiter dapat ditunjuk dari salah satu negara para pihak. iii. Kewenangan dan Fungsi Tribunal Arbitrase Arbitrase
Centre
merupakan
mahkamah
yang
bersifat
internasional.
Kewenangan dari Arbitrase Centre adalah untuk mengadili atau memutus perselisihan sesuai dengan kompetensinya (Artikel 40 ICSID). Berarti, selama apa yang disengketakan para pihak masih termasauk yuridiksi yang ditentukan Pasal 32 dan Artikel 25 ICSID. Para anggota arbiter sepenuhnya berwenang untuk memutus perselisihan. Dalam hal ada bantahan (objection) dari salah satu pihak yang menyatakan apa yang diperselisihkan adalah diluar yuridiksi Centre atau berdasar alasan lain yang memperlihatkan apa yang diperselisihkan di luar kewenangan tribunal arbitrase yang dibentuk, tribunal yang bersangkutan lebih dahulu mempertimbangkan dan memutus tentang hal tersebut dalam bentuk putusan pendahuluan (preliminary). Akan tetapi,
Universitas Sumatera Utara
bisa juga hal itu dipertimbangkan dan diputus bersamaan dengan pokok persengketaan apabila tata cara yang demikian lebih bermanfaat. Sehubungan dengan kewenangan dan fungsi
memutus perselisihan yang
terjadi, lebih lanjut diuraikan dalam hal-hal di bawah ini: a) Memutus sengketa menurut hukum Menurut Artikel 42 Konvensi, arbitrase Centre terikat pada ketentuan hukum (rules of law) dalam memutus perselisihan yang terjadi. Prinsip ini merupakan patokan utama yang acuan penerapannya dapat dijabarkan secara ringkas, sebagai berikut. 1) Centre harus memutus berdasarkan hukum yang telah disepakati para pihak dalam perjanjian. 2) Dalam perjanjian tidak menentukan tata hukum mana yang akan diterapkan, Centre menerapkan tata hukum dari negara peserta yang sedang berselisih. 3) Centre dilarang menerapkan hukum yang tidak dikenal oleh para pihak-pihak yang berselisih. 4) Akan tetapi Centre dapat memutus perselisihan berdasar “kepatutan” atau “ex aequo et bono”, jika hal itu disepakati para pihak dalam perjanjian. b) Memanggil dan melakukan pemeriksaan setempat Dalam Artikel 43 ICSID telah ditentukan kewenangan Tribunal. Kewenangan itu meliputi:
Universitas Sumatera Utara
1) memanggil atau meminta pihak-pihak untuk menyerahkan dokumen atau alat bukti yang dianggap penting, 2) melakukan pemeriksaan setempat atau memeriksa langsung barang, orang, serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap patut dan bermanfaat dalam penyelesaian perselisihan. Kewenangan itu akan gugur jika hal para pihak menentukan lain dalam perjanjian. c) Putusan Provisi Dalam Artikel 47 ICSID telah ditentukan kewenangan dari Centre. Kewenangan itu adalah menjatuhkan: 1) putusan pendahuluan; atau 2) putusan provisi; maupun 3) tindakan sementara. Penjatuhan putusan itu didasarkan pada pertimbangan untuk melindungi dan menghormati hak dan kepentingan salah satu pihak. Dalam tindakan atau putusan sementara, dapat dimasukkan penyitaan barang-barang yang disengketakan, agar gugatannya tidak mengalami illusoir dikemudian hari. Bisa juga pelarangan penjualan atau pemindahan barang, asalkan itu merupakan objek yang langsung terlibat dalam persetujuan. iv. Putusan Arbitrase Centre
Universitas Sumatera Utara
Tujuan utama arbitrase Centre ialah memutus perselisihan yang timbul apabila perselisihan itu telah diajukan kepadanya. Dalam Artikel 48 ICSID telah ditentukan tata cara pengambilan putusan. Tata cara pengambilan keputusan oleh Arbitrase Centre disajikan berikut ini a) Putusan diambil berdasar suara mayoritas anggota arbiter. b) Putusan arbiter yang sah ialah: 1) dituangkan dalam putusan secara tertulis; dan 2) ditandatangani oleh anggota arbiter yang menyetujui putusan. c) Putusan memuat segala segi permasalahan serta alasan-alasan yang menyangkut dasar pertimbangan putusan. d) Setiap anggota arbiter dibenarkan mencantumkan pendapat pribadi (individual opinion) dalam putusan, meskipun pendapat tersebut berbeda dan menyimpang dari pendapat mayoritas anggota. Bahkan, boleh juga seorang anggota mencantumkan suatu pernyataan mengapa dia berbeda pendapat dengan mayoritas anggota arbiter. e) Centre tidak boleh memublikasi putusan, tanpa persetujuan para pihak. Selanjutnya, Sekretaris Jenderal harus segera mengirimkan salinan putusan kepada para pihak. Putusan dianggap memiliki daya mengikat atau binding terhitung dari tanggal pengiriman salinan. Selama dalam jangka waktu 45 hari dari tanggal dimaksud, para pihak dapat mengajukan pertanyaan yang berkenaan dengan kesalahan pengetikan, perhitungan atau kekeliruan lain yang sejenis.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun putusan itu telah diputuskan oleh Centre, namun para pihak atau salah satu pihak diperkenankan melakukan: a) interprestasi putusan; b) revisi putusan; atau c) pembatalan putusan.
Universitas Sumatera Utara