BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Kajian Pustaka Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related
literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang sering dan berkaitan (collateral). 2.1.1 Pengertian Karyawan Kontrak Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karyawan kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha dengan berdasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pengaturan tentang PKWT ini kemudian diatur lebih teknis dalam Kepmenakertrans No. 100/2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Karyawan kontrak sendiri adalah karyawan yang diperbantukan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutin perusahaan, dan tidak ada jaminan kelangsungan masa kerjanya. Dalam hal ini kelangsungan masa kerja karyawan kontrak ditentukan oleh prestasi kerjanya. Apabila prestasi kerjanya baik, akan diperpanjang kontrak kerjanya. Dampak psikis dari ketentuan yang menyatakan masa kerja karyawan kontrak tergantung pada prestasi kerjanya adalah karyawan kontrak menjadi mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan karyawan menginginkan untuk dapat terus bekerja dan mendapatkan penghasilan
10
11
dari pekerjaannya. Penghasilan tersebut dipergunakan karyawan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Di dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 59 ayat 1-4
tentang
Ketenagakerjaan mengatur segala sesuatu mengenai pekerjaan dan karyawan yang bersifat kontrak atau sementara. Di dalam ayat tersebut dikemukakan bahwa pekerjaan yang bersifat sementara adalah pekerjaan yang sekali selesai, pengerjaannya paling lama 3 tahun, pekerjaan musiman, dan pekerjaan untuk memperkenalkan produk baru. Dan ayat selanjutnya dijelaskan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Apabila PKWT tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. 2.1.2 Pengertian Ketidakamanan Kerja Greenhalgh dan Rosenblatt (1989 dalam Wening, 2005) mendefinisikan ketidakamanan
kerja
sebagai
ketidakberdayaan
kesinambungan
yang
diinginkan
dalam
kondisi
untuk kerja
mempertahankan yang
terancam.
Klandermans dan Van Vuuran (dalam Wening, 2005) menjelaskan bahwa titik awal dari ketidakamanan kerja biasanya adalah perkiraan subjektif dan peluang atau kemungkinan seseorang kehilangan pekerjaannya, misalnya karena perampingan atau penyusutan kerja dan atau kontrak kerja yang sementara dalam suatu organisasi atau perusahaan.
12
Smithson
dan
Lewis
(dalam
Ratnaningsih,
2009)
mengartikan
ketidakamanan kerja sebagai kondisi psikologis seorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau rasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Hal ini dirasakan oleh para karyawan kontrak yang biasa berpindah-pindah kerja, mereka merasa bingung dengan struktur organisasi, lingkungan kerja dan tugas yang selalu berubah sehingga mereka tidak merasa aman karena tidak ada kepastian. Ketidakamanan kerja diukur berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan Greenhalgh dan Rosenblatt dan Ashford, et al. dalam Pasewark dan Strawser (2002:91-113) yaitu: (1) tingkat pentingnya aspek-aspek pekerjaan yang dirasakan individu, (2) kemungkinan perubahan negatif pada aspek-aspek kerja tersebut bagi individu, (3) tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa yang secara negatif dapat memengaruhi keseluruhan kerja individu, (4) kemungkinan munculnya peristiwa-peristiwa tersebut yang secara negatif dapat memengaruhi keseluruhan kerja individu, dan (5) ketidakberdayaan yang dirasakan individu. Dari berbagai definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa ketidakamanan kerja adalah perasaan ketidakamanan kerja karena adanya ancaman mengenai kelangsungan atau ancaman kehilangan pekerjaan dan di waktu yang akan datang yang menyebabkan berbagai gangguan psikologis dan fisiologis orang yang merasakannya yang biasanya dialami oleh para karyawan kontrak.
13
Paserawak dan Strawser (2002) menerangkan mengenai empat variabel pendahulu (anteseden) dari ketidakamanan kerja berdasarkan hasil dari studi sebelumnya, yaitu: konflik peran (role conflict), ketidakjelasan peran (role ambiguity), perubahan organisasi (organizational change) dan pusat pengendalian (locus of control). 1) Konflik peran (role conflict) Ketika seorang individu dihadapkan dengan ekspetasi peran yang berlainan, hasilnya adalah konflik peran (role conflict). Konflik ini muncul ketika seorang individu menemukan bahwa untuk memenuhi syarat satu peran dapat membuatnya lebih sulit untuk memenuhi peran lain. Pada tingkat ekstrim, hal ini dapat meliputi situasi-situasi di mana dua atau lebih ekspetasi peran saling bertentangan (Robbins & Timothy A. Baron, 2007:124). Sebagai akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana yang terombang-ambing, terjepit dan serba salah. 2) Ketidakjelasan peran (role ambiguity) Meliputi ketidakjelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab terhadap pekerjaan (Greenberg & Robert A. Baron, 2007:124). Agar karyawan melaksanakan pekerjaan dengan baik, para karyawan memerlukan keterangan tertentu yang menyangkut hal-hal yang diharapkan untuk mereka lakukan dan halhal yang tidak harus mereka lakukan.
14
3) Perubahan Organisasi (organizational change) Merupakan berbagai kejadian yang secara potensial dapat mempengaruhi sikap dan persepsi karyawan sehingga dapat menyebabkan perubahan yang signifikan dalam organisasi. Kejadian-kejadian tersebut antara lain meliputi merger, perampingan (downsizing), re-organisasi, teknologi baru dan pergantian manajemen (Greenhalg dan Rosenblatt 2002, dalam Nur Wening 2005). 4) Pusat pengendalian (locus of control) Pusat pengendalian merupakan tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri. Internal (internals) adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun yang terjadi pada diri mereka. Eksternal (externals) adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh ketentuan luar seperti keberuntungan atau kesempatan. Lokus kendali merupakan suatu indikator evaluasi inti diri karena individu yang berpikir bahwa mereka kurang memiliki kendali atas hidup mereka cenderung kurang memilik kepercayaan diri (Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge 2008:138). 2.1.3 Pengaruh Ketidakamanan Kerja Terhadap Karyawan Dari hasil beberapa studi yang dilakukan (dalam Greenglass, dkk, 2002), ditemukan adanya pengaruh ketidakamanan kerja terhadap karyawan, diantaranya sebagai berikut: 1. Meningkatnya ketidakpuasan dalam bekerja, 2. Meningkatnya gangguan fisik,
15
3. Meningkatnya gangguan psikologi. Penurunan kondisi kerja seperti rasa tidak aman (insecure) menurunkan kualitas individu bukan dari pekerjaannya semata, namun juga mengarahkan pada munculnya rasa kehilangan martabat (demotion) yang pada akhirnya menurunkan kondisi psikologis dari karyawan yang bersangutan. Jangka panjangnya akan muncul ketidakpuasan dalam bekerja da akan mengarah pada turnover intention, 4. Karyawan cenderung menarik diri dari lingkungan kerjanya, 5. Makin berkurangnya komitmen organisasi. Ketidakamanan kerja juga memengaruhi komitmen kerja dan perilaku kerja, 6. Peningkatan jumlah karyawan yang berpindah (employee turnover). 2.1.4 Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi didefinisikan sebagai derajat hubungan individu memandang dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam organisasi tertentu. (Jewel dan Siegall 1998 dalam Sutrisno 2011). Komitmen organisasi merupakan identifikasi keyakinan seseorang akan values dan tujuan organisasi, rela menerima dan berusaha mencapai tujuan tersebut serta memiliki keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut (Meyer et al. 1993 dalam Nur Wening 2005). Komitmen organisasi adalah tingkat di mana seorang karyawan percaya dan menerima tujuan organisasi dan keinginan untuk tinggal dengan organisasi (Mathis, 2008:70).
16
Dari beberapa pandangan beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan komitmen organisasi adalah ikatan psikologis antara individu dan organisasi di mana hubungan tersebut berupa keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi serta keinginan untuk tetap berada dalam organisasi. 2.1.5 Manfaat Komitmen Organisasi Orang yang sangat berkomitmen mungkin akan melihat diri mereka sebagai anggota organisasi yang berdedikasi di mana mereka akan mengabaikan sumber ketidakpuasan kecil dan memiliki masa jabatan yang panjang dengan organisasi. Sebaliknya, individu yang kurang berkomitmen akan mengekspresikan hal-hal tentang ketidakpuasannya dengan lebih terbuka, dan akan memiliki masa pendek dengan organisasi. Komitmen juga memiliki manfaat lainnya. Karyawan yang memiliki komitmen cenderung memiliki catatan kehadiran yang lebih baik dan masa kerja yang lebih lama dari karyawan yang kurang memiliki komitmen (Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2007:167). Komitmen organisasional yang kuat ditandai dengan: a. Sebuah dukungan dan penerimaan tujuan dan nilai organisasi, b. Sebuah keinginan untuk mengerahkan usaha yang cukup atas nama organisasi, dan c. Sebuah keiginan untuk tetap dengan organisasi
17
2.1.6 Pedoman Meningkatkan Komitmen Organisasi Menurut Dessler dalam Luthan (2006:250) memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan: 1.
Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
2.
Memperjelas dan mengomunikasikan misi perusahaan: Memperjelas misi dan ideology, berkharisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai dan perilaku, membentuk tradisi, menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi.
3.
Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif.
4.
Menciptakan rasa komunitas: membangun homogenitas berdasakan nilai, menekankan kerja sama, saling mendukung dan kerja tim, bekumpul bersama.
5.
Mendukung perkembangan karyawan: melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukan dan memberdayakan, mempromosikan
dari dalam,
menyediakan aktivitas
menyediakan keamanan kepada karyawan.
perkembangan,
18
2.1.7 Dimensi Komitmen Organisasi Menurut Allen dan Meyer (dalam Sutrisno, 2011), tiga dimensi komitmen organisasi adalah: 1. Komitmen afektif (affective commitment), yaitu keterikatan emosional karyawan, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. Keterikatan emosional ini terbentuk karena karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilainilai organisasi tersebut, serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi untuk mendukung organisasi dalam mencapai misinya. 2. Komitmen
berkelanjutan
(continuence
commitment),
yaitu
komitmen
berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Semakin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi, ia akan semakin tidak rela kehilangan apa yang telah mereka investasikan di organisasi tersebut selama bertahun-tahun, misalnya senioritas, kesempatan promosi, rencana pensiun, dan hubungan persahabatan dengan rekan kerja. Karyawan dengan tingkat komitmen berkelanjutan yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi hanya karena tidak ingin mengambil risiko kehilangan hal-hal tersebut. 3. Komitmen normatif (normative commitment), yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi. Tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain. Karyawan dengan tingkat komitmen
19
normatifyang tinggi sangat peduli pada apa yang akan dipikirkan orang lain bila ia keluar dari organisasi tempatnya bekerja. Karyawan ini akan merasa enggan untuk mengecewakan majikannya dan khawatir akan dicap buruk oleh rekan kerjanya bila ia keluar dari perusahaan tersebut. 2.1.8 Pengertian Intensi Turnover Turnover didefinisikan sebagai keputusan seseorang untuk meninggalkan sebuah organisasi dan itu adalah hasil perkembangan melalui tahap keputusan yang diprediksi dari waktu ke waktu (Steel, 2002). Turnover adalah proses di mana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan (L. Mathis, 2006:125). Menurut Zeffane (2003:24) turnover adalah berhentinya seseorang dari tempatnya bekerja secara sukarela. Menurut pandangan beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa turnover adalah keputusan seseorang meninggalkan organisasi. Harnoto (2002:2) menyatakan bahwa intensi turnover adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pasa dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Sehingga dapat didefinisikan bahwa intensi turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri.
20
2.1.9 Faktor yang Mempengaruhi Turnover Menurut Zeffane (2003:27) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover, di antaranya adalah: 1. Faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja. 2. Faktor institusi, yakni kondisi ruang kerja, upah, keterampilan kerja dan supervisi. 3. Karakteristik personal dari karyawan, seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya. 2.1.10 Indikasi Terjadinya Intensi Turnover Menurut Harnoto (2002:2), turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan. 1. Absensi meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
21
2. Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan in adalah bekerja ditempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. 3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang memiliki karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yng tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
22
2.1.11 Cost of Turnover Pada umumnya cost of turnover menurut Mathis & Jackson (2006:91) terbagi atas: a. Hiring cost, adalah biaya yang dikeluarkan pada saat penerimaan karyawan termasuk biaya iklan dalam perekrutan, pencarian, wawancara, gaji karyawan, waktu karyawan, serah-terima karyawan, penempatan karyawan, tes karyawan, tes kesehatan karyawan dan lain sebagainya. b. Training cost, yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan pada saat melatih karyawan di antaranya adalah waktu staf bagian pelatihan, bahan pelatihan dan lain sebagainya. c. Productivity cost, adalah biaya yang dikeluarkan karena kehilangan prouktivitas akibat hilangnya waktu dari masa transisi pada karyawan baru, contohnya adalah hilangnya hubungan dengan dengan konsumen dan belum terbiasa pada produk ataupun sistem pada perusahaan. d. Separation cost, termasuk staf SDM dan waktu supervisor dan gaji untuk mencegah pemisah, waktu exit interview, biaya pengangguran, biaya hukum untuk pemisah dan lain-lain.
23
2.2 Kerangka Pemikiran
Ketidakamanan Kerja (X1) - Konflik peran - Ketidakjelasan peran - Perubahan organisasi - Locus of control (Pusat pengendalian)
Intensi Turnover (Y) - Eksternal - Institusi - Karakteristik
Komitmen Organisasi (X2)
personal karyawan
-
-
-
Komitmen afektif (Affective Commitment) Komitmen berkelanjutan (Continuance Commitment) Komitmen normatif (Normative Commitment)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
24
2.3 Hipotesis Hipotesis pertama yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan T-1 adalah sebagai berikut : Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara ketidakamanan kerja terhadap intensi turnover pada karyawan kontrak PT. Bank DKI. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara ketidakamanan kerja terhadap intensi turnover pada karyawan kontrak PT. Bank DKI.
Lalu hipotesis kedua yang akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan T-2 adalah sebagai berikut : Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi terhadap intensi turnover pada karyawan kontrak PT. Bank DKI. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi terhadap intensi turnover pada karyawan kontrak PT. Bank DKI.
Dan hipotesis ketiga yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan T-3 adalah sebagai berikut : Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara ketidakamanan kerja dan komitmen organisasi terhadap intensi turnover pada karyawan kontrak PT. Bank DKI. Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara ketidakamanan kerja dan komitmen organisasi terhadap intensi turnover pada karyawan kontrak PT. Bank DKI.