BAB II
PENUGASAN KETERAMPILAN MENGINTERPRETASI DAN MENGKONSTRUKSI GRAFIK PEMBELAJARAN KOOPERATIF KONSEP SISTEM REPRODUKSI MANUSIA.
A.
Metode Penugasan
Metode pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian di pertanggungjawabkan. (Sagala, 2007). Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan, metode penugasan merupakan cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar mengajar secara mandiri di luar jam pelajaran. (Hidayat, 2009:08). Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Djamarah & Zain (2006:85-67) yang mengemukakan bahwa tugas yang diberikan guru dapat dikerjakan dimana saja seperti di sekolah, rumah, kelas, perpustakaan, laboratorium, bengkel, dan lain – lain, sesuai dengan jenis tugas dan tujuan pembelajaran yang hendak di capai. Sehingga dengan kata lain penugasan tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR) (Djamarah & Zain 2006:85). Tugas yang diberikan kepada siswa dapat dikerjakan secara kelompok maupun individual. Pendekatan individual menurut Djamarah & Zain (2006:45-55) akan mengatasi permasalahan perbedaan setiap siswa sebagai individu yang berbeda satu sama lain dalam beberapa hal.
12
13
Sedangkan pendekatan kelompok pada suatu saat dibutuhkan dan digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik, mengingat bahwa siswa merupakan makhluk yang berkecendrungan untuk hidup bersama sehingga menciptakan interaksi guna menguasai konsep secara lebih bermakna. Menurut Sulastri (2001:08) dalam memberikan tugas, hendaknya guru memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Materi tugas (cangkupan dan urutan permasalahan yang akan dibahas) harus jelas sehingga dapat dipahami siswa.
2.
Menjelaskan tujuan yang hendak dicapai
3.
Memberikan Penjelasan tentang petunjuk cara pengerjaan, fasilitas yang diperlukan, sumber-sumber yang dibutuhkan dan dimana hal tersebut dapat diperoleh
4.
Tempat dan waktu pengumpulan tugas ditentukan dengan jelas.
5.
Memberikan dorongan terutama bagi siswa yang kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas.
6.
Tugas harus dikumpulkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban dan diberikan penilaian.
14
Menurut Djamarah & Zain (2006:86-87) ada tiga fase dalam pelaksanaan metode penugasan yaitu, sebagai berikut: a.
Fase pemberian tugas Tugas
yang
diberikan
kepada
siswa
hendaknya
mempertimbangkan: 1)
Tujuan yang akan dicapai
2)
Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
b.
3)
Sesuai dengan kemampuan siswa
4)
Ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.
5)
Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas.
Fase pelaksanaan tugas. 1)
Diberikan bimbingan pengawasan oleh guru.
2)
Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
3)
Diusahakan/ dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
4)
Dianjurkan agar siswa mencatat hasil – hasil yang diperoleh dengan baik dan sistematik.
c.
Fase mempertanggungjawabkan tugas. Hal yang harus dikerjakan pada fase ini: 1) Laporan
siswa
baik
lisan/tertulis
dikerjakannya. 2) Ada tanya jawab/ diskusi di kelas
dari
apa
yang
telah
15
3) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lain. Dalam fase mempertanggungjawabkan tugas siswa salah satunya menulis hasil kegiatan penugasan. Menurut Setiawan (Hidayat, 2009:09) metode penugasan memiliki kelebihan dan kekurangan diantaranya sebagai berikut: a.
Kelebihan Metode Penugasan 1.
Metode ini aplikasi prinsip pengajaran modern, prinsip atau disebut juga asas aktifitas dalam mengajar yaitu guru dalam mengajar harus memotivasi siswa agar melakukan berbagai aktifitas sehubungan dengan apa yang dipelajari.
2.
Tugas lebih mendorong siswa untuk belajar lebih banyak, baik pada waktu di kelas maupun di dalam kelas.
3.
Metode ini dapat mengembangkan kehadirian siswa yang diperlukan dalam kehidupannya kelak.
4.
Tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang akan dipelajari dari guru,
lebih memperdalam, atau memperluas pandangan
tentang apa yang dipelajari. 5.
Tugas dapat membiasakan siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan didiskusikan dengan teman-temannya.
6.
Metode ini membuat bersemangat dalam belajar karena kegiatankegiatan belajar dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak membosankan.
16
7.
Penugasan diharapkan dapat membawa efek instrksional apabila dilakukan siswa di dalam kelas, lebih-lebih lagi efek pengiring untuk tugas di dalam kelas maupun di luar kelas.
8.
Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
9.
Dapat mengembangkan kreatifitas siswa.
10. Dapat membangkitkan motovasi siswa. Djamarah & Zain (2006:87) menambahkan bahwa metode penugasan dapat mengembangkan kreativitas anak.
b.
Kekurangan Metode Penugasan 1.
Sulit mengontrol siswa, apakah benar siswa yang mengerjakan tugas ataukah orang lain
2.
Khusus apabila tugas yang diberikan bersifat kelompok, terkadang beberapa anggota kelompok lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.
3.
Sulit memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa
4.
Tugas diberikan terkadang monoton (tidak bervariasi).
5.
Pemberian tugas yang terlalu sering dan banyak, dapat menjadi beban dan keluhan siswa. Menurut Sagala (2007) ada beberapa cara untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan metode pemberian tugas ini, antara lain:
17
1.
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya jelas, sehingga mereka mengerti apa yang harus dikerjakan.
2.
Waktu untuk menyelesaikann tugas harus cukup.
3.
Adakanlah kontrol atau pengawasan yang sistematis atas tugas yang diberikan sehingga mendorong siswa untuk belajar sungguh-sungguh.
4. Tugas yang diberikan hendaklah mempertimbangkan: a.
Minat dan perhatian siswa.
b.
Mendorong siswa untuk mencari, mengalami dan menyampaikan.
c.
Tugas yang diberikan itu praktis dan ilmiah.
d.
Bahan pelajaran yang ditugaskan harus berasal dari hal-hal yang di kenal siswa.
B.
Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsepkonsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori IPA, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan Sosial. Adapun macam keterampilan proses sains yang perlu dikembangkan ialah: mengamati (observasi), mengelompokkan, menafsirkan, merencanakan, penyelidikan, berkomunikasi, mengajukan dugaan, menerapkan konsep atau prinsip, dan mengajukan pertanyaan. (Rustaman. et all, 1997) Keterampilan proses dasar meliputi, observasi (pengamatan), Klasifikasi (menggolongkan), komunikasi (komunikasi), Merencanakan percobaan atau
18
penyelidikan
(pengukuran),
interpretasi
(menyimpulkan),
prediksi
(meramalkan). Sedangkan keterampilan proses terpadu/integrasi (integrated skills) meliputi Mengenali variable, Membuat tabel data, Membuat grafik, Menggambarkan hubungan antar variabel, Mengumpulkan dan mengolah data, Menganalisis penelitian, Menyusun hipoteis, Mendefiniskan variabel, Merancang penelitian, dan Bereksperimen (Udip, 2011). Keterampilan proses sains dasar merupakan prasyarat untuk dapat memahami keterampilan proses terintegrasi, sedangkan keterampilan proses sains
intergrasi dapat dikatakan alat siap pakai jika ada seseorang
memecahkan masalah dalam sains (Nuraenah, 2001). Menginterpretasi dan mengkonstruksi merupakan salah satu bagian dari keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terintegrasi yang perlu dikembangkan. Beberapa
indikator
yang
perlu
dikembangkan
diantaranya
yaitu
Keterampilan menginterpretasi yaitu membuat kesimpulan dari data yang disajikan menggunakan grafik, Keterampilan mengkonstruksi grafik (membuat grafik) adalah kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi grafik membuat grafik garis, membuat grafik balok dan membuat grafik lingkaran (Udip, 2011) Untuk mengukur keterampilan siswa dalam menginterpretasi dan mengkonstruksi grafik, harus memenuhi persyaratan umum dan khusus pokok uji KPS. Adapun
persyaratan umum dalam pokok uji KPS
(Rustaman et al, 2003:194) adalah sebagai berikut:
19
1.
Pokok uji keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep (nonconsept burdon). Hal ini diupayakan agar pokok uji tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan konteks. Konsep yang terlibat harus diyakini oleh penyusun pokok uji sudah di pelajari siswa atau tidak asing bagi siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari).
2.
Pokok uji keterampilan proses mengandung sejumlah informasi yang harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi dalam pokok ujiketerampilan proses dapat berupa gambar, diagram, grafik, data tabel atau uraian, atau objek asli.
3.
Seperti pokok uji pada umumnya, aspek yang akan di ukur oleh pokok uji keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu aspek saja. Misalnya interpretasi atau mengkonstruksi grafik/membuat grafik.
4.
Sebaiknya ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek. Sedangkan
karakteristik
khusus
pokok
uji
keterampilan
menginterpretasi maupun mengkonstruksi grafik yang harus di penuhi. Pada keterampilan menginterpretasi yang harus di penuhi yaitu menyajikan sejumlah data untuk memperlihatkan pola yang kemudian dapat di tarik kesimpulannya. Data tersebut dapat bentuk gambar, tabel, grafik ataupun tulisan untuk kemudian diinterpretasikan oleh siswa (Rustaman, et al, 2003). Purwanto (2004: 119) menyatakan bahwa dengan mempelajari gambar, tabel, grafik atau peta
yang terdapat dalam buku, siswa
20
memperoleh pengertian yang lebih jelas dan seringkali lebih luas daripada membaca uraian-uraian yang panjang lebar. Sedangkan persyaratan khusus pada keterampilan mengkonstruksi grafik yaitu dalam menyajikan informasi dalam bentuk tabel, grafik, diagram, dan lain-lain diperlukan beberapa keterampilan pendukung seperti kemampuan untuk mengindentifikasi variabel, menggunakan simbol-simbol dan mengorganisasikan informasi data. (Widodo dalam Mulyadiana, 2000) Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi penguasaan keterampilan proses halnya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar siswa. Berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam- macam faktor. Faktor- faktor tersebut diantaranya: a.
Tahap perkembangan siswa, menurut Piaget (Budianingsih, 2005:36-37) proses belajar akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Dalam skripsi ini peneliti meneliti keterampilan siswa SMA sekitar umur 11/12 – 18 tahun dalam menginterpretasi dan mengkonstruksi grafik karena pada tahap perkembangan ini, anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan kemampuan berpikir “ kemungkinan” (Budianingsih, 2005:39). Dan pada tahap ini anak sudah mempunyai kemampuan menarik kesimpulan (menginterpretasi) dan mengembangkan hipotesa, yang berarti dapat juga menggambarkan atau mengubah data berbentuk tabel maupun uraian ke dalam bentuk grafik (mengkonstruksi grafik).
21
b.
Tingkat kecerdasan (intelegensi) ialah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu (Purwanto, 2004: 52).
c.
Minat anak yang bersangkutan, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan tersebut (Purwanto, 2004:56). Semakin besar minat anak maka semakin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasratnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik untuk mempelajari sesuatu (Purwanto,2004:103).
d.
Motivasi yang dimiliki tiap anak, motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan
(Hamalik, 2003). Menurut Hamalik (2003:161)
Besar kecilnya motivasi akan menentukan keberhasilan belajar siswa. Motivasi seseorang dapat bersal dari dirinya sendiri (faktor interinsik) dan motivasi yang berasal dari luar (faktor ekstrinsik), motivasi ekstrinsik bisa berasal dari orang tua atau gurunya dan teman – teman sebaya. Jika orang tua dan guru serta teman sebayanya memberikan motivasi yang baik bagi siswanya. Maka dalam diri anak tersebut akan timbul dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik (Purwanto, 2004:105) e.
Guru dan cara mengajar merupakan faktor yang paling penting. Purwanto (2004:103) menyatakan bahwa bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya
yang dimiliki oleh guru dan bagaiamana cara guru
mengajarkan pengetahuan kepada siswa turut menentukan bagaimana hasil belajar siswa yang dapat dicapai siswa.
22
f.
Dalam mengembangkan Keterampilan Proses peran guru terutama berkaitan dengan pengalaman mereka membantu siswa mengembangkan keterampilan proses sains (Rustaman, et al, 2003:98-99) mengungkapkan sedikitnya ada lima aspek yang perlu diperhatikan guru dalam berperan mengembangkan keterampilan proses yaitu: 1)
Memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan proses dalam melakukan ekstrapolasi materi dan fenomena. Pengalaman langsung tersebut memungkinkan siswa untuk menggunakan alat indranya dan mengumpulkan informasi atau bukti-bukti untuk kemudian ditindaklanjuti.
2)
Memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok – kelompok kecil dan juga diskusi kelas. Tugas – tugas dirancang agar siswa dapat mengeluarkan berbagai gagasan (urun-rembuk), menyimak teman baik, menjelaskan dan mempertahankan gagasan mereka sehingga mereka dituntut untuk berpikir reflektif tentang hal yang sudah dilakukannya,
menghubungkan
gagasan
dengan
bukti
dan
pertimbangan orang lain untuk memperkaya pendekatan yang mereka rencanakan. Berbicara dan menyimak dasar berpikir untuk bertindak. 3)
Mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari produk mereka untuk menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan mereka untuk membentuk gagasan mereka. Dengan kata lain aspek ketiga
menekankan:
membantu
perkembangan
keterampilan
bergantung pada pengetahuan bagaiman siswa menggunakanya.
23
4)
Mendorong siswa mengulas secara kritis tentang kegiatan yang telah mereka lakukan. Selama dan setelah menyelesaikan kegiatan mereka seyogyanya penyelidikan.
mendiskusikan Mereka
bagian-
juga
bagian
hendaknya
atau
keseluruhan
didorong
untuk
mempertimbangkan cara-cara alternatif untuk meningkatan kegiatan mereka. Hal ini memungkinkan mereka mengenali keterampilanketerampilan yang perlu ditingkatkan. 5)
Memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan khususnya keterampilan dalam observasi dan pengukuran misalnya, atau teknik-teknik yang perlu dikembangkan. Begitu pula dalam penggunaan
alat,
karena
mengetahui
bagaimana
cara
menggunakannya tidak sama menggunakannya. g.
Latihan dan ulangan, karena terlatih dan sering mengulang sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimilikinya menjadi makin dikuasi dan lebih
mendalam
(Purwanto,
2004:103).
Sebaliknya
tanpa
latihan
pengalaman-pengalaman yang di miliki dapat menjadi hilang atau berkurang. h.
Keadaan keluarga turut menentukan keberhasilan siswa. Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam- macam mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar itu di alami dan di capai oleh anak – anak (Purwanto, 2004: 104). Keadaan ekonomi keluarga, tentram tidaknya kehidupan keluarga, dan fasilitas yang tersedia dalam keluarga turut menentukan keberhasilan anak dalam belajar.
24
1.
Keterampilan Menginterpretasi Keterampilan menginterpretasi merupakan keterampilan proses sains dasar dan terintegrasi yang berperan penting dalam pengembangan keterampilan proses dari siswa. (Rustaman, et al, 2003). Keterampilan menginterpretasi termasuk salah satu komponen keterampilan proses sains yang diartikan sebagai keterampilan membuat suatu kesimpulan atau keterampilan menafsirkan hasil observasi dengan benar berdasarkan data dalam grafik. Menurut Semiawan (1999:171) keterampilan interpretasi diartikan sebagai “ kemampuan menemukan pola sebagai langkah untuk mencari hubungan dan menarik kesimpulan. Berdasarkan penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa, melatih siswa melakukan interpretasi berati membantu mereka secara leluasa untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil
observasi
yang
dilakukan
terhadap
suatu
objek,
kemudian
mengevaluasi kesimpulan yang di buatnya, sekaligus membantu untuk melakukan prediksi terhadap kejadian yang akan terjadi berdasarkan kejadian yang telah terjadi atau yang sedang berlangsung yang disajikan melalui grafik (Rustaman 1995: 4).
2.
Keterampilan Mengkonstruksi/Membuat Grafik Keterampilan mengkonstruksi merupakan salah satu keterampilan proses terintegrasi karena dalam proses pembuatanya memerlukan keterampilan tertentu yang sebelumnya harus dikuasai siswa, atau seseorang (siswa) tidak dapat membuat grafik dengan benar dan tepat apabila
25
keterampilan prasyarat tersebut belum dikuasainya. Keterampilan prasyarat yang di maksud adalah serangkaian langkah- langkah membuat grafik, mulai dari membuat sumbu (x dan y), menentukan variabel (variabel bebas dan terikat) dengan benar, membuat skala, menempatkan titik- titik dan garis yang sesuai, memberi keterangan pada simbol- simbol yang digunakan dalam grafik Subiyanto (dalam Samah, 2000:27). Oleh karena itu, siswa memerlukan latihan
untuk mampu mengubah data dalam bentuk tabel
menjadi grafik. Ada tiga prinsip menurut Sudjana (1991:49) yang harus diperhatikan dalam pembuatan grafik yaitu: 1). Grafik dibuat sederhana, dapat dibaca, mudah dipahami 2) Berisi perbandingan atau hubungan data, 3). Menunjukkan sejumlah informasi yang tepat. Selain itu juga yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan grafik agar mendapatkan grafik yang sebenarnya adalah (1). Judul; harus menggambarkan topik yang berlaku dan di ungkapkan dengan singkat, (2). Skala; untuk grafik garis dan batang penulisan skala perlu diperlihatkan pada sumbu horizontal dan vertikal tidak boleh terlalu padat atau besar-besar sehingga menghasilkan data yang dapat di interpretasi, (3). Keterangan setiap sumbu: keterangan untuk setiap skala pada sumbu horizontal dan vertikal harus menggunakan ungkapan yang jelas dan singkat. Berdasarkan jenisnya Kemp dan Dayton (Atikaningsih dalam Roslina, 1995)) membagi grafik ke dalam tiga jenis grafik yaitu grafik garis, grafik
26
batang, dan grafik lingkaran. Masing-masing jenis grafik memiliki karakteristik terntu a.
Grafik Garis Menurut Sudjana dan Rivai (1997: 40) grafik garis merupakan grafik
yang umum digunakan. Grafik garis paling tepat untuk melukiskan kecendrungan-kecendrungan atau menghubungkan dua kelompok data yang menggambarkan perkembangan sesuatu. Grafik garis bisa juga digunakan untuk menghubungkan waktu secara berurutan. Penggambaran data dan kuantitas dalam setiap waktu di hubungkan dengan sebuah garis dan kurva. Keuntungan dari penggunaan grafik garis adalah mendorong siswa berpikir dalam tingkat yang lebih tinggi dan memudahkan penyedian data. Penggunaan model grafik garis dalam proses belajar mengajar, dalam rangka melatih kemampuan berpikir siswa sangat menunjang untuk mengembangkan kemampuan keterampilan proses. Agar grafik garis dapat di baca dan dipahami dengan baik oleh pembaca, maka dalam pembuatanya harus jelas. Menurut Subiyanto (dalam samah, 2000) ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam membuat grafik, diantaranya a) Membuat dua sumbu (vertikal dan horizontal), selanjutnya variabel-variabel perlu dituliskan sepanjang sumbu yang benar (variabel bebas sepanjang sumbu horizontal dan variabel terikat sepanjang sumbu vertikal); b) Tiap sumbu dibagi menjadi skala yang sesuai; c) Angka-angka diletakkan pada tempat yang sesuai, dan selanjutnya dibuat titik-titik guna menghubungkan setiap variabel, serta memberi keterangan. Sebagai contoh
27
disajikan grafik garis lurus pada gambar 1, yang memperlihatkan perkembangan jumlah tawon tali dalam waktu beberapa minggu.
Ju mlah Tawon Tali (%)
100 80 Pertumbuhan Tawon
60 40 20 0 5
10
15
16
20
Waktu/minggu
Gambar 2.1 Grafik Pertambahan panjang rata-rata embrio manusia sampai usia 7 bulan kehamilan ( Sumber: Tim,1998 dalam Rosmani 2003) Dari grafik tersebut tampak bahwa, saat permulaan pertumbuhan peningkatan jumlah populasi terjadi dengan cepat. Namun samapai pada kondisi tertentu kurva menjadi datar yang menunjukkan tidak adanya lagi pertumbuhan. b.
Grafik Batang Sama halnya dengan grafik garis, grafik batang lazim dibuat dengan
menggunakan bentuk bangun batang sebagai gambaran kelompok data yang disusun
secara vertikal
maupun
horizontal
untuk
menggambarkan
perkembangan sesuatu. Dalam penyajiannya grafik ini sering di warnai guna menarik perhatian pembaca, skaligus memberikan gambaran adanya perbedaan arti pada masing-masing grafik batang. Menurut Sudjana (1992: 21). Grafik batang paling sederhana dibandingkan semua jenis grafik, karena mudah dipahami. Oleh karena itu grafik ini dapat digunakan dan sangat
28
mudah dibaca oleh usia sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP). Dalam membuat grafik batang, pada prinsipnya hampir sama dengan grafik garis, namun grafik batang di buat dalam bentuk batang yang mempunyai lebar batang sama, sedangkan tinggi batang menunjukkan kuantitas yang disajikan. Grafik batang digunakan untuk menghubungkan atau membandingkan data antara dua variabel atau lebih dalam satu titik waktu atau antara satu variabel atau lebih dalam beberapa titik waktu, baik horizontal maupun vertikal. Di bawah ini contoh grafik batang:
Gambar 2.2 Contoh Grafik Proporsi Wanita yang Melahirkan Anak Pertama Sebelum Usia 18 tahun di Negara Berkembang dan Negara Maju. (Sumber: http://www.guttmacher institute/newworld/life sexsual-and-women reproductive/.com.html).
29
Data grafik di atas terlihat bahwa
setiap tahun, kira-kira 14 juta
perempuan muda berumur 15-19 melahirkan. Melahirkan anak pada usia remaja di dunia berkembang adalah soal biasa, dimana proporsi yang telah melahirkan anak pertama sebelum umur 18 biasanya antara seperempat dan setengah. Sebaliknya, di dunia maju, dan disebagian kecil negara berkembang, kurang dari satu dalam 10 melahirkan anak pertama pada usia remaja. c.
Grafik Lingkaran Jenis grafik ini di buat dalam bentuk lingkaran yang digunakan untuk
membandingkan data dari berbagai kelompok. Grafik ini biasanya digunakan untuk memperlihatkan ditribusi/ penyebaran satu objek pengamatan dan sangat tepat untuk menggambarkan bagian-bagian terhadap keseluruhan ataupun menggambarkan suatu hubungan keadaan individual terhadap keseluruhan. Grafik lingkaran yang di bentuk dalam bangun lingkaran yang terbelah-belah ke dalam bagian-bagian tertentu untuk memperlihatkan
perbandingan
satu
bagian
dengan
bagian
lainya
(Mulyadana, 2000:34). Sedangkan Sudjana (1992: 35) Grafik lingkaran memperlihatkan irisan-irisan suatu bagian dalam sebuah lingkaran, dengan satu lingkaran yang dianggap sebagai seratus persen. Ada dua ciri umum dari grafik lingkaran (Sudjana & Rivai, 2001:4), yaitu: 1) Grafik lingkaran selalu menunjukkan jumlah atau keseluruhan jumlah. 2) Bagian– bagian atau segmennya dihitung dalam persentase atau bagian-bagian pecahan dari keseluruhan. Dalam penyajiannya grafik jenis ini dapat di buat satu dimensi
30
atau tiga dimensi. Contoh grafik pada gambar 3.1 mengenai presentase prevalensi jenis kanker di Indonesia tahun 2002,
Gambar 2.3 Contoh grafik lingkaran (http://www.kankerindonesia.com) Berdasarkan gambar grafik di atas terlihat bahwa prevalensi (penyebaran ) jenis kanker di indonesia pada tahun 2002 yang memiliki presentase terbesar sebanyak 60% adalah kanker hati, di susul karker serviks sbanyak 17 %, dan 11% kanker payudara, sedangkan penyebaran kanker terkecil , terdapat pada kanker kulit dan kanker nasofaring masing- masing sebesar 7 % dan 5%. Penggunaan grafik dapat melatih kemampuan berfikir dalam hal meramalkan suatu kejadian berdasarkan perbandingan antar data serta pertunbuha grafik, sekaligus melatih kemampun atau keterampilan proses pada siswa. Menurut Dickinson & Hook (Roslina, 1995:17) ada empat kegunaan grafik; Pertama, grafik dapat membangkitkan minat pembaca terhadap
materi-
materi
yang
disajikan;
Kedua,
grafik
dapat
mengklasifikasikan, menyederhanakan lebih banyak informasi, dari materi yang disajikan; Ketiga, grafik dapat membantu hal- hal yang di rujuk dalam buku teks atau penyajian; Keempat, grafik juga merupakan bagian statistik .
31
C. 1.
Model Pembelajaran Kooperatif Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. Menurut Johnson & Johnson (1975) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Sejalan dengan Slavin (2009) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga siswa lebih bergairah dalam belajar. Menurut Lie (2007) mengemukakan bahwa cooperative learning di sebut dengan pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia di kenal dengan nama pembelajaran kooperatif.
2.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerjasama dalam kelompokkelompok
sehingga
mengembangkan
memungkinkan
pengetahuan,
setiap
kemampuan,
siswa dan
dalam
kelompok
keterampilan
dengan
32
maksimal. Menurut Sharan (dalam Slavin, 2009), siswa yang melakukan pembelajaran kooperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena di dorong dan di dukung oleh rekan sebaya. Stahl (dalam Slavin, 2009) mengemukakan bahwa melalui cooperative learning siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial.
3.
Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a.
Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimek & Parker (dalam Isjoni, 2007:24) cooperative learning memiliki keunggulan yaitu: 1) saling ketergantungan yang positif, 2) adanya pengakuan dalam merespon perbedan individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas rileks dan menyenangkan, 5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru,
dan 6) memiliki banyak kesempatan untuk
mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
b. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Kelemahan
pembelajaran
kooperatif
menurut
Isjoni
(2007:25)
bersumber pada dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dari dalam, yaitu: 1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu; 2) agar
33
proses pembelajaran di kelas berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai; 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
4.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Menurut Bennet (dalam Isjoni, 2007: 41) ada lima unsur dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu: a. Positive Interdependence Positive Interdependence yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. b. Interaction Face to face Interaction Face to face yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok. d. Membutuhkan keluwesan, yatiu menciptakan
hubungan antar pribadi,
mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubugan kerja yang efektif.
34
e. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok). f. Menurut Nora (dalam Isjoni, 2007: 42) Sebagian orang berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah belajar kelompok, padahal di lihat dari sifatnya pembelajaran kooperatif dengan belajar kelompok berbeda, perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Table 2.1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Belajar Kelompok Cooperative Learning No Belajar Kelompok Kepemimpinan bersama 1. Satu pemimpin Saling ketergantungan 2. Tidak ada saling ketergantungan Keanggotaan homogen Keanggotaan heterogen 3. Mempelajari keterampilan kooperatif 4. Asumsi adanya keterampilan Tanggung jawab terhadap hasil social belajar oleh seluruh anggota 5. Tanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri Menekankan pada tugas dan Hanya menekankan pada tugas hubungan pembelajaran kooperatif 6. Di tunjang oleh guru 7. Diarahkan oleh guru Adanya beberapa hasil individu Satu hasil kerja kelompok 8. Evaluasi individual Adanya evaluasi kelompok 9.
Terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends dalam Aqib, 2007: 72). Keenam fase pembelajaran kooperatif di rangkum pada tabel berikut ini:
35
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Fase Kegiatan Guru Guru menyampaikan semua tujuan Fase 1 Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin di capai pada pelajaran dan memotivasi siswa tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa, baik Fase 2 Menyampaikan informasi dengan peragaan (demonstrasi) atau teks. Guru menjelaskan siswa bagaimana caranya Fase 3 Mengorganisasikan siswa membentuk kelompok belajar dan membantu ke dalam kelompok- setiap kelompok agar melakukan perubahan kelompok belajar yang efisien. Fase 4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar Membantu kerja pada saat mereka mengerjakan tugas. kelompok dalam belajar Guru mengetes materi pelajaran atau kelompok Fase 5 Mengetes materi menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka. Guru memberikan contoh cara menghargai, Fase 6 Memberikan baik upaya maupun hasil belajar individu dan penghargaan kelompok. (Sumber: Aqib, 2007:73)
5.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Dalam jigsaw ini setiap anggota dalam kelompok memiliki tugas untuk mempelajari materi tertentu (Lie, 2007)). Kemudian siswa-siswa dan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut didiskusikan agar dapat dipahami dan dikuasai oleh perwakilan kelompok tersebut. Setelah itu siswa kembali pada kelompok awalnya dan masing-masing anggota dalam kelompok menjelaskan pada teman satu kelompoknya
36
sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru. Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran di kelas. Model ini mengembangkan kesempatan kelompok agar lebih aktif dan gotong royong dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa (Lie, 2007:29).
a.
Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Tujuan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (Efi, 2007: 24), di antaranya adalah sebagai berikut: 1)
Menyajikan metode alternatif di samping ceramah dan membaca.
2)
Mengkreasikan kebergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima informasi di antara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan berfikir.
3)
Menyediakan kesempatan berlatih berbicara dan mendengarkan untuk melatih kognitif siswa dalam menerima dan menyampaikan informasi.
37
b.
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Menurut
Lie
(2007:69)
mengungkapkan
tahapan-tahapan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah pada Tabel 2.3 sebagai berikut: Tabel 2.3 Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Tahapan Kegiatan Keterangan Pertama Membentuk kelompok Guru membagi siswa dalam kelompok asal jigsaw/asal yang yang berjumlah 5-6 orang heterogen Kedua Membagikan Guru membagi pelajaran yang akan dibahas tugas/materi ke dalam 5-6 segmen. Siswa membagi tugas/materi yang berbeda pada tiap siswa dalam tiap kelompok Ketiga Membentuk kelompok Siswa dari masing-masing kelompok ahli jigsaw/asal bergabung dengan siswa lain yang memiliki segmen pelajaran yang sama Keempat Diskusi kelompok ahli Siswa berdiskusi dalam kelompok berdasarkan kesamaan materi masing- masing siswa Kelima Diskusi kelompok Siswa kembali ke kelompok asalnya masingjigsaw/asal masing dan bergiliran mengajarkan materi kepada anggota kelompoknya yang lain. Keenam Evaluasi tingkat Guru melakukan penilaian untuk mengukur penguasaan siswa hasil belajar siswa secara individu mengenai terhadap materi seluruh pembahasan
Berdasarkan tahapan-tahapan pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikemukakan oleh Aronson, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dalam kelompok asal mendapatkan bagian materi tertentu, kemudian siswa tersebut membentuk kelompok ahli dengan siswa dari kelompok asal lain yang mendapatkan bagian materi yang sama, untuk mempelajari dan menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan materinya.
Para siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal
masing-masing setelah mereka tuntas mempelajari dan menguasai materi
38
tersebut untuk mengajarkan dan berbagi pemahaman dengan anggota atau teman lainnya dalam kelompok asalnya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat digambarkan sebagai berikut:
Kelompok Kel. 1
Kel. 2
Kel. 3
Kel. 4
Kel. 5
Kel. 6
A1,B1,C1
A2,B2,C2
A3,B3,C3
A4,B4,C4
A5,B5,C5
A6,B6,C6
,D1,E1,F
,D2,E2,F
,D3,E3,F
,D4,E4,F
,D5,E5,F
,D6,E6,F
K.Ahli 1
K.Ahli 2
K.Ahli 3
K.Ahli 4
K.Ahli 5
K.Ahli 6
A1,A2,A
B1,B2,B3
C1,C2,C3
D1,D2,D
E1,E2,E3,
F1,F2,F3,
3,A4,A5,
,B4,B5,B
,C4,C5,C
3,D4,D5,
E4,E5,E6
F4,F5,F6
Kelompok Gambar 2.4 Kelompok dalam Model Pembelajaran Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, guru memiliki peranan yang penting, di antaranya (Efi, 2007: 23): 1)
Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas.
2)
Menempatkan siswa secara heterogen dalam kelompok-kelompok kecil (5-6 orang dalam setiap kelompoknya).
3)
Menyampaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa baik tugas individu maupun tugas kelompok dengan sejelas-jelasnya.
4)
Memantau berlangsungnya kerja kelompok-kelompok kecil yang telah di bentuk untuk mengetahui bahwasanya kegiatan berlangsung dengan
39
lancar. Dalam hal ini guru menyediakan kesempatan kepada siswa seluas-luasnya untuk memperoleh pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 5)
Mengevaluasi hasil belajar siswa melalui tes tertulis. Penilaian dilakukan terhadap proses dan hasil belajar siswa.
d.
Skema Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat
kegiatan yang aktif antara siswa dan guru selama proses belajar, yang digambarkan dalam Tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Skema Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw No. Kegiatan Guru Langkah Kegiatan Siswa 1. Menyiapkan materi Kajian materi Duduk dalam kelas 2. Membentuk kelompok Kelompok Berbagi tugas setiap anggota asal Asal mengkaji materi yang berbeda 3. Mengelompokkan siswa Diskusi Keluar dari kelompoknya berdasarkan tugas kajian kelompok menuju tim ahli materi/membentuk ahli kelompok ahli 4. Mebimbing diskusi Diskusi dengan kelompok lain kelompok ahli yang mendapat tugas sama 5. Mengelompokkan siswa Laporan Kembali ke kelompok asal, pada kelompok asal kelompok melakukan diskusi kelompok asal, asal dan berbagi pemahaman 6. Membimbing diskusi Presentasi Beberapa kelompok melakukan kelompok kelompok presentasi kelas 7. Memberikan kesempatan Siswa bertanya kepada guru pada siswa yang lain tentang materi yang belum untuk bertanya dipahami 8. Memberikan kuis Kuis Mengikuti kuis 9. Menghitung skor kuis/ PengharMenerima penghargaan memberikan gaan Penghargaan kelompok (Efi, 2007: 24)
40
a.
Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihankelebihan sebagi berikut (Azizah, 2006:34): Dapat mengembangkan hubungan antar pribadi posistif diantara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda
b.
1)
Menerapka bimbingan sesama teman
2)
Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi
3)
Memperbaiki kehadiran
4)
Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar
5)
Sikap apatis berkurang
6)
Pemahaman materi lebih mendalam
7)
Meningkatkan motivasi belajar
Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga memiliki beberapa kelemahan (Azizah, 2006:34), di antaranya yaitu: 1) Jika guru tidak meningkatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan kelompok akan macet. 2) Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi.
41
3) Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila ada penataan ruang belum terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi yang dapat juga menimbulkan gaduh.
C.
Sistem Reproduksi Manusia Konsep sistem reproduksi manusia merupakan salah satu materi yang haru
disampaikan
(Depdiknas,2006:456)
kepada konsep
siswa sistem
kelas
XI
reproduksi
SMA
Semester
manusia
2
meliputi
menstruasi, kehamilan dan kelahiran, peranan KB. Akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Menstruasi dan hormon yang berperan pada saat menstruasi. Kata menstruasi berasal menses (Latin), yang bermakna bulan, sedangkan menstruasi adalah meluruhnya lapisan pembuluh darah pada dinding uterus ketika wanita tidak mengalami kehamilan ( Kurnadi, 2002), rentang antara 1-5 hari. Setiap bulan wanita melepaskan satu sel telur dari salah satu ovariumnya. Bila sel telur ini tidak dibuahi maka akan terjadi pendarahan (menstruasi). Menstruasi terjadi sebulan sekali, dengan siklus menstruasi berlangsung kurang lebih 28 hari (20-35 hari), akan tetapi siklus menstruasi pada setiap wanita tidak selalu sama. Hal ini dipengaruhi banyak faktor seperti stress, gizi dan usia. Pada remaja contohnya, belum memiliki siklus menstruasi yang teratur. Dapat di lihat dari grafik berikut ini:
42
Gambar 2.5 Grafik Proporsi Lamanya Siklus Menstruasi Pada Wanita (Sumber:http://venuskingdom.blogspot.com/2009/05/menstruasi(Sumber:http://venuskingdom.blogspot.com/2009/05/menstruasi tamu-wanita wanita-yang-selalu.html ).
Saat wanita tidak tidak mampu lagi melepaskan ovum karena sudah habis terdeteksi, menstruasi menjadi tidak teratur, sampai kemudian terhenti sama sekali. Masa itu disebut menopause. Siklus menstruasi terdiri dari empat fase yaitu fase menstruasi, fase proliferasi, fase ovulasi, dan fase pasca ovulasi. Berikut penjelasan setiap fase yang terjadi: a.
Fase Menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak di buahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Hal ini dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi sekresi hormon estrogen dan progesteron sehingga kandungan hormon dalam darah menjadi tidak ada
b.
Fase Poliferasi/ Fase Folikuler ditandai dengan menurunnya hormon progesteron sehingga memacu memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan hormon FSH dan merancang folikel di ovarium serta dapat membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormon estrogen yang
43
merangsang keluarnya keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi FSH tetapi dapat memperbaiki endometrium yang robek. c.
Fase Ovulasi/Fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 ke 14 sesudah menstruasi. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
d.
Fase Pasca Ovulasi/Fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum yang mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albican yang berfungsi
untuk
menghambat
sekresi
hormon
estrogen
dan
progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya sekresi progesteron maka penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan dan robek. Setelah itu terjadilah fase pendarahan atau menstruasi.
Gambar 2.6 2. Grafik Keterkaitan rkaitan Antara Sekresi Hormon, Siklus Ovarium Dan Siklus Menstruasi (Sumber : http://venuskingdom.blogspot.com/2009/05/menstruasi http://venuskingdom.blogspot.com/2009/05/menstruasitamu-wanita-yang-selalu.html).
44
2. Kehamilan dan Kelahiran, serta Hormon yang berperan Menurut
Kurnadi
(2002)
Kehamilan
adalah
suatu
peristiwa
berkembangnya individu baru di dalam alat reproduksi wanita akibat bersenyawanya sperma dan ovum. Hasil fertilisasi ialah zigot, zigot akan membelah dan berkembang menjadi embrio yang kemudian mencapai uterus dalam waktu 3-7 hari untuk implantasi. Embrio akan mengalami pembelahan sel, akibat pembelahan sel ini terbentuklah dua bagian utama yaitu embrio yang sebenarnya nanti menjadi bayi dan membran ekstra embrio yang kan membentuk selaput amnion, plasenta, dan tali pusar. Selaput amnion menyekresikan cairan amnion untuk melindungi janin dari goncangan. Cairan amnion ini biasa disebut cairan ketuban. Plasenta merupakan jaringan kaya akan pembuluh darah dan memiliki multifungsi yaitu sebagai usus, paru-paru, dan ginjal bagi bayi dalam rahim. Plasenta menghubungkan dinding uterus dengan tali pusar pada tubuh janin. Setelah kurang lebih sembilan bulan usia kehamilan, plasenta mengalami penuaan dan sekresi hormon progesteron berkurang, tetapi sekresi hormon oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior meningkat dan akan merangsang kontraksi uterus sampai bayi dilahirkan. Hormon relaksin juga akan dihasilkan untuk melunakkan servik agar bayi mudah dilahirkan. Hormon prolaktin juga dihasilkan untuk sekresi ASI bagi bayi. Segera setelah bayi lahir, tali pusat di potong dan plasenta harus dikeluarkan dari rahim. .
45
40 Panjang (cm)
30 20 10 0 1
2
3
4
5
6 7 Bulan ke...
Gambar 2.7 Grafik Pertambahan panjang rata-rata embrio manusia sampai usia 7 bulan kehamilan ( Sumber: Tim,1998 dalam Rosmani 2003)
3. Peranan KB Dengan mengetahui mekanisme kerja hormon dan proses kehamilan, maka untuk mengatur kehamilan, prinsip diatas dapat diterapkan dalam metode kontrasepsi. Menurut Kurnadi (2002) alat kontrasepsi (kontra= melawan, konsepsi= pembuahan) yaitu suatu alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya pertemuan antara sperma dan ovum. Kontrasepi dapat melalui cara alamiah, kimiawi, maupun mekanis. a.
Cara Alamiah Cara alamiah dapat dengan berpuasa berhubungan, dengan cara ejakulasi di luar vagina, metode kalender, metode temperatur, metode mukus (pengeluaran lendir yang berlebihan pada vagina).
Grafik 2.8 Grafik Metode KB Alami (Sumber: http://www.medicastore/kontrasepsi/.com.html)
46
b.
Cara Kimiawi/ Hormonal Cara ini yaitu dengan memasukkan spermasida (berupa busa, jelly, tablet, cream, atau tissue) ke dalam punncak vagina yang akan menghalangi gerakan sperma dan sperma akhirnya terbunuh. Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan meminum pil, disuntik, dan memasang susuk. Ketiganya mengandung hormon estrogen dan progesteron yang akan melakukan feed back terhadap hormon GnRF, FSH, LH sehingga ovulasi dapat dihindari.
c.
Cara Mekanis Cara ini meliputi pemakaian kondom pada pria, kondom dapat menghalangi deposit sperma kedalam vagina. Pada wanita dapat di pakai suatu alat yang di sebut diapragma, berbentuk bulat kubah yang dapat menutup serviks sehingga menghalangi masuknya sperma. Cara lainnya adalah dengan memakai Intra Uerum Device (IUD). IUD adalah suatu benda tipis terbuat dari plastik atau metal, berbentuk T, Y, Spiral dan sebagainya, yang diletakkan dalam rongga rahim.