BAB II PERSEPSI MASYARAKAT DAN NILAI PENDIDIKAN UPACARA TRADISIONAL LEGENO-NAN
A. Persepsi Masyarakat 1. Pengertian Persepsi Istilah persepsi berasal dari kata serapan Bahasa Inggris “Perception”. Perception bisa diartikan sebagai cara memandang atau memahami sesuatu.1 Juga dapat diartikan sebagai proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.2 Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan suatu proses yang diterima stimulus individu melalui alat reseptor yaitu alat indera. Proses penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya karena individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan indera. Banyak pakar yang telah mengupas pengertian persepsi, antara lain: a. Miftah Toha, beliau berpendapat bahwa persepsi pada hakikatnya merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi
1
Ap Cowie, (ed), Oxford Advanced Learnear‟s Dictionary, (Oxford: Oxford University Press, 1994),
hlm. 917 2
hlm. 880
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet. Ke-3,
26
tentang lingkunganya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.3 b. Bimo Walgito mengatakan bahwa pengertian persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrasi dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu, akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.4 c. Jalaludin Rahmat, beliau berpendapat bahwa persepsi adalah suatu pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.5 d. Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, keduanya berpendapat bahwa
persepsi
adalah
sebagai
proses
yang
menggabungkan
dan
mengorganisasikan data- data indera kita untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri.6
3
Miftah Toha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 123 4
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Mizan Learning Center, 1997), hlm. 35
5
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), Cet. Ke-18, hlm.
51 6
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 88-89
27
e. Stephen P. Robbins, beliau berpendapat bahwa persepsi adalah sebagai suatu proses dengan mana individu- individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.7
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan, bahwa persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia kemudian diproses dan dikategorikan dalam suatu gaya tertentu atau dengan kata lain persepsi adalah interpretasi terhadap rangsangan yang diterima dari lingkungan yang bersifat individual, meskipun stimulus yang diterimanya sama, tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan berfikir yang berbeda, maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadi perbedaan persepsi pada setiap individu.
Secara skematis maka penulis dapat menyimpulkan bahwa persepsi ini mengandung beberapa hal antara lain: a. Persepsi berhubungan dengan proses pemahaman (Kognitif). b. Persepsi melibatkan pancaindera manusia/ individu. c. Persepsi menghasilkan kesimpulan informasi dan tafsirnya berbeda satu sama lain.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Jalaludin Rakhmat, persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional, dapat juga disebut faktor fungsional dan faktor struktural. Juga
7
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Terjemahan Hadyna Pujaatmaka (Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996), jilid 1, hlm. 124
28
ada satu lagi faktor lainnya yang sangat berpengaruh terhadap persepsi yaitu perhatian (attention).8 1) Faktor Personal atau Fungsional Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lainnya, seperti: kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang budaya, termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Yang menentukan persepsi bukan bentuk atau jenis stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. 2) Faktor Situasional atau Struktural Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi menurut teori Gestalt bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor
yang
terpisah
tetapi
memandangnya
dalam
hubungan
keseluruhan. Faktor situasional atau faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulifisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada system saraf individu.9 Perhatian (attention) dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis, faktorfaktor sosiopsikologis, motif sosiogenis, sikap, kebiasaan serta kemauan.10
8
Jalaludin Rakhmat, op. cit, hlm. 51-52
9
Ibid, hlm. 55-56
10
Ibid, hlm. 54
29
3. Pengertian Masyarakat Istilah masyarakat berasal dari akar kata arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma- norma, adat istiadat yang sama- sama ditaati dalam lingkungannya.11 Pengertian lain dari masyarakat adalah sekumpulan orang dengan membentuk sistem yang bersifat semi tertutup atau sebaliknya. Kebanyakan interaksi adalah hubungan antara individu yang saling melekat dalam suatu kelompok tersebut. Banyak pakar yang telah mengupas pengertian masyarakat, antara lain: a. Abdul Syams, beliau berpendapat bahwa masyarakat berasal dari kata masyarakah (Arab) yang artinya bersama- sama, kemudian berubah menjadi msyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi selanjutnya mendapatkan kesempatan menjadi masyarakat (Indonesia).12 b. Umar Tirtaraharja dan La Sula, keduanya berpendapat bahwa msyarakat adalah sekelompok orang yang berinteraksi antara sesama sehingga tergantung dan terikat oleh nili dan norma yang dipatuhi bersama serta pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu dan adakalanya merupakan hubungan
hlm. 29
11
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), Cet. Ke-3, hlm. 97
12
Abdul syams, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), Cet. Ke-2,
30
darah atau memiliki kepentingan bersama atau bisa diartikan sebagai kesatuan kelompok kekerabatan di suatu desa dalam suatu warga.13 c. M. Munandar Soelaeman, pendapat beliau tentang masyarakat berdasarkan kesepakatan para ahli seperti Mac. Iver, J.l. Gillin dan J.P. Gillin, bahwa adanya saling bergaul dan interaksi karena mempunyai nilai- nilai, normanorma, cara- cara dan prosedur yang merupakan kebutuhan bersama sehingga masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu, yang bersifat kontinue dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.14 d. Yusufhadi Miarso, beliau berpendapat bahwa masyarakat dapat diartikan pula kumpulan individu yang menjalin hubungan bersama sebagai suatu satu kesatuan yang besar yang saling membutuhkan, memiliki ciri- ciri yang sama sebagai lingkungan sosial dimana para anggotanya mempunyai persamaan kepentinggan dan saling berinteraksi sejalan dengan kepentingan bersama tersebut.15
4. Sebab-sebab Perbedaan Persepsi Masyarakat Awal dari perbedaan persepsi masyarakat adalah karena setiap individu yang hidup dalam masyarakat mempunyai perbedaan persepsi juga. Atau dengan kata-kata lain bahwa perbedaan persepsi setiap individu akan membentuk perbedaan persepsi dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat setiap warganya 13
Umar Tirtaraharja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), Cet. Ke-8,
14
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2008), hlm. 122
15
Yusufhadi Miarso, Menyemai benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Kenanga, 2005), hlm. 706
hlm. 98
31
pasti
memiliki
perbedaan-perbedaan,
seperti
perbedaan
latar
belakang
kebudayaan, tingkat pendidikan, mata pencahariaan, status seseorang dalam masyarakat, kebiasaan, kebutuhan serta karakter pribadi masing-masing warga masyarakat tersebut. Hal inilah yang penulis yakini sebagai sebab terjadinya perbedaan persepsi dalam suatu masyarakat terhadap sesuatu hal. Bagaimana kita jelaskan bahwa individu-individu mungkin memandang pada satu benda yang sama toh mempersepsikannya secara berbeda? Sejumlah factor bekerja untuk membentuk dan kadang memutar balik persepsi. Factorfaktor ini dapat berbeda pada pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang dipersepsikan atau dalam konteks dari situasi dalam mana persepsi itu dilakukan.16 Pelaku persepsi, bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sarat dipengaruhi oleh karakteristik- karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individual itu. Di antara karakteristik pribadi yang lebih relevan, yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan (ekspektasi).17 Target karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Orang-orang yang keras suaranya lebih mungkin untuk diperhatikan dalam suatu kelompok daripada mereka
yang
pendiam. Demikian pula individu-individu yang luar biasa menarik atau luar biasa
16
Stephen P. Robbins, op. cit. hlm. 76
17
Ibid, hlm. 124
32
tidak menarik. Gerakan, bunyi, ukuran dan atribut-atribut lain dari target membentuk cara kita memandangnya.18 Situasi, adalah penting konteks dalam mana kita melihat objek-objek atau peristiwa-peristiwa. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi-persepsi kita, diantaranya waktu, keadaan atau tempat kerja dan keadaan sosial.19 Karena persepsi lebih bersifat psikologis daripada merupakan proses penginderaan saja, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi: a. Perhatian yang selektif b. Ciri-ciri rangsang c. Nilai dan kebutuhan individu d. Pengalaman dahulu20
B. Nilai- Nilai Pendidikan 1. Pengertian Nilai Nilai merupakan muatan elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik, atau yang diinginkan. Nilai merupakan sesuatu hal yang penting dan berarti bagi kehidupan manusia. Berdasarkan pengertian di atas, bahwa nilai itu merupakan sifat yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia atau sebagai
18
Ibid, hlm. 125-126
19
Ibid, hlm. 126
20
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, op. Cit., hlm. 118-119
33
ukuran sejauh mana pencapaian atau hasil dari usaha yang telah dilakukan oleh seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Misalkan kita mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah. Berarti kita melakukan penilaian terhadap suatu objek. Baik dan indah adalah contoh nilai. Manusia memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu dikatakan adil, baik, cantik, anggun, dan sebagainya. Istilah nilai (value) menurut kamus poerwodarminto diartikan sebagai berikut. a. Harga sesuatu dalam arti taksiran. b. Angka, skor. c. Kadar, mutu. d. Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan. Beberapa pendapat para ahli tentang pengertian nilai dapat diuraikan sebagai berikut. a. Menurut bambang daroeso, nilai adalah suatu kualitas atau pengahargaan terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. b. Menurut darji darmodiharjo adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat bagi manusia baik lahir ataupun batin. c. Menurut Milton Roceach dan James Bank yang dikutip dalam buku Evaluasi Pendidikan Nilai karangan Mawardi Lubis, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus
34
bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.21 Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memilki sifat sebagai berikut. a. Menyenangkan (peasent) b. Berguna (useful) c. Memuaskan (satisfying) d. Menguntungkan (profutable) e. Menarik (ineteresting) f. Keyakinan (belief) Sehingga nilai merupakan suatu bentuk penghargaan serta keadaan yang bermanfaat bagi manusia sebagai penentu dan acuan dalam melakukan suatu tindakan. Yang mana dengan adanya nilai maka seseorang dapat menentukan bagaimana ia harus bertingkah laku agar tingkah lakunya tersebut tidak menyimpang dari norma yang berlaku, karena di dalam nilai terdapat normanorma yang dijadikan suatu batasan tingkah laku seseorang. 2. Pengertian Nilai Pendidikan Kehidupan manusia tidak lepas dari nilai, dan nilai itu selanjutnya perlu diinstitusikan. Institusionalisasi nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman Butt dalam bukunya yang berjudul Cultural Histori of Western Education menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah
21
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 16.
35
proses transformasi dan internalisasi nilai, proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai, serta penyesuaian terhadap nilai.22 Pengertian pendidikan selalu mengalami perkembangan, meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Adapun pengertian pendidikan menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan menurut John A. Laska Dikutip dari buku yang berjudul Filsafat Pendidikan karangan George R. Knight, memuat bahwa John membuat penggolongan antara belajar dan pendidikan. Ia merumuskan pendidikan sebagai upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau orang lainnya untuk mengontrol (memadu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan.23 2. Pendidikan Menurut George F. Kneller Kutipan dari buku karangan Wiji Suwarno dengan judul Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan menyatakan bahwa Pendidikan dalam arti luas dapat diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu.24 22
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: PT Trigenda Karya, 1993),
hlm. 124. 23
George R. Knight, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm. 15.
24
Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm. 20.
36
Dari definisi nilai dan definisi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian nilai-nilai pendidikan adalah suatu pencapaian atau hasil dari usaha yang telah dilakukan oleh seseorang melalui proses pembelajaran dari pendidik atau dari pengalamannya sendiri untuk mencapai optimasi potensi kognitif, efektif, dan psikomotorik. Pendidikan bukan hanya sekedar proses pengajaran atau mentransfer pengetahuan. Pendidikan adalah suatu proses untuk menanamkan nilai-nilai sikap dan tingkah laku, melatih dan memperluas pengalaman, serta menumbuh kembangkan kecakapan hidup manusia. Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman
itu
terjadi
karena
interaksi
manusia
dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan efektif, itulah yang disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah,dan masyarakat.25 3. Bentuk dan Tingkatan Nilai-nilai Pendidikan Menurut Yinger, yang dikutip dalam buku karangan Abdul Khobir berjudul filsafat pendidikan islam, nilai bisa dilihat dengan tiga penampilan antara lain:
25
Umar Tirtarahardja dan La Sula, op. Cit., hlm. 163.
37
1. Nilai sebagai fatwa watak, nilai ini menunjukan sejauh mana seseorang bersedia menjadikan nilai sebagai pegangan dalam pembimbingan dan pengambilan keputusan. 2. Nilai sebagai fatwa kultural, nilai ini menunjukan bahwa nilai tersebut diterima dan dijadikan sebagai kriteria normatif dalam pengambilan keputusan anggota masyarakat. 3. Nilai sebagai konteks struktur sosial yang bersangkutan.26 Dilihat daris segi orientasi, sistem nilai-nilai dapat dikategorikan ke dalam 4 bentuk. 1. Nilai etis, yaitu nilai yang mendasarkan orientasinya pada nilai baik-buruk. 2. Nilai Prakmatis, yaitu nilai yang mendasarkan orientasinya pada berhasil dan gagalnya sesuatu. 3. Nilai efek sensorik, yang mendasari orientasinya yaitu menyenangkan atau menyedihkan. 4. Nilai religious, yakni yang mendasari orientasinya pada dosa dan pahala, halal dan haram. Para ahli memandang bentuk-bentuk nilai berdasarkan bidang-bidang apa yang dinilai, namun pada dasarnya nilai dapat dikelompokkan lagi menjadi dua bagian:
26
Ibid, hlm. 39
38
1. Nilai formil yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk lambang dan simbol-simbol. Nilai ini terbagi menjadi dua” 2. Nilai sendiri, seperti sebutan bapak lurah bagi seseorang yang memangku jabatan sebagai bapak lurah. 3. Nilai keturunan, seperti sebutan ibu lurah bagi seseorang yang menjadi istri pemangku jabatan lurah. 4. Nilai materiai yaitu nilai yang terwujud dalam kenyataan, pengalaman, rohani, jasmani. Nilai ini terbagi menjadi dua: a. Nilai rohani, terdiri dari nilai logika; misalkan cerita, nilai estetika; misalkan musik, berpakaian anggun, nilai etika; misalkan ramah, serakah, dan nilai religi; misalkan sanksi dan sirik. b. Nilai jasmani/ panca indra, terdiri atas nilai hidup misalnya bebas, berjuang, menindas, nilai nikmat, misalnya puas, nyaman, aman dan nilai guna misalkan butuh, menunjang, peranan.27 4. Sumber Nilai dalam kehidupan manusia Menurut muhaimin dan abdul mujib terkutip dalam buku karangan Umar Tirtarahardja dan La Sula dengan judul Pengantar Pendidikan, sumber nilai dapat digolongkan menjadi dua macam: 1. Nilai Illahi
27
Muhaimin dan abdul mujib, op, cit., hlm. 116
39
Nilai illahi adalah nilai yang dititahkan oleh tuhan melalui para rasulnya yang berbentuk takwa, iman, adil yang diabadikan dalam wahyu illahi. Nilai illahi mempunyai dua segi normatif dan operatif. Segi normatif menitik beratkan pertimbangan baik buruk, benar salah, hak batil, diridhoi dikutuk. Sedangkan segi operatif mengandung 5 kategori yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia, yaitu: Fardhu dan wajib, sunnah, mubah, jaiz atau halal, Makruh, Haram. 2. Nilai Insani Nilai ini tumbuh atas kesepakatan manusia hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis, sedangkan keberlakuannya dan kebenarannya relatif nisbi yang dibatasi oleh masyarakat dan waktu. C. Upacara Tradisional Legeno-nan 1. Pengertian Tradisi Legeno-nan Tradisi Legeno-nan pada umumnya adalah tradisi sedekah bumi yang banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Tradisi Legeno-nan merupakan kata serapan karena ritual sedekah bumi ini dilaksanakan pada bulan Jawa Legeno, maka masyarakat setempat sebagai penganut tradisi menyebutnya dengan tradisi Legeno-nan. Di dalamnya terdapat upacara ritual sedekah bumi yang dilakukan para petani sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT disertai dengan do’a agar diberi kelimpahan rizki dan senantiasa mendapat keselamatan dalam menjalankan kehidupan petani. Dari pengkajian upacara sedekah bumi di Solo, masyarakat menganggap bahwa sedekah bumi berasal dari kata sedekah dan bumi. Upacara ini bertujuan
40
untuk menyedekahi bumi dengan member sesaji kepada roh halus penunggu tanah bumi.28 Menurut Nur Syam, upacara sedekah bumi dilakukan untuk menandai masa musim panen yang melimpah.29 Sedangkan menurut pengkajian upacara tradisional di Pekalongan, sedekah berasal dari kata sodaqoh yang artinya menyisihkan dan memberikan sebagian rizki yang diperoleh kepada yang membutuhkan dari sumber hasil bumi untuk mereka yang membutuhkan baik berupa makanan, mainan dan lain- lain secara ikhlas tanpa pamrih.30 Dari pengertian di atas, tradisi Legeno-nan yang merupakan nama lain dari tradisi sedekah bumi adalah suatu tradisi yang sudah ada dari zaman nenek moyang yang tetap lestari hingga saat ini. Tradisi Legeno-nan adalah upacara yang dilakukan oleh masyarakat petani sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan yaitu berupa hasil panen dari bumi dan diiringi do’a agar kelak diberi limpahan nikmat yang lebih banyak lagi dan diberi keselamatan dalam kehidupan mendatang.
2. Waktu Pelaksanan Tradisi Legeno-nan Kepercayaan kejawen yang cukup kuat dan mengakar dari generasi ke generasi. Pada masyarakat Jawa ini lahir dari hasil adaptasi, peleburan maupun akulturasi berbagai budaya serta agama, antara Hindu- Budha- Islam. Akhirnya
28
Rini Iswati, Pengkajian dan Penelitian Upacara Tradisional di Solo, (Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 2006), hlm. 58 29
30
41
kepercayaan ini menghasilkan suatu tradisi yang lekat dengan kehidupan seharihari masyarakat Jawa dan menghasilkan berbagai macam upacara tradisi. Bermacam-macam bentuk ritus dan upacara tradisi dalam hasil akulturasi kebudayaan diantaranya adalah Legeno-nan yang ada di Desa Kwayangan Kedungwuni Pekalongan. Legeno-nan merupakan tradisi Jawa yang dilakukan oleh masyarakat agraris (mayoritas pertanian), dimana tradisi tersebut diadakan setiap tahun. Alasan kenapa dinamakan Legeno karena diadakan pada setiap bulan Legeno, Legeno adalah penamaan bulan dalam kalender Jawa dimana penamaan ini dicetuskan oleh Sultan Agung yang telah disesuaikan dengan kalender Hijriyah, maka bisa kita lihat kesesuaian penamaan bulan Hijriyah dan bulan Jawa sebagai berikut: (Muharrom-Suro, shofar-sapar, Robiul Awal-mulud, Robiul Tsani-Ba‟da Mulud, Jumadil Awal-Dilawal, Jumadil Akhir-Dilakhir, Rojab-Rejeb, Sya‟banruwah,
Romadhon-Poso,
Syawal-Syawal,
Dzulqo‟dah-Legeno,
Dzulhijjah-
Besar).31 Tradisi Legeno-nan diadakan pada bulan Legeno karena puncak kenikmatan untuk kalangan masyarakat agraris adalah pada bulan Legeno yaitu masa panen raya. 3. Tujuan Pelaksanaan Tradisi Legeno-nan Pada dasarnya tradisi Legeno-nan adalah refleksi kehidupan masyarakat petani dalam rangka mensyukuri nikmat Allah SWT atas segala hasil yang diperoleh melalui penggalian sumber daya alam khususnya sumber daya bumi,
31
http:// kerajaan-mataram-islam.blogspot.com dipost oleh edyanto wijaya diakses pada 15 juli 2014 pukul 14:11 WIB
42
dengan harapan semoga Allah senantiasa melimpahkan nikmat-Nya lebih banyak lagi setelah rasa syukur yang dipanjatkan oleh para nelayan Salah satu rangkaian kegiatan tradisi Legeno adalah sedekah bumi/ slametan bumi dan panjatan do’a- doa, hal ini bertujuan sebagai bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan oleh-Nya atas segala nikmat yang dikaruniakan kepada masyarakat Kwayangan. Karena itu, kita Perlu mengetahui dasar pokok dan bagaimana cara bersyukur kepada Allah Ta‟ala dan bagaimana tata cara merealisasikan syukur itu sendiri. Ketahuilah bahwasannnya Allah mencintai orang-orang yang bersyukur. Hamba yang bersyukur merupakan hamba yang dicintai oleh Allah Ta‟ala. Sebagaimana firman Allah SWT, sebagai berikut: ْوَأَمَّا بِنِعْمَتِ زَّبِكَ فَحَ ّدِث “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (Qs. Adh Dhuha: 11)
Terdapat pula dalam sebuah hadits perintah untuk bersyukur sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‟alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, ٍحوْلٍ مِنِّي وَالَ ُق َّوة َ ِل طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّرِى َأطْعَمَنِي هَرَا وَزَشَقَنِيهِ مِنْ غَيْس َ َ مَنْ أَك. ِغُفِسَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه “Barang
siapa
yang
makan
makanan
kemudian
mengucapkan:
“Alhamdulillaahilladzii ath‟amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni
43
dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Juga terdapat dalam Ijtihad, dimana dijelaskan dasar perintah untuk melakukan syukur. Seorang mujtahid Ibnu Baththaal rahimahullah mengatakan dalam penjelasan sebuah hadits: “bahwa seseorang tidaklah menjadi orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Barangsiapa dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-laranganNya. Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia adalah orang yang tertipu”.32
Dalam sedekah bumi rasa syukur diungkapkan melalui sedekah, dan memenjatkan doa. Do’a harapan dipanjatkan dalam tradisi ini dengan harapan agar kelak kehidupan mendatang masyarakat diberkahi, memperoleh hasil panen pertanian yang lebih baik dan melimpah, dilimpahkan kesehatan dan kemakmuran bagi masyarakat desa setempat.
Secara kultur, Jawa adalah daerah kebudayaan yang meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa, dengan masyarakatnya yang memiliki cirri khas tertentu dalam berbahasa, bekerja, bentuk desa, sistem kemasyarakatan dan kerabat, bahkan dalam bersikap dan berpandangan hidup. Di dalamnya
32
M. Abdul Qadir Abu Faris, Menyucikan Jiwa, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 223.
44
mengandung unsure nilai luhur sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat, upacara tradisi di Jawa dilakukan demi mencapai ketentraman dan keselamatan hidup lahir batin serta tercapainya keharmonian dunia akhirat. Dengan mengadakan upacara tradisional itu, Orang Jawa memenuhi kebutuhan spiritualnya. Karena memang kehidupan ruhani Orang Jawa bersumber dari ajaran agama yang diberi hiasan budaya lokal. Oleh karena itu, orientasi kehidupan beragama orang Jawa senantiasa memperhatikan nilai- nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya.33 Dalam suatu tradisi ini terungkap pulai nilai
nilai kebersamaan,
ketetanggaan dan kerukunan. Sekaligus menimbulkan perasaaan yang kuat bahwa semua warga desa sama derajatnya. berikut terangkum berbagai nilai luhur yang terdapat dalam upacara sedekah bumi sebagai berikut: 1) Nilai Ketuhanan 2) Nilai Nasionalisme (Cinta Tanah Air dan Kebudayaan) 3) Nilai solidaritas (gotong royong dan kerja sama) 4) Nilai Etos Kerja 5) Nilai kerukunan 6) Nilai kearifan lokal 7) Nilai Keorganisasian 8) Nilai Tanggung Jawab.34
33
Franz Magnis Suseno, op.cit., hlm 21.
34
Kodiran, Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Djambawan, 1976), hlm. 322.