BAB II PENGATURAN ATAS PERLINDUNGAN TERHADAP PENULIS BUKU
A. Hak cipta sebagai Hak Eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta Dalam konsep perlindungan hak cipta disebutkan bahwa hak cipta tidak melindungi ide, informasi atau fakta akan tetapi lebih melindungi bentuk dari pengungkapan ide atau informasi yang dituangkan dalam bentuk yang khas dapat dilihat, diproduksi ulang. Sehingga dengan demikian perlindungan hak cipta dimulai apabila seorang pencipta untuk pertama kalinya mengumumkan kepada khalayak ramai hasil ciptaannya demikian pula halnya dengan penulis buku apabila dia telah selesai menuangkan idenya yang dituangkan menjadi sebuah buku maka penulis tersebut adalah pemegang hak cipta atas karyanya yaitu sesuai dengan bunyi pasal 2 UU No. 19 Tahun 2002: Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau pemegang untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya; yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan undangundang yang berlaku. Dari rumusan pasal 2 di atas maka hak cipta sebagaimana ditentukan oleh undangundang tersebut dapat dilihat bahwa hak cipta adalah hak khusus bagi penciptanya sebagai hak khusus ia mempunyai hak untuk : 1. Memperbanyak ciptaannya Yang dimaksud memperbanyak ciptaan adalah menambah jumlah suatu ciptaannya dengan perbuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan
Universitas Sumatera Utara
tersebut dengan mempergunakan bahan yang sama maupun tidak sama termasuk pengalihwujudan. 2. Mengumumkan ciptaannya Dalam pasal 1 huruf 5 UU No. 19 Tahun 2002 yang dimaksud mengumumkan hak cipta adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun termasuk media internet atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat di baca, di dengar atau dilihat orang lain. Dalam prakteknya biasanya pengumuman dan perbanyakan dilakukan oleh pihak ketiga setelah mendapat izin dari pencipta. Dalam hal penerbitan buku maka karya penulis yang sudah dituangkan dalam bentuk buku, diperbanyak dan diumumkan oleh penerbit. 3. Untuk mempertahankan haknya Dalam pasal 3 UU No. 19 Tahun 2002 disebutkan bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak. Dengan diakuinya hak cipta sebagai benda bergerak maka ia mempunyai hak untuk mempertahankan terhadap gangguan dari pihak lain. Sehingga perlindungan hukum bagi penulis buku dimulai saat pertama kali mengumumkan dan jangka waktu perlindungan yang diberikan oleh Undangundang Pasal 29 adalah berlaku selama hidup pencipta hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, tetapi meskipun ditetapkan adanya jangka waktu perlindungan bagi karya cipta penulis tetapi hak moral dari pencipta tetap melekat pada ciptaannya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memperoleh perlindungan berbeda dengan bidang HAKI lain yang harus didaftarkan sedangkan untuk hak cipta bukan merupakan suatu keharusan. Dalam pasal 35 (4) UU No. 19 Tahun 2002 bahwa pendaftaran hak cipta tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Dari ketentuan pasal di atas dapat ditarik 4 point penting dalam kerangka perlindungan hak cipta. 1. Pendaftaran hak cipta bukan merupakan suatu keharusan tetapi kerelaan (volentary) bagi pencipta atau pemegang hak cipta dan perlu ditegaskan bahwa perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud (material form) dan bukan karena suatu pendaftaran artinya disini bahwa hak cipta baik terdaftar maupun tidak terdaftar tetap mendapat perlindungan yang sama oleh undang-undang. 2. Kantor Direktorat Hak Cipta berfungsi untuk mengadministrasikan dan mengelola pendaftaran hak cipta saja (pasal 52 UU No. 19 Tahun 2002). Kantor Direktorat Hak Cipta tidak mempunyai wewenang membenarkan hak cipta tersebut layak didaftarkan atau tidak, kecuali hak cipta tersebut bertentangan dengan undangundang, misalnya gambar marka jalan lalu lintas, tidak dapat didaftarkan karena sudah menjadi milik umum. 3. Bahwa pendaftaran cipta dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atau isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan yang didaftar, hal ini berarti bahwa kantor Direktorat Hak Cipta tidak bertanggung jawab atas isi, maksud atau bentuk dari ciptaan yang terdaftar.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga disimpulkan bahwa pendaftaran hak cipta tidak memberikan akibat yuridis bahwa hak cipta yang telah terdaftar tersebut mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain.
B. Perlindungan Hak Cipta Atas Penulis Buku Buku merupakan salah satu penemuan terbesar karena buku merupakan sumber segala informasi ilmu pengetahuan yang kita inginkan serta mudah disimpan dan dibawabawa. Buku dapat diartikan sebagai tulisan atau cetakan dalam sehelai kertas atau dalam bentuk material lain yang dijadikan satu pinggiran/dijilid sehingga bisa dibuka pada bagian mana saja. Kebanyakan buku-buku mempunyai sampul pelindung untuk melindungi bagian dalamnya 17 Buku merupakan salah satu perwujudan karya ciptaan tulis. Buku yang diterbitkan perlu mendapatkan perlindungan sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap penciptanya sekalipun dalam praktiknya apresiasi dalam bentuk finansial lebih menonjol daripada apresiasi moral. Menurut Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, pencipta suatu karya tulis mempunyai sekumpulan hak khusus yang mendapat perlindungan yang terdiri dari : 1. Hak untuk memperbanyak dalam bentuk buku yang diterbitkan sendiri atau oleh penerbit berdasarkan suatu perjanjian lisensi ; 2. Hak untuk menerjemahkan buku ke dalam bahasa lain ; 3. Hak untuk membuat karya pertunjukan dalam bentuk apapun 4. Hak untuk membuat karya siaran dan lain sebagainya
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Apabila memperhatikan pada Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 dapat ditentukan beberapa bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta khususnya terhadap pemegang buku, yaitu : Dalam pasal 56 ayat (1) menyebutkan bahwa : Pemegang Hak Cipta berhak untuk mengajukan gugatan ganti rugi atas terjadinya pelanggaran Hak Ciptanya dan dapat meminta dilakukan penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu
Dalam pasal 56 ayat (2) menyebutkan bahwa : Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Kemudian seiring dengan majunya teknologi di bidang grafika yaitu tersedianya alat-alat cetak modern dan tenaga kerja yang ahli dan terampil, tercipta suatu usaha percetakan yang melawan hukum yaitu mencetak karya tulis buku orang lain tanpa izin pencipta atau pengarang atau lebih dikenal dengan pembajakan. Dalam Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 tidak disebutkan secara tertulis pasal yang mengatur tentang pembajakan. Dalam pasal 72 ayat (1) menyebutkan bahwa : Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
Pasal 72 ayat (2) menyebutkan bahwa : Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Dua ayat di atas menyebutkan secara eksplisit bahwa pembajakan sebagai salah satu jenis pelanggaran hak cipta yang dapat dipidana. Kejahatan pelanggaran hak cipta dibedakan menjadi dua jenis menurut siaran Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) 15 Februari 1984 yaitu 18 : (1) Mengambil sebagaian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut plagiat. Hal ini terjadi pada karya tulis berupa buku atau karya tulis berupa lagu dan notasi lagu. (2) Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, pencipta dan pengarang, penerbit atau perekam. Perbuatan tersebut disebut “pembajakan”. Pembajakan banyak dilakukan pada karya tulis berupa baku dan karya rekaman audio dan video. Seperti yang disebutkan pada bab di atas, bahwa pembajak buku adalah tindak pidana kejahatan pelanggaran hak cipta. Pekerjaan ini liar, tersembunyi, tidak diketahui oleh orang banyak apalagi petugas pajak. Pembajak tidak mungkin membayar pajak kepada negara. Jadi jelas bahwa pembajak buku itu merugikan negara, menghambat penciptaan
buku,
menghambat
tujuan
memajukan
kesejahteraan
umum
dan
mencerdaskan bangsa. Dan apabila terjadi pembajakan buku maka Undang-undang Hak Cipta dalam pasal 56 bahwa “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda 18
Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Merek, Paten), Cet I, PT. Mandar Maju, Bandung, 2000.
Universitas Sumatera Utara
yang diumumkan atau hasil perbanyakan hak cipta itu.” Selain itu untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang dilanggar maka hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta (pasal 56 ayat 3). Selain itu penyelesaian secara perdata tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggar hak cipta (pasal 66 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002). Untuk tuntutan pidana bagi orang yang melakukan pelanggaran hak cipta harus dituntut secara pidana karena pelanggaran hak cipta adalah kejahatan. Dalam pasal 72 disebutkan bahwa siapa saja dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah), termasuk dalam pelanggar ketentuan ini adalah pelaku utama atau pelanggaran hak cipta. Selain itu dalam pasal 72 (2) ditentukan bagi orang yang dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), termasuk dalam pelanggar ketentuan ini antara lain media massa yang menyiarkan, toko yang menjual, pengecer atau penjaja hasil pelanggaran hak cipta itu sebagai pelaku pembantu.
Universitas Sumatera Utara
Dan untuk barang/ ciptaan yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta serta alatalat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan (pasal 73 ayat (1)) Selain sanksi pidana dan perdata terhadap perlindungan bagi pihak yang dilanggar hak ciptanya dan rezim hukum hak cipta telah dikenal doktrin hukum “substansi pemakaian yang layak” atau lebih dikenal dengan “doctrine of fair use” prinsip dari fair use doctrine ini mempertimbangkan beberapa kepentingan untuk dikulifikasika sebagai pertimbangan masalah atas maksud ekonomis dari pelanggaran hak cipta tersebut. pada konkretnya penggunaan fair use doctrine terletak kepada kepentingan pribadi pencipta atas ciptaannya. Misalnya apabila si pembajak buku dapat menunjukkan tidak mempunyai kepentingan dari peniruan tersebut melainkan untuk keperluan pendidikan, maka pelanggaran ini dianggap tidak dapat dikualifikasikan untuk kepentingan komersial belaka. Dalam prinsip umum substansi proporsional lebih banyak dipakai karya cipta orang lain maka makin banyak pula pelanggaran hak cipta dilakukan dengan mengacu pada keadaan ini. Selain perlindungan hukum di atas ada juga bentuk perlindungan yang lain bagi orang yang membajak yaitu dengan meminta izin kepada pencipta untuk/ meminta lisensi agar barang yang sudah dia produksi sudah legal dengan konsekuensi dia harus membayar sejumlah uang untuk royalty kepada pencipta. Cara ini jauh lebih efektif sehingga buku yang sudah di cetak dapat di jual secara sah kepada masyarakat dan pemegang hak cipta tidak dirugikan akibat dari pembajakan ini. Sehingga dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perlindungan hak cipta bagi penulis buku atas terjadinya pembajakan buku maka pihak yang dirugikan dapat
Universitas Sumatera Utara
mengajukan gugatan perdata. Selain gugatan perdata juga tidak menghalangi hak dari pemerintah untuk melakukan tuntutan pidana dan juga pihak yang dirugikan dapat meminta hakim untuk meminta surat penetapan sementara. Hal ini dilakukan agar menghindari kerugian yang lebih besar dari penggugat. Selain adanya sanksi baik perdata maupun pidana, bentuk perlindungan lain yaitu dengan lisensi pembayaran royalty pada pencipta. Cara ini jauh lebih efektif dan efisien.
C. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta Pengaturan mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta berbeda dari suatu ciptaan dengan jenis cipta lainnya, yang pada umumnya didasarkan pada eksploitasi bisnis yang dapat diperoleh oleh penciptanya sehubungan dengan pengakuan hak ekonomi atau ciptaan. Lama singkatnya jangka waktu yang disesuaikan dengan kepentingan ekonomi dari pencipta yang telah membuka investasi waktu, tenaga, pikiran, keahlian dan/ atau dana dalam menghasilkan ciptaan itu, sehingga dengan adanya jangka waktu perlindungan itu maka pencipta dapat memperoleh hasil dari pengorbanan yang untuk menciptakan suatu ciptaan itu. Untuk mencapai rasa keadilan, jangka waktu perlindungan hak cipta itu juga dikaitkan dengan hak masyarakat atau kepentingan umum terhadap suatu ciptaan. Hak masyarakat ( publik domain ) ini sering dilawan dengan hak pencipta, untuk itu perlu adanya keseimbangan antara hak pribadi untuk melakukan monopoli selama waktu tertentu dan hak masyarakat untuk menikmati dan memanfaatkan ciptaan itu secara mudah dan murah 19.
19
Sanusi Bintang , Hukum dan Hak Cipta, PT. Citra aditya Bhakti, Bandung 1998,.
h. 35.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini karya cipta atau ciptaan yang berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 Tahun, setelah pencipta meninggal dunia atau bila ciptaan itu dimiliki 2 ( dua ) orang atau lebih maka hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 50 tahun sesudah ia meninggal dan ciptaan tersebut meliputi ( Pasal. 29 ) sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Buku, pamflet dan semua hasil karya tulis lain ; Drama atau rama musikal, tari, koreografi ; Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung ; Seni batik Lagu atau musik dengan atau tanpa teks ; Arsitektur ; Ceramah, kuliah, pidato dan cipta sejenis lainnya ; Alat peraga ; Peta ; Terjemah, tafsir, saduran, bunga rampai, data base dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Apabila ciptaan tersebut dimilki oleh badan hukum maka hak cipta selama 50
(lima
puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali diterbitkan. Sedangkan untuk karya cipta yang berlaku selama 50 ( lima puluh ) tahun sejak pertama kali diterbitkan ( pubished ) yaitu ciptaan yang berupa ( Pasal 36 ) : a. b. c. d.
Program Komputer ; Sinematografi ; Database ; Karya hasil pengalihwujudan.
Sedangkan untuk karya cipta yang dipegang atau dilaksanakan negara ( Pasal 31 UndangUndang Hak Cipta ), yaitu : Berlaku tanpa batas waktu untuk hak cipta atas faktor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi dan karya seni yang lainnya
Universitas Sumatera Utara