BAB II PERSEPSI DAN PEMBELAJARAN BTQ A. Persepsi 1. Pengertian persepsi Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa latin perceptio; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas, persepsi adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana sesorang memandang atau mengartikan sesuatu.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.2 Menurut Abdul Rahman Shaleh, persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan terhadap suatu objek rangsang. Dalam proses pengelompokan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.3
1
Alex Sobur, Psikologi Umum, Cet. Ke-2 (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 445. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 863. 3 Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Cet. Ke-4 (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 89. 2
19
20
Menurut Jalaluddin Rakhmat, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.4 Menurut Bimo Walgito, persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.5 Jadi, secara sederhana persepsi bisa diartikan sebagai tanggapan seseorang terhadap suatu objek yang didahului oleh proses penginderaan dan berdasarkan pengalamannya. 2. Proses persepsi Proses terjadinya persepsi adalah sebagai berikut: objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Antara objek dan stimulus itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu, misalnya dalam hal tekanan. Benda sebagai objek langsung mengenai kulit, sehingga akan terasa tekanan tersebut. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Proses ini disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan 4 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Cet. Ke-18 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 51. 5 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: ANDI, 2003), hlm. 87.
21
bahwa taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi itu. Hal tersebut karena keadaan menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya, namun tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut. 6 Pada persepsi pemberian arti menjadi hal yang penting dan utama. Pemberian arti ini dikaitkan dengan isi pengalaman seseorang, dengan kata lain, seseorang menafsirkan satu stimulus berdasarkan minat, harapan, dan keterkaitannya dengan pengalaman yang dimilikinya.7
6
Ibid., hlm. 90- 91. Abdul Rahman Shaleh, op. cit., hlm. 111.
7
22
3. Faktor yang berpengaruh dalam persepsi Dalam persepsi, individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterimanya, sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Ada beberapa faktor yang berperan dalam persepsi yaitu: a. Objek yang dipersepsi Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu. b. Alat indera, saraf, dan pusat susunan saraf Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan saraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan saraf motoris. c. Perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan
23
atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.8 Menurut Abdul Rahman Shaleh, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada persepsi yaitu: a. Perhatian yang selektif Dalam kehidupannya manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Meskipun demikian, ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya, tetapi hanya memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja. b. Ciri-ciri rangsang Rangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. c. Nilai dan kebutuhan individu Seorang seniman tentu mempunyai pola dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatannya dibanding bukan seorang seniman. d. Pengalaman dahulu Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi dunianya.9 Persepsi seseorang tergantung dari apa yang ia harapkan dan tergantung dari pengalaman masa lalu serta adanya motivasi.10
8
Bimo Walgito, op. cit., hlm. 89-90. Abdul Rahman Saleh, op. cit., hlm. 128-129. 10 Ibid., hlm. 113. 9
24
B. Pembelajaran BTQ 1. Pengertian Alquran Alquran secara etimologi diambil dari kata: و قرانا- قراءة- يقر أ-قر أ yang berarti sesuatu yang dibaca. Jadi, arti Alquran secara bahasa adalah sesuatu yang dibaca. Berarti menganjurkan kepada umat Islam agar membaca Alquran, tidak hanya dijadikan hiasan rumah saja. Oleh karena itu, Alquran harus dibaca dengan benar sesuai dengan makhraj dan sifat sifat hurufnya, dipahami, dihayati, dan diresapi makna-makna yang terkandung
di
dalamnya
kemudian
diamalkan.
Sedangkan
secara
terminologi, Alquran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui Malaikat Jibril yang tertulis pada mushaf, yang diriwayatkan secara mutawatir, dinilai ibadah membacanya, yang dimulai dari Surat Al Fatihah dan diakhiri dengan Surat An Nas.11 2. Pengertian pembelajaran BTQ Secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Pembelajaran dapat pula dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain
Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at: Keanehan Bacaan Alquran Qira’at Ashim dari Hafsah (Jakarta: AMZAH, 2011), hlm. 1-2. 11
25
instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan belajar.12 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti “Baca” adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis.13 Adapun arti “Tulis” adalah ada huruf yang dibuat dengan pena.14 Dan Alquran artinya kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia.15 Dan bisa disimpulkan bahwa BTQ adalah salah satu mata pelajaran
yang
mengajarkan membaca dan menulis Alquran. Jadi, pembelajaran BTQ adalah upaya untuk membelajarkan membaca dan menulis Alquran melalui berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan. 3. Tujuan, manfaat, dan fungsi pembelajaran BTQ Membaca dalam aneka maknanya adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmu dan teknologi serta syarat utama membangun peradaban. Ilmu baik yang kasbi maupun yang ladunni tidak dapat dicapai tanpa terlebih dahulu melakukan qiraat “bacaan” dalam arti yang luas. Kehadiran Alquran melahirkan peradaban Islam, khususnya dipicu oleh
12
Abdul Majid, Srategi Pembelajaran, Cet. Ke-2 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),
hlm. 4. 13
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hlm. 83. Ibid., hlm. 1219. 15 Ibid., hlm. 33. 14
26
daya kekuatan yang tumbuh dari semangat ayat-ayat Alquran yang awal mula diturunkan, yaitu perintah membaca dan menulis.16 Dahulu Nabi Muhammad Saw, memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan Alquran, khususnya untuk kalangan anak-anak. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan anak-anak berkeyakinan atau setidaknya mengenal bahwa sesungguhnya Allah SWT itu Tuhannya dan Alquran adalah kalam-Nya. Juga bertujuan agar ruh Alquran senantiasa tertanam pada jiwa mereka. Cahaya Alquran memancar pada pemikiran, pandangan dan indera mereka. Bertujuan pula agar mereka menerima akidah-akidah Alquran sejak dini, tumbuh dan beranjak dewasa senantiasa mencintai Alquran, menjalankan perintah-perintah-Nya, dan menjauhi laranganlarangan-Nya, berakhlak seperti akhlak Alquran, serta berjalan diatas prinsip-prinsip Alquran.17 Menurut Abdurrahman An Nahlawi tujuan belajar Alquran adalah mampu membacanya dengan baik, memahaminya dengan baik dan menerapkan segala ajarannya. Disini terkandung segala ubudiyah dan ketaatan kepada Allah SWT, mengambil petunjuk dari kalam-Nya, takwa kepada-Nya, melakukan segala perintah-Nya dan tunduk kepadaNya.18 Selain menyeru mendidik anak membaca Alquran, Rasulullah Saw juga menekankan pentingnya mendidik anak menulis huruf-huruf Alquran. Anak diharapkan memiliki kemampuan menulis (kitabah) aksara Alquran 16 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Alquran (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 20. 17 Ibid., hlm. 68. 18 Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, alih bahasa Herry Noer Ali. (Bandung: Diponegoro, 1996), hlm. 184.
27
dengan baik dan benar dengan cara imla’ atau setidaknya dengan cara menyalin (naskh) dari mushaf.19 Kegiatan mendidik Alquran pada anak-anak secara implisit termasuk amal jariyah. Bagi orang tua, guru, dan aktivis, kegiatan mendidik anak terhadap Alquran merupakan suatu ilmu yang diambil manfaatnya oleh orang lain, dalam hal ini diambil manfaatnya oleh kalangan anak-anak. Orang tua atau guru menngajar dan anak menjadi mengerti karenanya. Sedangkan bagi anak, pendidikan Alquran akan membentuknya menjadi anak muslim yang saleh. Ia akan terdorong mendoakan orang tua, guru, dan aktivis, karena dia meyakini atas jasa merekalah dirinya bisa baca tulis Alquran yang menjadi dasar hidupnya.20 Alquran memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan kepribadian pada jiwa manusia pada umumnya. Pengaruh besar tersebut akan meresap kepada jiwa siapa saja yang masih bersih dan suci dari berbagai pengaruh luar. Maka semakin suci jiwa seseorang, akan semakin besar pula pengaruh yang akan didapatkannya. Dan anaklah yang merupakan manusia paling suci dibandingkan dengan yang lainnya. Pada saat fitrah kesuciannya masih meresap dalam jiwanya, dan pengaruh setan belum mulai mengotori serta mencoba menggelincirkannya, ini semua merupakan sarana yang sangat ideal untuk mendapatkan ruh ilahiah yang terkandung di dalam Alquran21.
19
Ahmad Syarifuddin, op. cit., hlm. 68. Ibid., hlm. 76. 21 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Cet. Ke-5 (Bandung: Al Bayan, 2000), hlm. 143-144. 20
28
Tujuan
pelaksanaan
BTQ
adalah
untuk
meningkatkan
dan
mempersiapkan sumber daya manusia sejak dini melalui kecakapan dalam membaca dan menulis Alquran yang nantinya diharapkan nilai-nilai Alquran akan menjadi landasan, moral, etika dan spiritual yang kokoh bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Di samping itu, manfaat pelaksanaan BTQ di sekolah diantaranya sebagai berikut: a. Meningkatkan kualitas baca tulis Alquran. b. Meningkatkan semangat ibadah c. Membentuk akhlakul karimah d. Meningkatkan lulusan yang berkualitas e. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan tehadap Alquran Adapun fungsi pelaksanaan baca tulis Alquran adalah sebagai salah satu sarana untuk mencetak generasi Qurani yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia demi menyongsong masa depan yang gemilang.22 4. Metode-metode pembelajaran BTQ Pada saat masyarakat mulai merasakan kebutuhan akan belajar Alquran, para pengajar sekaligus pemerhati pembelajaran Alquran melakukan upaya-upaya untuk mencari solusi agar belajar Alquran menjadi lebih mudah dan diminati. Seiring dengan perkembangan zaman, sejak pertengahan abad 19, banyak bermunculan metode-metode pengajaran
22
M. Mahmud Yunus, Metode Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1993), hlm. 4.
29
membaca Alquran.23 Saat ini banyak metode pembelajaran BTQ yang berkembang di Indonesia, untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu metode-metode tersebut antara lain: a. Metode Baghdadiyah Metode ini disebut juga dengan metode “Eja atau Turutan”, berasal dari Baghdad pada masa pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah. Tidak diketahui dengan pasti siapa penyusunnya. Telah seabad lebih berkembang secara merata di tanah air. Materi-materinya diurutkan dari yang konkret ke abstrak, dari yang mudah ke yang sukar. Dan dari yang umum sifatnya kepada materi yang terinci (khusus). Secara garis besar, kaedah Baghdadiyah memerlukan 17 langkah. 30 huruf hijaiyyah selalu ditampilkan secara utuh dalam tiap langkah. Seolah-olah sejumlah tersebut menjadi tema sentral dengan berbagai variasi. Variasi dari tiap langkah menimbulkan rasa estetika bagi siswa (enak didengar) karena bunyinya bersajak berirama. Indah dilihat karena penulisan huruf yang sama. Metode ini diajarkan secara klasikal maupun privat. Cara mengajarkannya adalah: 1) Mula-mula diajarkan nama-nama huruf hijaiyyah menurut tertib kaidah Baghdadiyah, yaitu dimulai dari huruf alif, ba, ta, sampai ya. 2) Kemudian diajarkan tanda-tanda baca (harakat) sekaligus bunyi bacaannya. Dalam hal ini anak dituntun bacaannya secara pelan-pelan 23
M. Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Alquran (Malang: UIN Malang Press, 2007),
hlm. 72.
30
dan diurai atau dieja, seperti: alif fathah a, alif kasrah i, alif dhommah u, a-i-u, dan seterusnya. 3) Setelah anak-anak mempelajari huruf hijaiyyah dengan cara-cara bacaannya itu, barulah diajarkan kepada mereka Alquran Juz ‘Amma, dengan dimulai dari surat An-Nas sampai surat An-Naba. Beberapa kelebihan metode Baghdadiyah antara lain: 1) Bahan atau materi pelajaran disusun secara sekuensif. 2) 30 huruf abjad hampir selalu ditampilkan pada setiap langkah secara utuh sebagai tema sentral. 3) Pola bunyi dan susunan huruf (wazan) disusun secara rapi. 4) Keterampilan mengeja yang dikembangkan merupakan daya tarik tersendiri. 5) Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah. Beberapa kekurangan metode Baghdadiyah antara lain: 1) Kaedah Baghdadiyah yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami beberapa modifikasi kecil. 2) Penyajian materi terkesan menjemukan. 3) Penampilan
beberapa
huruf
yang
mirip
dapat
menyulitkan
pengalaman siswa. 4) Memerlukan waktu lama untuk mampu membaca Alquran.24
24
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Tuntas Baca Tulis Alquran (Jakarta:Kementerian Agama RI, 2010), hlm. 15-16.
31
b. Metode Al-Barqy Metode Al-Barqy dapat dinilai sebagai metode cepat membaca Alquran yang paling awal. Metode ini ditemukan dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, Muhadjir Sulthon pada tahun 1965. Awalnya, Al-Barqy diperuntukkan bagi siswa SD Islam At-Tarbiyah Surabaya. Siswa yang belajar metode ini lebih cepat mampu membaca Alquran. Muhadjir lantas membukukan metodenya pada tahun 1978, dengan judul Cara Cepat Mempelajari Bacaan Alquran Al-Barqy. Muhadjir Sulthon Manajemen (MSM) merupakan lembaga yang didirikan untuk membantu program pemerintah dalam hal pemberantasan buta baca tulis Alquran dan membaca huruf latin. Metode ini disebut “anti lupa” karena mempunyai struktur yang apabila pada saat siswa lupa dengan huruf-huruf atau suku kata yang telah dipelajari, maka ia akan dengan mudah dapat mengingat kembali tanpa bantuan guru. Penyebutan anti lupa itu sendiri adalah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Agama RI. Metode ini diperuntukkan bagi siapa saja mulai anak-anak hingga orang dewasa. Metode ini mempunyai keunggulan anak tidak akan lupa sehingga secara langsung dapat mempermudah dan mempercepat anak atau siswa belajar membaca. Waktu untuk anak belajar membaca Alquran menjadi semakin singkat.25
25
Ibid., hlm. 19-20.
32
c. Metode Tilawati Metode Tilawati disusun pada tahun 2002 oleh tim yang terdiri dari Drs.H. Hasan Sadzili, Drs. H. Ali Muaffa, dkk. Kemudian dikembangkan oleh Pesantren Virtual Nurul Falah Surabaya. Metode Tilawati dikembangkan untuk menjawab permasalahan yang berkembang di TKTPA, antara lain: 1) Mutu pendidikan, kualitas santri lulusan TK-TP Alquran belum sesuai dengan target. 2) Metode
pembelajaran,
metode
pembelajaran
masih
belum
menciptakan suasana belajar yang kondusif. Sehingga proses belajar tidak efektif. 3) Pendanaan, tidak adanya keseimbangan keuangan antara pemasukan dan pengeluaran. 4) Waktu pendidikan, waktu pendidikan masih terlalu lama sehingga banyak santri drop out sebelum katam Alquran. 5) Kelas TQA pasca TPA TQA belum bisa terlaksana. Metode Tilawati memberikan jaminan kualitas bagi santri-santrinya, antara lain: 1) Santri mampu membaca Alquran dengan tartil. 2) Santri mampu membenarkan bacaan Alquran yang salah . 3) Ketuntasan belajar santri secara individu 70% dan secara kelompok 80%. Prinsip-prinsip pembelajaran Tilawati adalah:
33
1) Disampaikan secara praktis 2) Menggunakan lagu Rost 3) Menggunakan pendekatan klasikal dan individual secara seimbang.26 d. Metode Iqro Metode Iqro merupakan salah satu metode cepat belajar membaca Alquran. Metode ini disusun oleh As’ad Humam, beliau telah lama berkecimpung dalam dunia ajar mengajar Alquran dengan menggunakan berbagai metode sejak tahun 1950. Dalam perjalanannya mengajar membaca Alquran, beliau merasa bahwa metode-metode yang selama ini dipakai masih banyak kekurangan. dari berbagai metode yang ada, buku Qiroatilah yang paling lama beliau gunakan dan paling banyak memberikan inspirasi dalam penyusunan buku Iqro. Metode Iqro terdiri dari 6 jilid, menekankan langsung pada latihan membaca. Dimulai dari tingkatan yang sederhana, tahap demi tahap, sampai pada tingkat yang sempurna.27 Secara garis besar, kelebihan metode Iqra yang membuat para peserta didik menjadi tertarik untuk belajar Alquran disebabkan beberapa modifikasi
yang
telah
dilakukan
dalam
buku
dan
sistem
pembelajarannya, diantaranya: 1) Adanya buku (modul) yang mudah dibawa dan dilengkapi oleh beberapa petunjuk teknis pembelajaran bagi guru serta pendidikan dan
26
Ibid., hlm. 20-21. As’ad Humam, Juz Amma dan Terjemahannya dilengkapi Iqro (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997), hlm. iii-vi. 27
34
latihan bagi guru agar buku Iqra dapat dipahami dengan baik oleh guru. 2) CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). 3) Bersifat privat (individual). Setiap siswa menghadap guru untuk mendapatkan bimbingan langsung secara individual. 4) Menggunakan sistem asistensi, yaitu siswa yang lebih tinggi tingkat pelajarannya membina siswa yang berada dibawahnya. 5) Guru mengajar dengan pendekatan komunikatif, seperti dengan menggunakan bahasa peneguhan saat siswa membaca benar sehingga siswa termotivasi, dan dengan teguran yang tetap menyenangkan jika terjadi kesalahan. 6) Penggunaan sistem pembelajaran yang variatif dengan cerita dan nyanyian religius sehingga siswa tidak merasa jenuh. 7) Menggunakan bacaan secara langsung sehingga lebih mudah diingat. 8) Sistematis dan mudah diikuti, pembelajaran dilakukan dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sering didengar, yang mudah diingat ke yang sulit didengar dan diingat. 9) Buku dengan metode ini bersifat fleksibel untuk segala umur, baik untuk anak TK maupun orang tua.28 e. Metode Qiro’ati Metode ini disusun oleh KH. Dachlan Salim Zarkasyi dari Semarang, Jawa Tengah. Metode Qiroati disusun menjadi buku yang 28
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat (Yogyakarta: LkiS, 2009), hlm. 104-105.
35
kemudian digunakan untuk mengajarkan membaca Alquran. Buku Qiroati pertama terbit pada 1 Juli 1986, bertepatan dengan berdirinya TK Alquran yang pertama di Indonesia dan bukan mustahil TK Alquran yang pertama di dunia. Dahulu buku Qiroati tersusun dalam 8 jilid, kemudian setelah dilakukan penelitian ulang hanya menjadi 6 jilid. dengan 6 jilid tersebut, hasilnya jauh lebih mudah dari 8 jilid susunan lama. Buku Qiroati untuk TK Alquran yang disusun 1 Juli 1986, sumber pengambilannya adalah dari buku Qiroati 10 jilid yang disusun pada tahun 1963. Buku Qiroati telah dilengkapi dengan petunjuk bagi guru dalam mengajarkan pada anak didiknya dan disertai penjelasan yang ada pada kolom bawah masing-masing halaman.29 f. Metode Maqthaiyah Metode ini merupakan metode yang dalam memulai mengajarkan membaca diawali dari potongan-potongan kata, kemudian dari potongan kata tersebut dilanjutkan mengajarkan kata-kata yang ditulis dari potongan kata tersebut. Dalam mengajarkan membaca, harus didahului huruf-huruf yang mengandung bunyi mad. Mula-mula siswa dikenalkan huruf alif, wawu, ya, kemudian dikenalkan pada kata seperti saa, suu, sii (terdapat bacaan mad). Kemudian dari potongan kata tersebut dirangkai dengan potongan kata yang lain, seperti: saaroo, siirii dan sebagainya.30
29 Dachlan Salim Zarkasyi, Metode Praktis Belajar Membaca Alquran (Semarang: Yayasan Pendidikan Alquran Raudhatul Mujawwidin, 1990), hlm. ii. 30 M. Samsul Ulum, op. cit., hlm. 83.
36
g. Metode Jumlah Kata jumlah berasal dari bahasa Arab yang berarti kalimat. Mengajarkan membaca dengan metode ini adalah dengan cara seorang guru menunjukkan sebuah kalimat singkat pada sebuah kartu atau dengan cara dituliskan di papan tulis, kemudian guru mengucapkan kalimat tersebut dan setelah itu diulang-ulang oleh siswa beberapa kali. Setelah itu guru menambahkan satu kata pada kalimat tersebut lalu membacanya dan ditirukan lagi oleh siswa.31 h. Metode Al Banjari Dinamakan metode Al Banjari karena metode ini disusun di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. di kota ini pernah memiliki seorang ulama terkemuka yaitu Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari, beliau telah menulis beberapa kitab yang menjadi pegangan umat Islam dan menulis Alquran 30 Juz dengan tulisan tangan. Dalam metode Al Banjari mengajarkan hukum tajwid, buku pegangan siswa untuk belajar membaca Alquran ialah “Al Banjari” yang terdiri dari 4 jilid. Dalam jilid satu, isinya memperkenalkan huruf hijaiyyah yang berjumlah 29 huruf dengan baris fatkhah di atas dan sebagainya. Buku jilid dua, memperkenalkan huruf mad (bacaan panjang), yaitu dengan tanda alif, ya, dan wawu yang berbaris sukun. Untuk jilid tiga, sudah diperkenalkan kepada hukum-hukum tajwid.
31
Ibid., hlm. 84.
37
Sedang jilid empat, sudah menggunakan ayat-ayat Alquran atau suratsurat pendek.32 i. Dirosa (Dirasah Orang Dewasa) Dirosa merupakan sistem pembinaan Islam berkelanjutan yang diawali dengan belajar baca Alquran. Panduan baca Alquran pada Dirosa disusun tahun 2006 yang dikembangkan oleh Wahdah Islamiyah Gowa. Panduan ini khusus orang dewasa dengan sistem klasikal 20 kali pertemuan. Buku panduan ini lahir dari sebuah proses yang panjang, dari sebuah perjalanan pengajaran Alquran dikalangan ibu-ibu yang dialami sendiri oleh pencetus dan penulis buku ini. Telah terjadi proses pencarian format yang terbaik pada pengajaran Alquran dikalangan ibu-ibu selama kurang lebih 15 tahun dengan berganti-ganti metode. Dan akhirnya ditemukan satu format yang sementara dianggap paling ideal, paling baik dan efektif, yaitu memadukan pembelajaran baca Alquran dengan pengenalan dasar-dasar keislaman. Panduan Dirosa sudah mulai berkembang di daerah-daerah, baik Sulawesi, Kalimantan maupun daerah kepulauan Maluku yang dibawa oleh para da’i. Secara garis besar metode pengajarannya adalah baca-tunjuksimak-ulang, yaitu pembina membacakan, peserta menunjuk tulisan, mendengarkan dengan seksama kemudian mengulangi bacaan tadi. Teknik ini dilakukan bukan hanya bagi bacaan pembina, tetapi juga Departemen Agama RI, Metode-Metode Membaca Al Qur’an di Sekolah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam, 1998), hlm. 4. 32
38
bacaan dari sesama peserta. Semakin banyak mendengar dan mengulang, semakin besar kemungkinan untuk bisa baca Alquran lebih cepat.33 j. Metode Qira’ah Metode Qira’ah ini dirancang dengan berbasis keindonesiaan karena banyak latihan bacaannya yang berbunyi bahasa Indonesia tapi bertuliskan Arab sehingga sangat mudah dicerna bagi anak-anak khususnya anak generasi Indonesia. Buku ini sangat mudah diajarkan kepada anak-anak yang masih TK karena memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah dibantu dengan gambar sehingga anak-anak lebih mudah menangkapnya dan bisa belajar sendiri di rumah dengan bantuan gambar yang ada. Dalam sistem pembelajaran santri dituntut untuk lebih aktif daripada guru sehingga betul-betul bisa lebih cepat dapat membaca Alquran dengan baik dan lancar. Keunggulan metode Qira’ah adalah: 1) Memakai media gambar. 2) Sekali dituntun langsung tahu. 3) Sekali tahu, insya Allah tidak pernah lupa. 4) Ada keseimbangan penguasaan dari semua huruf. 5) Hanya memperkenalkan kunci-kunci pola bacaan. 6) Latihannya berbunyi bahasa Indonesia. 7) Langsung belajar ilmu tajwid. 8) Ilmu tajwidnya mudah dipahami.
33
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, op. cit., hlm. 21-22.
39
9) Memakai sistem CBSA. 10) Penerapannya sudah teruji. Kunci sukses mengajarkan metode Qira’ah adalah dipahami, ditunjuk, dibaca, diperlancar dan dipercepat.34 Dari berbagai macam metode diatas, masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu, guru harus bisa memilih metode mana yang paling tepat untuk peserta didiknya. 5. Penilaian Pembelajaran BTQ Ditinjau dari segi bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran dan kriteria, misalnya untuk dapat mengatakan baik, sedang dan kurang, diperlukan adanya ketentuan atau ukuran yang jelas. Adapun penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.35 Menurut Griffin dan Nix yang dikutip oleh Mimin Haryati, penilaian adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Definisi penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian dari kegiatan belajar mengajar. Ini menunjukkan
34
Ibid., hlm. 23-24. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 3. 35
40
bahwa penilaian tidak hanya menyangkut hasil belajar saja tetapi juga menyangkut semua proses belajar dan mengajar.36 Penilaian baca tulis Alquran adalah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses belajar (kegiatan dan kemajuan belajar baca tulis Alquran) dan hasil belajar peserta didik yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan perlakuan bimbingan baca tulis Alquran selanjutnya. Penilaian merupakan bagian dari kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran. Manfaat penilaian bagi guru adalah: guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa.37
Tujuan penilaian dalam bimbingan baca tulis Alquran adalah: a. Untuk mengetahui tingkat kemajuan membaca dan menulis Alquran yang telah dicapai oleh peserta didik dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. b. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang peserta didik dalam kelompok bimbingan baca tulis Alquran. Dengan demikian, penilaian itu dapat dijadikan pembimbing sebagai alat penetapan apakah peserta didik tersebut termasuk kategori cepat, sedang, atau lambat dalam arti mutu kemampuan belajar baca tulis Alqurannya.
36 Mimin Haryati, Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 16. 37 Darwyn Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 198.
41
c. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan peserta didik dalam belajar membaca dan menulis Alquran. d. Untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar baca tulis Alquran. e. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar membaca dan menulis Alquran yang telah digunakan pembimbing dalam proses pembelajaran.38 Fungsi penilaian dalam bimbingan baca tulis Alquran antara lain: a. Fungsi administratif, untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku raport baca tulis Alquran. b. Fungsi promosi, untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan tingkat kelompok berikutnya. c. Fungsi diagnostik, untuk mengidentifikasikan kesulitan belajar peserta didik dan merencanakan program remedial teaching. d. Fungsi pertimbangan, bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode dan alat-alat pembelajaran. e. Fungsi efektivitas, untuk mengetahui keefektifan proses yang telah dilakukan pembimbing, dengan ini pembimbing dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar baca tulis Alquran.
38
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, op. cit., hlm. 32-33.
42
f. Fungsi umpan balik, memberikan umpan balik kepada pembimbing sebagai dasar untuk memperbaiki cara belajar mengajar, mengadakan perbaikan bagi peserta didik serta menempatkan peserta didik pada situasi belajar mengajar yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilki oleh mereka. g. Fungsi penyempurnaan, menyusun laporan dalam rangka penyempurnaan program belajar mengajar baca tulis Alquran yang sedang berlaku.39
39
Ibid., hlm. 34.