BAB II PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN PADA PROSES PERADILAN PIDANA
A. Proses Peradilan Pidana Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Ketika sebuah perkara sudah sampai di pengadilan negeri proses persidangannya adalah sebagai berikut: Penentuan hari sidang dilakukan oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara. 27 Kejaksaan bertanggungjawab untuk meyakinkan terdakwa berada di pengadilan pada saat persidangan akan dimulai. Maka kejaksaan wajib mengurus semua hal terkait dengan mengangkut terdakwa dari Lembaga Permasyarakatan (penjara) ke pengadilan, dan sebaliknya pada saat persidangan selesai. Di Pengadilan Negeri diadakan beberapa ruang tahanan khususnya untuk menahan tahanan sebelum dan sesudah perkaranya disidang. Surat dakwaan yang menyatakan tuntutan-tuntutan dari kejaksaan terhadap terdakwa dibaca oleh jaksa. Pada saat itu terdakwa didudukkan di bagian tengah ruang persidangan berhadapan dengan hakim. Kedua belah pihak, yaitu Penuntut Umum (jaksa) dan Penasehat Hukum (pengacara pembela) duduk berhadapan di sisi kanan dan kiri. Setelah dakwaan dibaca, barulah mulai tahap pemeriksaan saksi. Terdakwa berpindah dari posisinya di tengah ruangan dan duduk di sebelah penasehat hukumnya, jika memang dia mempunyai penasehat hukum. Jika tidak ada, dialah yang menduduki kursi penasehat hukum itu. 28 27
http://gokilbest.student.umm.ac.id/author/gokilbest/. Diakses tanggal 5 Januari 2011. Ibid
28
Penuntut Umum akan ditanyai oleh hakim, apakah ada saksi dan berapa saksi yang akan dipanggil dalam sidang hari itu. 29 Jika, misalnya ada tiga saksi yang akan dipanggil, mereka bertiga dipanggil oleh jaksa dan duduk di bangku atau kursi berhadapan dengan hakim; kursi yang sama tadi diduduki oleh terdakwa. Kemudian hakim akan menyampaikan beberapa pertanyaan kepada saksi masing masing. Yaitu adalah; nama, tempat kelahiran, umur, bangsa, agama, pekerjaan dan apakah mereka ada hubungan dengan si terdakwa. Kemudian si saksi sambil berdiri, bersumpah sekalian dengan kata pengantar sesuai dengan agamanya, kemudian kata-kata berikut: “Demi Tuhan saya bersumpah sebagai saksi saya akan menerangkan dalam perkara ini yang benar dan tidak lain daripada yang sebenarnya.” Sambil saksi bersumpah salah satu Panitera Pengganti akan mengangkat sebuah Al Quoran atau Kitab Suci lainnya sesuai dengan agama mereka, di atas kepalanya. Menarik juga bahwa orang Hindu diberikan dupa yang dipegang sambil bersumpah. Salah satu perbedaan terkait dengan hal ini adalah, semua saksi bersumpah pada saat bersamaan, sedangkan di Australia setiap saksi akan bersumpah justru sebelum dia akan memberikan keterangan. Setelah saksinya bersumpah, maka saksi pertama duduk di bangku di depan hakim, sedangkan yang lain disuruh untuk keluar dari ruang persidangan. Itulah saatnya pemeriksaan saksi dimulai oleh Ketua Hakim. Ini juga merupakan salah satu perbedaan besar di antara sistem persidangan di Australian dan RI. Di Australia peranan hakim dapat disebut pasif. Padahal hakim di persidangan di Australia agak jarang akan bertanya langsung
29
Ibid
kepada saksi. Sebaliknya di RI peranan hakim adalah sangat aktif. Dialah yang mulai dengan pertanyaannya terhadap saksi. Bolehlah dia berlanjut dengan proses interogasinya sehingga dia puas dan pertanyaanya habis-habisan. 30 Setelah hakim selesai dengan pertanyaannya dia memberikan kesempatan kepada jaksa untuk memeriksa saksi, disusul oleh penasehat hukum. Pada akhir pemberian keterangan dari saksi masing masing, si terdakwa akan diberikan kesempatan untuk menanggapi keterangan tersebut. Dalam perkara yang penulis saksikan, khususnya di Pengadilan Negeri Medan, Hakim akan menyimpulkan keterangan yang telah diberikan dengan mengatakan misalnya: “Kita semua telah mendengar saksi mengatakan bahwa pada tanggal 23 November kemarin dia membeli narkotika dari anda dalam bentuk dua ‘pocket’ ganja di rumah anda dan anda menerima uang sebanyak Rp 40,000. Bagaimana anda menganggap keterangan itu? Benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju?” Kemudian terdakwa diperbolehkan untuk menyampaikan tanggapannya terhadap keterangan tersebut. Setelah itu, saksi diminta untuk turun dari kursinya dan duduk di bagian umum di belakang. Proses ini berlanjut sehingga semua saksi dari kejaksaan telah memberikan keterangannya. Kemudian penasehat hukum juga diberi kesempatan untuk memanggil saksi yang mendukung atau membela terdakwa, dengan proses yang sama sebagaimana digambarkan di atas. Setelah semua saksi memberikan keterangan, tahap pemeriksaan saksi selesai dan perkara akan ditunda supaya jaksa dapat mempersiapkan tuntutannya. Tuntutan adalah sebuah rekomendasi dari jaksa mengenai sanksi yang dimintai dari hakim.
30
Ibid
“Setelah
itu
giliran
terdakwa
atau
penasehat
hukumnya
membacakan
pembelaanya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya mendapat giliran terakhir.” 31 Jika acara tersebut sudah selesai, ketua majelis menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup. Setelah itu para hakim harus mengambil keputusan. Keputusannya dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau hari lain, setelah dilakukan musyawarah terakhir diantara para hakim. Jika dalam musyawarah tersebut para hakim tidak dapat mencapai kesepakatan, keputusan dapat diambil dengan cara suara terbanyak. Oleh sebab itu selalu diharuskan jumlah hakim yang ganjil, yaitu tiga, lima ataupun tujuh hakim. Keputusan para hakim ada tiga alternatif: 1. Perkara terbukti, terdakwa dihukum 2. Perkara tidak terbukti, terdakwa dibebaskan 3. Perbuatan terbukti tetapi tidak perbuatan pidana, terdakwa dilepas dari segala tuntutan (Onslag). Berdasarkan teori pembuktian undang undang secara negatif, keputusan para hakim dalam suatu perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta dua dari lima alat bukti. Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Lima kategori alat bukti tersebut adalah:
31
Andi Hamzah Op. cit. hal. 282.
1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa Setelah memutuskan hal bersalah tidaknya, hakim harus menentukan soal sanksinya, berdasarkan tuntutan dari jaksa dan anggapannya sendiri terhadap terdakwa. Tergantung pendapatnya, hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih ringan ataupun lebih berat daripada tuntutan jaksa. “Hakim harus menilai semua fakta-fakta. Misalnya dalam perkara pencurian, perbuatannya mungkin terbukti, tetapi hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak melakukannya untuk berfoya-foya, melainkan untuk anaknya yang sakit. Kalau begitu, dapat dia ringankan tuntutan dari Jaksa, misalnya dari sepuluh bulan, menjadi delapan bulan. Lagi pula hakim dapat melebihi tuntutan dari jaksa...semuanya tergantung perbedaan persepsi.” 32 Demikianlah prosesnya hukum acara pidana secara garis besar sehingga terdakwa dibuktikan bersalah atau tidak bersalah. Jika memang ia terbukti bersalah, apalagi dijatuhkan hukuman penjara 33 maka ia akan dibawa ke Lembaga Permasyarakatan untuk menjalani hukumannya.
B. Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan pada Peradilan Pidana Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) secara umum dikaitkan dengan investigasi kriminal, meski demikian terdapat beberapa perusahaan swasta dan lembaga pemerintah yang sekarang menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) pada proses seleksi calon pekerja. Lie detector pada dasarnya adalah 32
Ibid. http://muhammad.student.umm.ac.id/2010/07/29/hukum-pidana-dan-sistem-peradilandi-indonesia/. Diakses tanggal 5 Januari 2011. 33
kombinasi alat-alat medis yang digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi dalam tubuh. Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) akan mencatat semua aktifitas tubuh seorang tersangka pada saat menjawab serangkaian pertanyaan yang di ajukan oleh penyidik. 34 Mekanisme alat pendeketsi kebohongan (lie detector) adalah dengan mencatat dan merekam seluruh respon tubuh seorang tersangka yang diberi pertanyaan. Secara sederhana, seseorang yang berbohong, ucapan yang dikeluarkannya akan menghasilkan reaksi psikologis di dalam tubuh yang akan mempengaruhi kerja organ tubuh seperti jantung dan kulit, melalui sensor yang dihubungkan pada bagian tubuh atau organ tersebut dapat diketahui grafik perubahan fungsi organ tersebut diantaranya adalah grafik pernapasan, grafik detak jantung, grafik tekanan darah dan grafik keringat. Pemeriksaan dengan lie detector umumnya mencapai dua jam dengan tingkat keakuratan hingga 90 % (persen). Satu paket alat pendeteksi kebohongan (lie detector) terdiri atas monitor, software dan alat sensor digital lainnya yang dihubungkan keseluruh tubuh untuk mengetahui perubahan psikologi seorang tersangka saat berbicara jujur atau bohong. Proses pengujian alat pendeteksi kebohongan (lie detector) anatra lain yaitu: 35 1. Seorang tersangka yang akan diuji dengan lie detector, duduk di bangku dan berada ruangan interogasi hanya ada dua orang, yaitu penguji (penyidik forensik) dan orang yang diuji (tersangka).
34
Rifki Media, Bagaimana Cara Kerja Lie detector, http://achtungpanzer.blogspot.com, Diakses tanggal 5 Januari 2011. 35 Ibid
2. Beberapa sensor yang terhubung dengan kabel-kabel pada lie detector dipasang di tubuh seorang yang akan diuji. Sensor-sensor tersebut antara lain yaitu: Sensor Respiratory Rate (Pneumograph) adalah perangkat untuk merekam kecepatan dan kekuatan gerakan dada yang berfungsi untuk mendeteksi ritme nafas, ditempelkan pada bagian dada dan perut, bekerja ketika ada kontraksi di otot dan udara didalam tabung. Manset Tekanan Darah (Blood Pressure Cuff), berfungsi untuk mendeteksi perubahan tekanan darah dan detak jantung, ditempelkan pada bagian lengan atas, bekerja seiring dengan suara yang muncul dari denyut jantung atau aliran darah. Galvanic Skin Resistance (GSR) adalah alat untuk mendeteksi keringat terutama di daerah tangan, ditempelkan pada jari-jari tangan, bekerja dengan mendeteksi seberapa banyak keringat yang keluar ketika dalam keadaan tertekan dan berbohong. Sensor ini berfungsi untuk mengukur kemampuan kulit yang menghantarkan listrik ketika kulit terhidrasi seperti keringat, dan semua data-data tercatat di dalam grafik. Penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) dilakukan kerena kurangnya
saksi-saksi
dan
keterangan
dari
tersangka,
penyidik
dapat
menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) sebagai altenatif, alasannya antara lain adalah: 1. Untuk menguji keterangan tersangka. 2. Untuk memberikan keyakinan kepada hakim pada proses persidangan.
Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) pertama kali digunakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) pada tahun 1994. Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) dipergunakan pada waktu proses pemeriksaan tersangka yang dilakukan oleh penyidik kepolisian pada kasus penggelapan pajak. Pada bulan Juli tahun 2008 pemeriksaan dengan menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) dilakukan terhadap tersangka Verry Idhan Henryansyah alias Ryan yang terkait dalam kasus pembunuhan. Ketidak konsistenan Ryan dalam memberikan keterangan-keterangan membuat polisi memutuskan untuk menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) kepada tersangka Ryan. Menurut penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal (DIRESKRIM) Polda Jawa Timur, penggunaan alat pendeteksi kebohongan terhadap tersangka Ryan diperlukan untuk memastikan penjelasan Ryan, mana yang benar dan yang salah. Tersangka Ryan mengaku bahwa dirinya adalah pelaku tunggal atas 11 (sebelas) korban pembunuhan berantai, tetapi pada pemeriksaan sebelumnya tersangka Ryan memberikan keterangan kepada penyidik bahwa Ryan dibantu oleh dua kenalannya pada saat menggali tanah tempat mengubur mayat yang dibunuhnya. Hal inilah yang membuat pihak penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal (DIRESKRIM) Polda Jawa Timur memutuskan untuk menggunakan alat pendeteksi kebohongan kepada tersangka Verry Idhan Henryansyah alias Ryan. 36 Penggunaan alat pendeteksi kebohongan oleh penyidik Kepolisian Daerah (POLDA) Jawa Timur kepada tersangka Ryan ialah untuk mencari bukti-bukti dan temuan-temuan yang baru. Pencarian bukti-bukti merupakan bagian yang 36
Adrian Dharma Wijaya, Penggunaan Mesin Detektor Kebohongan Di Kepolisian Indonesia, http://newsgroups.derkeiler.com, Diakses Tanggal 5 Januari 2011.
paling esensial untuk membuktikan atau menyatakan bahwa seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Pada hakikatnya pembuktian suatu perkara pidana telah di lakukan semenjak diketahuinya atau adanya suatu peristiwa hukum, dan pengunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) belum dapat dijadikan alat bukti di persidangan, karena alat pendeteksi kebohongan (lie detector) hanya sebagai alat pelengkap dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik.
C. Kendala yang Timbul dalam Penggunaan Alat Pendeteksi Kebohongan Lie detector adalah sebuah alat yang mengukur perubahan fisiologis tubuh pada saat menjawab ya atau tidak atas beberapa pertanyaan yang diajukan. Asumsinya, bahwa seseorang yang berbohong akan mengalami beberapa perubahan fisiologis, dan seseorang yang tidak berbohong tidak terjadi perubahan fisiologis. Menurut Yusti Probowati Rahayu, keakuratan dari penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) pada seorang tersangka/pelaku tindak tindak pidana sangat rentan kebenarannya karena hanya melihat detak jantung, denyut nadi, serta perubahan fisik dan hasil dari tes lie detector dapat dimanipulasi dengan cara membuat kondisi tegang bagi orang yang akan diujikan kebohongan. 37 Pada perkembangannya, alat pendeteksi kebohongan (lie detector) memiliki banyak kendala dalam penggunaannya. Persoalan yang kerap muncul saat penggunan lie detector adalah mengukur tingkat kegelisahan seseorang. Kebanyakan orang menjadi gelisah ketika menghadapi tes lie detector, alasannya
37
Yusti Probowati Rahayu, Lie detector Tidak Popular Dalam Penanganan Kasus Korupsi, www.hukumonline.com, Diakses Tanggal 5 Januari 2011.
dikarenakan seseorang yang dites dengan lie detector mengalami rasa takut yang tinggi ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dari penyidik. Keakuratan alat pendekteksi kebohongan (lie detector) ini telah menjadi perdebatan bagi para penegak hukum. Pada tahun 2003 National Academy of Sciences (NAS) menerbitkan sebuah laporan berjudul Polygraph dan Lie detector, yang menyatakan bahwa penggunaan alat pendeteksi kebohongan pada proses pemeriksaan tidak dapat dipercaya. Kajian-kajian ilmiah National Academy of Sciences menyimpulkan beberapa kendala dari alat pendeteksi kebohongan (lie detector) antara lain yaitu: 38 1. Pengujian alat pendeteksi kebohongan tidak dapat dilakukan berulang kali terhadap seorang tersangka/pelaku yang sama. 2. Kondisi seorang pelaku dengan tingkat kesadaran yang menurun dapat membuat alat pendeteksi kebohongan tidak mampu mendeteksi.secara efektif. Kendala lain yang timbul dari penggunaan alat pendeksi kebohongan ialah pada proses pengujiannya. Menurut Reza Indragiri terdapat 2 (dua) kendala pada proses pengujian alat pendeteksi kebohongan (lie detector) antara lain yaitu: 39 1. Face negatif ialah orang yang bersalah diuji dengan lie detector merasa takut dan gugup, sehingga pengujian tersebut dianggap gagal dan orang tersebut divonis berbohong.
38
David W Martin, Dikutip dalam, N.N, Ensiklopedia Bebas http://www.en.wikipedia. org. Diakses tanggal 5 Januari 2011. 39 Ridlwan Habib, Dosen yang Pelajari Alat Pendeteksi Kebohongan, http://jambi independent.co.id, Diakses Tanggal 5 Januari 2011.
2. Fece positif ialah orang yang bersalah diuji dengan lie detector tidak merasa takut dan gugup, sehingga pengujian tersebut dianggap berhasil dan orang tersebut divonis jujur. Proses pengujian alat pendeteksi kebohongan (lie detector) biasanya dipergunakan pada tindak pidana umum, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, dan pencurian, alasannya dikarenakan tidak ada saksi-saksi lain dalam proses pemeriksaan. Pada tindak pidana khusus, misalnya korupsi, pengujian alat pendeteksi kebohongan (lie detector) juga dapat dipergunakan oleh penyidik, namun pada praktiknya alat pendeteksi kebohongan (lie detector) jarang dipergunakan pada proses pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik, dikarenakan pada kasus tindak pidana korupsi bukti-buktinya sudah mencukupi sehingga penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) tidak diperlukan lagi oleh penyidik. 40 Pada tanggal 7 Nopember 2009 pemeriksaan dengan menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) dilakukan oleh penyidik Mabes Polri terhadap Ary Muladi, Ary Muladi merupakan salah satu saksi dari dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPN) non aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, pemeriksaan yang oleh penyidik Mabes Polri terhadap Ary Muladi yaitu terkait kasus dugaan penyuapan kedua pempinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPN) non aktif. Keterangan yang tidak konsisten dari Ary Muladi menbuat penyidik dari Mabes Polri memutuskan untuk menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector). Menurut penyidik Mabes Polri, penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) terhadap Ary Muladi dilakukan untuk 40
Nebby, Ary Muladi Nyatakan Lie detector Salah, http://www. primaironline.com, Diakses pada; Hari Senin, Tanggal 5 Januari 2011.
mencari bukti-bukti baru dan untuk memastikan penjelasan dari Ary Muladi benar atau salah karena pada pemeriksaan sebelumnya Ary Muladi memberikan keterangannya kepada penyidik Mabes Polri bahwa dirinya bertemu dan menyerahkan sejumlah uang kepada kedua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Bibik Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, namun pada pemeriksaan selanjutnya ary muladi memberikan keterangan bahwa dirinya tidak pernah bertemu dan tidak pernah menyerahkan sejumlah uang tersebut kepada kedua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Bibik Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Keterangan yang tidak konsisten tersebutlah yang membuat pihak penyidik dari Mabes Polri memutuskan untuk menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) kepada Ary Muladi. 41
41
Ibid