BAB II PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DI SEKOLAH DASAR A. PENDIDIKAN IPS 1. Konsep Dasar IPS “ Konsep ialah kumpulan fakta – fakta yang memiliki interaksi kuat satu sama lain sehingga membentuk suatu pengertian yang bulat”, (Kosasih, 1979 :97). IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial yang bahannya berdasarkan pada kajian sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan tata Negara. “ IPS berinduk kepada ilmu sosial dengan pengertian bahwa teori – konsep – prinsip yang diterapkan pada IPS adalah teori – konsep – prinsip yang ada berlaku pada ilmu sosial”(Sumaatmadja, 1984:10). Ilmu sosial dengan bidang-bidang keilmuannya, digunakan untuk melakukan pendekatan, analisis, dan menyususn alternative pemecahan masalah sosial yang dilaksanakan pada pengajaran IPS. Menurut Sapriya, dkk (2006: 3), “IPS adalah perpaduan dari pilihan konsep ilmu – ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, budaya dan sebagainya yang diperuntukan sebagai pembelajaran pada tingkat
15
Persekolahan ”. IPS adalah pembelajaran ilmu sosial (sosial sciences) yang disederhanakan untuk pembelajaran pada tingkat persekolahan. Menurut Somantri (1988 : 8) dalam Saprya, dkk (2006 : 7) IPS adalah penyederhanaan disiplin ilmu – ilmu sosial, ideologi Negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah- masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
2. Karakteristik Pendidikan IPS Menurut Kosasih (1979:4) dalam Sapria (2006:8) karakteristik IPS adalah sebagai berikut : a. IPS berusaha mempertautkan teori ilmu dengan fakta atau sebaliknya, b. Penelahaan dan pembahasan IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin ilmu saja, melainkan bersifat komprenhensif ( meluas/ dari berbagai ilmu sosial
dan
lainnya,
sehingga
berbagai
konsep
ilmu
secara
terintegritas/terpadu) digunakan untuk menelaah satu masalah/tema/topic. c. Mengutamakan peran aktif peserta didik melalui proses belajar inquiri agar peserta didik mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional, dan analitis. d. Program pembelajaran disusun dengan meningkatkan / menghubungkan bahan-bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan 16
kehidupan nyata di masyarakat, pengalaman, permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikan kepada kehidupan di masa depan baik dari lingkungan fisik/ alam maupun budayanya. e. IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil, sehingga titik berat pembelajaran adalah terjadinya proses internalisasi.
3. Tujuan Pendidikan IPS di SD Secara umum pendidkan IPS ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai untuk dirinya sebagai individu maupun makhluk sosial (Hasan 1993). Dan tujuan pembelajaran IPS tataran ini adalah melatih peserta didik berfikir, melihat masalah dan menyelesaikan masalah. Menurut Sumaatmadja (1984:49-41), bahwa tujuan pendidikan IPS di SD yaitu: a. Membekali anak didik dengan sikap, pengetahun, dam keterampilan dasar untuk dapat mengembangkan pribadinya sebagai anggota msyarakat yang dapat meningkatkan kemampuna dirinya sendiri dan dapat ikut mensejahterakan masyarakat. b. Membekali anak didik dengan kemampuan ilmu dan pengetahuan dasar bagi melanjutkan pendidikan ketingkat lebih tinggi.
17
4. Metode Pembelajaran IPS di SD “Metode adalah cara, yang didalamnya fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan” (Sumaatmadja 1984:95). Makin baik meode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan lebih dulu apakah sebuah metode dapat disebut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai. Menurut Rusyan(1995:47), pertimbangan untuk memilih metode pembelajaran didasarkan atas kepentingan pencapain tujuan juga disesuikan dengan bentuk belajar. Jadi, metode pembelajaran IPS di SD haruslah disesuaikan dengan tujuan pembelajarn IPS supaya tercipta hasil yang diharafkan. Setiap metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan membawa pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap peserta didik dalam pencapain hasil yang diharapkan, baik berupa dampak langsung maupun dampak pengiring.
5. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Ada dua bentuk perjuangan mempertahakan kemerdekaan, yaitu perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi. Perjuangan fisik dilakukan dengan cara bertempur melawan musuh. Perjuangan diplomasi dilakukan dengan cara menggalang dukungan dari negara-negara lain dan lewat perundinganperundingan. 18
Pertempuran – pertempuran di berbagai daerah pun terjadi setelah Jepang menyerah, Sekutu masuk Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan. Pasukan Sekutu diboncengi Belanda. Belanda ingin menguasai Indonesia lagi. Rakyat Indonesia tidak senang Belanda kembali ke bumi pertiwi. Terjadilah pertempuran-pertempuran.
Pertempuran
terjadi
di
Surabaya,
Ambarawa,
Bandung, Palembang, Bali, Medan, dan kota-kota lainnya. 1. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya Merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme 2. Pertempuran Ambarawa “Pertempuran Ambarawa” diawali oleh mendaratnya tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang. Tentara Sekutu mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk mengurus tawanan perang dan tentara Jepang di Jawa Tengah. Kedatangan Sekutu semula disambut baik oleh rakyat Semarang. Bahkan, Gubernur Jawa Tengah menawarkan bantuan bahan makanan dan keperluan-keperluan lainnya. Pihak Sekutu pun berjanji untuk tidak 19
mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Bentrokan bersenjata mulai timbul di Magelang. 3. Pertempuran “Medan Area” Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di beberapa tempat 4. Bandung Lautan Api Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung. Pada waktu itu para pemuda dan pejuang di kota Bandung sedang gencargencarnya merebut senjata dan kekuasaan dari tangan Jepang. Oleh Sekutu, senjata dari hasil pelucutan tentara Jepang supaya diserahkan kepadanya. Bahkan pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum 20
agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan. Oleh para pejuang, ultimatum tersebut tidak diindahkan sehingga sejak saat itu sering terjadi insiden dengan pasukan-pasukan Sekutu.
B. COOPERATIVE LEARNING 1. Pengertian Cooperative Learning Cooperative Learning berasal dari kata Cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama- sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai suatu kelompok atau suatu tim. Dibawah ini merupakan beberapa definisi dari para ahli mengenai Cooperative Learning diantaranya sebagai berikut : Menurut Slavin (1985) Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Anita Lie (2000) menyebut Cooperative Learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan peserta didik lain dalam tugas – tugas yang terstuktur
21
Menurut Hamid Hasan (1996) dalam Solihatin , dkk (2008 : 4) Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama, dalam kegiatan Cooperative, peserta didik mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok belajar Cooperative adalah pemanfaat kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya. Selanjutnya menurut Stahl (1994) dalam isjoni (2007) menyatakan Cooperative Learning dapat meningkatkan belajar peserta didik lebih baik dan meningkatakan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial. Dan beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam Cooperative Learning, peserta didik terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkhualitas, dapat memotivasi peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam pembelajaran dengan menggunakna model Cooperative Learning pengembangan kualitas diri peserta didik terutama aspek afektif peserta didik dapat dilakukan secara bersama- sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun 22
konatif. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dkembangkan dalam pembelajaran. Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan mengajar yang berpusat pada peserta didik (stuend oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan peserta didik, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, peserta didik yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.
2. Konsep Dasar Cooperative Learning. Dalam menggunakan model belajar Cooperative Learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan di upayakan oleh guru. Guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar- dasar konseptual dalam penggunaan Cooperative Learning. Adapun prinsip – prinsip dasar menurut Stahl (1994), meliputi sebagai berikut. a. Perumusan Tujuan Pembelajaran Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dna spesifik. 23
Tujuan tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru untuk dilakukan oleh peserta didik dalam kegiatan belajar. Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Tujuan harus dirumuskan dalam dan konteks kalimat yang mudah dimengerti oleh peserta didik secara keseluruhan. b. Penerimaan yang menyeluruh oleh peserta didik tentang tujuan belajar. Guru hendaknya mampu mengkondisikan kelas agar peserta didik menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh karena itu, peserta didik dikondisikan untuk mengetahui
dan
menerima
dirinya
untuk
bekerjasama
dalam
mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari. c. Ketergantungan yang bersifat positif. Untuk mengkondisikan terjadinya interdepensi di antara peserta didik dalam kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan tugas – tugas pelajaran sehingga peserta didik memahami dan mungkin untuk melakukan hal itu dalam kelompoknya (Johnson, et al, 1988). Guru harus merancang struktur kelompok, tugas – tugas kelompok yang memungkinkan setiap peserta didik untuk belajar dan mengevaluasi dirinya dan teman kelompoknya.
24
d. Interaksi yang bersifat terbuka Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas – tugas yang diberikan oleh guru. Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantukan yang positif dan keterbukaan di kalangan peserta didik untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. e. Tanggung Jawab Salah satu dasar penggunaan Cooperative Learning dalam pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama- sama. Dalam kegiatan belajar ini peserta didik mempunyai dua tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. f. Kelompok Bersifat Heterogen. Dalam pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan akumulasi dari berbagai karkteristik peserta didik yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral dan perilaku peserta didik.
25
g. Interaksi Sikap dan Perilaku Sosial yang Positif. Dalam mengerjakan tugas kelompok, peserta didik bekerjasama dalam kelompok sebagai suatu kelompok kerja sama. Dalam interaksi dengan peserta didik lainnya, peserta didik tidak begitu saja bisa menerapkan dan memaksakan sikap. Pada kegiatan bekerja sama peserta didik harus belajar bagiamana meningkatkan kemampuan interaksi dalam memimpin berdiskusi, bernegoisasi dan mengklarifikasi berbagai masalah dalam menyelesaikan tugas – tugas kelompok. h. Tindak Lanjut (follow up) Setelah masing – masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja peserta didik dalam kelompok belajarnya, termasuk juga : (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (b) bagaimana mereka membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas, (c ) bagaimana sikap dan perilaku ereka dalam interaksi kelompok belajar bagi keberhasilan kelompoknya, dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok belajarnya di kemudian hari.
26
3. Tujuan Cooperative Learning Tujuan utama dalam pengembangan model pembelajaran Cooperative Learning adalah belajar kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan cara menyampaikan pendapat mereka dengan cara. Berkumpul secara berkelompok maka ditemukan sosok seorang pribadi manusia (karakter manusia) seperti yang dikemukakan oleh Paul B Horton dan Charles L Hunt (1993) dalam Isjoni (2007) bahwa: “Pengalaman berkelompok yang membuat manusia memiliki ciri-ciri norma-norma hidup serta bersama-sama memiliki nilai-nilai, tujuan, perasaan dan banyak membedakan kita dengan orang lain seperti perasaan dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh keunggulan kelompok, apakah ia menjadi manusia yang bersifat manusiawi dan melalui pengalaman berkelompok kita menghayati baik atau pengecut”.
4. Unsur – Unsur Dasar dalam Cooperative Learning Unsur – unsur dasar dalam Cooperative Learning menurut Lungdren (1994) (isjoni, 2007:13) sebagai berikut : a. Para peserta didik harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”
27
b. Para peserta didik harus memiliki tanggung
jawab terhadap peserta
didik atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri endiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. c. Para peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. d. Para peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota lain. e. Para peserta didik diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. f. Para peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. g. Setiap peserta didik akan diminta mempertangung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
5. Prinsip – Prinsip Cooperative Learning Dalam menerapkan model Cooperative Learning di dalam kelas, ada beberapa prinsip mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dengan menggunakan model ini, menurut Solihatin, dkk (2008: 6 -10) prinsip – prinsip tersebut adalah :
28
a. Perumusan tujuan belajar peserta didik harus jelas. b. Penerimaan yang menyeluruh oleh peserta didik tentang tujuan belajar. c. Ketergantungan yang bersifat positif. d. Interaksi yang bersifat terbuka. e. Tanggung jawab individu f.
Kelompok bersifat heterogen.
g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif h. Kepuasan dalam belajar. i.
Pengelolaan Cooperative Learning
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model Cooperative Learning. a. Pengelompokan. Pengelompokan homogeny berdasarkan prestasi belajar sangat sering diterapkan di beberapa sekolah dalam menentukan kelompok – kelompok belajar di kelas, karena pengelompokan ini sangat praktis dan mudah. Menurut Scott Gordon dalam buku History and philosophy of sosial Science (1991) dalam Lie (2007 : 14), “ pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda”. 29
Ciri yang menonjol dalam model Cooperative Learning yaitu pengelompokan secara heterogebitas. Kelompok heterogebitas ,bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio- ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Kelompok heterogenitas terdiri dari satu orang yang berkemampuan akademis sedang, dan satu orang yang berakademis kurang
b. Semangat Gotong Royong Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran, maka masing – masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Semangat gotong royong ini bisa dirahasiakan dengan membina niat dan kiat peserta didik dalam bekerja sama dengan peserta didik – peserta didik yang lainnya.
c. Penataan Ruang Kelas Dalam model Cooperative Learning.
Penataan ruang kelas
perlu memperhatikan prinsip – prinsip tertentu. Bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua peserta didik bisa melihat guru / papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan – rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan 30
merata. Kelompok bisa dekat satu sama lain, tetapi tidak menggangu kelompok yang lain dan guru bisa menyedakan sedikit ruang kosong di salah satu bagian kelas untuk kegiatan lain.
6. Langkah – Langkah dalam Pembelajaran Cooperatife Learning Langkah – langkah dalam model Cooperatife Learning secara umum (Sthal, 1994 : Slavin, 1983) dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut . a. Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan
target
pembelajaran
pembelajaran disamping itu
yang
ingin
dicapai
dalam
guru pun menetapkan sikap dan
keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperlihatkan oleh peserta didik selama berlangsungnya pembelajaran. b. Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajarn di kelas, guru merancang lembar observasi yang akna digunakan untuk mengobservasi kegiatan peserta didik dalam belajar secara bersama dalam kelompok – kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi, guru tidak lagi menyampaikan materi secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut nantinya akan dilakukan peerta didik ketika belajar secara bersama kelompok
31
c. Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan peserta didik, guru mengarahkan dan membimbing peserta didik, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku peserta didik selama kegiatan belajar. d. Langakah keempat, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik dari masing – masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini. Guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudakan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman peserta didik terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilakn.
7. Model – Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Jigsaw Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam mengausai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model belajara ini terdapat tahap-tahap dalam menyelenggarakannya. Tahap pertama siswa dikelompokan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.
32
Dalam jigsaw ini setipa anggota kelompo ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama
b. Group Investigation Pada model ini siswa dibagi ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar ciri-ciri Cooperative Learning. Pada model ini siswa memilih sub tropic yang ingin mereka pelajari dan topic yang biasanya telah ditentukan guru, selanutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topic dan materi yang dipilh. Kemudian siswa mulai belajar dengan berbagai sumber belajar baik di dalam ataupun diluar sekolah, setelah proses pelaksanaan belajar selesai mereka menganalisi, menyelesaikan, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan hasil belajar.
c. Rotating Trio Exchange Pada model ini, kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat 33
kelompok lainnya di kiri dan di kanannya, berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio tersebut. Contohnya nomor 0, 1, dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1 berpindah searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya, berlawanan jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap ditempat. Ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan kepada setiap trio baru tersebut pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan , tambahkan sedikit tingkat kesulitan. Rotasikan kembali siswa seusai setipa pertanyaan yang telah disampiakan. d. Group Resume Model ini akan menjadikan interaksi antar siswa lebih baik, kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok setiap kelompok terdiri dari 3-6 orang siswa. Berikan penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, baik bakat ataupun kemampuannya di kelas. Biarkan kelompokkelompok tersebut membuat kesimpulan yang di dalamnya terdapat datadata latar belakang pendidikan, pengetahuan aka nisi kelas, pengalaman kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, keterampilan, hobby, bakat dan lain-lain. Kemudian setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka,
34
8. Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement Division (STAD). Dalam Cooperative Learning terdapat beberapa tipe pembelajarannya, dan salah satunya adalah Student Team Achievment division (STAD). Tipe ini dikembangkan Slavin, dan merupakan salah satu tipe Cooperative Learning STAD Cooperative Learning yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk pemula dalam menggunakan Cooperative Learning dan STAD merupakan yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarnnya, belajar Cooperative tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi : a.
Tahap penyajian materi. Dalam tahap ini guru dapat memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari, dalam hal ini materi yang akan
dipelajari
mempertahankan
adalah
pertempuran
kemerdekaan.
–
pertempuran
Dilanjutkan
dengan
dalam siswa
memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari b. Tahap kegiatan kelompok. Sebelumnya dalam tahap kelompok, dalam pembagiannya sudah ditentuka oleh guru dengan pembagian secara heterogen 35
berdasarkan peringkat kelas dan Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas.pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. c. Tahap tes individual. Tahap ini untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual, mengenai materi yang telah dibahas d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu. Tahap perhitungan skor perkembangan individu terbaik sesuai dengan dihitung berdasarkan skor awal, dalam penelitian ini didasarkan pada pre tes yang telah dilakukan diawal kegiatan inti. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang telah dilakukan. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai
dengan
kemampuannya.
Adapaun
perhitungan
skor
perkembangan individu pada penelitian ini diambil dari penskoran perkembangan individu pada penelitian ini diambil dari penskoran 36
perkembanagn individu.yang dikemukakan Slavin (1995) seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Skor Perkembangan Individu Skor Perkembangan Individu
Skor Kuis a. b. c. d. e.
5 10 20 30 30
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 10-1 poin dibawah skor awal Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal Lebih dari 10 poin di atas skor awal Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) Sumber : Slavin (2009:159)
Perhitungan
skor
kelompok
dilakukan
dengan
cara
menjumlahkan masing – masing perkembanagan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok e. Tahap Pemberian Kelompok Pemberian penghargaan skor kelompok diberikan berdasarkan perolehan skor rata – rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super. Adapun kriteria yang digunakn untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut a. Kelompok dengan skor rata – rata 15 sebagai kelompok baik b. Kelompok dengan skor rata –rata 20 sebagai kelompok hebat 37
c. Kelompok dengan skor rata – rata 25 sebagi kelompok super STAD merupakan tipe yang dipilih oleh peneliti sebagai tipe pembelajaran dalam Cooperative Learning, karena seperti yang sudah kemukakan
Slavin, STAD merupakan tipe yang sederhana namun dengan
penggunaan tipe ini tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dapat terwudkan yaitu mereka belajar sendiri, mereka belajar berkelompok, beljar menghargai pendapat dan menyampaikan pendapat, namun walaupun mereka berkelompok namun tetap memiliki tanggung jawab secara individu untuk memahami materi, pembelajaran yang bisaanya hanya duduk untuk mendengarkan namun pada pembelajaran ini mereka aktif, mereka yang mulai membahas materi dan lebih memahami materi lewat kerja kelompok yang saling bertukar informasi.
C. Hambatan –hambatan dalam Model Cooverative Learning Dalam penerapan model Cooperative Learning tidaklah lepas dari adanya hambatan-hambatan yang dialami. Hambatan-hambatan yang ada dalam model Cooperative Learning diantaraya sebagai berikut : 1. Dalam segi penyusunan kelompok yaitu : a. Sulit untuk membuat kelompok yang homogeny, baik intelegensi, bakat dan minat, atau daerah tempat tinggal. b. Murid-murid yang oleh guru telah dianggap homogen, sering tidak merasa cocok dengan anggota kelompoknya itu 38
2. Dalam segi kerja kelompok. a. Kurangnya
focus
siswa
dalam
mengerjakan
tugas
dengan
kelompoknya. 3. Dalam segi waktu pembelajaran yang membutuhkan waktu lebih banyak dibanidngkan waktu yang disediakan dalam belajar.
D. PEMBELAJARAN IPS dengan COOPERATIFE LEARNING IPS adalah perpaduan dari pilihan konsep ilmu – ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, budaya dan sebaginya yang diperuntukan sebagai pembelajaran pada tingkat persekolahan ”. IPS adalah pembelajaran ilmu sosial (sosial sciences) yang disederhanakan untuk pembelajaran pada tingkat persekolahan. Menurut Somantri (1988 : 8) dalam Saprya, dkk (2006 : 7) IPS adalah penyederhanaan disiplin ilmu – ilmu sosial, ideologi Negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah- masalah sosial terkait yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS memiliki peran untuk mengembangkan pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan sosial peserta didik untuk dapat menelaah kehidupan sosial yang dihadapi sehari – hari. Kondisi pembelajaran IPS sekarang ini sangat mengalami penurunan, dimana dalam pembelajaran dikelas peserta didik kurang berminat dalam belajar IPS, mereka beranggapan pelajaran IPS adalah pelajaran yang membosankan, itu semua tidaklah 39
lepas dari penggunaan metode, media, dan pendekatan yang dilakukan oleh guru. Dimana sekarang ini guru masih saja mengajarkan IPS hanya dengan menggunakan metode yang konvensional seperti ceramah dan penugasan. Bertolak belakang dengan IPS yang merupakan ilmu sosial dan membutuhkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran. Penggunaan metode dan media yang tepat akan sangat membantu dalam meningkatkan keminatan peserta didik akan pembelajaran IPS dengan penggunaan metode yang tepat pelajaran IPS dapat menjadi lebih mengasikan dibandingkan hanya menggunakan metode ceramah. Perkembangaa dunia pendidikan sekarang ini sudahlah sangat maju, banyak metode-metode pembelajaran yang terus dikembangkan oleh para ahli dalam meningkatakan hasil pembelajaran. salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif atau Cooverative Learning Pada model Cooverative Learning peserta didik diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktifitas peserta didik. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya. Cooverative Learning memiliki arti belajar bersama-sama saling membantu anatara satu dengan yang lainnya.
40
Model Cooverative Learning sangat cocok digunakan dalam pembelajaran IPS yang dimana dalam pembelajarannya itu sangat dibutuhkan pembelajaran sosial, bekerjasama dengan teman, dan peserta didik aktif dalam pembelajaran Melalui
model
Cooperatife Learning
diharapkan
dapat ditumbuh
kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois sehingga terbisaa sikap kesetiakawanan sosial sikelas maupun luar kelas. Penggunaan model Cooperatife Learning menuntut adanya keterlibatan yang aktif baik dari pihak guru maupun peserta didik yang didasari perasaan senang, terbuka tanapa ada rasa takut serta tidak ada pula tekanan-tekanan yang dilakukan oleh guru. Model Cooperative Learningdalam penggunaannya sangat diperlukan adanaya sikap sosial, dimana dalam model Cooperative Learningdiperlukan sikap saling menghormati, bertanggung jawab, dan yang terpenting adalah bergotong royong, dan itu semua merupakan dasar dalam sikap sosial yang baik dan merupakan salah satu tujuan dalam pembelajaran IPS yaitu menumbuhkan dan mengajarakan cara bersikap sosial yang baik.sehingga model Cooperative Learning sangat cocok digunakan dalam pembelajaran IPS
41
E. Hasil Penelitian yang Telah Dilakukan Ema Ratna Puri (2009) dalam penelitiannya yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS di sekolah dasar, menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa, hal ini terbukti dari keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif juga mampu meningkatkan hasil belajar siswa, terbukti dengan hasil post tes secara individu dari siklus ke siklus menunjukkan peningkatkan sehingga rata-rata kelas dapat melampaui KKM yang telah ditentukan sebelumnya. Dari
penemuan
penelitian-penelitian
yang
telah
dilakukan,
model
pembelajaran Cooperative Learning merupakan model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan minat, proses maupun hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari perkembangan sikap siswa dalam proses pembelajarannya.
F. PEMBELAJARAN AKTIF Belajar merupakan kegiatan individu dalam memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam belajar tersebut individu menggunakan ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati 42
sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik berupa bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih, keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan konsep lain. Walaupun telah lama kita menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar, kenyataan masih menunjukan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif, mereka lebh banyak menunggu sajian dai guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang mereka butuhkan. Apabila kondisi prosesn pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan guru serta meminimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan dasar, termasuk pada sekolah dasar akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan dasar yakni meletakan dasar yang dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi, di samping kemampuan untuk belajar terus-menerus sepanjang hayat. Pembelajaran ialah membelajarakan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. 43
Pembelajaran aktif merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakauakn oleh guru sebagai pendidik, sedangakn belajar dilakukan oleh murid sebagai peserta didik. Dalam proses pembelajaran siswa harus benar-benar memiliki temapat yang lebih banyak dibandingkan dengan guru, guru hanya sebagai fasilitator saja. Dalam belajar siswa harus benar-benar ikut didalamnya dan dijadikan center, dimana segala aktifitas harus mengikut sertakan siswa, sehingga pembelajaran yang aktif akan muncul dalam pembelajaran. aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan – kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mengerjakan tugas – tugas, dapat menjawab pertanyaan guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
G. HASIL BELAJAR Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh murid dalam mengikuti program belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
44
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman hasil pengalaman belajar. Kategori hasil belajar menurut Gafne dikutif oleh Sudjana (1989 : 45 ) mengemukakan bahwa : Ada lima kategori hasil belajar, yakni informasi, verbal, keterampilan, intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik, adapaun yang dimaksud informasi verbal adalah tingkat kemampuan yang hanya meminta siswa untuk mengenal atau mengetahui adanya konsep, fakta tanpa harus memahami, menilai dan menggunakannya. Keterampilan intelektual adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu untuk memahami. Mengerti suatu masalah. Sikap adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu mencerinkan pengetahuan yang diperoleh melalui tingkah lakunya dalam kehidupan sehari – hari keterampilan motorik Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan seseorang yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran dibedakan atas tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi guru melaksanakan penilaian terhadpa hasil belajar pada umumnya digunakan suatu tes untuk mengukur dan manila hasil belajat kognitif berkenaan dengan penguasaan mater Banyak para ahli yang mengemukakan pendapat mengenai belajar.
45
a. W.S. Winkel (Veranica, 2005:7) mengungkapkan,
pengertian belajar
adalah Suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.” b. S.Nasution MA (Veranica, 2005:7) belajar adalah sebagai perubahan kelakuan, pengalaman dan latihan. Jadi belajar membawa suatu perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai sejumlah
pengalaman,
pengetahuan,
melainkan
juga
membentuk
kecakapan, kebisaaan, sikap, pengertian, minat, penyesuaian diri. Dalam hal ini meliputi segala aspek organisasi atau pribadi individu yang belajar. Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda prestatie dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. Dalam literature, prestasi selalu dihubungkan dengan aktivitas tertentu, seperti dikemukakan oleh a.
Robert M. Gagne (Veranica, 2005:8) bahwa dalam setiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang.
b. Muhibbin Syah (Veranica, 2005:8) menjelaskan bahwa Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. 46
Perubahan sebagai hasil belajar bersifat menyeluruh. Menurut pandangan ahli jiwa Gastalt, bahwa perubahan sebagai hasil belajar bersifat menyeluruh baik perubahan pada perilaku maupun kepribadian secara keseluruhan. Belajar bukan semata-mata kegiatan mekanis stimulus respon, tetapi melibatkan seluruh fungsi organism yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu. Dalam melaksanakan hasil belajar. Pendidikan perlu memperhatikan prinsip – prinsip penilaian sebagai berikut : a. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil peilaian. b. Penilaian harus belajar hendaknya menjadi bagian integral dan pross belajar mengajar. Artinya penilaian senantiasa dilaksanakan dilaksanakan pada tiap saat proses belajar mengajar sehingga pelaksanaan berkesinambungan.
47
c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif penialain harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifat konferensif. d. Penialaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penialaian sangat bermanfaat bagi guru maupun siswa. (Sudjana, N. 2009 :8 ). Adapun prinsif –prinsif dalam penilaian hasil belajar seperti yang diikuti dalam peraturan Mentri
Pendidikan Nasional
20 tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidik. Antara lain : a. Valid / sahih. Penilain hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditentapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar ) dan standar kompetensi lulusan. Penilaian valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. b. Objektif Penialai hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh subyektifitas penialai, latar belakang agama, soisal ekonomi, budaya, bahasa, gender dan hubungan emosional. c. Transparan Penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka, artin ya prosedur penialaian, criteria penilaian,dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar.dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan 48
d. Adil Penilaian hasil belajar tidak menguntungkan atau merugiakan peserta ddik karena kebutuhan khisis serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya. Adat istiadat, status sosial ekonomi danb gender. e. Terpadu Penialaian hasil belajar oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tidak terpisah dari kegiatan pembelajaran. f. Menyeluruh dan berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencangkup semua aspek kompetensi dengan mengguakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. g. Bermakna Penialain hasil belajar oleh pendidik hendaknay mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat dam dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, peserta didik dan orang tua serta masyarakat. h. Sistematis. Penialaian hasil belajar oleh pihak pendidik dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah – langkah baku. i. Akuntabel Penialain hasil belajar oleh pendidik dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur maupun hasil. 49
j. Beracuan kriteria. Penilaian hasil belajar oleh pendidik didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi guru. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses beajar yang bersifat realistik, menetap dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Hasil belajar dalam pengertiannya berhubungan dengan tujuan pembelajaran. Tipe –tipe hasil belajar ini dapat berupa kemampuan intelektual, sikap maupun keterampilan psikomotorik (skill).
H. BELAJAR TUNTAS Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaanperbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan 50
pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik. Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan Seorang peserta didik dipandang tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65% sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut. 51