22
BAB II KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Pidana Positif. 1. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sudah barang tentu dalam proses belajar ini anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut dan tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orang tua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. Mewujudkan keutuhan dalam rumah tangga adalah dambaan setiap orang. Hal itu sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut untuk memahami perannya, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul rasa tidak aman,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
ketidakadilan, maupun ketidaknyamanan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga.25 Kekerasan terhadap anak adalah satu kasus paling dominan dan banyak dijumpai kapanpun, dimanapun, hampir setiap tempat diseluruh provinsi negeri ini.26 Hal ini menjadi sangat ironis mengingat anak yang notabennya sebagai penerus bangsa seharusnya mendapatkan hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.27 Justru mengalami yang sebaliknya mungkin inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa rentetan problematika bangsa terus terulang kembali dan tidak berpenghujung. Karena anak merupakan tumpuan harapan serta penerus cita-cita orang tua sekaligus generasi bangsa masih banyak mendapatkan perlakuan dan pendidikan yang salah. Generasigenerasi salah asuh inilah yang dikemudian hari diperparah dengan salah pergaulan. Akan serba salah menjalani hidupnya, karena tidak memiliki landasan kepribadian, moral, serta spirit yang kuat. Banyak orang tua menganggap kekerasan pada anak adalah hak yang wajar.
Mereka
beranggapan
bahwa
kekerasan
adalah
bagian
dari
mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, 25
Wahyu Kuncoro, Solusi Cerdas Menghadapi Kasus Keluarga, (Jakarta: Raih Asa Sukses.2010),218. 26 Romli Almasasmita, Peradilan Anak Di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju.1995),165. 27 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya.28 Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah semua bentuk perlakuan yang menyakitkan secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atu eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan. Sementara pengertian menurut Undang-Undang perlindungan anak yang dimaksud kekerasan terhadap anak adalah dikriminasi, eksploitasi baik fisik maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.29 Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak. Jika kekerasan terhadap anak di dalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua, maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah memberikan penderitaan baik secara fisik maupun mental diluar batas-batas tertentu terhadap orang lain yang berada di dalam satu rumah, seperti 28
Kadnet, Pengertian Kekerasan Terhadap Anak, 2009. http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view=categoru&layout=blog&id =41&itemid=69, diakses pada 13 mei 2015 29 Iin Sri Herlina, Definisi Kekerasan Terhadap Anak, 2010. http://iingreen.web.id/2010/05/08/definisi-kekerasan-terhadap-anak/, diakses pada 13 mei 2015
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
terhadap pasangan hidup, anak, atau orang tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan didalam rumah.30 Kekerasan terhadap anak merujuk pada perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.31 Istilah kekerasan juga berkonotasi kecendurungan agresif untuk perilaku yang merusak dan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun secara psikis yang berakibat penderitaan terhadap anak. Pelanggaran terhadap hak anak dewasa ini semakin tak terkendali dan mengkhawatirkan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Tantangan dan penderitaan yang dialami anakanak masih belum berakhir. Kekerasan terhadap anak, baik secara fisik, psikis, dan seksual, masih menjadi fakta dan tidak tersembunyikan lagi. Karenanya, tidak tepat jika kekerasan terhadap anak dianggap urusan domestik atau masalah internal keluarga yang tidak boleh diintervensi oleh masyarakat umum.
30
Kadnet, Pengertian Kekerasan Terhadap Anak, 2009. http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view=categoru&layout=blog&id =41&itemid=69, diakses pada 13 mei 2015 31 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
2. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Bentuk kekerasan terhadap anak atau pelanggaran terhadap anak yang ada dalam lingkungan rumah tangga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 5 menyebutkan bentuk kekerasan. Pertama kekerasan fisik, kedua kekerasan psikis, ketiga kekerasaan seksual, dan keempat penelantaran rumah tangga.32 Pertama, tindak kekerasan fisik. Bentuk ini paling mudah dikenali. Kategori dari kekerasan ini adalah menampar, menendang, memukul, menggigit, mendorong, membenturkan, atau mengancam dengan benda tajam dan lain sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lainnya yang kondisinya lebih berat.33 Kedua, kekerasan psikis. Kekerasan ini tidak mudah dikenali karena kekerasan ini tidak membekas secara fisik, melainkan kekerasan ini memberikan dampak yang tersembunyi dan yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak seperti membakar barang dan melakukan kekerasan terhadap hewan dengan kejam, beberapa melakukan agresi,
32
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 5. 33 Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi, Krisis Dan Child Abuse, (Surabaya : Airlangga University, 2002),115.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan alkohol, serta kecenderungan untuk mengakhiri hidup atau melakukan bunuh diri.34 Ketiga, yaitu kekerasan seksual. Termasuk dalam kategori ini adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan hubungan seksual, melakukan penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang, termasuk mereka yang tergolong masih berusia anak-anak setelah melakukan hubungan seksual. Segala perilaku yang mengarah kepada tindakan pelecehan seksual terhadap anak-anak baik disekolah, didalam keluarga, maupun dilingkungan sekitar tempat tinggal anak juga termasuk dalam kategori kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak jenis ini. Kasus pemerkosaan anak, pencabulan yang dilakukan oleh guru, orang lain bahkan orang tua kandung ataupun orang tua tiri yang sering terekspos dalam pemberitaan media massa adalah contoh kongkrit dari kekerasan bentuk ini.35 Dampak buruk dari kekerasan seksual sangatlah banyak contohnya seperti pada anak yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan yang tak beralasan, bahkan terjadi luka pada alat kelamin sehingga korban merasa nyeri. Pada jangka panjang korban pelecehan seksual cenderung mengasingkan diri dari lingkungan sekitar, lalu korban juga mempunyai hasrat untuk balas dendam kepada anak-anak kecil sehingga
34 35
Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi..,115 Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi..,115
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
banyak korban pelecehan seksual yang dikemudian hari justru menjadi predator pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak. Keempat, penelantaran rumah tangga yaitu setiap orang dilarang melakukan penelantaran rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada rumah tangganya. Dalam kasus penelantaran rumah tangga justru banyak yang menjadi korban adalah istri dan anak, masyoritas pelaku adalah kepala rumah tangga. Kepala rumah tangga melakukan penelantaran rata-rata dikarenakan adanya wanita idaman lain, sehingga keluarga yang sebelumnya dibangun ditinggalkan begitu saja sehingga istri dan anak menjadi terlantar dan tidak terurus.36 Sementara itu menurut Suharto mengelompokan kekerasan terhadap anak menjadi : kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan terakhir yaitu kekerasan secara sosial, bentuk dari keempat kekerasan terhadap anak ini dijelaskan sebagai berikut :37 a. Kekerasan
anak
secara
fisik,
adalah
penyiksaan,
pemukulan,
dan
penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu. Yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat 36 37
Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi..,116 Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Jakarta: Nuansa, Emmy. 2006),39.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan dibagian paha, lengan, jari-jari telapak tangan, mulut, pipi, dada, perut, punggung, atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti anaknya nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air dan muntah disembarang tempat, atau memecahkan barang berharga. b. Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikan, penyampaian katakata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, atau film pornografi kepada anak. c. Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (insect, perkosaan dan eksploitasi seksual). d. Kekerasan anak secara sosial, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap tumbuh kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perwatan yang layak terhadap anak. Eksploitasi anak merujuk pada tindakan diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau poltik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis, dan status sosialnya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Misalnya anak dipaksa bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (tambang, sektor alas kaki, atau industri sepatu) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang melampaui batas kemampuannya. 3. Faktor-Faktor Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Segala sesuatu yang dibuat anak mempengaruhi keluarganya, begitu pula sebaliknya. Kelurag memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat. Disamping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional karena telah dimiliki bayi yang baru lahir. Peranan dan tanggung jawab yang harus dimainkan orang tua dalam membina anak adalah besar. Namun, kenyataannya dalam melakukan peranan tersebut, baik secara sadar maupun tidak sadar, orang tua dapat membangkitkan rasa ketidakpastian dan rasa bersalah pada anak. Sejak bayi masih dalam kandungan telah terjadi hubungan yang harmonis antara suami dan istri menjadi faktor yang sangat penting, bila suami kurang memberi dukungan kasih dan sayang selama kehamilan, sadar atau tidak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
sadar sang ibu akan merasa bersalah atau membenci anaknya yang belum lahir. Anak yang tidak dicintai oleh orang tua biasanya cenderung menjadi orang dewasa yang membenci dirinya sendiri dan merasa tidak layak untuk dicintai, serta dihinggapi rasa cemas. Perhatian dan kesetiaan anak dapat terbagi karena tingkah laku orang tuanya. Timbul rasa takut yang mendalam pada anak-anak di bawah usia enam tahun jika perhatian dan kasih sayang orang tuanya berkurang, anak merasa cemas terhadap segala hal yang bisa membahayakan hubungan kasih sayang antara ia dan orang tuanya.38 Faktor pendorong atau penyebab terjadinya kekerasan atau pelanggaran dalam keluarga yang dilakukan terhadap anak-anak , yaitu :39 a. Faktor ekonomi. Kemiskinan yang dihadapi sebuah keluarga sering membawa keluarga tersebut pada situasi kekecewaan yang pada gilirannya menimbulkan kekerasan. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga dengan anggota dengan anggota yang sangat besar. Problematika finansial keluarga yang memprihatinkan atau kondisi keterbatasan ekonomi dapat menciptakan berbagai masalah baik dalam hal pemenuhan kebutuhan seharihari, pendidikan, kesehatan, pembelian pakaian, pembayaran sewa rumah yang kesemuanya secara relatif dapat mempengaruhi jiwa dan tekanan yang seringkali dilampiaskan terhadap anak-anak.
38
Lianny Solihin, Tindakan Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga, (Jurnal Pendidikan Penabur No.3, 2004),133. 39 Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi, Krisis Dan Child Abuse, (Surabaya : Airlangga University, 2002),117.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
b. Masalah keluarga. Hal ini lebih mengacu pada situasi keluarga khususnya hubungan orang tua yang kurang harmonis. Seorang ayah akan sanggup melakukan
kekerasan
terhadap
anak-anaknya
semata-mata
sebagai
pelampiasan atau upaya untuk pelepasan rasa jengkel dan amarahnya terhadap isteri. Sikap orang tua yang tidak menyukai anak-anak , pemarah dan tidak mampu mengendalikan emosi juga dapat menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak-anak. Bagi orang tua yang memiliki anak-anak yang bermasalah seperti cacat fisik atau mental (idiot) acapkali kurang dapat mengendalikan kesabarannya waktu menjaga atau mengasuh anak-anak mereka, sehingga mereka juga merasa terbebani atas kehadiran anak-anak tersebut dan tidak jarang orang tua menjadi kecewa dan merasa frustasi. c. Faktor
perceraian.
Perceraian
dapat
menimbulakn
problematika
kerumahtanggaan seperti hak pemeliharaan anak, pemberian kasih sayang, pemberian nafkah dan sebagainya. Akibat perceraian juga akan dirasakan oleh anak-anak terutama ketika orang tua mereka menikah lagi dan anak harus dirawat oleh ayah atau ibu tiri. Dalam banyak kasus tidak jarang kekerasan terhadap anak tersebut dilakukan oleh ayah atau ibu tiri tersebut. d. Kelahiran anak di luar nikah. Tidak jarang sebagai akibat adanya kelahiran di luar nikah menimbulkan masalah diantara kedua orang tua anak. Belum lagi jika melibatkan pihak keluarga dari pasangan tersebut. Akibatnya anak akan menerima perlakuan yang tidak menguntungkan seperti : anak merasa disingkirkan, harus menerima perilaku diskriminatif, tersisih atau disisihkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
oleh keluarga atau bahkan harus menerima perilaku yang tidak adil dan perilaku kekerasan lainnya. e. Menyangkut masalah jiwa atau psikologis. Dalam berbagai kajian psikologis menyebutkan bahwa orang tua yang melakukan kekerasan atau penganiayaan terhadap anak-anak adalah mereka yang memiliki problem psikologis. Mereka senantiasa berada dalam situasi kecemasan dan tertekan akibat mengalami depresi atau setres. Secara tipologis ciri-ciri psikologis yang menandai situasi tersebut adalah : adanya perasaan rendah diri, harapan terhadap anak yang tidak realistis, harapan yang bertolak belakang dengan kondisinya dan kurangnya pengetahuan tentang bagaimana cara mengasuh anak yang baik. f. Faktor terjadinya kekerasan terhadap anak yang lain adalah tidak dimilikinya pendidikan dan ilmu pengetuan agama atau religi yang tidak memadai. Sesungguhnya panjang sekali daftar kekerasan terhadap anak, tidak jarang mereka yang berdiam di kota-kota besar, tapi juga pelosok-pelosok kampung. Tidak hanya terhadap anak miskin atau anak jelata, tapi juga anak dari kaum elit atau mampu. Dilakukan oleh orang tua, masyarakat, dan lingkungan sekitar yang nyaris tidak memperdulikan anak sebagai pemilik masa depan. 4. Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Dampak kekerasan terhadap anak mungkin saja diingat dalam waktu jangka panjang oleh anak hingga beranjak dewasa. Dan ini tidak menutup
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
kemungkinan kekerasan yang menimpanya akan ia lakukan juga terhadap anaknya nanti. Selama ini, berbagai kasus telah membuktikan bahwa terjadinya kekerasan terhadap anak. Baik penganiayaan terhadap anak maupun penelantaran terhadap anak dapat memberikan dampak kesehatan fisik dan kesehatan mental anak.40 Dampak terhadap kesehatan fisik bisa berupa : luka memar, luka-luka dibagian wajah, punggung, pantat, tungkai, tangan dan kaki. Luka memar pada penganiayaan anak sering juga menimbulkan bekas luka, hal ini disebabkan oleh sayatan benda tajam, disulut oleh benda panas, pukulan yang menggunakan sabuk atau peralatan rumah tangga lainnya. Pendarahan di retina pada bayi kemungkinan akibat diguncang-guncang. Patah tulang yang mutipel atau patah tulang spiral kemungkinan juga merupakan akibat penganiayaan anak terutama pada bayi-bayi.41 Pada anak-anak yang mengalami penelantaran dapat terjadi kegagalan dalam tumbuh kembangnya, malnutrisi, anak-anak ini kemungkinan fisiknya kecil, kalaparan, terjadi infeksi kronis, hormon pertumbuhan turun. Apabila kegagalan tumbuh kembang anak tergolong berat maka anak-anak tumbuh menjadi kerdil dan apabila ini terjadi secara kronis maka anak tidak bisa tumbuh secara normal meskipun diberi asupan gizi yang cukup.42
40
Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi, Krisis Dan Child Abuse, (Surabaya : Airlangga University, 2002),122. 41 Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi..,122 42 Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi..,122
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
Dari segi tingkah laku anak-anak yang sering mengalami kekerasan atau penganiayaan cenderung menarik diri dari lingkungan dan emosi yang labil sehingga anak-anak yang mengalami kekerasan justru menunjukan gejala depresi, kecemasan, takut kepada orang asing yang baru dikenal, dan bahkan bisa menjadi pelaku penganiayaan dikemudian hari. Mungkin mereka berusaha menutupi luka yang dideritanya sehingga memilih untuk bungkam namun pada esoknya justru ia melakukan pembalasan dendam seperti apa yang ia rasakan.43 Dampak kekerasan seksual pada anak seringkali menunjukan keluhankeluhan tanpa ada penyebab yang jelas, disisi lain cenderung kehilangan kepercayaan diri dan tumbuh rasa tidak percaya pada orang dewasa ataupun lingkungan sekitar. Gejala depresi juga sering menghantui para korban kekerasan seksual dan biasanya disertai rasa malu, bersalah, dan cenderung menutup diri pada lingkungan sekitar. Gangguan kepribadian juga sering dilaporkan kepada penderita kekerasan seksual pada anak. Demikian juga bahwa diantara banyak korban kekerasan seksual terlibat kasus penyalah gunaan obat terlarang.44 5. Hukuman Kekerasan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 43 44
Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi..,124 Bagong Suyanto dan Sri Sanituri Ariadi..,125
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
a. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.45 Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak sudah dijelaskan larangan untuk melakukan kekerasan terhadap anak, seperti tersirat dalam pasal 76C yang berbunyi :46 ‘’setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.’’ Dari pasal tersebut sudah jelas diatur dalam Undang-Undang tersebut, lantas hukuman terkait dengan pasal ini adalah pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang berbunyi :47
45
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 pasal 1 ayat 1 Tentang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 46 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 pasal 76C Tentang Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). 2. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.00,00 (seratus juta rupiah) 3. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mati, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3 apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya. b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman
untuk
melakukan
perbuatan,
pemaksaan,
atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah 47
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 pasal 80 Tentang Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
tangga.48 Lingkup rumah tangga yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi suami, istri, anak. Dan orang- orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga, atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.49 Hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbunyi :50 1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara palinga lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) 2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mangakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
48
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 2 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 50 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 44 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mengakibatkan matinya korban, dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah). 4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). B. Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Pidana Islam 1. Pengertian Kekerasan Terhadap Anak Menurut Hukum Pidana Islam Kekerasan dalam hukum islam bisa disebut juga dengan tindak pidana atas selain jiwa. Yang dimaksud dengan tindak pidana atas selain jiwa, seperti dikemukakan Abdul Qadir Audah adalah setiap perbuatan menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetapi tidak sampai menghilangkan nyawanya. Pengertian ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili, bahwa tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap tindakan melawan hukum atas badan manusia, baik berupa pemotongan anggota badan, pelukaan, maupun pemukulan, sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap tidak terganggu.51
51
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,2005),179.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
Pencederaan atau kekerasan adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai atau mencederai orang lain.52 Menurut para fukaha, tindak pidana atas selain jiwa (penganiayaan) adalah setiap perbuatan menyakitkan yang mengenai badan seseorang, namun tidak mengakibatkan kematian. Ini adalah pendapat yang sangat teliti dan mampu memuat setiap bentuk melawan hukum dan kejahatan yang bisa digambarkan, sehingga masuk didalamnya seperti melukai, memukul, mendorong, menarik, memeras, menekan, memotong rambut dan mencabutnya, dan lain-lain.53 Dari keterangan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa kekerasan terhadap anak adalah perbuatan menyakiti badan anak tetapi tidak sampai menimbulkan kematian. Kekerasan yang terjadi terhadap anak seperti memukul, mencambak rambut, menyulut benda panas, mendorong, menarik dan kekerasan lainnya. 2. Pembagian Tindak Pidana Islam Kekerasan Terhadap Anak Ada dua klasifikasi dalam menentukan pembagian tindak pidana kekerasan atau tindak pidana selain jiwa (penganiayaan) yaitu : a. Ditinjau Dari Segi Niatnya 1) Tindak Pidana Selain Jiwa Dengan Sengaja
52 53
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012),33. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),19.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Tindak pidana penganiyaan disengaja adalah perbuatan yang dilakukan pelaku secara sengaja dengan maksud melawan hukum.54 Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja, pelaku sengaja melakukan perbuatan yang dilarang dengan maksud supaya perbuatannya itu mengenai dan manyakiti orang lain. Sebagai contoh, seseorang yang dengan sengaja melempar orang lain dengan batu, dengan maksud supaya batu itu mengenai badan atau kepalanya.55 2) Pengertian Tindak Pidana atas selain jiwa yang tidak disengaja Perbuatan
yang
dilakukan
tanpa
maksud
untuk
melawan
hukum.56pengertian yang lebih spesifik oleh Abdul Qodir Audah adalah perbuatan dimana pelaku sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak ada maksud untuk melawan hukum.57dari definisi tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa dalam tindak pidana atas selain jiwa yang tidak disengaja, pelaku memang sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi perbuatan tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengenai atau menyakiti orang lain. Namun kenyataannya memang ada korban yang terkena oleh perbuatan itu. Sebagai contoh, seseorang yang melemparkan batu dengan maksud untuk membuangnya, namun karena kurang hati-hati batu tersebut mengenai orang yang lewat dan melukainya
54
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),19. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,2005),180. 56 Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),19. 57 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,2005),180. 55
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
Meskipun perbuatan sengaja berbeda dengan perbuatan tidak sengaja dari sisi materi perbuatan dan hukumnya, namum dalam kebanyakan hukum dan ketentuannya keduannya kadang-kadang sama. Dengan demikian, para fukaha menggabungkan keduannya saat menjelaskan hukum-hukumnya. Hal ini karena dalam tindak pidana atas selain jiwa, yang dilihat adalah objek atau sasarannya, serta akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. b. Ditinjau Dari Segi Objek/Sasarannya Para fukuha membagi tindak pidana atas selain jiwa, baik disengaja maupun yang tidak disengaja menjadi lima bagian. Pembagian ini di dasarkan pada akibat perbuatan pelaku. Ini karena pelaku tindak pidana penganiyaan dikenai hukuman yang sesuai dengan akibat perbuatannya walaupun ia tidak bermaksud pada akibat tersebut, tanpa peduli apakah perbuatan tersebut disengaja atau tidak disengaja. Pembagian tersebut adalah :58 1) Ibanat al-athraf, memotong anggota badan atau memisahkan anggota badan Yang dimaksud memisahkan anggota badan adalah memotong anggota badan dan sesuatu yang mempunyai manfaat serupa. Termasuk dalam bagian ini adalah memotong tangan, kaki, jari-jari, kuku, hidung, penis, dua buah pelir (testis), telinga, bibir, mencukil mata, mencabut gigi, dan
58
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Geman Insani,2003),38.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
memecahkannya, mencukur atau mencabut rambut kepala, jenggot, kedua alis, dan kumis, bibir kemaluan perempuan, dan lidah.59 2) Idzhab ma’a al-althraf, menghilangkan fungsi anggota badan, tetapi anggota badan tetap ada tapi tidak tidak bisa berfungsi Maksud dari jenis yang kedua ini adalah tindakan yang merusak manfaat dari anggota badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh. Jika anggota badan hilang, tindakan tersebut masuk bagian pertama. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah menghilangkan daya pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan lidah, kemampuan berbicara, bersetubuh, melahirkan, berjalan. Termasuk di dalamnya, berubahnya warna gigi menjadi hitam, merah, hijau dan lainnya. Juga masuk dalam bagian ini adalah menghilangkan akal dan lainnya.60 3) Asy-Syijaj, pelukaan terhadap kepala dan muka Yang dimaksud dengan asy-syijaj adalah pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala. Sedangkan pelukaan atas badan selain muka dan kepala disebut al-jirah. Menamakan luka badan dengan asy-syijaj merupakan penamaan yang salah karena orang Arab memisahkan antara penggunaan
asy-syajjah dengan jirahah. Mereka menamakan luka dikepala dan muka dengan asy-syajjah, sedangkan luka pada tubuh dengan al-jirahah.61
59
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),20 Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV..,20 61 Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV..,21. 60
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa asy-syajjaah hanya berlaku pada kepala dan muka bagian tulang, seperti dahi, dua tulang pipi, du pelipis,dagu, rahang. Imam yang lain berpendapat bahwa luka pada kepala dan muka secara mutlak disebut asy-syajjah.62 4) Al-Jirah, melukai selain kepala dan muka Yang dimaksud al-jirah adalah luka pada badan, selain kepala dan muka, dan athraf. Anggota badan yang pelukaannya termasuk jirah ini meliputi leher, dada, perut, sampai batas pinggul. Luka ini dibagi dua al-ja’ifah dan
gairu ja’ifah. Al-ja’ifah adalah luka yang sampai ke dalam rongga dada dan perut, baik luka tersebut di dada, perut, punggung, dua lambung, antara dua buah pelir, dubur, maupun tenggorokan. Gairu ja’ifah adalah luka yang tidak sampai ke rongga tersebut, melainkan hanya pada bagian luar saja.63 5) Luka yang tidak termasuk empat jenis sebelumnya Masuk dalam jenis ini adalah semua bentuk kejahatan atau bahaya yang tidak mengakibatkan atau bahaya yang tidak mengakibatkan hilangnya anggota badan atau manfaatnya dan tidak mengakibatkan luka pada kepala dan muka, juga badan. Masuk di dalamnya adalah semua penganiayaan yang
62 63
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),22 Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
tidak meninggalkan bekas atau meninggalkan bekas yang tidak dianggap
jirah atau asy-syajjah.64 3. Hukuman Untuk Tindak Pidana Atas Selain Jiwa Hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu hukuman untuk tindak pidana sengaja, hukuman untuk pidana yang menyerupai sengaja, dan hukuman untuk tindak pidana atas selain jiwa karena kesalahan. Pengelompokan hukuman untuk sengaja, menyerupai sengaja, dan kesalahan dalm tindak pidana atas selain jiwa, sebenarnya tidak begitu penting, karena dalam tindak pidana atas selain jiwa realisasi dan penerapan hukuman didasarkan atas berat ringannya akibat yang menimpa sasaran atau objek tindak pidana, bukan kepada niat pelaku.65 a. Hukuman Qishash
Qishash adalah hukuman pokok untuk tindak pidana disengaja. Adapun diat dan ta’zir adalah hukuman pengganti yang menempati posisi qishash. Sehubungan dengan hal tersebut, pada prinsipnya hukuman pokok
dan
hukuman pengganti tidak dapat dijatuhkan bersama-sama dalam satu jenis tindak pidana, kerena penggabungan hukuman tersebut dapat menafikan karakter
penggantian.
Konsekuensinya
lebih
lanjut
dari
karakter
penggantian ini adalah bahwa hukuman pengganti tidak dapat dilaksanakan kecuali apabila hukuman pokok tidak bisa dilaksanakan. Ada dua teori yang
64 65
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),21. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,2005),184.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
mengenai penggabungan antara qishash dan diat. Pertama, qishash dan diat bisa digabungkan dengan diat jika qishash tidak mungkin dilakukan kecuali pada sebagian luka. Yang mungkin diqishash harus diqishash, sedangkan yang tidak mungkin di qishash , posisinya diganti dengan hukuman pengganti qishash. Dengan demikian, diat dikumpulkan dengan qishash untuk satu luka. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan sebagian fukaha mazhab Hambali. Adapun teori kedua berpendapat bahwa tidak mungkin menggabungkan antara hukuman pokok dan hukuman pengganti pada satu luka. Jika pelaku diqishash pada sebagian luka. Sebagian haknya yang tersisa dianggap gugur dan tidak bisa diat bagi korban. Korban bisa memilih. Jika mau, ia bisa mengambil diat. Ini adalah teori Imam Malik, Abu Hanifah, dan sebagian mazhab Hambali66 Hukuman pokok qishash tidak dapat dilaksanakan atau gugur karena ada beberapa sebab. Sebab-sebab ini ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus, yaitu yang berkaitan dengan tindak pidana atas selain jiwa. 1) Sebab-Sebab Terhalangnya Qishash Yang Bersifat Umum a) Korban bagian dari pelaku Jika korban termasuk bagian dari pelaku, hukuman qishash menjadi terhalang. Korban termasuk bagian dari pelaku jika korban adalah anak pelaku. Bila seseorang ayah melukai anaknya, memotong anggota badannya, atau melukai kepalanya, ia tidak berhak diqishash. Hal ini didasarkan kepada 66
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),26.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Turmudzi, Ibn Majah, dan Baihaqi dari Umar ibn Al-Khattab, bahwa ia mendengar Rasullulah SAW. Bersabda :
الَيُ ْقتَ ُل ال َىالِ ُذ تِ َىلَ ِذه Artinya :
Tidaklah diqishash orang tua karena membunuh anaknya.67 Sebaliknya, apabila anak melukai orang tuanya, ia tetap dikenakan hukuman qishash, berdasarkan dalil umum. Masalah ini secara panjang lebar telah dijelaskan dalam pembahasan mengenai pembunuhan sengaja. b) Tidak ada keseimbangan antara korban dan pelaku Apabila korban tidak seimbang dengan pelaku, pelaku tidak dikenakan hukuman qishash. Ukuran keseimbangan ini dilihat dari sisi korban, bukan dari pelaku. Asas keseimbangan menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad adalah kemerdekaan dan Islam, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah adalah kemerdekaan dan jenis, berikut ini tiga dasar tersebut (kemerdekaan, Islam, jenis) :68 (1) Kemerdekaan
67
Muhammad Ibn Ismail Al-Kahlani, Subul As-Salam Juz III, (Mesir : Syarikah Musthafa AlBaby Al-Halaby,1960),233. 68 Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),27.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
Ulama mazhab yang empat sepakat bahwa merdeka merupakan salah satu dasar keseimbangan, yang menjadi syarat pelaksanaan qishash dalam tindak pidana atas selain jiwa, dengan demikian, apabila seseorang yang merdeka melukai seorang hamba sahaya maka ia tidak di qishash, karena korban tidak seimbang dengan orang merdeka (pelaku). Dalam hal tindak pidana atas selain jiwa, Imam Abu Hanifah berbeda pendapatnya dengan apa yang telah dikemukakan dalam kaitan dengan tindak pidana atas jiwa. Dalam tindak pidana atas jiwa Imam Abu Hanifah tid ak memasukan merdeka ke dalam dasar keseimbangan. Dengan demikian apabila seseorang yang merdeka membunuh hamba sahaya maka ia tetap dikenakan hukuman qishash. (2) Islam Seperti halnya dalam tindak pidana atas jiwa, dalam tindak pidana atas selain jiwa ini menurut para ulama berbeda pendapat dalam hal masuknya Islam sebagai dasar Keseimbangan. Menurut jumhur ulama orang kafir tidak seimbang dengan orang muslim. Dengan demikian, apabila seorang muslim membunuh atau melukai seseorang kafis dzimmi ia tetap wajib dikenakan hukuman qishash. (3) Jenis Kelamin Menurut kaidah Imam mazhab yang empat, perempuan harus diqishash karena membunuh laki-laki dan laki-laki wajib diqishash karena membunuh
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
perempuan. Ini berlaku dalam pembunuhan. Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad juga menerapkan kaidah ini dalam tindak pidana penganiayaan. Menurut mereka orang yang berlaku qishash atas jiwanya, berlaku juga pada badannya. Pendapat Imam Abu Hanifah berbeda dengan kaidah ini dan ia tidak menerapkannya pada tindak pidana penganiayaan karena ia menggunakan kaidah lain dalam tindak pidana penganiayaan, yaitu bahwa tindak pidana penganiayaan sama dengan tindak pidana dalam harta. Melalui kaidah ini, ia tidak menjadikan perempuan sederajat dengan laki-laki dan diat anggota badannya juga tidak sama dengan diat anggota badan laki-laki. Jika tidak ada persamaa antara kedua diatnya, qishash juga terhalang bagi anggota badan keduanya, baik pelakunya laki-laki maupun perempuan. 2) Sebab-Sebab Terhalangnya Qishash Yang Khusus a) Qishash Tidak Mungkin Dilaksanakan Tanpa Kelebihan Salah satu syarat untuk dapat dilaksanakannya hukuman qishash adalah bahwa hukuman qishash mungkin lebih tepat tanpa adanya kelebihan. Apabila hukuman qishash dikhawatirkan melebihi tindak pidannya, qishash tidak boleh dilaksanakannya. Menurut Imam Abu Hanifah dan sebagian fukaha Hanabilah, dalam kasus tersebut tidak berlaku hukuman qishash, karena sulit untuk melaksanakan qishash dengan tepat tanpa ada kelebihan. Sedangankan menurut Imam Syafi’i dan sebagian fuqaha Hanabilah, dalam kasus tersebut dapat dilaksanakan qishash dari persendian pertama yang termasuk dalam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
objek tindak pidana, yaitu pergelangan tangan dan sisanya dibayar dengan ganti rugi. Menurut Imam Malik, apabila memungkinkan dalam kasus tersebut dapat
dilaksanakan
hukuman
qishash.
Akan
tetapi
apabila
tidak
memungkinkan diganti dengan diat.69 b) Tidak Ada kesepadanan Dalam Objek Qishash Salah satu syarat yang lain untuk diterapkannya qishash adalah adanya kesepadanan atau persamaan dalam objek qishash. Tangan misalnya dapat di
qishash dengan tangan, dan kaki dapat di qishash dengan kaki. Apabila tidak ada kesepadanan atau persamaan antara anggota badan yang akan di qishash dengan anggota badan yang dirusak oleh tindak pidana, maka hukuman
qishash tidak bisa dilaksanakan.70 c) Tidak Sama Dalam Kesehatan Dan Kesempurnaan Syarat yang lain untuk dapat dilaksanakan hukuman qishash adalah kedua anggota badan yang akan di qishash dan yang menjadi korban tindak pidana harus sama (seimbang) baik dalam kesehatan maupun kesempurnaannya. Apabila kedua anggota badan tersebut tidak sama kesehatan atau kesempurnaannya maka hukuman qishash tidak dapat dilaksanakan.71
69
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2005),190. Ahmad Wardi Muslich..,191. 71 Ahmad Wardi Muslich..,191. 70
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
b. Ta’zir Pengertian ta’zir diartikan sebagai mencegah dan menolak, pengertian lainnya juga berarti mendidik. Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Zuhaili.72 Ta’zir diartikan mencegah dan menolak karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulagi perbuatannya. Ta’zir juga diartikan mendidik, karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya. Menurut istilah, ta’zir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut.
ب لَ ْم تُ ْش َر ْع فِ ْيهَا ْال ُح ُذ وْ ُد ٍ ْْز ْي ُر تَأْ ِد يْةٌ َءلَى ُر نُى ِ َوالتَّع Artinya :
Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara. 73 Dari definisi yang dikemukakan diatas jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan
oleh
syara’.
Di
kalangan
fuqaha,
jarimah-jarimah
yang
hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan dengan jarimah ta’zir.
72
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2005),248. Abu Al-Hasan Ali Al-Mawardi, Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Beirut, Dar AlFikr,1966),236. 73
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
Jadi istilah ta’zir bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana).74 Sebagaimana hukuman tindak pidana penganiayaan, Imam Malik berpendapat bahwa pelaku tindak pidana penganiayaan secara disengaja berhak dita’zir. Baik ia berhak diqishash maupun tidak, karena adanya pengahalang qishash (syubhat), ampunan, atau akad damai. Dalam ta’zir hendaknya memperhatikan perbedaan kondisi. Pelaku yang sudah di qishash hendaknya di ta’zir dengan hukuman yang sesuai. Perlu diperhatikan bahwa dia sudah di qishash. Pelaku yang belum diqishashhendaknya di ta’zir seberatberatnya agar dapat mencegah untuk tidak mengulangi perbuatannya pada masa mendatang. Imam Malik menegaskan wajib ta’zir bersama qishash untuk mencegah, menghalangi, dan membuat jera semua orang agar tidak melakukan tindak pidana. Ketika pelaku sudah diqishash seperti apa yang ia lakukan pada korban, hal ini tidak mengahalangi ta’zirnya karena ia orang yang zalim, sedangkan orang yang zalim lebih berhak dibebani. Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat tidak ada ta’zir bersama qishash karena Allah berfirman :
ٌصاص َ َِو ْال ُخرُوْ َح ق Artinya : 74
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2005),249.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
‘’....Dan luka-luka (pun) ada qishashnya (balasan yang sama)....’’75 Allah menjadikan hukuman berupa qishash, bukan lainnya. Barangsiapa menentukan selainnya, barang siapa menentukan selainnya, ia telah menambahkan nas. Ini adalah pendapat sebagaian fukaha madzab Maliki. Tampak jelas bahwa pendapat yang terakhir lebih dekat dengan logika, karena ketika hukuman qishash tidak mampu mencegah pelaku, tidak diragukan bahwa ta’zir lebih tidak mampu untuk mencegah dan mendidiknya. Jika tiga imam tidak sepakat menjadikan ta’zir sebagai hukuman pokok, bukan berarti mereka menghalangi ta’zir sebagai hukuman pengganti ketika
qishash gugur atau terhambat berbagai sebab jika wali melihat hal itu perlu. Karena itu, pelaku berhak dita’zir, adapun ketentuan ta’zir dan macamnya diserahkan kepada pemerintah yang akan memilih jenis hukuman dan kadanrnya atau diserahkan pada hakim atau penguasa untuk memilih hukuman di antara beberapa jenis ta’zir yang telah ditentukan.76
75 76
Departemen Agama RI,215. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor : PT Kharisma Ilmu,2008),66.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id