7
BAB II PENDEKATAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Perubahan Sosial Menurut Sztompka (2004) masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur atau tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi, politik, sedangkan di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan di tingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Sztompka 2004). Perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern (Samuel Koenig dikutip Soekanto 2006). Perubahan sosial dapat pula diartikan sebagai perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompokkelompok dalam masyarakat (Selo Soemardjan dikutip Soekanto 2006). Tekanan definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya. Menurut Himes dan Moore dikutip Soelaiman (1998), perubahan sosial mempunyai tiga dimensi, yaitu: dimensi struktural, kultural dan interaksional. 1.
Dimensi struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam bentuk struktural masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial. Perubahan tersebut meliputi:
8
a. Bertambah dan berkurangnya kadar peranan b. Menyangkut aspek perilaku dan kekuasaan c. Adanya
peningkatan
atau
penurunan
sejumlah
peranan
atau
pengkategorian peranan d. Terjadinya pergeseran dari wadah atau kategori peranan e. Terjadinya modifikasi saluran komunikasi di antara peranan-peranan atau kategori peranan f. Terjadinya perubahan dari sejumlah tipe dan daya guna fungsi sebagai akibat dari struktur 2.
Dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat. Perubahan tersebut meliputi: a. Inovasi kebudayaan b. Difusi c. Integrasi
3.
Dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial dalam masyarakat. Perubahan tersebut meliputi: a. Perubahan dalam frekuensi b. Perubahan dalam jarak sosial c. Perubahan perantara d. Perubahan dari aturan atau pola-pola e. Perubahan dalam bentuk interaksi Sebagai sebuah proses, perubahan sosial membutuhkan saluran-saluran
perubahan (avenue or channel of change), yaitu saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran-saluran tersebut adalah lembagalembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi, dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi titik tolak, bergantung pada cultural focus masyarakat pada suatu masa tertentu. Terdapat
beberapa
perspektif
yang menjelaskan
penyebab
suatu
perubahan, di antaranya adalah perspektif materialistik dan idealistik (Salim 2002). Perspektif materialistik adalah perspektif yang digagas oleh Karl Marx. Pada dasarnya perspektif ini menyoroti perubahan moda produksi sehingga melahirkan perubahan pada berbagai aspek. Sumber perubahan disebabkan oleh
9
faktor material. Perspektif ini bertumpu pada pemikiran Marx yang menyatakan bahwa kekuatan produksi berperan penting dalam membentuk masyarakat dan perubahan sosial. Perspektif ini melihat bahwa bentuk pembagian kelas-kelas ekonomi merupakan dasar anatomi suatu masyarakat. Perubahan dalam pandangan Marx bersifat otodinamis, terus-menerus dan berasal dari dalam. Perubahan didorong oleh kontradiksi endemik, penindasan dan ketegangan dalam struktur. Sejalan dengan pandangan dinamis Marx, model kesatuan sosial (sistem sosial) dibangun dalam gerakan sosial internal yang konstan yaitu perubahan yang digerakkan oleh kekuatan dari dalam sistem sosial itu sendiri. Marx melihat bahwa proses ini akan berlanjut hingga menuju pada suatu keadaan yang sempurna. Pada kondisi tertentu, kekuatan material pada masyarakat akan mengalami konflik dengan hubungan produksi yang ada. Marx melihat moda produksi kapitalis bersifat labil dan pada akhirnya akan hilang. Hal ini disebabkan pola hubungan antara kaum kapitalis modal dan kaum buruh bercirikan pertentangan akibat eksploitasi besar-besaran oleh kaum kapitalis. Selanjutnya adalah perspektif idealistik, yang menjelaskan faktor utama perubahan sosial ada pada ide. Perspektif idealistik digagas oleh Max Weber. Berbeda dengan perspektif materialistik yang memandang bahwa faktor material menyebabkan perubahan sosial, perspektif idealistik melihat perubahan sosial disebabkan oleh faktor non material seperti ide, nilai dan ideologi. Ide merujuk pada pengetahuan dan kepercayaan, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu yang pantas dan tidak, sedangkan ideologi merujuk pada serangkaian kepercayaan dan nilai yang digunakan untuk membenarkan tindakan masyarakat. 2.1.2. Modernisasi dan Perubahan Sosial Modernisasi merupakan salah satu teori pembangunan. Terdapat beberapa konsep kunci sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan teknologi sebagai peningkatan pengetahuan. Menurut Schoorl (1982), modernisasi adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan oleh negaranegara berkembang dan dapat dilakukan jika bersentuhan dengan negara-negara
10
maju. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa modernisasi itu adalah sesuatu yang baik. Perubahan sosial atau budaya yang berlangsung di masyarakat dapat merupakan dampak dari modernisasi. Schoorl (1982) melihat modernisasi sebagai suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspekaspeknya. Dalam bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri dengan pertumbuhan ekonomi sebagai aksen utama. Tujuan akhir dari modernisasi adalah terwujudnya masyarakat modern yang dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan fungsi dan struktur masyarakat. Secara lebih jelas, Schoorl (1982) menyebutkan proses pertumbuhan struktur sosial yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Proses ini kemudian dilanjutkan hingga pembentukan stratifikasi dan hierarki. Usaha
modernisasi
untuk
mengubah
cara
produksi
masyarakat
berkembang sebenarnya merupakan usaha untuk mengubah cara produksi prakapitalis
ke
kapitalis,
sebagaimana
negara-negara
maju
yang
telah
menerapkannya. Prosesnya mencakup proses yang sangat luas yang batasannya tidak dapat ditetapkan secara mutlak. Modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional dalam arti teknologi atau organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis (Soekanto 2006). Dampak sosial muncul ketika aktivitas modernisasi seperti proyek, program atau kebijakan yang berasal dari luar diterapkan dalam suatu masyarakat. Aktivitas tersebut mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem masyarakat. Pengaruhnya bisa positif atau negatif. Hal ini hanya dapat diuji dari nilai, norma, aspirasi dan kebiasaan masyarakat yang bersangkutan (Hadi dalam Waluyo 2009). 2.1.3. Konsep Industrialisasi Menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/ atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Pengertian industri sendiri sangatlah luas, yaitu menyangkut
11
semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Oleh karena kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Adapun istilah industrialisasi dalam suatu masyarakat berarti adanya pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern, dalam segi ekonomi, industrialisasi berarti munculnya kompleks industri yang besar dimana produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang sarana produksi, diusahakan secara massal (Dharmawan dikutip Soesilowati 1988). Industrialisasi merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi (Riedel dikutip Tambunan 2001). Akibat-akibat yang disebabkan oleh industrialisasi dapat dibedakan ke dalam tiga segi (Moore dikutip Soesilowati 1988), yaitu organisasi produksi, struktur ekonomi, dan struktur ekologi-demografi. Penjelasan singkat mengenai ketiganya adalah sebagai berikut: 1.
Organisasi produksi; dari sudut organisasi produksi, akibat industrialisasi dapat dilihat dalam hubungan kerja dan organisasi unit-unit produksi.
2.
Struktur ekonomi; dari sudut struktur ekonomi, akibat industrialisasi dapat dilihat dari jenis pekerjaan, tabungan, serta distribusi dan konsumsi. Perubahan juga terjadi pada aktivitas pertanian ke non pertanian.
3.
Struktur ekologi-demografi; dari sudut struktur ekologi-demografi, akibat industrialisasi lebih ditekankan pada perubahan ukuran dan pertumbuhan penduduk.
2.1.4. Konsep Industrialisasi Pedesaan Industrialisasi pedesaan adalah kata kunci dari ekonomi kerakyatan. Dengan industrialisasi, kualitas dan produktivitas terjaga, sehingga desa mampu bersaing di dalam sistem ekonomi yang modern. Konsep industrialisasi pedesaan diperkenalkan
sebagai
pemikiran
alternatif
untuk
menjawab
kebutuhan
12
pengembangan ekonomi desa, khususnya sejak terjadi kegagalan transformasi ekonomi di zaman revolusi hijau. Landasan pengembangan industrialisasi pedesaan didasarkan pada model transformasi teknologi dan pengetahuan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumberdaya lokal dengan basis pengelolaan oleh masyarakat dan pemerintah desa. Industrialisasi desa ditandai oleh kepekaan pada pengelolaan lingkungan, orientasi padat karya dan bukan padat modal, penggunaan teknologi menengah, serta berorientasi pada kebutuhan jangka panjang (sustainable)2. Industri pedesaan adalah suatu bentuk transisi antara industri yang bersifat artisan dengan industri modern. Industri pedesaan dapat berfungsi sebagai alat pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan ini, industrialisasi pedesaan melalui mekanisme pasar dapat mengakumulasi dan mengalihkan modal dari sektor pertanian ke sektor industri. Industrialisasi dapat pula meningkatkan penyerapan angkatan kerja yang senantiasa bertambah di pedesaan3. Industrialisasi pedesaan menampilkan peranan penting dalam pembentukan organisasi sosial yang bersifat industrial. Industrialisasi pedesaan juga berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan
kerja
baru.
Secara
sempit
industrialisasi
pedesaan
bertujuan
menganekaragamkan peningkatan pendapatan dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat pedesaan. 2.1.5. Industrialisasi sebagai Proses Pembangunan Desa Pembangunan
merupakan
proses
perubahan
yang
disengaja
dan
direncanakan. Secara lengkap, pembangunan berarti perubahan yang disengaja atau direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki ke arah yang dikehendaki. Modernisasi sering diartikan identik dengan pembangunan, yakni mengingat artinya sebagai proses penerapan
2
Konsep ini merupakan pemikiran yang dikemukakan oleh Profesor Sarbini Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan salah satu pemikir besar ekonomi kerakyatan Indonesia. 3 Definisi dan penjelasan mengenai industrialisasi pedesaan ini merupakan hasil simposium industrialisasi pedesaan yang dilakukan pada tahun 1990 di Institut Pertanian Bogor, yang disunting oleh Mangara Tambunan dan Sayogyo.
13
pengetahuan dan teknologi modern pada berbagai segi kehidupan masyarakat. Sehingga, pembangunan didefinisikan pula sebagai usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan perubahan sosial melalui modernisasi (Raharjo 2004). Berbagai
program
pembangunan
dirumuskan
untuk
mendorong
masyarakat dari berbagai ketertinggalan. Untuk memajukan desa, proses modernisasi biasa tidaklah cukup. Modernisasi harus direncanakan, dipacu dan diakselerasikan sedemikian rupa sehingga segera dapat mengantarkan masyarakat desa pada kemajuan. Karenanya konsep pembangunan mengandung pengertian semacam ini. Mengikuti pemikiran bahwa pembangunan nasional adalah agregasi pembangunan lokal, baik pemerintah pusat dan daerah secara beragam membangun
basis-basis
industri
dalam
ekonomi
lokal
melalui
proses
industrialisasi. Salah satu kebijakan dalam pembangunan adalah dengan menempatkan industri di pedesaan dan kota-kota kecil, yang dikenal sebagai program industrialisasi pedesaan. Hal ini didukung dengan terumuskannya UU No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah. Melalui UU No. 32 Tahun 2004 daerah diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk menjalankan kekuasaan ekonominya. Tambunan (2010) mengatakan bahwa industrialisasi adalah kunci pembangunan ekonomi lokal. Alasan lain menyebutkan bahwa proses industrialisasi dibutuhkan untuk mentransformasi masyarakat tradisional berbasis pedesaan ke arah masyarakat industri yang maju dan modern. Dalam pengembangan kawasan industri, akan dijumpai beberapa permasalahan baik yang bersifat strategik, manajerial dan teknikal. Permasalahan strategik berkaitan dengan aspek-aspek yang berkaitan dengan perlu dibangunnya kawasan industri, peran maupun fungsi yang diharapkan dari kawasan industri dimasa yang akan datang sekaligus dampak jangka panjang pengembangan industri. Permasalahan manajerial berkaitan dengan aspek penataan ruang dan pengarahan lokasi industri yang meliputi aspek perencanaan wilayah suatu daerah dan penyediaan sarana internal. Sementara permasalahan teknikal berkaitan dengan bagaimana tata letak, luas lahan yang disediakan untuk industri besar, sedang maupun kecil (Nugroho dikutip Waluyo 2009). Ketiga permasalahan tersebut, akan berkaitan dengan penggunaan sumberdaya berupa lahan yang
14
sebelumnya telah memiliki fungsi lain, dan pengubahan fungsinya akan mempengaruhi kondisi dan kualitas seluruh ekosistem di lokasi terkait. 2.1.6. Aspek Struktural Masyarakat Desa Aspek struktural merupakan bagian dalam kehidupan masyarakat desa yang menyangkut hubungan antar individu dan pola hubungan termasuk di dalamnya mengenai status dan peranan, kekuasaan, otoritas, hubungan antar status, integrasi dan sebagainya. Pembahasan mengenai struktur tidak hanya menyangkut aspek sosial, melainkan juga mencakup aspek fisik dan biologis. Struktur dipahami sebagai susunan. Sedangkan struktur sosial diartikan sebagai pola yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial (Fairchild dikutip Rahardjo 2004). Dalam rumusan ini telah tercakup pengertian mengenai karakter atau pola dari semua hubungan yang ada antara anggota dalam suatu kelompok maupun antar kelompok. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aspek dalam struktur masyarakat tersebut. a. Hubungan Kerja Hubungan Kelembagaan
kerja
sendiri
merupakan memiliki
bagian
definisi
dari
yang
kelembagaan beragam.
pertanian.
Salah
satunya,
kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan (rule) yang dianut oleh masyarakat dalam melakukan transaksi dengan pihak lainnya (Hayami dan Ruttan dikutip Susilowati 2005). Kelembagaan pedesaan secara sederhana mengacu pada aktivitas atau praktek-praktek tradisional dalam kehidupan sehari-hari di pedesaan,
seperti
ketenagakerjaan,
bagi dan
hasil,
pemasaran
organisasi-organisasi
hasil yang
pertanian, dibentuk
hubungan pemerintah.
Kelembagaan pedesaan dapat berupa kelembagaan-kelembagaan penguasaan tanah, hubungan kerja dan perkreditan (Kasryono dikutip Radandima 2003). Hubungan kerja pertanian erat kaitannya dengan penguasaan tanah. Kelembagaan penguasaan tanah merupakan tatacara atau aturan yang dianut dan dijadikan pegangan oleh masyarakat dalam mengadakan transaksi. Dalam kelembagaan ada pemisahan yang jelas antara hak dan kewajiban bagi setiap individu atau kelompok yang berhubungan. Keberadaan lembaga di setiap daerah ditentukan oleh keadaan sumberdaya, lingkungan dan norma-norma yang berlaku
15
di masyarakat (Radandima 2003). Oleh karena tanah merupakan modal utama dalam kegiatan pertanian, maka muncul suatu kelembagaan yang mengatur transaksi kegiatan ekonomi tanah. Kelembagaan penguasaaan tanah yang umumnya dilakukan masyarakat di desa-desa Jawa adalah sebagai berikut (Wiradi dan Makali 1984): 1.
Sistem gadai, merupakan bentuk kelembagaan penguasaan tanah dimana pemilik menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai atau dengan bentuk pembayaran berupa sekian kuintal gabah atau sekian gram emas perhiasan atau sekian ekor kerbau atau sapi, dengan ketentuan pemilik tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebus, maka hak pengusahaan tanahnya ada pada pemegang gadai. Pengembalian tanah dilakukan setelah tanah selesai dipanen.
2.
Sistem sewa adalah penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada orang lain, sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama oleh pemilik dan penyewa.
3.
Sistem bagi hasil adalah penyerahan sementara hak atas tanah kepada orang lain untuk diusahakan, dengan penggarap akan menanggung beban tenaga kerja seluruhnya dan menerima sebagian dari hasil tanahnya. Hubungan kerja dalam pertanian meliputi semua bentuk hubungan kerja
antara pemilik tanah tersebut (White dikutip Radandima 2003). Hubungan kerja tersebut menyangkut mekanisme yang mengatur pembagian keuntungan di antara pengusaha tani dan pekerja. Dalam hubungan kerja pertanian ditentukan sistem upah yang akan dipakai, besar dan bentuk upah, jam kerja per hari kerja, satuan kegiatan, upah per hari kerja, dan upah per satuan kegiatan (Wiradi dan Makali 1984). Menurut Harton dan Hunt dikutip Radandima (2003), kelembagaan hubungan kerja pertanian sebagian besar muncul dari kehidupan bersama dan merupakan hal yang tidak direncanakan. Adanya faktor-faktor eksternal dari luar yang mempengaruhi kegiatan pertanian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam kelembagaan pertanian, termasuk pada hubungan kerja. Menurut Sinaga dikutip Radandima (2003) perubahan hubungan kerja antara lain disebabkan oleh dua pengaruh, yaitu: (1) marker forces, yaitu interaksi antara permintaan dan penawaran tenaga kerja; (2)
16
institutional forces, yaitu pengaruh berbagai kekuatan lain di dalam masyarakat yang bukan ekonomi murni. Perubahan hubungan kerja dapat berupa perubahan dalam sistem upah dan bentuk-bentuk hubungan kerja, yang meliputi sistem upah harian, sistem upah borongan maupun sistem sambatan dan perubahan dalam ketenagakerjaan pertanian di desa. b. Mobilitas Sosial Gerak sosial atau mobility social adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial (Young dan Mack dikutip Soekanto 2006). Mobilitas sosial dapat pula didefinisikan sebagai gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya (Horton dikutip Soekanto 2006). Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua macam, yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal (Sorokin dikutip Soekanto 2006). Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Terdapat dua jenis gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social sinking). Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu: (1) masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, dimana kedudukan tersebut telah ada; (2) pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut. Gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama, yaitu: (1) turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah; (2) turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Menurut Sorokin seperti dikutip Soekanto (2006), gerak sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat. Proses gerak sosial vertikal melalui saluran disebut social circulation. Saluran-saluran bagi terjadinya gerak sosial dapat berupa lembaga keagamaan, pendidikan, organisasi politik, dan ekonomi.
17
c. Interaksi Sosial Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahanperubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada (Gillin dan Gillin dikutip Soekanto 2006). Salah satu bentuk dari proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu. Suatu interaksi sosial akan terjadi apabila dua syarat berikut terpenuhi. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Bersifat positif jika mengarah pada suatu kerja sama, dan bersifat negatif jika mengarah pada suatu pertentangan. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar orang-perorangan, antara orang-perorangan dengan suatu kelompok, dan antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Sedangkan komunikasi, menunjukkan adanya pemberian arti dari pada perilaku orang lain. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan orang tersebut. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan, bahkan dapat berbentuk pertentangan dan pertikaian. Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial itu tidak perlu merupakan suatu kontinuitas. Gillin dan Gillin seperti dikutip oleh Soekanto (2006) membagi bentuk interaksi sosial sebagai proses yang asosiatif dan proses yang disosiatif. Proses asosiatif adalah proses yang mendekatkan atau mempersatukan, terdiri atas kerjasama, akomodasi dan asimilasi. Sedangkan proses sosial yang menjauhkan atau mempertentangkan (disosiatif) terdiri atas persaingan, kontravensi dan konflik. 2.2. Kerangka Pemikiran Tujuan akhir setiap pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup manusia. Melihat kondisi obyektif masyarakat yang
18
sebagian besar tinggal di pedesaan, maka arah pembangunan secara bertahap ditujukkan kepada masyarakat pedesaan agar mereka dapat menikmati secara langsung hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai termasuk dalam sektor industri.
Pengembangan
industri
menjadi
salah
satu
alternatif
untuk
menyelesaikan berbagai persoalan aktual yang terdapat di desa dan pada akhirnya menempatkan desa sebagai penyangga ekonomi bangsa. Dikaitkan dengan perubahan sosial, maka pembangunan desa dalam bentuk industrialisasi merupakan sumber bagi terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat desa. Lahan dan tenaga kerja merupakan input utama dalam proses produksi industri yang dapat ditemukan di pedesaan. Dalam kaitannya dengan input produksi lahan, pengembangan industri mengharuskan terjadinya konversi atau alihfungsi lahan dari kegiatan pertanian ke non pertanian. Konversi lahan menjadi aktivitas utama yang menandai berdirinya industri di kawasan pedesaan. Akibat lebih lanjut adalah terkonsentrasinya penguasaan lahan di tangan petani lapisan atas serta pemilik modal. Lahan tidak hanya diubah menjadi kawasan industri, namun setelahnya diikuti pula oleh berubahnya lahan menjadi unit usaha lain di pedesaan. Selain konversi lahan, timbul pula gejala komersialisasi lahan yang meluas cepat di daerah pedesaan. Lahan yang semula menjadi faktor penghasil komoditas pertanian berubah menjadi komoditas itu sendiri. Semakin sempit lahan garapan untuk bertani dan semakin terpusatnya penguasaan lahan di kalangan petani lapisan atas dan pemilik modal, mempengaruhi aktivitas pertanian di pedesaan. Dalam kaitannya dengan tenaga kerja, pengembangan industri di pedesaan menjadi jalan bagi masuknya para pekerja pendatang dari luar desa. Menurut Schneider (1993) salah satu akibat yang terpenting dari timbulnya industrialisasi adalah terbentuknya komunitas-komunitas baru, atau perubahan serta pertumbuhan yang cepat dari komunitas yang sudah ada. Masuknya para pekerja pendatang dalam jumlah yang banyak dan menetap di desa, pada akhirnya menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan komunitas di sekitar industri. Kehadiran para pendatang ini kemudian akan mempengaruhi proses sosial, terutama pada relasi sosial yang terjadi di kalangan masyarakat desa.
19
Proses industrialisasi pada masyarakat agraris merupakan perubahan yang membawa pengaruh yang besar pada masyarakat (Soekanto 2006). Berbagai lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh, misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan-hubungan keluarga, stratifikasi masyarakat dan keluarga. Ditinjau dari perspektif yang melatarbelakangi terjadinya perubahan oleh adanya industri di pedesaan, maka perubahan sosial yang terjadi berawal dari pemilikan modal yang merupakan sumber perubahan dalam perspektif materialistik. Modal yang dimaksud adalah lahan. Lahan berperan sebagai modal utama bagi sektor pertanian, disaat yang sama lahan menjadi input produksi bagi sektor industri. Dengan demikian perubahan pada dimensi struktur masyarakat petani berasal dari sesuatu yang bersifat material.
Industrialisasi di Kawasan Pedesaan Komersialisasi lahan Konversi lahan Penyerapan tenaga kerja
Perubahan Dimensi Struktur Hubungan kerja pertanian Jenis mata pencaharian Mobilitas sosial Relasi sosial
Keterangan: : Menghasilkan/ Menyebabkan Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 1 menunjukkan bagaimana pengembangan industri di kawasan pedesaan yang ditandai oleh terjadinya konversi lahan, komersialisasi lahan dan penyerapan tenaga kerja, menyebabkan perubahan pada aspek struktur masyarakat desa. Perubahan terjadi karena industri yang cenderung bersifat ekspansif mempengaruhi masyarakat petani di pedesaan, dimana lahan menjadi modal utama kegiatannya. Industri di pedesaan juga memberi harapan pada masyarakat desa untuk memanfaatkan keberadaan industri dengan bekerja di industri atau dengan memanfaatkan peluang ekonomi lain dari adanya industri.
20
2.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada hubungan kerja pertanian.
2.
Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada jenis mata pencaharian.
3.
Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada mobilitas sosial.
4.
Semakin tinggi pengembangan industri di pedesaan, semakin terjadi perubahan struktur masyarakat petani pada relasi sosial.
2.4. Definisi Operasional Berikut adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang akan dianalisis: 1.
Komersialisasi lahan adalah suatu proses menjadikan lahan sebagai komoditas ekonomi atau barang dagangan. Sementara tingkat komersialisasi lahan menunjukkan laju pengalihan kepemilikan lahan dari satu orang ke orang lainnya yang dilakukan atas dasar ekonomi. Tingkat komersialisasi lahan dikategorikan menjadi: i. Tinggi : Pemilikan atau penguasaan lahan responden diperoleh dari hasil jual beli. ii. Rendah: Pemilikan atau penguasaan lahan responden diperoleh dari hasil warisan.
2.
Konversi lahan adalah perubahan fungsi peruntukkan lahan. Sementara tingkat konversi lahan menunjukkan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian dari waktu ke waktu. Konversi lahan berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan pertanian. Tingkat konversi lahan dikategorikan menjadi: i. Tinggi: Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian sejak berkembangnya industri hingga saat ini (dalam kurun waktu 10 tahun) meningkat.
21
ii. Rendah: Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian sejak berkembangnya industri hingga saat ini (dalam kurun waktu 10 tahun) menurun. 3.
Penyerapan tenaga kerja (TK) adalah kesempatan kerja yang diberikan sektor industri pada masyarakat, serta sejauh mana masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan kerja tersebut. Tingkat penyerapan tenaga kerja dikategorikan menjadi: i. Tinggi: a. Ketersediaan TK untuk usaha non pertanian lebih tinggi dari ketersediaan TK untuk usaha pertanian. b. Peluang kesempatan kerja di sektor non pertanian lebih tinggi dari peluang kerja di sektor pertanian. c. Permintaan dan penawaran TK di sektor non pertanian lebih tinggi dari permintaan dan penawaran TK di sektor pertanian. ii. Rendah: a. Ketersediaan TK untuk usaha non pertanian lebih rendah dari ketersediaan TK untuk usaha pertanian. b. Peluang kesempatan kerja di sektor non pertanian lebih rendah dari peluang kerja di sektor pertanian. c. Permintaan dan penawaran TK di sektor non pertanian lebih rendah dari permintaan dan penawaran TK di sektor pertanian.
4.
Perubahan hubungan pertanian berkaitan dengan penguasaan lahan pertanian oleh responden. Perubahan hubungan kerja dikategorikan menjadi: i. Tinggi: a. Ada perubahan dalam sistem upah pertanian: (a1) gotong-royong ke upah borongan, (a2) gotong-royong ke upah harian, (a3) upah borongan ke upah harian, dan (a4) upah harian ke upah borongan. b. Ada perubahan penguasaan lahan: (b1) sistem gadai ke sewa, (b2) sistem gadai ke bagi hasil, (b3) sewa ke bagi hasil, (b4) sewa ke gadai, (b5) bagi hasil ke sewa, dan (b6) bagi hasil ke gadai. c. Ada perubahan sifat hubungan kerja dari dasar keluarga ke dasar ekonomi.
22
ii. Rendah: a. Tidak ada perubahan dalam sistem upah pertanian: (a1) gotong-royong ke upah borongan, (a2) gotong-royong ke upah harian, (a3) upah borongan ke upah harian, dan (a4) upah harian ke upah borongan. d. Tidak ada perubahan penguasaan lahan: (b1) sistem gadai ke sewa, (b2) sistem gadai ke bagi hasil, (b3) sewa ke bagi hasil, (b4) sewa ke gadai, (b5) bagi hasil ke sewa, dan (b6) bagi hasil ke gadai. b. Tidak ada perubahan sifat hubungan kerja dari dasar keluarga ke dasar ekonomi. 5.
Perubahan jenis mata pencaharian dilihat dari ada atau tidak adanya diversifikasi mata pencaharian di luar pertanian pada rumahtangga responden. Perubahan diversifikasi yang dimaksud berkaitan dengan peluang ekonomi dari adanya industri. Perubahan jenis mata pencaharian dikategorikan menjadi: i. Tinggi: Sumber pendapatan responden berasal dari kegiatan pertanian dan kegiatan di luar pertanian, termasuk pendapatan yang berasal dari anggota keluarga yang tinggal bersama responden. ii. Rendah: Sumber pendapatan responden hanya berasal dari kegiatan pertanian.
6. Perubahan mobilitas sosial dilihat dari pergerakan individu dalam lapisan sosialnya. Perubahan mobilitas sosial berkaitan dengan simbol-simbol yang menjadi dasar dalam pelapisan sosial yang turut dipengaruhi oleh pengembangan industri di pedesaan. Perubahan mobilitas sosial dikategorikan menjadi: i. Tinggi: a. Ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang tinggi ke kedudukan yang lebih rendah. b. Ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi.
23
ii. Rendah: a. Tidak ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang tinggi ke kedudukan yang lebih rendah. b. Tidak ada perubahan kedudukan individu dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. 7. Perubahan relasi sosial dilihat dari hubungan-hubungan sosial yang berlangsung antara responden dalam masyarakat, dengan sesama masyarakat desa maupun dengan pendatang dari luar desa. Perubahan relasi sosial dilihat dari
perubahan
frekuensi
interaksi,
kuat
lemahnya
kecenderungan arah hubungan sosial yang terbentuk.
interaksi,
dan