BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESI A. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Menurut hukum positif indonesia, masalah anak dibawah umur yang mengenai apabila mereka melakukan perbuatan melawan hukum tersebut, tidak begitu tegas diatur; apa yang seharusnya diperlakukan bagi mereka, dan bagaimana sistem penahanan dan sistem penyidikan yang diberikan kepada mereka juga belum ada diatur dalam hukum.18 Di Indonesia, penyelenggaraan proses hukum dan peradilan bagi pelanggaran hukum oleh anak sudah bukan lagi hal baru. Tetapi karena sampai saat ini belum ada perangkat peraturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan peradilan anak secara menyeluruh, mulai dari penangkapan, penahanan, penyidikan, dan pemeriksaan di persidangan, sampai dengan sanksi yang diberikan serta eksekusinya, maka sampai saat ini pelaksanaannya masih banyak merujuk pada beberapa aturan khusus mengenai kasus pelanggaran hukum oleh anak dalam KUHP dan KUHAP, serta pada Undang-Undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak). Selain itu, pelaksanaan proses peradilan bagi anak juga harus mengacu pada Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi ke dalam Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 (Konvensi Hak Anak), dimana sedikit banyak telah diakomodir dalam UU Pengadilan Anak.
18 Farid Wajdi, Perlindungan Anak di Indonesia Dilema dan Solusinya, Penerbit P.T. Sofmedia, Medan, 2012, hal.6
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan dilakukan semenjak tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan sampai pada pelaksanaan putusan pengadilan tersebut. Selama proses peradilan tersebut , maka hak-hak anak wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku dan oleh sebab itu harus dilakukan secara konsekuen oleh pihak-pihak terkait dengan penyelesaian masalah anak nakal tersebut. Perlindungan dalam proses penyidikan kepada anak terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah sebagai bentuk perhatian dan perlakuan khusus untuk melindungi kepentingan anak. Perhatian dan perlakuan khusus tersebut berupa perlindungan hukum agar anak tidak menjadi korban dari penerapan hukum yang salah yang dapat menyebabkan penderitaan mental, fisik dan sosialnya. Kekuasaan Penyidikan adalah tahap yang paling menentukan dalam operasionalisasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu tersebut dalam rangka tercapainya tujuan dari Penegakan Hukum Pidana, karena pada tahap penyidikanlah dapat diketahui adanya tersangka suatu peristiwa kejahatan atau tindak pidana serta menentukan tersangka pelaku kejahatan atau tindak pidana tersebut sebelum pelaku kejahatan tersebut pada akhirnya dituntut dandiadili di pengadilan serta diberi sanksi pidana yang sesuai dengan perbuatannya. Tanpa melalui proses atau tahapan penyidikan maka secara otomatis, tahapan-tahapan selanjutnya dalam proses peradilan pidana yaitu tahapan penuntutan, pemeriksaan di muka pengadilan dan tahap pelaksanaan putusan pidana tidak dapat dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
Penyidikan itu sendiri, berarti serangkaian tindakan penyidik, dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, sedangkan ”bukti”, dalam ketentuan tersebut di atas adalah meliputi alat bukti yang sah dan benda sitaan/barang bukti. Di Indonesia, masalah kewenangan dan ketentuan mengenai ”Penyidikan” diatur di dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana yang menjadi dasar hukum pidana formil di Indonesia. Ketentuan mengenai aparat yang berwenang untuk melakukan penyidikan, selain diatur di dalam KUHAP, juga diatur di dalam Peraturan Perundang-undangan lain di luar KUHAP.19 Tindakan yang dapat dilakukan penyidik adalah penangkapan, penahanan, mengadakan
pemeriksaan
ditempat
kejadian,
melakukan
penggeledahan,
pemeriksaan tersangka dan interogasi, membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyitaan, penyimpanan perkara, melimpahan perkara. Penyidikan yang diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak harus dipandang sebagaimana layaknya status dan fungsi seorang penyidik menurut KUHAP. Penyidikan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan oleh penyidik anak yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat yang ditunjuknya.
19 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Cet.5, Sinar Grafika Jakarta, 2006, hal.118.
Universitas Sumatera Utara
Penyidikan merupakan kompensasi penyidik, termasuk menghentikannya (Pasal 109 ayat 2 KUHAP). Alasan pemberian wewenang penghentian penyidikan ada dua yaitu ; 1. Untuk menegakan prinsip penegakan hokum yang cepat, tepat, dan biaya ringan, sekaligus untuk tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan masyarakat. Jika penidik berkesimpulan bahwa hasil penyelidikan dan penyidikan tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut tersangka ke pengadilan,
penyidik
secara
rmenyatakan
penghentianpemeriksaan
penyidikan, agar dengan demikian segera tercipta kepastian hokum, baik bagi penyidik sendiri, terutama kepada tersangka dan masyarakat; 2. Supaya penyidik terhindar dari kemungkinan tuntutan ganti kerugian, jika perkaranya diteruskan ternyata tidak cukup bukti atau alasan untuk menuntut atau menghukum, dengan sendirinya member hak kepada tersangka/terdakwa untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan Pasal 95 KUHAP. Dalam praktik, alasan penghentian penyidikan adalah : 1. Delik yang terjadi merupakan delik aduan yang dapat dilakukan pencabutan; perbuatan yang terjadi bukan merupakan perbuatan pidana; 2. Anak masih sekolah dan masih dapat dibina orang tuanya, sehingga anak tersebut dikembalikan kembali kepada orang tuanya dan kasusnya tidak akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan. Penghentian penyidikan juga dilakukan apabila ada perdamaian antara pihak anak nakal dengan korban.Hal ini merupakan penyimpangan, karena
Universitas Sumatera Utara
perdamaian tidak dikenal dalam perkara pidana.Seyogyanya penghentian penyidikan dilakukan atas pertimbangan kepentingan anak, terlepas dari ada perdamaian atau tidak.Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut masih kurang lengkap, maka penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara kepada penyidik, disertai petunjuk untuk dilengkapi. Setelah penyidik menerima berkas perkara tersebut, penyidik wajib melakukan penyidikan tambahan dan dalam tempo 14 hari setelah pengembalian berkas perkara dari penuntut umum, penyidik sudah menyiapkan pemeriksaan penyidikan tambahan ( disempurnakan) dan diserahkan lagi kepada penuntut umum ( Pasal 110 ayat 1 KUHAP ) Penyidikan dianggap selesai dan lengkap, apabila telah ada pemberitahuan dari penuntut umum yang menyatakan bahwa berkas perkara telah lengkap atau apabila tanggapan waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penuntut umum tidak menyampaikan pernyataan apa-apa dan tidak pula mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik. Terhitung sejak tenggang waktu tersebut, dengan sendirinya menurut hukum penyerahan berkas perkara sudah sah dan sempurna, beralih kepada penuntut umum tanpa memerlukan proses lagi. Terjadi penyerahan tanggung jawab hukum atas seluruh perkara yang bersangkutan dari penyidik kepada penuntut umum.Peralihan tanggung jawab yuridis atas berkas perkara, tanggung jawab hukum atas tersangka dan tanggung jawab hukum atas segala barang bukti atau benda yang disita.Secara garis besarnya tugas-tugas penyidikan terdiri dari tugas menjalankan operasi lapangan dan tugas administrasi hukum. Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
Hukum acara Pidana terdapat tugas-tugas penyidik yang berhubungan dengan tugas yang meliputi :` a) Penangkapan Tindakan penangkapan diatur dalam Pasal 16 sampai 19 KUHAP. Menurut Pasal 16 untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Sesuai dengan Pasal 18 KUHAP perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup dengan menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali tertangkap tangan. Perlindungan hak-hak anak tersangka pelaku tindak pidana di atur juga dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UndangUndang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, Polisi memperhatikan hak-hak anak dengan melakukan tindakan perlindungan terhadap anak, seperti:20 1. Perlakukan anak dengan asas praduga tak bersalah. 2. Perlakuan anak dengan arif, santun dan bijaksana, dan tidak seperti terhadap pelaku tindak pidana dewasa. 3. Saat melakukan penangkapan segera memberitahukan orang tua dan walinya. 4. Anak tertangkap tangan segera memberitahukan orang tua atau walinya.
20
Marlina, Op. Cit, hal. 86
Universitas Sumatera Utara
5. Wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, Polisi atau masyarakat berdasarkan pada asas kewajiban. 6. Penangkapan terhadap anak yang diduga sebagai tersangka bukan karena tertangkap tangan, merupakan kontak atau tahap pertama pertemuan antara anak dengan Polisi. Pelaksana tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara RI, dengan memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat– surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka. Menyatakan alasan
penangkapan,
dan
uraian
singkat
perkara
kejahatan
yang
dipersangkakan,serta mengemukakan tempat tersangka diperiksa (Pasal 18 KUHAP). Pengertian penangkapan menurut KUHAP Pasal 1 butir (20) : “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”. Ketentuan hukum acara pidana yang menjadi sorotan essential dari proses penyidikan adalah penangkapan terhadap pelaku tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, dimana tugas penangkapan berbatasan dengan ketentuan hukum yang menegakkan hak-hak asasi anak yang mendapatkan tuntutan keadilan hukum terhadap aparat penegak hukum dan pemerintah (lembaga polisi). Ketentuan terhadap dasar perlindungan anak harus dapat menonjolkan bentuk-bentuk
Universitas Sumatera Utara
tindakan dan upaya rasional dan berdimensi rasa keadilan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Penangkapan anak nakal sama seperti penangkapan terhadap orang dewasa yang dilakukan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu pada Pasal 19 dan penangkapan tersebut dilakukan guna kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1 ( satu ) hari.Wewenang penangkapan dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum harus pula memperhatikan asas hukum pidana yaitu :Presumsion Of Innocence ( Asas Praduga Tak Bersalah). Dalam melakukan penangkapan diperhatikan hak-hak anak sebagai tersangka, seperti hak mendapat bantuan hukum pada setiap tigkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 54 KUHAP). KUHAP tidak mengatur secara tegas bukti cukup atau tidak.Hal ini tidak mencerminkan perlindungan hukum terhadap anak, karena itu perlu diatur secara tegas dalam KUHAP yang berlaku secara khusus untuk anak. Kedudukan anak dalam proses pemeriksaan penyidikan terdapat nuansa yang menimbulkan hak-hak anak secara khusus yang dapat mengesampingkan upaya paksa dan tindakan paksa dari proses penyidikan. Kontak awal antara anak dan polisi harus dihindarkan dalam suasana kekerasan fisik dan psikis sehingga dalam proses penyidikan terdapat hak-hak anak yang meliputi : 1. Terhadap keluarga anak sebagai tersangka wajib diberitahukan terlebih dahulu baik melalui surat maupun lisan sebelum proses penangkapan dilakukan
Universitas Sumatera Utara
2. Penangkapan terhadap anak tidak dibolehkan dengan menggunakan alat atau senjata upaya paksa atau wewenang paksa 3. Tersangka anak haru segera mendapat bantuan hukum secara wajib dan cuma-cuma (dalam penangkapan penyidik penuntut umum harus mengikutsertakan seorang pengacara yang kelak akan menjadi penasehat hukum anak tersebut) 4. Tersangka anak atau orang belum dewasa harus segera mendapatkan proses pemeriksaan 5. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian sebagai akibat dari kesalahan.21 b) Penahanan Setelah tindakan penangkapan, dapat dilakukan tindakan penahanan. Menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP : “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undangundang ini”. Berdasarkan wewenang tersebut maka setiap instansi penegak hukum memiliki wewenang untuk melakukan penahanan. Penahanan oleh penyidik anak atau penuntut umum anak atau hakim anak dengan penetapan, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP, menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Karena ada istilah “dapat” ditahan, berarti penahanan anak tidak selalu harus dilakukan, sehingga dalam hal ini penyidik diharap betul-betul mempertimbangkan apabila melakukan penahanan anak.Menurut Pasal 21 ayat (1) KUHAP, alasan penahanan adalah 21 Thelma Selly M kadja,Perlindungan Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan, Jurnal HukumYurisprudensia, Jakarta, No.2 Mei 2000, hal.184-185
Universitas Sumatera Utara
karena ada kehawatiran melarikan diri, agar tidak merusak atau menghilangkan barang bukti, agar tidak mengulangi tindak pidana.Menurut hukum acara pidana, menghilangkan kemerdekaan seseorang tidak merupakan keharusan, tetapi untuk mencari kebenaran bahwa seseorang melanggar hukum, kemerdekaan seseorang itu dibatasi dengan melakukan penangkapan dan penahanan. Penahanan Anak harus memperhatikan kepentingan yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, maupun sosial anak serta mempertimbangkan kepentingan masyarakat misalnya dengan ditahannya anak akan membuat masyarakat aman dan tentram.22 B. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan dengan hukum agar Anak dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta memberi kesempatan kepada Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Namun, dalam pelaksanaannya Anak diposisikan sebagai objek dan perlakuan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan anak. Selain itu, UndangUndang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum. 22 http://aminhamid09.wordpress.com/2012/11/15/perlindungan-hukum-terhadap-anakpada-tahap-penyidikan, Diakses Selasa, 8 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian perlu adanya perubahan paradigma dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum, antara lain didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah, dan lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan anak serta memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum.23 Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan,bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian dari serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah tersesat dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungan yang kurang sehat dan merugikan perkembangan peribadinya. Menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku Anak Nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya dapat mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah Anak Nakal, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak tersebut. Disamping pertimbangan tersebut diatas demi pertumbuhan dan perkembangan mental anak, perlu ditentukan perbedaan perlakuan didalam hukum acara dan ancaman pidananya . Dalam hubungan ini, pengaturan dan pengecualian dan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang 23 .Penjelasan, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, hal. 50-51
Universitas Sumatera Utara
Hukum Acara Pidana, yang lama pelaksanaan penahanannya ditentukan sesuai dengan kepentingan anak dan pembedaan ancaman pidana bagi anak ditentukan olek Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang penjatuhan pidananya ditentukan ½ ( satu perdua) dari maksimum ancaman pidana mati dan pidana penjara seumur hidup tidak diberlakukan terhadap anak. Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-Undang ini ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 ( delapan) tahun sampai 12 ( dua belas) tahun hanya dikenakan tindakan, seperti dikembalikan kepada orang tuanya, ditempatkan pada organisasi sosial atau diserahkan kepada negara, sedangkan terhadap anak yang mencapai umur diatas 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak. Penyelesaian perkara Anak Nakal, hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil kemasyarakatan yang dihimpun oleh pembimbing kemasyarakatan mengenai data pribadi maupun keluarga dari anak yang bersangkutan. Dengan adanya hasil laporan tersebut, diharapkan Hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan.24 Sebelum kita membahas tentang proses pemidanaan terhadap anak lebih lanjut, kita akan ketahui terlebih dahulu kategori anak yang melakukan tindak
24
Penjelasan, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, hal. 26-27
Universitas Sumatera Utara
pidana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 pasal 1 angka 2 yang berbunyi : 1.
Anak yang melakukan tindak pidana.
2.
Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal pemidanaan anak ada batasan usia minimal dan maksimal anak tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana. Batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh anak itu. Dan mengenai batasan umur anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam pasal 4, yaitu : 1.
Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang pengadilan anak
adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 2.
Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana di
maksud dalam ayat (1) dan di ajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi di ajukan ke sidang anak. Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, anak di bawah umur yang melakukan kejahatan yang memang layak untuk diproses adalah anak yang telah
Universitas Sumatera Utara
berusia 8 tahun dan diproses secara khusus yang berbeda dengan penegakan hukum terhadap orang dewasa. Tetapi pada prakteknya penegakan hukum kepada anak nakal terkadang mengabaikan batas usia anak. Contohnya pada kasus Raju yang di sidang di Pengadilan Negeri Stabat Langkat, saat itu dia baru berusia 7 tahun 8 bulan. Namun
dalam
perkembangannya
Mahkamah
Konstitusi
melalui
Keputusannya Nomor 1/PUU-VIII/2010 (LNRI Tahun 2012 No. 153) menyatakan frase 8 tahun dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 bertentangan dengan UUD 1945 serta menilai untuk melindungi hak konstitusional anak, perlu menetapkan batas umur bagi anak yaitu batas minimal usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum adalah 12 (dua belas) tahun karena secara relatif sudah memiliki kecerdasan, emosional, mental dan intelektual yang stabil.25 Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan. pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 yang mengatur tentang pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal, yaitu: 1. Pidana Pokok merupakan pidana utama yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal. Beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu: a. Pidana penjara; b. Pidana kurungan; c. Pidana denda, atau; 25 Maulana Hassan Wadong. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm.24.
Universitas Sumatera Utara
d. Pidana pengawasan, 2. Pidana Tambahan adalah pidana yang dapat dijatuhkan sebagai tambahan dari pidana pokok yang diterimanya. Selain pidana pokok maka terhadap anak nakal dapat pula dijatuhkan pidana tambahan, berupa : a. Perampasan barang-barang tertentu, dan/atau; b. Pembayaran ganti rugi. Tindakan pada dasarnya merupakan suatu perbuatan yang bertujuan untuk membina dan memberikan pengajaran kepada anak nakal. Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal berdasarkan Pasal 24 UU Pengadilan Anak adalah : 1. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; 2.Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja, atau; 3.Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. Mekanisme penjatuhan pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan ataupun tindakan, dapat dilihat sebagai berikut : 1.Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak diatur sebagai berikut: a. Pidana penjara yang dijatuhkan paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa;
Universitas Sumatera Utara
b. Apabila melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun; c. Apabila anak tersebut belum mencapai 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, maka hanya dapat dijatuhkan tindakan berupa menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; d. Apabila anak tersebut belum mencapai 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana penjara seumur hidup maka dijatuhkan salah satu tindakan. 2.Pasal 27 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dijelaskan bahwa pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana, paling lama haruslah ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa. 3. Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak juga mengatur mengenai penjatuhan pidana denda bagi anak di mana pidana yang dijatuhkan paling banyak ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa dan apabila pidana denda tidak mampu dibayar oleh anak tersebut maka diganti dengan wajib latihan kerja. Mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan bagi anak diatur melalui peraturan pemerintah. Pidana pengawasan bagi anak berdasarkan ketentuan :
Universitas Sumatera Utara
1.Tenggang waktu pidana pengwasan pada anak ialah paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun; 2. Pengawasan terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari hari di rumah anak tersebut dilakukan oleh jaksa; sedangkan pemberian bimbingan dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. Undang-undang Pengadilan Anak (Undang-undang No. 3 Tahun 1997) dalam pasal-pasalnya menganut beberapa asas, yang membedakannya dengan sidang pidana untuk orang dewasa. Adapun asas-asas itu sebagai berikut:26 a. Pembatasan umur (Pasal 1 butir 1 jo. Pasal 4 ayat 1) Adapun orang yang dapat disidangkan dalam acara Pengadilan Anak ditentukan secara liminatif, yaitu minimum berumur 8 tahun dan maksimum berumur 18 tahun. b. Ruanglingkup masalah dibatasi (Pasal 1 ayat 2) Masalah yang dapat diperiksa dalam sidang Pengadilan Anak hanyalah terbatas menyangkut perkara Anak Nakal. c.Ditangani pejabat khusus (Pasal 1 ayat 5, 6 dan 7) Undang-undang No. 3 Tahun 1997 menentukan perkara Anak Nakal harus ditangani oleh pejabat-pejabat khusus, seperti: 1)Di tingkat penyidikan oleh penyidik anak 2) Di tingkat penuntut umum anak 3) Di pengadilan oleh hakim anak, hakim banding anak dan hakim kasasi anak
26 http://raisyaprillya.blogspot.com/2013/05/pemidanaan-anak.html, Diakses Selasa, 8 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
d. Peran pembimbing kemasyarakatan (Pasal 1 ayat 11) Undang-undang Pengadilan Anak mengakui peranan dari: 1)
Pembimbing kemasyarakatan
2)
Pekerja sosial, dan
3)
Pekerja sosial sukarela
e.Suasana pemeriksaan kekeluargaan (Pasal 42 ayat 1) Pemeriksaan perkara di pengadilan dilakukan dalam suasana kekeluargaan.Oleh karena itu hakim, penuntut umum dan penasihat hukum tidak memakai toga. f.Keharusan splitsing (Pasal 7) Anak tidak boleh diadili bersama dengan orang dewasa baik yang berstatus sipil atau militer. Kalau terjadi anak melakukan tindak pidana bersama dengan orang dewasa, maka si anak diadili dalam sidang pengdilan anak, sementara orang dewasa diadili dalam sidang biasa, atau apabila ia berstatus militer di peradilan militer. g.Acara pemeriksaan tertutup (Pasal 8 ayat 1) Acara pemeriksaan di sidang pengadilan anak dilakukan secara tertutup.Ini demi kepentingan si anak sendiri.Akan tetapi putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. h. Diperiksa hakim tunggal (Pasal 11, 14 dan 18) Hakim yang memeriksa perkara anak, baik ditingkat Pengadilan Negeri, banding atau kasasi dilakukan dengan hakim tunggal. i.Masa penahanan lebih singkat (Pasal 44 sampai dengan 49)
Universitas Sumatera Utara
Masa penahanan terhadap anak lebih singkat disbanding masa penahanan menurut KUHP. j.Hukuman lebih ringan (Pasal 22 sampai dengan 32) Hukuman yang dijatuhkan terhadap anak nakal, lebih ringan dari pada ketentuan yang diatur dalam KUHP, hukuman maksimal untuk anak nakal adalah 10 tahun.Jadi yang diatur secara istimewa dalam Undang-Undang Peradilan Anak itu, hanyalah masalah acara sidangnya yang berbeda dengan acara sidang bagi orang dewasa.Dengan demikian kompetensi absolute Pengadilan Anak ada pada Badan Peradilan Umum (Pasal 2 Undang-undang No. 3 Tahun 1997). C. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Hukum sangat diperlukan dalam masyarakat untuk mengatur kehidupan sehari-hari. Hukum adalah kaidah/ norma yang muncul dikarenakan gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Tanpa gejala sosial hukum tidak mungkin terbentuk dan sebaliknya. Hukum yang terbentuk tidak hanya hal-hal umum saja tetapi juga diperlukan dalam mengatur hal-hal tertentu dan khusus. Adapun fungsi hukum itu sendiri adalah sebagai alat ketertiban dan keteraturan. Selain itu sebagai sarana untuk mewujudkan sosial lahir dan batin serta sebagai alat penggerak pembangunan. Dalam menjelaskan fungsi hukum tentu ada pula tujuan hukum itu sendiri, yaitu keadilan, kepastian dan mencapai teori kegunaan. Keadilan yang dimaksudkan adalah bisa menjembatani jika terjadi benturan kepentingan antara individu/ golongan satu dengan individu/ golongan yang lain. Kemudian kepastian yang dimaksudkan adalah sebagai alat penjamin individu/golongan ketika melakukan suatu tindakan. Sedangkan yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
dengan mencapai teori kegunaan adalah hukum digunakan untuk memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya. Parameter manfaat di sini yaitu bermanfaat untuk khalayak umum. Ketiga tujuan hukum tersebut bisa tercapai dan berjalan efektif dalam kehidupan bermasyarakat apabila terjadi keseimbangan antara keadilan, kepastian dan bermanfaat bagi orang lain. Di Indonesia terdapat beberapa hukum yang mengatur kehidupan masyarakat tetapi dalam pengaplikasiannya sering terjadi ketidakefektifan hukum juga masih banyak terjadi pelanggaran dan manipulasi hukum. Salah satu hukum yang masih belum bisa efektif adalah hukum tentang perlindungan anak. Di Indonesia hal tersebut sudah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mengapa harus dibentuk hukum khusus dalam mengatur perlindungan anak? Padahal sebelumnya telah dibahas tentang hak anak dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam UU tersebut dijelaskan pula kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak. Tetapi pada kenyataannya sering ada kerancuan parameter anak itu bagaimana. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 dijelaskan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Jadi yang membedakan antara anak dan dewasa hanya umur saja. Sebenarnya mendefinsikan anak/ belum dewasa itu menjadi begitu rancu ketika melihat batas umur anak/ batas dewasanya seseorang dalam peraturan perundangundangan satu dan lainnya berbeda-beda. Selain itu dalam UU sebenarnya masih
Universitas Sumatera Utara
banyak ketentuan lainnya yang menjelaskan seluk-beluk tentang anak. Maka dengan penjelasan lebih rinci diharapkan hal ini mampu jadi patokan dalam menganalisis suatu kasus yang terjadi, apakah masuk ranah anak atau dewasa.27 Undang-undang khusus tentang perlindungan anak ini juga diharapkan mampu menjadi UU yang jelas dan menjadi landasan yuridis untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab beberapa hal yang terkait dan yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, pertimbangan lain bahwa perlindungan anak merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional dan khususnya dalam meningkatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan berperan serta yang mana hak ini sesuai dengan kewajiban dalam hukum.28 Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak di usahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak.
27
http://www.antara.co.idKasus Kekerasan Terhadap Anak Meningkat. Dalam. Diakses tanggal 10 Oktober 2013 28
http://www.menegpp.go.idKekerasan Terhadap Anak. Diakses tanggal 20 Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung pengaturan dalam peraturan perundangundangan.29 Perlindungan anak di usahakan oleh setiap orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara. Pasal 20 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 menentukan: “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.” Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga Negara ikut bertanggung jawab terhadap dilaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak merupakan bersama, kebahagiaan yang melindungi. Kewajiban dan tanggungjawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak di atur dalam usaha perlindungan anak diatur dalam UndangUndang No. 23 Tahun 2002 yaitu: a. Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa,
29
Maidin Gultom, Op. Cit, hal. 34
Universitas Sumatera Utara
status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/ atau mental (Pasal 21); b. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam menyelenggarakan perlindungan anak (Pasal 22); c. Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23); d. Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24); Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan anak (Pasal 25 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002). Kewajiban dan tanggungjawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, yaitu: a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Dalam hal oarang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya atau karena suatu sebab, tidak dapat dilaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya, maka kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
Universitas Sumatera Utara
beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-uandangan yang berlaku.30
D. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Lahirnya
Undang-undang
No11Tahun2012tentangSistem NegaraRepublik
Indonesia
Republik
Peradilan Tahun2012
NegaraRepublik Indonesia Nomor53327,
Pidana
Nomor153,
Indonesia Anak(lembaran
Tambahan
lembaran
yang diundangkan pada tanggal 30
Juli 2012 (TLNRI 2012-153) merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang efektif mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Apabila ditelusuri, alasan utama pengganti Undang-Undang tersebut dikarenakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena secara komprehensif belum memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum.31 Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012tentang SistemPeradilan Pidan Anak secara tegas telah mengatur tentangperlindungan kepada anak yangberhadapandenganhukummelaluidiversi dalam Bab II, dalam Pasal 6, 7, 8, 9, 10, 11,12,13,14,15 sebagai berikut: Pasal 6 Diversi bertujuan : 30 Ibid,hal. 38-39 31 http://gagasanhukum.wordpress.com/2013/04/15/eksistensi-uu-sistem-peradilan-pidana anak-bagian-i/, di akses tanggal 10 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
a. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak; b. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. Menanamkan rasa tanggungjawab kepada Anak. Pasal 7 (1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. (2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan : a. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Pasal 8 (1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orangtua/Walinya, Kemasyarakatan,
korban
dan/atau
orang
danPekerjaSosialProfesional
tua/walinya, Pembimbing berdasarkan
pendekatan
Keadilan Restoratif. (2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat. (3) Proses Diversi wajib memperhatikan : a. Kepentingan korban; b. Kesejahteraan dan tanggungjawab Anak; c. Penghindaran stigma negatif;
Universitas Sumatera Utara
d. Penghindaran pembalasan; e. Keharmonisan masyarakat; dan f. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pasal 9 (1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan : a. Kategori tindak pidana; b. Umur Anak; c. Hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d. Dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. (2) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk : a. Tindak pidana yang berupa pelanggaran; b. Tindak pidana ringan; c. Tindak pidana tanpa korban; atau d. Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. Pasal 10 (1) Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau niai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempatsebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
penyidik
bersama
pelaku
dan/atau
keluarganya,Pembimbing
Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat. (2)
Kesepakatan
Diversi
(1)dilakukanolehPenyidik
sebagaimana atas
dimaksud
rekomendasi
pada
ayat
Pembimbing
Kemasyarakatan dapat berbentuk: a. Pengembalian kerugian dalam hal ada korban; b. Rehabilitasi medis dan psikososial; c. Penyerahan kembali kepada orang tua/Wali; d. Keikutsertaan dalam penyidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau e. Pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan. Pasal 11 Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain
:
a. Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian ; b. Penyerahan kembali kepada orang tua/Wali; c. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan;atau d. Pelayanan masyarakat. Pasal 12 (1) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi. (2) Hasil
kesepakatan
Diversi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1)
disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggungjawab di setiap
Universitas Sumatera Utara
tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan. (3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktupaling lama3(tiga) hari terhitung sejak diterimanya kepsepakatanDiversi. (4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam Waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. (5) Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan. Pasal13 Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal : a.Proses Diversi tidak menghasilkankesepakatan;atau b.KesepakataDiversitidak dilaksanakan. Pasal 14 (1) Pengawasan atau proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggungjawab di setiap tingkat pemeriksaan. (2) Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan,PembimbingKemasyarakatanwajibmelakukanpendampingan, pembimbingan, dan pengawasan.
Universitas Sumatera Utara
(3) Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (4) Pejabat yang bertanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari. Pasal 15 Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam memberikan perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan pidana kepada anak yang berhadapan dengan hukum, dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1012 telah diatur tentang Diversi berupa pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses dari peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana untuk tindak pidana yang dilakukan : a. diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun; dan b. hukum pengulangan tindak pidana dengan keterlibatan anak dan orang tua/walinya, korban dan orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif berupa pemulihan kembali kepada keadaan semula dan bukan pembalasan. Diversi dapat dilakukan pada setiap tahun penyidikan, penuntutan dan proses pemeriksaan di depan sidang pengadilan (oleh hakim).
Universitas Sumatera Utara