BAB II PENGATURAN MENGENAI HAK ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Children), merupakan sebuah perjanjian internasional yang dikenal dengan sebutan Deklarasi Hak Azasi Anak diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 10 Konvensi PBB tahun 1959 dan Konvensi PBB 1989, yang mengatur tentang prinsip-prinsip dasar perlindungan hak anak dimuka bumi. Dalam hukum internasional konvensi dikelompokkan sebagai salah satu sumber hukum internasional, selain : 1. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum ataupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh Negara-negara yang bersengketa. 2. Kebiasaan internasional (internasional custom), sebagai bukti daripada suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum 3. Prinsip-prinsip umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab (the general principles of law recognized of civilized nations). 4. Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana terkemuka dari berbagai Negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidahkaidah hukum.19 Merujuk kepada informasi UNICEF (United Nation childrens Fund), sebuah badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang khusus menangani persoalan anak di seluruh dunia, KHA merupakan sebuah konvensi PBB yang paling lengkap menguraikan dan mengakui instrumeninstrumen hak azasi manusia di dalam sejarah pertumbuhan organisasi bangsa-bangsa tersebut.
19
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional Buku I, Binacipta, Bandung, 1997, hlm.107
Di dalamnya diatur secara detail hak azasi anak dan tolak ukur yang harus dipakai pemerintah secara utuh dalam implementasi hak azasi anak di negara masing-masing. Dilahirkan dari system hukum dan nilai-nilai tradisional yang pluralis, KHA menjadi sebuah instrumen yang tidak begitu banyak dipersoalkan dan diperdebatkan oleh negara-negara anggota PBB. Ia mencerminkan hak dasar anak dimanapun di dunia ini: hak untuk hidup, berkembang, terlindungi dari pengaruh buruk, penyiksaan dan eksploitasi serta hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam lingkup keluarga, kehidupan budaya dan sosial. Melirik sejarah perkembangannya, masyarakat dunia sekarang ini nampaknya harus berhutang kepada Eglantynee Jebb, pendiri Save the Children Fund (sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang bekerja untuk perlindungan anak). Beliau, setelah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, merawat para pengungsi anak di Balkan, akibat Perang Dunia I, membuat sebuah rancangan Piagam Anak pada tahun 1923. Konvensi yang dimulai pada tahun 1923 oleh Eglantynee Jebb yang mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional untuk perlindungan anak ( Save the Children Fund). Rancangan piagam anak yang dibuatnya yaitu : “saya percaya bahwa kita harus menuntut hak-hak tertentu bagi anak-anak dan memperjuangkannya untuk mendapatkan pengakuan universal.”20 Dalam draft yang dikemukannya, Jebb mengembangkan 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak, yaitu :21 1. Anak harus dilindungi diluar dari segala pertimbangan mengenai ras, kebangsaan dan kepercayaan. 2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga. 3. Bagi
anak
harus
disediakan
sarana
yang
diperlukan
untuk
perkembangan secara normal, baik materil, moral dan spiritual. 20
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1572/3/hukum-edy.pdf.txt diakses Desember 2015 21 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak), USU Press, Medan, hlm.8
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus/diberi perumahan. 5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan atau pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan. 6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi. 7. Anak harus diasuh dan didik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian sesama umat. Dalam perjalanan sejarah perkembangan hak anak melahirkan konvensi-konvens internasional, yaitu :22 1. Tahun 1923, hak-hak anak disetujui oleh Save the Children Union. 2. Tahun 1924, hak yang disetujui oleh League of Nation (Liga BangsaBangsa) merupakan suatu upaya internasional sebagai hasil dari pengalaman dengan anak yang menderita karena perang dibeberapa Negara. 3. Tahun 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi Universal mengenai hak azasi manusia, hak anak secara implisit sudah termasuk didalamnya walaupun banyak yang beranggapan bahwa kebutuhan khusus anak perlu disusun dalam suatu dokumen secara terpisah 4. Tahun 1959 Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi kedua mengenai hak anak dan kelompok Hak Azasi Manusia PBB mulai mengerjakan konsep Konvensi Hak Anak. 5. Tahun 1962 melalui 2 konvenan internasional, yang pertama konvenan tentang hak-hak sipil dan politik dan konvenan yang kedua tentang hakhak ekonomi, sosial dan budaya, kedua perjanjian tersebut mengikat para Negara peratifikasi. Tahun 1976, Negara wajib peduli (respect) kepada hak azasi manusia yang dimiliki individu, deklarasi yang 22
Op.Cit.Mochtar Kusumaatmadja, hlm. 24
disebutkan terdahulu hanya himbauan moral dan etika karena jelas tidak mempunyai daya ikat secara hukum bagi tiap negara untuk menjalankannya. 6. Tahun 1979 ketika Negara Polandia mengajukan sebuah rancangan teks konvensi hak-hak anak, sepuluh butir dari deklarasi telah dipublikasikan secara meluas. 7. Tahun 1989 pada tanggal 20 November 1989, Konvensi Hak Anak dengan 54 Pasal telah disetujui oleh Majelis Umum PBB dan dinyatakan berlaku sejak saat itu dan Konvensi Hak Anak mempunyai kekuatan hukum bagi negara yang meratifikasinya. Konvensi Hak Anak (Convention of the Rights of the Child), disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 dan mulai berlaku pada 2 September 1990.23 Konvensi Hak Anak ini merupakan instrumen yang merumuskan prinsip-prinsip universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak, dan merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai hak azasi manusia. Konvensi Hak Anak merupakan hasil konsultasi dan pembicaraan Negara-negara, dan lembaga PBB dan lebih dari 50 organisasi internasional. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) anak di New York pada tahun 1990 dan konferensi sedunia tentang Hak Azasi Manusia di Wina tahun 1993 menyepakati Negara-negara peserta untuk melakukan ratifikasi terhadap Konvensi Hak Anak, dalam KTT anak tahun 1999 oleh 150 wakil dari pemerintahan termasuk 71 kepala Negara. KTT anak ini secara resmi telah menetapkan serangkaian sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2000 dalam rangka implementasi Konvensi Hak Anak. Dibandingkan dengan konvensi Hak Azasi Manusia, Konvensi Hak Anak dianggap sebagai perjanjian hak azasi manusia yang paling maju (progresif), terperinci yang pernah disepakati oleh Negara-negara peserta.
23
Konvensi Media Advokasi dan Penegakan Hak-hak Anak, Volume III Nomor 3 Tahun 1999, Lembaga Advokasi Anak Indonesia, Medan.
Dalam substansi atau materi konvensi hak anak dideskripsikan secara rinci dan lengkap apa yang menjadi hak-hak anak. Negara anggota mempunyai kewajiban membuat laporan (country report) kepada UNICEF yang dilaksanakan setelah 2 (dua) tahun Negara yang bersangkutan meratifikasi Konvensi Hak Anak, laporan rutin setelah hal itu dalam periode 5 tahun sekali. Ada sepuluh prinsip tentang hak anak menurut deklarasi tersebut : 24 Prinsip 1 :
Setiap anak harus menikmati semua hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa terkecuali, tanpa perbedaan dan tanpa diskriminasi.
Prinsip 2 :
Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan kesempatan atau fasilitas oleh hukum atau oleh peralatan lain, sehingga mampu berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual dan sosial dalam cara yang sehat dan normal.
Prinsip 3 :
Setiap anak sejak dilahirkan harus memiliki nama dan identitas kebangsaan.
Prinsip 4 :
Setiap anak harus menikmati manfaat dan jaminan sosial.
Prinsip 5 :
Setiap Anak baik secara fisik, mental dan sosial mengalami kecacatan harus diberikan perlakuan khusus, pendidikan dan pemeliharaan sesuai dengan kondisinya.
Prinsip 6 :
Setiap anak bagi perkembangan pribadinya secara penuh dan seimbang memerlukan kasih sayang dan pengertian.
Prinsip 7 :
Setiap anak harus menerima pendidikan secara cuma-cuma atas dasar wajib belajar.
Prinsip 8 :
Setiap anak dalam situasi apapun harus menerima perlindungan dan bantuan yang pertama.
24
Abu Huraerah, Child Abuse (Kekerasan Terhadap Anak), Bandung, 2007, hlm.32
Prinsip 9 :
Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk ketelantaran, tindakan kekerasan dan eksploitasi.
Prinsip 10 :
Setiap anak harus dilindungi dari setiap praktek diskriminasi berdasarkan rasial, agama dan bentuk-bentuk lainnya.
Didalam
pembukaan
(preambule)
Konvensi
Hak
Anak
dikemukakan latar belakang dan landasan strategis filosofis hak-hak anak yang menegaskan bahwa anak-anak dengan kondisi mereka yang rentan, sangat membutuhkan pengasuhan dan perlindungan khusus. Berdasarkan materi hukum yang menyangkut didalam Konvensi Hak Anak, dapat dikualifikasikan beberapa isi konvensi : 1. Penegasan Hak Anak ; 2. Perlindungan anak oleh Negara ; 3. Peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap anak-anak. Konvensi Hak Anak melingkupi segenap hak yang secara tradisional melekat atau dimiliki anak sebagai manusia dan hak sebagai anak yang memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus. Konvensi hak anak terdiri dari 54 (lima puluh empat) Pasal yang berdasar pada materi hukum yang mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh Negara perserta yang meratifikasinya.
B. Hak-hak Anak Menurut Konvensi Hak Anak Konvensi Hak Anak (Protokol Tahun 2000) Perhatian dunia terhadap nasib anak, sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun 1924, ketika anak-anak yang dijadikan budak atau anak dari budak-budak yang mempunyai nasib yang sangat buruk. Oleh karena itu, pada tahun 1924 Liga Bangsa-Bangsa (LBB) telah mengesahkan Deklarasi Hak Azasi Anak yang diusahakan oleh International Union for the Save the Children.
Dalam tahun yang sama lahir Declaration of Human Rights yang meyakinkan bahwa : “semua orang dilahirkan bebas dan sama dalam keluhuran diri dan hak-hak”. Diterima dalam 7 butir pokok deklarasi 1924 pengakuan bahwa manusia berhutang budi kepada anak-anak untuk sesuatu yang terbaik yang dapat diberikan kepada mereka serta menerima bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab dalam memenuhi kewajibannya secara terhormat.25 Berkaitan dengan perkembangan perlndungan hak-hak azasi manusia. Hak-hak anak menjadi perhatian dan diakui bahwa hak-hak anak merupakan Hak Azasi Manusia (HAM). Konvensi hak-hak anak (Declaration on the Rights of Child) yang dideklarasikan dalam sidang umum PBB 26 Januari 1990 yang menetapkan bahwa : “Semua anak tanpa pengecualian ataupun memiliki hak yang tercantum dalam deklarasi, tanpa perbedaan atau diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bangsa, agama, paham politik lainnya, asal kebangsaan atau asal sosial, kekayaan, kelahiran dan status dari dirinya sendiri atau dari keluarganya." Konvensi hak anak terdiri dari 54 (lima puluh empat) Pasal yang berdasarkan materi hukumnya mengenai hak-hak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh Negara peserta yang meratifikasi Konvensi Hak Anak. Materi hukum hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak tersebut dapaat dikelompokkan dalam 4 (empat) katergori hak-hak anak,yaitu : 1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak untuk memperoleh standat kesehatan yang tertinggi dan perawatan sebaik-baiknya.
25
Mukadimah Konvensi Hak-Hak Anak
2. Hak terhadap perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak, anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang telah mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi. 3. Hak untuk tumbuh kembang (development right), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan fisik anak. 4. Hak anak untuk berpartisipasi (participation right) yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hak yang mempengaruhi anak. Konvensi hak-hak anak ini memiliki cara pandang yang berbeda dibandingkan dengan instrument-instrumen sebelumnya. Perbedaan itu terutama terlihat dari caranya melihat dan memperlakukan anak bukan semata-mata sebagai pihak yang ditempatkan secara paradoksal dengan orang dewasa. Melainkan ia diperlakukan sebagai suatu insan yang “penuh” dengan segala hak-hak yang secara inheren melekat pada diri anak sebagai makhluk manusia.26 Konvensi Hak Anak secara garis besar dibagi menjadi empat bagian, yaitu : 1. Mukadimah, yang berisi berbagai pemikiran dan keprihatinan yang mendasari diadopsinya Konvensi Hak Anak oleh Majelis Umum PBB. 2. Pasal-Pasal yang mengatur hak-hak anak (Pasal 1 – 14). 3. Pasal-Pasal yang mengatur mekanisme pemantauan dan pelaksanaan konvensi (Pasal 42-54) 4. Pasal-Pasal yang mengatur soal pemberlakuan konvensi (Pasal 46-54). Ketentuan hukum yang mengatur mengenai keterlibatan anak dalam konflik bersenjata hanya terdapat dalam satu Pasal saja dalam konvensi hak anak, yaitu Pasal 38 yang memuat berbagai kewajiban negara untuk tidak 26
Bagir Manan, Peradilan Anak di Indonesia, Bandung, Mandar Mju, 1997, hlm.86
merekrut anak dibawah usia 15 tahun dan memberikan perlindungan bagi anak yang terkena dampak konflik bersenjata. Pasal ini tidak memberikan pengaturan yang baru dalam hal ketertiban anak dalam konflik bersenjata. Konvensi Hak Anak 1989 dilengkapi dengan Optional Protocal on the Involvementin Armed Conflict to the Convention on the Right of the Child atau disebut dengan Protokol Tambahan tahun 2000, yang ditandatangani pada tanggal 25 Mei 2000. Protokol ini berisi 13 Pasal, dan sesuai dengan namanya, Protokol ini khusus berlaku bagi anak-anak yang terlibat dalam konflik bersenjata. Protokol ini juga melengkapi dan menjelaskan norma yang mengatur tentang keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Diantara ketiga belas Pasal yang terlebih penting untuk dibicarakan adalah Pasal 1,2,3,4 dan 6. Pasal-Pasal tersebut mengatur tentang kewajiban negara untuk memastikan bahwa anak-anak yang berusia 18 tahun tidak terlibat secara langsung dalam suatu permusuhan. Protokol ini juga meletakkan kewajiban kepada Negara peserta untuk tidak merekrut secara wajib orang-orang yang belum mencapai usia 18 tahun ke dalam angkatan bersenjata mereka. Ketentuan ini merupakan perbaikan dari Konvensi Hak Anak 1989 yang menyatakan bahwa batas usia minimum anak untuk dapat direkrut adalah 15 tahun.27 Didorong oleh dukungan yang sangat besar atas Konvensi Hak Anak, yang menunjukkan komitmen yang tingi untuk usaha untuk melindungi hak anak dan menimbang untuk memperkuat implementasi hakhak yang diakui dalam Konvensi Hak Anak maka ada usaha untuk melindungi anak dari keterlibatan konflik bersenjata dan kemungkinan direkrut kedalam angkatan bersenjata dalam peperangan maka disusunlah Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Tentang keterlibatan anak-anak dalam konflik bersenjata.
27
Loc.Cit Journal Unair
C. Pengaturan Mengenai Status Anak Dalam Konflik Bersenjata Pemanfaatan anak dalam suatu konflik bersenjata dapat meliputi perekrutan anak sebagai tentara anak dan partisipasi anak dalam permusuhan. Rekrutmen termasuk segala cara (baik formal maupun de facto) yang mana seorang menjadi anggota angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata, tercakup didalamnya mobilisasi (wajib militer), rekrutmen secara suka rela maupun rekrutmen dengan paksaan. Status anak yang terlibat dalam konflik bersenjata digolongkan sebagai anak yang berada dalam situasi darurat. Kata-kata partisipasi dijelaskan dalam Statuta International Criminal Court (ICC) sebagai using (menggunakan) dan parcipate (partisipasi) mencakup kedua partisipasi langsung dalam permusuhan dan juga partisipasi aktif dalam kegiatan militer yang berhubungan dengan pertempuran, seperti menjadi penunjuk jalan/pemandu, melakukan sabotasi (sabotage) dan penggunaan anak-anak sebagai umpan/pengalih perhatian, kurir atau di pos militer. Yang tidak termasuk dalam partisipasi adalah aktivitas yang secara jelas tidak berhubungan dengan permusuhan, seperti mengantar makanan ke markas atau penggunaan anak untuk pekerjaan domestic. Pengaturan mengenai keterlibatan anak dalam konflik bersenjata diatur dalam berbagai konvensi internasional, baik dalam lingkup hukum humaniter sendiri, seperti Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II tahun 1977 maupun dalam lingkup hukum internasional yang lain, seperti Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahannya, Statuta ICC dan juga Konvensi ILO.28 Sebagai salah satu sumber hukum utama, Protokol Tambahan I memuat beberapa ketentuan tentang keterlibatan anak secara langsung dalam suatu konflik bersenjata. Pasal 77 Ayat (2) meletakkan kewajiban bagi negara peserta agar tidak mengikutsertakan anak-anak yang belum 28
Ibid
mencapai usia 15 tahun untuk ikut ambil bagian secara langsung dalam permusuhan. Dalam melatih anak-anak yang telah mencapai usia 15 tahun tetapi yang belum mencapai usia 18 tahun, maka para pihak harus berusaha memberikan pengutamaan kepada yang lebih tua. Dalam hal suatu pengecualian, anak-anak yang belum mencapai usia 15 tahun harus ikut terlibat secara langsung dalam permusuhan, maka apabila anak-anak ini kemudian jatuh ke pihak lawan, mereka harus mendapatkan manfaat dari perlindungan istimewa yang diberikan oleh Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa, baik mereka mejadi tawanan perang atau tidak. Bagi anak-anak yang ikut serta dalam permusuhan tetapi tidak mendapatkan status khusus, mereka harus dalam segala keadaan, berdasarkan Pasal 45 Ayat (3) Protokol ini, diberikan perlindungan secara umum seperti diatur dalam Pasal 75. Dalam Pasal 6 protokol tambahan tahun 2000 mengatur tentang kewajiban negara peserta untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Protokol ini dilaksanakan secara efektif dan mempunyai kekuatan mengikat di bawah yurisdiksinya. Negara juga diwajibkan untuk memberikan semua bantuan yang tepat untuk pemulihan fisik dan psikologis serta penyatuan kembali kehidupan sosial anak-anak yang telah direkrut dan terlibat dalam permusuhan.