7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Merokok II.1.1 Definisi Merokok Sari, dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok. Perilaku
merokok
dapat
juga
didefinisikan
sebagai
aktivitas
subjek
yang
berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komasari & Helmi, 2000). Menurut Sitepoe (2000), merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya. Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke yang mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. Kesimpulan dari perilaku merokok dengan merujuk pada definisi-definisi diatas adalah aktivitas membakar tembakau dan menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau langsung dari rokoknya (mainstream smoke), kemudian menghembuskan kembali asap tersebut ke udara (sidestream smoke). II.1.2 Tahapan Menjadi Perokok Leventhal dan Clearly (dalam Komasari & Helmi, 2000) mengatakan ada 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga seseorang menjadi perokok, yaitu:
8 1. Tahap Prepatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai rokok dengan cara mendengar, melihat atau hasil dari bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. 2. Tahap initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak perilaku merokoknya. 3. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok. 4. Tahap maintenance a smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang menyenangkan. II.1.3 Faktor Penyebab atau Pendorong Perilaku Merokok Lewin (dalam Komasari & Helmi, 2) menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok disebabkan oleh faktor dalam diri (seperti perilaku memberontak dan suka mengambil resiko) dan faktor lingkungan (seperti orang tua yang merokok dan teman sebaya yang merokok). Menurut Mu’tadin (dalam Nasution, 2007), faktor penyebab seorang remaja merokok adalah pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya, faktor kepribadian dan pengaruh iklan. a. Pengaruh orang tua. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan
9 dibandingkan dengan keluarga yang permisif. Orang tua yang merokok bisa menjadi contoh yang paling kuat bagi anak dalam memutuskan merokok b. Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Fakta tersebut menunjukkan dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. c. Faktor kepribadian. Orang mencoba merokok adalah karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit, membebaskan diri dari kebosanan. d. Pengaruh iklan. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. II.1.4 Dampak dari perilaku merokok Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi 2, yaitu: •
Dampak positif. Merokok menimbulkan dampak yang sangat sedikit bagi kesehatan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit.
•
Dampak negatif. Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang
berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah suatu penyakit,
10 namun dapat memicu berbagai jenis penyakit. Sehingga boleh dikatakan merokok tidaklah menyebabkan kematian, tetapi penyakit yang ditimbulkan dari perilaku merokok yang bisa menyebabkan kematian. Berbagai jenis penyakit
yang
bisa
ditimbulkan
oleh
rokok
antara
lain:
penyakit
kardiovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung, dan tenggorokan). II.2 Anak Late Childhood II.2.1 Perkembangan Fisik dan Kesehatan Periode kanak-kanak tengah dan akhir (sekitar 6-11 tahun) mencakup pertumbuhan yang lambat dan konsisten. Selama tahun-tahun sekolah dasar, anak tumbuh rata-rata 2 hingga 3 inci setahun. Pertumbuhan berat badan kanak-kanak tengan dan akhir sekitar 5 sampai 7 pon per tahun. Peningkatan berat ini disebabkan karena meningkatnya ukuran sistem kerangka tulang dan otot, juga ukuran beberapa organ tubuh. Selain perkembangan tubuh, masa kanak-kanak tengah dan akhir juga mengalami perkembangan otak yang disebabkan oleh myelinasi dan peningkatan jumlah dendrit. Dari usia 6 tahun hingga puber, pertumbuhan yang paling dramatis terjadi pada lobus temporal dan parietal, khususnya pada area yang memainkan peran utama dalam bahasa dan hubungan spasial (Santrock, 2008).
11 II.2.2 Perkembangan Kognitif
Menurut teori Piaget (dalam Santrock, 2007) anak late childhood berada
pada tahap perkembangan concret operational dimana rentan umurnya antara 7-11 tahun. Pada tahap ini anak mampu berpikir logis mengenai kejadian-kejadian konkret, mampu memecahkan masalah-masalah konkret, memahami konsep percakapan, mengorganisasikan objek menjadi kelas-kelas hierarki (klasifikasi) dan menempatkan objek-objek dalam urutan teratur (serialisasi). Sarwono (2002) mengatakan bahwa anak pada tahap konkrit operational dianggap mampu berperilaku dalam kognisinya (menghitung, mengenali nama-nama kota, dan sebagainya) sehingga ia tidak perlu sungguh-sungguh berbuat sesuatu untuk memecahkan masalah. II.2.3 Perkembangan Psikososial Eric Erikson (dalam Santrock, 2008) mengatakan bahwa anak middle dan late childhood berada dalam tahap perkembangan industry versus inferiority. Pada tahap ini anak senang mencoba hal-hal baru terutama pengetahuan dan skills baru. Hal yang berbahaya pada tahap ini adalah apabila anak merasa tidak kompeten dan tidak produktif. Tahap perkembangan sosial (moral) pada anak late childhood menurut Kohlberg (dalam Sarwono, 2002) berada pada tahap egoisme instrumental dan imbalan. Anak berbuat baik untuk memperoleh keuntungan atau ganjaran yang menguntungkan dirinya sendiri.
12 II.3 Faktor Pendorong II.3.1 Motif Sarlito Wirawan Sarwono (dalam Kristanti, 2005) mengatakan bahwa motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. Sherif & Sherif (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan motif sebagai istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Ada 2 jenis motif berdasarkan asalnya, yaitu: 1. Motif biogenik. Motif ini berasal dari proses fisiologik dalam tubuh yang dasarnya adalah mempertahankan ekuilibrium (keseimbangan) dalam tubuh sampai batasbatas tertentu. Proses ini disebut “homeostasis”. 2. Motif sosiogenik. Motif ini timbul karena perkembangan individu dalam tatanan sosialnya dan terbentuk karena hubungan antar-pribadi, hubungan antar-kelompok atau nilai-nilai sosial, dan pranata-pranata. Motif sosiogenik bermula dari motif biogenik. Melalui proses belajarnya individu memilih mana yang disukai dan mana yang dihindarinya sesuai dengan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Ego inilah yang menetapkan
13 motif sosiogenik. Jadi motif sosiogenik sangat tergantung pada proses belajar. Chaplin (2006) mendefinisikan motif sebagai suatu keadaan ketegangan di dalam individu, yang membangkitkan, memelihara, dan mengarahkan tingkah laku menuju pada satu tujuan atau sasaran.