Jurnal EduBio Tropika, Volume 1, Nomor 2, Edisi Khusus, Desember 2013, hlm. 61-120
Azhari Guru SMA Negeri Unggul Sigli Korespondensi:
[email protected]
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA PADA KONSEP SISTEM REPRODUKSI MANUSIA ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan mengetahui Penerapan pembelajaran berbasis masalah terhadap peningkatan Penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa pada konsep sistem reproduksi manusia. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Sigli dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian the one group pre-test and pos-test. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester ganjil pada Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 120 orang. Sampel diambil siswa kelas XI-B yang berjumlah 30 orang. Analisis data dilakukan dengan uji t menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:(1) terdapat perbedaan penguasaan konsep siswa yang signifikan (P>0,05) dengan nilai thiting=17,74 > ttabel =2,045 antara sebelum dan sesudah pembelajaran berbasis masalah, (2) terdapat perbedaan skor keterampilan metakognitif siswa yang signifikan (P>0,05) dengan nilai thiting= 16,76 > ttabel =2,045 antara sebelum dan sesudah pembelajaran berbasis masalah. Dapat disimpulkan bahwa: (1) Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada konsep sistem reproduksi manusia, (2) Penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan metakognitif siswa pada konsep sistem reproduksi manusia. Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah, penguasaan konsep siswa, keterampilan metakognitif siswa, konsep reproduksi manusia
APPLICATION PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO IMPROVEMENT CONCEPTS MASTERY AND METACOGNITIVE SKILLS STUDENT ON THE CONCEPT OF HUMAN REPRODUCTIVE SYSTEM ABSTRACT: This study aims to determine the application of problem-based learning to the improvement of concepts mastery and metacognitive skills of students to the concept of the human reproductive system. This research was conducted at SMAN 2 Sigli by using quasi-experimental research design with the one group pre-test and post-test. The population in this study were all students of class XI semester in Academic year 2012/2013, amounting to 120 students. Samples were taken of students of class XI-B, amounting to 30 people. Data analysis was performed by t-test using SPSS 16.0 for Windows. The results showed that: (1) there are differences in students mastery of concepts significant (P > 0.05) with the value thiting = 17.74 > t table = 2.045 between before and after the problem based learning; (2) There are differences in students' metacognitive skills scores significant (P>0.05) with the value thinking = 16.76 > t table = 2.045 between before and after the problem based learning. It can be concluded that: (1) The application of problem-based learning can improve students' mastery of concepts in the concept of the human reproductive system, (2) application of problem-based learning can improve students' metacognitive skills on the concept of the human reproductive system. Keywords: problem based learning, concept mastery students, students metacognitive skills, concepts of human reproduction
PENDAHULUAN Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih di dominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafalkan. Kelas masih terfokus kepada guru sebagai sumber pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi mengajar (Depdiknas, 2003). Susan-
to (2002) mengemukakan bahwa belum adanya peningkatan mutu pendidikan Education Response Alliance (ERA) ada hubungannya dengan belum terpecahnya masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran IPA. Menurut Sutanto (2002) terdapat tiga permasalahan dalam pembelajaran IPA.
84
85
Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pertama, pendidikan sains masih berorientasi hanya pada produk pengetahuan, kurang berorientasi pada proses sains. Kedua, pengajaran sains hanya mencurahkan pengetahuan, dalam hal ini fakta, konsep, dan prinsip sains lebih banyak dicurahkan melalui ceramah, tanya jawab, atau diskusi tanpa didasarkan pada hasil kerja praktek. Ketiga, pengajaran sains berfokus pada menjawab pertanyaan, guru cenderung untuk menggunakan metode tanya-jawab, sementara jawaban yang “harus” di temukan adalah fakta, konsep, dan prinsip baku yang telah diajarkan guru atau tertulis dalam buku ajar. Seharusnya siswa menggali masalah sendiri dan menemukan jawaban atas masalahnya melalui pengamatan atau percobaan. Akinoglu & Tandagon (2006) mengemukakan bahwa yang diharapkan dari pendidikan adalah membentuk individu-individu untuk menjadi pemecah masalah yang efektif dalam kehidupannya. Tujuan pembelajaran berbasis masalah yaitu: membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah (Ibrahim dan Nur 2002) Dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah dibutuhkan Strategi berpikir. Menurut Quellmalz dalam Kuswara WS (2012) Kerangka kerja dari strategi berpikir dipetakan pada dua hal yaitu proses kognitif dan metakognitif. Peirce (2004) menekankan metakognisi harus dilatih untuk menjadi keterampilan yang akan menuntun siswa untuk belajar dan menemukan pengetahuan sendiri. Siswa yang memiliki tingkatan metakognisi tinggi akan menunjukkan keterampilan metakognisi yang baik, seperti merencanakan (planning) proses belajar, memonitor (monitorring) proses belajar, dan mengeveluasi (evaluation) kognisi yang dimilikinya. Dalam melatih metakognisi, guru dalam hal ini sebagai fasilitator pembelajaran, hendaknya memberdayakan metakognisi siswa melalui strategi-strategi metakognitif. Strategi metakognitif terindikasi dari prosesproses berurutan yang menempatkan komponenkomponen metakognisi sebagai bagian dari motivasi dan arahan guru terhadap siswa dalam setiap pembelajaran. Guru melatih keterampilan siswa dalam hal perencanaan dan pemantauan aktivitasaktivitas kognitif dan evaluasi terhadap hasil setiap aktivitas yang dilakukan. Metakognitif menjadi penting karena metakognitif adalah pengetahuan yang berasal dari proses kognitif diri sendiri beserta hasil-hasilnya. Karena itu, kemampuan metakognitif siswa dapat diberdayakan melalui strategi-strategi pembelajaran di sekolah. Salah satu strategi yang dapat dilaku-
kan yaitu dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah. Butler & Winn (1995) dalam Slavin, 2000), Presley (1990), menyatakan bahwa keterampilan berpikir dengan cara pemantauan diri dan keterampilan belajar adalah contoh-contoh keterampilan metakognitif. Howard (2004) menyatakan keterampilan metakognitif diyakini memegang peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk pemahaman, komunikasi, perhatian (attention), ingatan (memory), dan pemecahan masalah. Keterampilan metakognitif dapat dilatih melalui pembelajaran berbasis masalah. Dari hasil observasi awal yang dilakukan di SMA Negeri 2 Sigli Kabupaten Pidie, pembelajaran sistem reproduksi manusia diajarkan melalui metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Penilaian yang dilakukan guru masih berupa penilaian kognitif padahal selain kognitif guru juga dapat menilai keterampilan metakognitif siswa. Guru belum menerapkan pembelajaran berbasis masalah sehingga siswa hanya tahu tentang konsep sistem reproduksi pada manusia tetapi tidak memahami untuk apa sistem reproduksi manusia dipelajari dan bagaimana aplikasinya dalam kehidupan seharihari. Penerapan pembelajaran yang masih konvensional dan hanya menilai kognitif saja, menyebabkan tidak terlatihnya keterampilan metakognitif siswa, padahal keterampilan metakognitif memungkinkan siswa berkembang sebagai siswa mandiri, karena mereka menjadi menejer atas dirinya sendiri serta menjadi penilai atas pemikiran dan pembelajarannya sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuai peningkatan penguasaan konsep siswa dan peningkatan keterampilan metakognitif siswa dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah pada konsep sistem reproduksi manusia. METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian The One Group Pre-test and Post-test . Perbedaan antara test awal dan test akhir diasumsikan sebagai efek dari perlakuan. Data tentang penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa diperoleh pada saat sebelum dan sesudah pembelajaran. Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Desain Penelitian Kelompok Kelas Eksperimen
Test Awal
Perlakuan
Tes Akhir
0
X
0
Azhari
Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 2 Sigli yang berjumlah 120 orang siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI-B yang berjumlah 30 orang siswa. Sebelum kedua sampel ini ditetapkan, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi sebagai persyaratan penetapan sampel penelitian, yaitu uji homogenitas varian antar kelompok, dan setelah itu ditetapkan sebagai sampel penelitian. Analisis data dibantu dengan program SPSS 17.0 for windows dengan siginifikansi 95%. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah hasil belajar berupa, penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa. Data tersebut dikumpulkan selama proses penelitian berlangsung pada pembelajaran konsep sistem reproduksi manusia. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tahap berikut: 1)Tahap tes awal; 2) Tahap proses pembelajaran; dan 3) Tahap tes akhir. Data penguasaan konsep diperoleh dengan memberikan soal tes bentuk pilihan ganda dan keterampilan metakognitif siswa diukur dengan menggunakan lembar inventori keterampilan metakognitif diadopsi dari assessing metacognitive awareness (Schraw dan Dennison, 1994). Data tes awal dan tes akhir dihitung “gain” dengan cara mengurangi skor tes awal dan skor tes akhir. Data gain ternormalisasi (N-Gain) digunakan untuk membandingkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa antara sebelum dan sesudah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Kemampuan tersebut ditempuh dengan mengalisis skor tes awal dan tes akhir. Hasil keterampilan metakognitif kemudian dimasukkan kedalam rating skala keterampilan metakonitif yang diadaptasi dari Green, Robin (2000). Uji normalitas dan homogenitas dilakukan sebagai syarat untuk uji lanjut terhadap data hipotesis yng akan diuji. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test dan uji homogenitas menggunakan Levene’s Test. Pada taraf sig. P.> 0,05). Pengujian hipotesis digunakan uji t dengan kategori Independent Samples t-Test pada taraf signifikan 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Penguasaan konsep Data N-Gain penguasaan konsep diperoleh dari selisih nilai tes awal dan nilai tes akhir ternormalisasi yang diuji pada awal dan akhir pembelajaran PBM. Uji signifikansi peningkatan penguasaan konsep siswa dapat ditempuh dengan menguji rata-
rata nilai gain yang ternormelisasi (N-Gain). Deskripsi peningkatan N-Gain hasil belajar siswa konsep sistem reproduksi manusia dapat dilihat Tabel 2. Tabel 2. Deskripsi N-Gain Penguasaa Konsep Siswa Nilai Ratarata
Tes Awal Tes Akhir 39.5 73.6
Gain 34.1
N-Gain 57.0
Perbandingan perubahan nilai rerata penguasaan konsep antara tes awal dan tes akhir kegiatan pembelajaran berbasis masalah juga dapat diamati pada Gambar 1. 80 Rata-rata N-Gain Penguasaan Konsep Siswa
86
73.6
70 57.0
60 50 40
39.5
Tes awal 34.1
Tes akhir Gain
30
N-Gain
20 10 0
Rata-rata
Gambar 1. Data N-Gain Penguasaan Konsep Siswa SMAN 2 Sigli Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan bantuan Program SPSS 16.0, diperoleh hasil uji-t penguasaan konsep siswa sebelum pembelajaran berbasis masalah pada konsep sistem reproduksi manusia dan sesudah pembelajaran berbasis masalah diperolehi nilai thitung = 17,74 > ttabel = 2,045 dan nilai signifikansi 0.000 <0.05. Hal ini menunjukan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima artinya pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada sistem reproduksi manusia. Dari data N-Gain penguasaan konsep, dapat dilihat peningkatan penguasaan konsep siswa yang dikategorikan atas tinggi, sedang dan rendah. Data dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa siswa dengan penguasaan konsep rendah berjumlah 2 orang siswa atau 6.67%. Penguasaan konsep sedang berjumlah 21 orang siswa atau 70,00%. Sedangkan penguasaan konsep tinggi berjumlah 7 orang atau 23,33%. Peningkatan penguasaan konsep yang terjadi
87
Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
70
60 50
persentase
40
jumlah siswa 21
23
20 7
tinggi
Gambar 2. Data Rata-rata Kategori Penguasaan Konsep Siswa dalam penelitian ini dimungkinkan karena pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa dengan menyajikan suatu permasalahan, kemudian siswa diminta untuk mencari pemecahannya melalui serangkaian kegiatan dan investigasi berdasarkan teori, konsep, dan prinsip yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran ini guru bertindak sebagai fasilisator bukan sebagai pemberi informasi, siswa yang aktif membangun konsep-konsep yang baru melalui masalah yang harus dipecahkannya. Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk mengidentifikasi masalah, mengeksplorasi permasalah dengan memunculkan pertanyaan-pertanyan yang dibutuhkan untuk menjawab masalah, kemudian siswa menentukan apa yang akan dilakukan untuk memperoleh informasi dari pertanyaan-pertanyaan yang mereka munculkan. Dengan pembelajaran aktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget (Ibrahim,2004) yang mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, bahkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Keterampilan Metakognitif Siswa Data N-Gain keterampilam metakognitif siswa diperoleh dari selisih nilai awal dan nilai akhir ternormalisasi yang diuji pada awal dan akhir pembelajaran PBM. Deskripsi peningkatan N-Gain hasil belajar siswa konsep sistem reproduksi manusia dapat dilihat pada Tabel 3.
71.6 Tes awal
45.1
Tes akhir Gain N-Gain
Rata-rata
Gambar 3. Data N-Gain Keterampilan Metakognitif Siswa Hasil uji-t keterampilan metakognitif siswa sebelum pembelajaran berbasis masalah pada sistem reproduksi manusia dan sesudah pembelajaran berbasis masalah diperoleh nilai thitung = 16,76 > ttabel = 2,045 dan nilai signifikansi 0.000 < 0.05. Hal ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima artinya pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan metakognitif siswa pada konsep sistem reproduksi manusia. Nilai keterampilan metakognitif siswa yang diperoleh, kemudian dimasukkan dalam rating skala keterampilan metakognitif yang diadaptasi dari Green,Robin, (2002). Rating skala keterampilan metakognitif . Dari hasil nilai awal dan nilai akhir, diperoleh data persentase rating skala keterampilan metakognitif siswa. Untuk memperjelas persentase rating skala keterampilan metakognitif siswa berikut disajikan Gambar 4. 90 80 70 60 50 40 30 20 10
Pretes % Postes % 3
sedang
82.8
80
rendah
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20
0
10
2
68
7
37.7
10
10
30
Rata-rata N-Gain keterampilan metakognitif siswa
70
Berdasarkan Tabel 3. terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai N-Gain antara sebelum (awal) dan sesudah (akhir) pembelajaran PBM. Hal ini dapat diamati dari peningkatan pencapaian nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada nilai awal (37,7) dan nilai akhir (82,8). Untuk memperjelas perbedaan dari masing-masing perubahan nilai, berikut disajikan pada Gambar 3.
Persentase Rating Skala Keterampilan Metakognitif Siswa
Persentase Katagori Penguasaan Konsep Siswa
80
0
Tabel 3. Deskripsi N-Gain Keterampilan Metakognitif Siswa Nilai Rata-rata
Awal 37.7
Akhir 82.8
Gain 45.1
N-Gain 71.6
Gambar 4. Data Persentase Rating Skala Keterampilan Metakognitif
88
Azhari
Dari Gambar 4. menunjukkan bahwa pada awal PBM, keterampilan metakognitif siswa masih pada katagori Not yet (10%), artinya 10% siswa yang mengikuti awal PBM belum mengarah pada metakognisi. Siswa yang memperoleh kategori Risk (67,74%), artinya 67,74% siswa tidak mampu memisahkan apa yang dipikirkan dengan bagaimana ia berpikir. Siswa yang memperoleh kategori Development (20%), artinya 20% siswa dapat dibantu menuju kesadaran berpikir sendiri jika tergugah atau didukung. Hasil pada akhir PBM menunjukkan bahwa keterampilan metakognitif siswa kategori Development (10%), artinya 10% siswa dapat dibantu menuju kesadaran berpikir sendiri jika tergugah atau didukung. Siswa yang memperoleh kategari Ok (80%), artinya 80% siswa sadar akan proses berpikirnya sendiri dan dapat membedakan tahap-tahap input elaborasi dan output pikirannya sendiri. Terkadang mengguna-kan model ini untuk mengatur berpikir dan bela-jarnya sendiri. Siswa yang memperoleh kategori Super (3,33%), artinya 3,33% siswa mampu menggunakan keterampilan metakognitif secara teratur untuk mengatur proses berpikir dan belajarnya sendiri. Sadar akan banyak macam kemungkinan berpikir, mampu menggunakannya dengan lancar dan merefleksikan proses berpikirnya. Dari hasil penelitian terjadi peningkatan ratarata nilai keterampilan metakognitif dari nilai awal 37,7 menjadi 82,8 nilai akhir dengan penerapan pembelajaran PBM. Menurut Arensd (2007), PBM merupakan suatu strategi pembelajaran dalam hal ini peserta didik mengerjakan permasalahan otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat diberdayakan dengan memberdayakan keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif dapat dikembangkan malalui pembelajaran kooperatif, salah satu pembelajaran kooperatif tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Pada pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan keterampilan metakognitif karena pada pembelajaran kooperatif terjadi komunikasi, diantara anggota kelompok (Abdurrahman, 1999). Komunikasi diantara anggota kelompok terjadi dengan baik karena adanya keterampilan mental, aturan kelompok, upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan belajar yang harus dicapai atas dasar kesadaran kelompok, diantaranya kemampuan bekerja sama dan berpikir metakognitif serta berpikir kognitif.
Berdasarkan hasil rating skala keterampilan metakognitif dapat dijelaskan sebelum (awal) PBM tingkat keterampilan metakognitif siswa masih pada ketegori Not yet, Risk dan Developmen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keterampilan metakognitif siswa masih rendah. Rendahnya keterampilan metakognitif siswa ini disebabkan siswa belum terbiasa memecahkan masalah sehingga siswa tidak dapat mandiri. Setelah (akhir) PBM tingkat keterampilan metakognitif siswa menjadi kategori Development , OK dan bahkan ada yang termasuk kategori Super. Peningkatan keterampilan metakonitif menunjukkan bahwa pembelajaran metakognitif sangat penting bagi siswa. Jika siswa telah memiliki metakognisi, siswa akan terampil dalam strategi metakognitif. Siswa yang terampil dalam stategi metakognitif akan lebih cepat menjadi anak mandiri. Keterampilan metakognitif siswa dapat berkembang dengan baik bila dilatih setiap saat dengan memberikan masalah yang diselesaikan sendiri. Setiap siswa memiliki cara untuk memyelesaikan suatu masalah, tidak semua siswa yang memiliki penguasaan konsep tinggi dapat memperoleh keterampilan metakognitif Super, atau sebaliknya. Dari hasil penelitian menunjukkan siswa yang memiliki penguasaan konsep tinggi, memperoleh kategori keterampilan metakognitif Ok dan tidak ada yang kategori Super. Siswa yang penguasaan konsep sedang memiliki keterampilan metakognitif Development, Ok dan malah ada yng memiliki kategori Super. Siswa yang memiliki kemampuan penguasaan konsep rendah, memperoleh keterampilan metakognitif Ok. Penerapan PBM bagi siswa SMA Negeri 2 Sigli, dapat melatih siswa untuk membuat perencanaan strategi belajar, memonitor strategi dan perolehan hasil belajar, meregulasi strategi belajar dan pemikiran mereka, melakukan evaluasi dan refleksi terhadap apa yang telah mereka dapat, juga melatih untuk mengamati secara cermat atas masalah mereka. Semua komponen-komponen ini dapat mengarahkan sekaligus melatih dan mengembangkan keterampilan metakognitif serta menjadi siswa yang mandiri. Keterampilan metakognitif siswa SMA Negeri 2 tercermin dari karya kooperatif kelompok kerja dalam menyusun laporan penyelidikan dan pembahasan yang diperoleh dari LKS, saat mempresentasikan dan mendiskusikan temuan mereka di kelas, serta hasil awal dan akhir lembar inventtori keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif siswa dapat berkembang dengan baik bila dilatih setiap saat deng-
Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
an memberikan masalah yang diselesaikan sendiri. Setiap siswa memiliki cara untuk memyelesaikan suatu masalah, tidak semua siswa yang memiliki penguasaan konsep tinggi dapat memperoleh keterampilan metakognitif Super, atau sebaliknya. Dari hasil penelitian menunjukkan siswa yang memiliki penguasaan konsep tinggi, memperoleh kategori keterampilan metakognitif Ok dan tidak ada yang kategori Super. Siswa yang penguasaan konsep sedang memiliki keterampilan metakognitif Development, Ok dan malah ada yng memiliki kategori Super. Siswa yang memiliki kemampuan penguasaan konsep rendah, memperoleh keterampilan metakognitif Ok. Secara teoritis penguasaan konsep dapat meningkatkan keterampilan metekognitif siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara individual tidak semua siswa yang memiliki peningkatan penguasaan konsep akan meningkat pula keterampilan metakognitif. Hal ini terjadi berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti ada siswa yang memiliki kemampuan penguasaan konsep tinggi tetapi kurang dapat memecahkan masalah dan mempresentasikan hasil karena takut salah dan kurang percaya diri. Dari temuan ini menunjukkan siswa tersebut belum menjadi siswa yang mandiri dan masih terdapat interpensi guru dalam proses belajarnya. Siswa yang memiliki penguasaan konsep rendah mampu memecahkan masalah dan mempresentasikan hasil dengan baik, hal ini terjadi karena siswa tersebut memiliki kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi terhadap pembelajaran DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, M., 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Arends, R. I., 2007. Learning to Teach (Seventh Edition). New York: McGraw Hill Co.Inc. Akinoglu, O., & Tandagon, R. O., 2006. The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students Academic Achievent, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2007, 3(1), 71-81. Tersedia (On line) : Http://www.ejmdte.com. (05 januari 2013). Depdiknas. (2003 c). Kurukulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Daniel, M., (tanpa tahun): Menumbuhkembangkan Kesadaran dan Keterampilan Metakognisi Mahasiswa Jurusan Biologi Melalui Penerapan Strategi PBL dan Kooperatif GI, (on-
89
sehingga keterampilan metakognitif dapat berkembang dan tidak dibayang-bayangi interpensi guru. Siswa yang demikian telah memiliki strategi metakognitif, jadi guru melalui PBM telah mampu melatih dan mengembangkan keterampilan serta strategi metakognitif. Hal ini sejalan dengan (Hollingworth & McLouglin, 2001) mengemukakan bahwa siswa dapat belajar lebih aktif, bergairah, dan percaya diri selama proses pembelajaran, karena pengajar mampu mengembangkan strategi metakognitif. Kemampuan penguasaan konsep tidak sepenuhnya meningkatkan keterampilan metakognitif. Namun demikian bila dibandingkan antara penguasaan konsep pada saat tes awal dan tes akhir serta keterampilan metakognitif awal dan akhir PBM terjadi peningkatan nilai rata-rata penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan PBM dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan metakognitif siswa. SIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah PBM dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada konsep sistem reproduksi manusia di SMA Negeri 2 Sigli serta penerapan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat meningkatkan keterampilan metakognitif siswa pada konsep sistem reproduksi manusia di SMA Negeri 2 Sigli.
line) http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/ 2.%20Muhammad%20Danial%20UNM.pdf. Diakses 12 November 2012. Hollingworth, R. W. & McLoughlin, C., 2001. Developing Science Students Metacognitive Problem Solving Skills. Australian Journal of Education Tecnology, 17(1):50-55. Howard, J. B., 2004. Metacognitive Inquiry. School of Education Elon University, (Online), diakses 11 November 2012. Ibrahim, M. dan Nur, M. 2002. Pembelajaran berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA University Press. Kuswara, W.S., 2012, Taksonomi Kognitif Perkembangan Ragam Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Peirce, W., 2004. Metacognition: Study Strategies, Monitoring, and Motivation. A Greatly Expanded Text Version of a workshop Presented November 17, 2004, at Prince George’s
90
Azhari
Community College. (Online), Diakses, 5 Slavin, R. E., 1994. Education Psychology Theory Desember 2012. and Practical. Massachusetts: Allyn and Pressley, M., 1990. Metacognition in Literacy Bacon. Learning: Then, Now, and in the Future. Susanto, P., 2002. Keterampilan Dasar Mengajar Michigan State University, (Online), (http:// IPA Berbasis Konstruktivisme. Malang: juruwww.msularc.org/IsraelBlockChapter.pdf, san Pendidikan Biologi Universitas Negeri (diakses 13 Mei 2013). Malang. Schraw, G. & Dennison, R. S., 1994. Assessing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psycology 19 no 4. 460-475.