BAB II LANDASAN TEORI
A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan saling percaya, terbuka dan saling berbagi dalam suatu hubungan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki (Erikson dalam Shaffer, 2005). Menurut Erikson (dalam Marcia, dkk. 1993) individu yang memiliki kemampuan keintiman akan mampu berkomitmen
pada
pilihan
yang
telah
diambilnya
walaupun
untuk
mempertahankannya membutuhkan pengorbanan dan banyak perundingan. Olforsky (dalam Marcia, dkk., 1993) mendefinisikan kemampuan keintiman sebagai kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang intim atau akrab, yang biasanya terlihat dalam bentuk kedekatan, penghargaan terhadap individualitas, keterbukaan, komunikasi, tanggungjawab, hubungan timbal balik, komitmen dan seksualitas. Seksualitas disini tidak mengacu pada hubungan seks, tetapi lebih kepada kepuasan yang dirasakan individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Levinger (dalam Masters, Johnson, & Kolodny, 1992) mendefinisikan keintiman sebagai sebuah proses dimana dua orang saling memberi perhatian
Universitas Sumatera Utara
sebebas mungkin dalam pertukaran perasaan, pikiran dan tindakan. Keintiman secara umum ditandai oleh perasaan penerimaan, kedekatan, komitmen dan kepercayaan antara kedua belah pihak. Keintiman menunjukkan bukti bahwa individu terhubung dan dekat dengan orang yang dicintainya. Keintiman merupakan emosi yang membuat individu merasa lebih dekat satu sama lain, emosi-emosi tersebut seperti menghargai, afeksi dan saling memberikan dukungan. Merasakan keintiman dimana dua orang individu berbagi banyak informasi personal (Lefrancois, 1993). Stenberg (dalam Carrol, 2005) menyatakan bahwa keintiman melibatkan perasaan yang dekat, terikat dan saling berhubungan. Menurut Fieldman (1995), keintiman adalah proses dimana seseorang mengkomunikasikan perasaanperasaan dan informasi yang penting mengenai dirinya kepada orang lain melalui sebuah proses keterbukaan diri. Newman (2006) mendefinisikan keintiman sebagai kemampuan untuk memberi dukungan, terbuka dan mempunyai hubungan yang dekat dengan orang lain tanpa takut kehilangan identitas diri dalam prosesnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian keintiman adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalin hubungan yang dekat atau akrab dengan orang lain dengan menunjukkan perasaan saling percaya, saling berbagi (keterbukaan diri), adanya hubungan timbal balik dan terbentuknya komitmen dalam suatu hubungan.
Universitas Sumatera Utara
2.Kriteria Keintiman Orlofsky (dalam Marcia,dkk., 1993) mengidentifikasikan tiga kriteria utama untuk menentukan keintiman yaitu : (1) Tingkat dimana individu terlibat dalam persahabatan dengan pria dan wanita. Apakah individu memiliki hubungan dengan lawan jenis dan apakah hubungan yang terjalin dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat terlihat melalui banyaknya waktu yang dihabiskan bersama-sama untuk saling mengenal pasangan lebih dalam, menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pasangan, dan kedekatan emosional mereka dalam suatu hubungan yang sedang dijalani. (2) Apakah individu tersebut terlibat atau sudah terlibat dalam komitmen yang dibangun melalui hubungan, bertahan dalam suatu hubungan seperti pada pasangan yang berpacaran. Hal ini dapat terlihat dari pembicaran mengenai kelanjutan suatu hubungan di masa depan seperti ke jenjang pernikahan, dan komitmen yang terdapat dalam suatu hubungan yang membuat hubungan tersebut dapat bertahan ketika terdapat permasalahan dalam hubungan tersebut. Komitmen yang dapat digunakan untuk mendiskusikan dan memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu hubungan. (3) Kedalaman atau kualitas dari hubungan persahabatan dan cinta atau pacaran. Kriteria ini berfokus pada tingkat dimana individu sudah mencapai kapasitas dalam suatu hubungan yang dikarakteristikkan dengan keterbukaan,
Universitas Sumatera Utara
kejujuran, perhatian, empati atau menerima dan mamahami perbedaan yang ada, sikap dan perilaku seksual. 3. Kategori Keintiman Olforsky (dalam Marcia, dkk., 1993) membagi keintiman ke dalam lima kategori. Penelitian ini berfokus pada dua kutub yang berlawanan yaitu intimate versus isolated. Hal ini sesuai dengan tahap perkembangan dewasa awal yaitu keintiman dengan keterasingan Adapun kelima kategori keintiman tersebut yaitu : 1. Isolated Individu pada status ini tidak memiliki hubungan yang dekat dengan teman sebaya, kenalan yang mereka miliki bersifat formal dan klise.Individu pada status ini jarang berpacaran dan bukan berarti bahwa mereka akan berpacaran dengan orang yang sama untuk waktu yang lama. Individu ini menyadari mereka jarang berpacaran sebagai sebuah keinginan untuk menghindari keterikatan atau dikarenakan kesibukan mereka. Sebaliknya, mereka ingin berpacaran lebih akan tetapi mereka tidak nyaman dengan apa yang mereka jalani atau melihat diri mereka sebagai seseorang yang sangat tidak menarik atau tidak ada orang lain yang tertarik pada mereka. Individu ini cenderung menghindar dan kurang memiliki keahlian sosial. Mereka terlihat merasa tidak aman dan rendah diri, tidak puas dengan keadaan diri sendiri atau terlalu puas dengan keadaan diri sendiri, defensive, tinggal dalam sebuah dunia yang terasing dan menolak beberapa kebutuhan atau keinginan untuk dekat dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Stereotyped Individu ini memiliki teman-teman dan hubungan pacaran dengan lawan jenis akan tetapi belum memiliki komitmen yang kuat. Individu ini kurang terbuka atau kurang memiliki keterlibatan dan komunikasi yang dangkal dan bersifat konvensional. Individu ini sering memiliki pacar, akan tetapi mereka jarang terlihat dengan orang yang dama dalam waktu lebih dari beberapa bulan. Mereka suka bermain-main, tidak mau terlibat terlalu dalam dan berkencan dengan beberapa orang dalam waktu yang bersamaan. Jarang menghabiskan waktu dengan berbicara dan mengenal satu sama lain. Individu ini secara seksual terhambat dan tidak matang, berganti-ganti pasangan dan melakukan aktivitas seksual sebagai suatu kegembiraan. Penekanan dalam hubungan berdasarkan apa yang mereka dapatkan dari orang lain dari pada menguntungkan satu sama lain. Secara umum, individu pada status ini dikarakteristikkan memiliki hubungan yang dangkal dan kurang memiliki kesadaran diri. 3. Pseudointimate Individu ini telah memiliki hubungan dengan lawan jenis yang bertahan lama, akan tetapi hubungan yang dijalin kurang terdapat kedekatan dan tidak mendalam. Hubungan dengan lawan jenis atau hubungan yang
Universitas Sumatera Utara
lainnya yang sedang dijalani memiliki komunikasi yang kurang terbuka dan kurang memiliki keterlibatan emosi. Individu pada status ini menjalin hubungan yang cenderung dangkal. Mereka jarang membagi permasalahan pribadi mereka atau perasaan yang terdalam dengan orang lain. Rasa tanggung jawab yang mereka miliki sangat terbatas. Mereka hanya bersedia untuk menceritakan hal-hal yang baik. Mereka juga hanya mau mendengarkan permasalahan yang dimiliki orang lain apabila waktunya tepat untuk mereka. Pendekatan mereka terhadap suatu hubungan adalah suatu objek yang menyediakan status, kehormatan, materi atau lainnya. Ketika ditanya alasan mereka menikah atau bertunangan, mereka tidak mengetahuinya tetapi menggunakan alasan waktu yang akan menjawabnya. Secara umum individu ini dikarakteristikkan dengan memiliki hubungan yang dangkal, kurang memiliki kesadaran diri. Mereka tidak terbuka terhadap nilai-nilai dan memiliki hubungan yang tidak jujur. 4. Preintimate Individu ini memiliki satu atau lebih teman dekat tetapi belum memiliki hubungan dengan lawan jenis yang bertahan lama. Hubungan yang mereka jalani dikarakteristikkan dengan komunikasi yang terbuka, kasih sayang, perhatian dan menghormati pasangan. Individu ini tidak sering berpacaran. Hubungan berpacaran yang mereka jalani dikarakteristikkan dengan keterbukaan dan kejujuran seperti
Universitas Sumatera Utara
hubungan
dengan
teman-teman
mereka.
Mereka
secara
umum
berpengalaman secara seksual tetapi mengalami konflik pada area ini. Individu ini memiliki permasalahan dengan komitmen, menginginkan hubungan yang dekat tetapi perasaan mereka belum siap menerima kelekatan yang terjadi. Individu ini sangat menghormati pasangannya, mempersepsikan mereka dalam cara-cara yang realistik. Individu ini secara umum memiliki kesadaran diri yang baik dan benarbenar tertarik kepada orang lain. Mereka memberi kesan bahwa mereka mampu memiliki hubungan cinta yang lama dan berkeinginan untuk mewujudkannya di masa depan. 5. Intimate Individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang mendalam dan lama serta telah memiliki komitmen. Hubungan ini dikarakteristikkan dengan komunikasi yang terbuka, saling memberikan kasih sayang dan perhatian, saling bertanggung jawab, menghormati diri sendiri dan pasangan. Mengembangkan hubungan personal yang saling menguntungkan. Mereka berbagi masalah dengan pasangan dan mampu mengekspresikan rasa marah dan kasih sayang kepada pasangannya. Terbuka terhadap perasaanperasaan dan masalah yang ada dengan baik. Mempunyai komitmen yang kuat dengan pasangan dan berusaha untuk mengatasi permasalahan dan menyelesaikan
perbedaan
dengan
cara
yang
tepat.
Mereka
mempersepsikan pasangan sebagai individu yang unik dan melihat
Universitas Sumatera Utara
kelemahan dan kelebihan pasangan dengan cara yang realistik. Mereka menikmati aktivitas yang dilakukan dengan orang lain, akan tetapi mereka juga memiliki hobi sendiri dan kegiatan yang dilakukan sendiri dan peduli terhadap kebutuhan mereka sendiri. Mereka tidak bergantung, cemburu atau memanipulasi pasangan secara berlebihan. Individu ini secara umum dikarakteristikkan dengan individu yang memiliki kesadaran diri yang baik, benar-benar tertarik kepada orang lain.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keintiman Keintiman tidak terjadi begitu saja, akan tetapi terdapat faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat terbentuknya keintiman. Beberapa faktor yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman (Cox, 1978) adalah : 1. Pengalaman masa lalu Adanya peristiwa yang bagi sebagian orang merupakan peristiwa traumatis, seperti meninggalnya orang tua, perceraian dan sebagainya. Akibatnya, orang-orang yang demikian dapat menghindar untuk berhubungan secara dekat dengan orang lain untuk mencintai orang lain. Ketakutan ini dapat menghalangi terjalinnya keintiman. 2. Kecemasan akan identitas diri Seseorang yang memiliki identitas diri yang belum mantap, belum mengetahui siapa dirinya sebenarnya, mengenai pilihan-pilihan yang akan diambilnya. Hal ini akan menyulitkan seseorang untuk menjalin keintiman dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Ketakutan akan terungkapnya kelemahan Ada orang yang menghindar menjalin hubungan dekat dengan orang lain karena merasa takut kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan mereka akan terungkap. 4. Membawa kekesalan atau dendam masa lalu ke masa kini Mengungkapkan kembali peristiwa di masa lalu yang kurang berkenan, atau harapan-harapan di masa lalu yang tidak tercapai merupakan hal-hal yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman. 5. Konflik masa kecil yang tidak terselesaikan Konflik yang sering menimbulkan perasaan kompetitif, bersaing, iri dan sebagainya sehingga dapat mengganggu terjalinnya keintiman dengan baik. 6. Ketakutan akan mengungkapkan perasaan negatif Ada orang yang mengalami ketakutan untuk mengungkapkan perasaan negatif seperti amarah, dendam, permusuhan dan sebagainya karena mereka merasa takut akan ditolak atau memperoleh penilaian yang kurang baik. 7. Harapan-harapan terhadap peran suami istri Pasangan yang menikah belum tentu memiliki pandangan yang sama tentang peran suami istri sehingga akan menimbulkan konflik yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman.
Universitas Sumatera Utara
8. Pandangan tentang seks Mereka yang sejak kecil mendapatkan penjelasan yang negatif tentang seks, dapat mempengaruhi pandangan mereka terhadap seks ketika mereka telah menikah. Sedangkan dalam pernikahan, seks merupakan hal yang penting karena merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengurangi ketegangan dan menjalin keintiman.
B. Identitas 1. Pengertian Identitas Identitas versus kebingungan identitas merupakan fase kelima dalam delapan fase perkembangan Erikson, yang terjadi pada kira-kira bersamaan dengan masa remaja. Inilah saatnya remaja mengetahui siapa dirinya, bagaimana dirinya, dan ke mana ia menuju dalam kehidupannya (dalam Santrock, 1995). Erikson
(dalam
Lefrancois,
1993)
mendefinisikan
identitas
sebagai
keseluruhan pandangan mengenai diri yang berkembang dari masa lalu tetapi juga melibatkan tujuan dan rencana-rencana di masa depan. Erikson (dalam Gembeck & Patherick, 2006) juga mengatakan bahwa identitas digambarkan sebagai perasaan mengenai diri, menerima keadaan diri dan mengetahui tujuannya berada di dunia. Waterman (dalam Lefrancois, 1993) mendefinisikan identitas sebagai pendefinisian diri yang jelas mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan yang dipengang seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Identitas menurut Shaffer (2005) adalah pendefinisian diri yang matang, sebuah perasaan tentang siapa diri kita, kemana tujuan hidup kita dan bagaimana kita menyocokkan diri ke dalam masyarakat. Kaplan (2000) mendefinisikan identitas sebagai perasaan yang kita miliki ketika kita mengenal siapa diri kita yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian identitas yaitu perasaan mengenai diri, menerima keadaan diri dan pandangan mengenai tujuan hidup, nilai-nilai dan kepercayaan yang kita pegang.
2. Pembentukan Identitas Pembentukan identitas diri membuat individu mulai mempertanyakan kembali tentang dirinya, meninjau dan mengevaluasi perubahan perasaan-perasaan dan penampilan yang terjadi dan mempertanyakan kembali bagaimana hubungan yang dilakukan dengan orangtua dan oranglain (Gardner, 2002). Proses
pembentukan
identitas
diri
merupakan
suatu
proses
yang
berkepanjangan. Pembentukan identitas muncul sejak timbulnya kelekatan, perkembangan perasaan diri dan munculnya kemandirian pada masa bayi, dan mencapai fase akhirnya dengan tinjauan dan integrasi kehidupan pada masa lanjut usia. Pembentukan identitas tidak dimulai atau berakhir pada masa remaja (Santrock, 1995). Perkembangan identitas oleh Marcia (1993) berfokus pada area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan,
Universitas Sumatera Utara
agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan
persahabatan. Sejumlah pencarian dan
komitmen yang dimiliki pada area interpersonal merupakan aspek yang penting dalam perkembangan identitas yang secara khusus berhubungan dengan pembentukan keintiman dalam hubungan berpacaran. Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas dapat dilihat melalui kehadiran dari krisis dan komitmen.
3. Krisis Krisis didefinisikan sebagai sebuah periode pembuatan keputusan ketika pilihan-pilihan, kepercayaan-kepercayaan, dan pengidentifikasian yang telah ada sebelumnya dipertanyakan oleh individu dan informasi atau pengalaman yang berhubungan terhadap pilihannya untuk dilakukan pencarian. Krisis juga menggambarkan sejumlah pencarian untuk meninjau kembali atau mendefinisikan ulang mengenai dirinya. Masa
ini
biasanya
ditandai
dengan
kebingungan,
kecemasan
dan
ketidakkonsistenan dan sebuah usaha aktif untuk bekerja melalui konflik (dalam Kroger, 2001). Adapun kriteria yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya krisis yaitu : 1. Kemampuan Mengetahui Orang dewasa memiliki kemampuan mengetahui dengan standard yang lebih tinggi dari pada anak sekolah atau mahasiswa. Kehidupan yang lebih lama
dan waktu yang lebih panjang dalam mengumpulkan informasi
Universitas Sumatera Utara
berarti bahwa mereka melewati gambaran yang lebih spesifik tentang alternatif yang mereka pertimbangkan sebagai orang dewasa atau sudah mereka pertimbangkan sebelumnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari keluasan dan kedalaman pengetahuan dalam menyelidiki berbagai pilihan yang tersedia. 2. Aktivitas Yang Bertujuan Untuk Mengumpulkan Informasi Aktivitas yang dilakukan orang dewasa untuk mendapatkan informasi dan memperdalam pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keputusan diantara berbagai alternatif yang ada. 3. Mempertimbangkan Alternatif Elemen Identitas yang Potensial Bukti dari sejumlah eksplorasi yang dilakukan. Hal ini terlihat dari keputusan penting yang akan diambil seseorang yang mencerminkan eksplorasi yang dilakukan. Mengenai cara yang dilakukan seseorang dalam mempertimbangkan alternatif pilihan yang tersedia dalam rangka mendapatkan komitmen yang jelas dalam hidupnya. 4. Bentuk-Bentuk Emosi Ketika krisis identitas selama masa remaja awalnya menyenangkan dan proses eksplorasi dinikmati sebagai pengembangan pengalaman. Hal ini jarang menjadi masalah apabila seseorang menjelang masa dewasa dan memasuki krisis dengan kehidupan. Selama tahun-tahun dewasa krisis identitas biasanya melibatkan perubahan pola aktivitas yang sudah ada, berhenti melakukan apa yang telah diketahui dan mencoba hal lain yang belum diketahui. Meskipun tujuan atau nilai lama dipandang tidak lagi
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan seseorang di situasi yang sekarang, prospek untuk menemukan pilihan yang baru lebih cenderung menghasilkan kecemasan daripada semangat.
4. Komitmen Komitmen didefinisikan sebagai pilihan yang relatif stabil pada sejumlah pilihan dan ide-ide yang diambil. Komitmen juga menggambarkan keadaan di mana seseorang telah memiliki sejumlah pilihan-pilihan, kepercayaan dan nilainilai yang spesifik. Komitmen juga memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan. Masa dewasa berbeda dari masa remaja dimana masa dewasa adalah waktu untuk pelaksanaan keputusan yang dibuat pada tahap perkembangan sebelumnya. Komitmen pada masa sekolah dan masa mahasiswa fokus pada reward yang diasumsikan baik interinsik maupun eksterinsik dari segala macam komitmen. Sebaliknya, pada masa dewasa, orang dewasa hidup dengan reward dan pengorbanan yang sebenarnya yang dihasilkan dari mempraktekkan tujuan, nilai dan kepercayaan ke dalam kehidupan nyata. Adapun kriteria yang digunakan untuk menggambarkan komitmen yaitu : 1. Kemampuan Mengetahui Kemampuan yang mendalam dan akurat tentang satu tujuan serta kemampuan untuk menjelaskan hal-hal yang diputuskan dalam hal ini pada area berpacaran.
Universitas Sumatera Utara
2. Aktivitas yang Ditujukan untuk Memperoleh Informasi Aktivitas yang ditujukan untuk melaksanakan elemen identitas yang sudah dipilih. Hal ini dikarenakan masa dewasa adalah suatu tahap di mana tujuan, nilai dan kepercayaan diharapkan, standard yang lebih tinggi untuk aktivitas harus diterapkan di sini dari pada tahap sebelumnya. Aktivitas ini berupa segala macam bentuk persiapan untuk menjalankan peran-peran kehidupan di masa akan datang pada elemen identitas seseorang. 3. Bentuk-Bentuk Emosi Di antara orang dewasa, sifat emosional diasosiasikan dengan komitmen yang dapat bervariasi dari sifat yang antusias kepada realita kegembiraan akan antisipasi yang sering ditemukan pada remaja akan digantikan oleh satu perasaan yang lebih tenang karena sudah menemukan perhatian utama. 4. Identifikasi dengan Orang yang Penting Figur identifikasi merupakan sumber informasi penting untuk memberikan berbagai
alternatif
melalui
peniruan
langsung
atau
dengan
membandingkannya dengan orang lain. Figur identifikasi secara umum tidak memainkan peranan penting selama masa dewasa. Mungkin orang yang paling sering dimintai menjadi sumber bagi komitmen identitas yang potensial adalah pasangan responden. Perbedaan antara pasangan pernikahan dalam hal tujuan, nilai dan kepercayaan mungkin menjadi stimulus untuk memikirkan kembali ide-ide yang sebelumnya sudah
Universitas Sumatera Utara
dibangun atau komitmen yang berkembang pertama kali pada satu area yang tidak menjadi sumber bagi perhatian personal. 5. Proyeksi dari Masa Depan Seseorang Kemampuan untuk memproyeksikan gambaran diri sendiri (karakteristik pribadi) pada masa depan dan menggambarkan bermacam aktivitas (rencana) yang akan dilakukan pada lima sampai 10 tahun mendatang. 6. Ketahanan Terhadap Godaan Orang dewasa dengan komitmen identitas harusnya menjadi yang paling bertahan terhadap usaha yang berasal dari luar untuk melemahkan tujuan, nilai dan kepercayaan yang sudah mereka ekspresikan karena mereka diperkirakan akan bertindak sesuai dengan elemen identitas yang sudah mereka bangun.
5. Status Identitas Status identitas menggambarkan terbentuknya identitas diri seseorang. Berdasarkan kehadiran krisis dan komitmen, Marcia (1993)
membagi status
identitas menjadi empat, yaitu : 1. Diffuse Identity diffusion menggambarkan individu yang belum mengalami krisis (yaitu mereka yang belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna) atau membuat komitmen apapun. Individu pada status ini terlihat apatis, kurang terarah dan kurang memiliki ketertarikan.
Universitas Sumatera Utara
Individu yang memiliki identitas ini pilihan-pilihan
pekerjaan
dan
tidak hanya belum memutuskan
ideologis,
tetapi
juga
cenderung
memperlihatkan minat yang kecil dalam sejumlah masalah. Erikson menyatakan bahwa individu pada status ini tidak bertanggung jawab, impulsive, spontan, tidak mempunyai tujuan yang jelas mengenai karirnya, tidak memiliki ketertarikan yang khusus, dan tidak memiliki nilai-nilai yang dapat mengarahkan pilihan hidupnya (dalam Kroger, 2001). Individu pada status identitas ini juga terlihat kurang memiliki tujuan dan merasa kebingungan. Mereka merasakan kesulitan untuk merencanakan suatu keputusan. Mereka sering menunjukkan ketergantungan yang berlebihan kepada teman sebaya (Kaplan, 2000). 2. Foreclosure Identity foreclosure merupakan individu yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami krisis. Status ini juga menggambarkan seseorang yang mengadopsi tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan dari orangtua atau figur otoritas lainnya tanpa memikirkannya secara kritis. 3. Moratorium Identity moratorium merupakan individu yang sedang aktif melakukan pencarian, tanpa memiliki komitmen. Individu pada status identitas ini menyadari pentingnya untuk membuat suatu pilihan, tapi pada kenyataannya mereka tidak melakukan hal yang sama. Individu pada masa ini membutuhkan waktu yang lebih untuk pembentukan identitas (Kroger, 2001). Individu pada status ini juga mengalami keraguan terhadap dirinya,
Universitas Sumatera Utara
kebingungan dan mengalami konflik dengan orangtua atau figure otoritas lainnya.
Mereka
sering
terlihat
menyendiri,
memikirkan
dan
mempertimbangkan pilihan yang telah diambilnya (Kaplan, 2000). 4. Achievement Identity achievement adalah ketika individu telah mengalami suatu pencarian dan sudah membuat suatu komitmen. Adapun komitmen yang diambil pada masa ini berdasarkan sejumlah pencarian yang dilakukan. Individu pada status identitas ini mencapai kedewasaan dengan perasaan yang jelas mengenai siapa dirinya, kepercayaan-kepercayaan yang penting dan arah hidup yang jelas tujuannya. Marcia (1993) mengatakan bahwa individu yang berada pada status identitas ini lebih mandiri, dapat memberikan respon yang baik terhadap kondisi stress, mempunyai cita-cita yang lebih realistik dan harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga status identitas lainnya. Ke empat status identitas di atas, tidak saling berhubungan satu dengan yang lain. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu maka status identitas akan mengalami kemajuan dari tingkatan yang paling rendah menuju yang paling tinggi dan status identitas achievement sebagai hasil akhirnya (Adams, 2005). Marcia (1993) mengatakan dari ke empat status identitas di atas, identitas diri yang terbaik adalah identity achievement. Status identitas diffusion, foreclosure dan moratorium adalah serangkaian status identitas yang dapat berubah menjadi status identitas achievement pada akhirnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai status identitas adalah suatu kesadaran dan penerimaan diri secara berkesinambungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Identitas diri diperoleh melalui kehadiran krisis dan komitmen dalam area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan, agama dan politik dan
area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan
berpacaran dan hubungan persahabatan. Tabel 1.Status Identitas Menurut Marcia Status identitas Krisis Komitmen Identity diffusion + Identity foreclosure + Identity moratorium + + Identity achievement
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Santrock (1995) membagi atas tiga faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya identitas, yaitu : 1. Pengaruh Keluarga Orang tua adalah tokoh penting dalam perkembangan identitas. Pengasuhan yang demokratis mempermudah perkembangan identitas. Pengasuhan yang otokratis dan permisif tidak demikian. Cooper dan rekan-rekannya telah memperlihatkan bahwa kedua individuasi dan keterkaitan dalam relasi keluarga memberi kontribusi yang penting bagi perkembangan
identitas.
Hauser
menunjukkan
bahwa
dengan
Universitas Sumatera Utara
memperbolehkan
perilaku-perilaku
tertentu
akan
meningkatkan
perkembangan identitas dari pada dibatasi dalam beberapa perilaku. 2. Pengaruh Kebudayaan dan Etnis Erikson secara khusus tertarik terhadap peran kebudayaan dalam perkembangan identitas, yang menekankan bagaimana di seluruh dunia kelompok-kelompok etnis minoritas berjuang untuk mempertahankan identitas kebudayaan mereka saat bercampur dengan kebudayaan mayoritas. Etnis dan harapan dari lingkungan etnis tempat tinggal individu akan mempengaruhi pencapaian identitas. 3. Jenis Kelamin Teori klasik Erikson mengusulkan perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan identitas. Studi-studi terbaru memperlihatkan bahwa ketika kaum perempuan mengebangkan minat pekerjaan yang lebih kuat, perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam identitas beralih menjadi persamaan-persamaan. Ikatan relasi dan emosi lebih sentral dalam perkembangan identitas kaum perempuan dari ada kaum laki-laki,dan bahwa perkembangan identitas kaum perempuan dewasa ini lebih kompleks dari pada perkembangan identitas kaum laki-laki.
C. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah Adult berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah adollesceneadolescer yang berarti ”tumbuh menjadi kedewasaan”. Akan tetapi, kata adult
Universitas Sumatera Utara
berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock,1999). Dalam perkembangan psikososial, dewasa awal ditandai dengan adanya penemuan keintiman dengan keterasingan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki ( Erikson dalam Shaffer, 2005). Pada masa dewasa awal inilah individu membuat komitmen personal yang dalam dengan orang lain, yakni dengan membentuk keluarga. Apabila individu pada masa ini tidak mampu melakukannya, maka akan merasa kesepian dan krisis keterasingan. Setiap kebudayaan membuat perbedaan usia dimana seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Pada sebagian kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan mampu bereproduksi. Saat ini, usia 18 tahun merupakan usia dimana seseorang dianggap dewasa secara syah. Dengan meningkatnya lamanya hidup atau panjangnya usia rata-rata orang maka masa dewasa sekarang mencakup waktu yang paling lama dalam rentang hidup. Selama masa dewasa yang panjang ini, perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang diramalkan seperti pada masa kanak-kanak dan individu yang juga mencakup periode yang cukup lama. Saat terjadinya perubahanperubahan fisik dan psikologis tertentu, masa dewasa biasanya dibagi menurut
Universitas Sumatera Utara
periode yang menunjukkan pada perubahan-perubahan tersebut, bersama dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan tekanan-tekanan yang timbul akibat perubahan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, Hurlock (1999) membagi masa dewasa dibagi kedalam tiga fase, yaitu : 1. Fase dewasa awal
: usia 18 tahun sampai 40 tahun
2. Fase dewasa madya
: usia 40 tahun sampai 60 tahun
3. Fase dewasa akhir
: usia 60 tahun sampai kematian
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal yaitu masa yang ditandai dengan tercapainya perkembangan fisik yang optimal, mencapai kemandirian dan masa membangun hubungan yang baru dengan orang lain dalam rangka membentuk keluarga yang berusia 18 sampai 40 tahun.
2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal Harapan masyarakat untuk orang-orang dewasa awal cukup jelas digariskan dan telah diketahui oleh mereka bahkan sebelum mereka mencapai kedewasaan secara hukum. Memasuki masa dewasa, mereka benar-benar telah mengetahui harapan-harapan yang ditujukan masyarakat kepada mereka. Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1999), setiap masa perkembangan memiliki tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan memiliki peranan penting untuk menentukan arah perkembangan yang normal. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal yaitu mulai bekerja, memilih pasangan hidup, belajar hidup dengan tunangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak,
Universitas Sumatera Utara
mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara dan mencari kelompok sosial yang menyenangkan. Tingkat penguasaan tugas-tugas ini pada tahun-tahun awal masa dewasa akan mempengaruhi tingkat keberhasilan mereka ketika mencapai puncak keberhasilan pada waktu setengah baya. Tingkat penguasaan ini juga akan menentukan kebahagiaan mereka saat itu maupun selama tahun-tahun terakhir kehidupan mereka.
D. Mahasiswa Mahasiswa merupakan responden yang digunakan dalam penelitian ini, oleh karena itu akan dikemukakan teori tentang mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan Memasuki Perguruan Tinggi. Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel,1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa awal. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I s/d semester IV; dalam periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V s/d semester VIII (Winkel,1997). Mahasiswa memiliki berbagai permasalahan. Salah satunya masalah yang dihadapinya sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, mereka mengalami apa yang disebut dengan perkembangan psikososial yaitu membentuk hubungan
Universitas Sumatera Utara
yang intim dengan lawan jenis (Papalia, 2003). Ditambahkan Antorucci (dalam Kail & Cavanaugh, 1999) bahwa salah satu kelompok yang tidak lepas dari masalah percintaan adalah individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal. Membentuk hubungan intim juga merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal (Erikson dalam Papalia, 2003), sehingga mahasiswa tidak merasa terasing dan terpisah dalam tahap perkembangan psikososial dewasa.
E. Perbedaan Keintiman Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Status Identitas Pada Mahasiswa Menurut teori psikososial Erikson, individu bergerak melalui delapan tahapan dalam perkembangan kepribadian yang dikarakteristikkan dengan adanya krisis dan komitmen. Tahap pertama pada masa kanak-kanak kepercayaan dengan ketidakpercayaan, otonomi dengan rasa malu dan keragu-raguan, insiatif dengan perasaan bersalah, ketekunan dengan rasa rendah diri dan identitas dengan kebingungan identitas. Tiga tahapan yang tersisa dikarakteristikkan dengan perkembangan kepribadian orang dewasa yang dinamai dengan keintiman dengan keterasingan, bangkit dengan mandeg dan integritas dengan kekecewaan. Menurut
Erikson
(dalam
Adams,
2005),
keintiman
membutuhkan
perkembangan identitas terlebih dahulu. Kita harus mengetahui diri kita barulah kita dapat berbagi dan memahami orang lain. Mengetahui diri sendiri terlebih dahulu dapat membantu kita dalam menciptakan hubungan yang intim tanpa harus kehilangan diri kita sendiri dalam prosesnya.
Universitas Sumatera Utara
Identitas menggambarkan transisi yang terjadi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Berdasarkan teori perkembangan identitas, Marcia (1993) membagi empat status identitas berdasarkan kehadiran dari krisis atau komitmen yang terjadi pada area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan, agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan persahabatan. Penelitian ini berfokus pada area interpersonal tepatnya keintiman dalam hubungan berpacaran. Melalui pacaran, dewasa awal mendapat bekal untuk memasuki dunia pernikahan. Mahasiswa yang merupakan sekelompok individu yang berada pada masa dewasa awal, selain memiliki tugas perkembangan untuk menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenisnya juga diharapkan sudah mampu untuk menemukan identitas diri. Marcia (2000), mahasiswa menyelesaikan pencarian identitas dirinya dengan melakukan eksplorasi yang mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai hal mengenai masalah yang menimpanya. Seiring dengan eksplorasi maka mahasiswa melakukan suatu komitmen yaitu penentuan sikap atau pilihan yang pasti terhadap suatu permasalahan. Akan tetapi, di satu pihak mahasiswa begitu penuh harap, terbuka, bangga, tetapi dilain pihak mahasiswa dipenuhi ketakutan, keraguan, kecemasan, tidak tahu apa yang dapat , tidak yakin dirinya mampu atau tidak, tidak mengethaui tujuan hidupnya, tidak mengetahui akan menjadi apa dikemudian hari dan sebagainya. Mahasiswa sering dipenuhi konflik dan tantangan tentang masa depan (Aryatmi dalam Kartono, 1985).
Universitas Sumatera Utara
Empat status identitas yang disebutkan Marcia yang pertama yaitu identity diffusion menggambarkan individu yang belum mengalami krisis (yaitu mereka yang belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna) atau membuat komitmen apapun. Individu pada status ini terlihat apatis, kurang terarah dan kurang memiliki ketertarikan. Kedua, identity foreclosure merupakan individu yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum melakukan pencarian (exploration). Ketiga, identity moratorium merupakan individu yang sedang aktif melakukan pencarian, tanpa memiliki komitmen dan ke empat, Identity achievement ketika individu telah mengalami suatu pencarian dan sudah membuat suatu komitmen. Adapun komitmen yang diambil pada masa ini berdasarkan sejumlah pencarian yang dilakukan. Tahap penemuan identitas merupakan periode yang berkembang pada masa remaja. Akan tetapi, identitas tidak hanya berkembang pada masa remaja. Pembentukan identitas merupakan proses yang berkepanjangan. Walaupun perkembangan identitas yang utama pada masa remaja, Erikson (dalam Adams, 2005) mengatakan bahwa pada masa remaja belum mampu untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan
keintiman.
Hal
ini
sesuai
dengan
teori
yang
diungkapkannya bahwa seseorang tidak akan mampu untuk mengembangkan keintiman sebelum mereka mencapai status identitas yang baik. Kegagalan untuk mencapai keintiman sering menghasilkan rasa takut untuk berkomitmen yang merupakan elemen penting dalam hubungan yang intim. Menurut Erikson (dalam Adams, 2005), individu yang mengalami kegagalan dalam memecahkan masalah dalam krisis perkembangan identitas akan memiliki
Universitas Sumatera Utara
status identitas diffusion. Kegagalan ini nantinya akan menghambat seseorang untuk mencapai tahap perkembangan psikososial yang berikutnya yaitu keintiman dengan keterasingan. Keempat status identitas yang ada akan mempunyai dampak yang berbeda terhadap keintiman. Hodgson (dalam Marcia, dkk., 1993) mengatakan bahwa pada wanita, keintiman berkembang sebelum identitas berkembang dengan jelas, bahkan pada area interpersonal. Kenyataannya sebagian besar dari wanita yang memiliki status identitas yang rendah memiliki kemampuan keintiman yang baik. Wanita pada umumnya lebih baik dalam keintiman daripada identitas. Erikson (dalam Marcia, dkk., 1993) menjelaskan bahwa wanita cenderung untuk mendefenisikan identitasnya melalui sejumlah pencarian yang selektif terhadap pasangan prianya. Sangat sulit bagi wanita untuk mencapai status identitas achievement tanpa menjalin sebuah hubungan dengan orang lain. Hodgson dan Fisher (dalam Adams, 2005) mengatakan bahwa pria mengembangkan identitas terlebih dahulu dari pada wanita. Alasan penundaan terbentuknya identitas pada wanita adalah dikarenakan wanita terlebih dahulu mengembangkan keintiman setelah itu mencapai identitas dirinya. Identitas merupakan faktor yang penting dalam perkembangan keintiman seorang pria, tetapi pada wanita hal ini tidak terjadi. Mahasiswa yang sukses dalam pembentukan identitas diri akan memiliki kemampuan keintiman yang lebih baik dari pada mahasiswa yang mengalami kegagalan dalam pembentukan identitas diri. Mahasiswa yang memiliki identitas achievement dan moratorium memiliki kemampuan keintiman yang lebih baik
Universitas Sumatera Utara
dari pada mahasiswa yang memiliki status identitas foreclosure dan
diffuse
(Kaplan, 2000). Gembeck & Patherick (2006) menyatakan bahwa mahasiswa yang mempunyai pencapaian identitas (achievement identity) bersikap lebih terbuka dalam suatu hubungan, dan dapat menjalin hubungan yang intim dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding status identitas yang lainnya.
F. Hipotesa Penelitian Peneliti membuat hipotesa bahwa terdapat perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki identitas achievement dan moratorium memiliki kemampuan keintiman dalam berpacaran yang lebih baik dari pada mahasiswa yang memiliki status identitas foreclosure dan diffuse.
Universitas Sumatera Utara