BAB II LANDASAN TEORI
II.1
Good Corporate Governance
II.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory (Chinn, 2000; Shaw, 2003). Stewardship theory dibangun diatas asumsi filosofis mengenai sifat manusia, yaitu bahwa manusia pada hakikatnyadapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain, stewardship theory memandang perusahaan yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Kata “governance” berasal dari bahasa Perancis “gubernance” yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi lain, menjadi good corporate governance. Dalam bahasa Indonesia good corporate governance diterjemahkan sebagai tata kelola perusahaan atau tata pemerintahan perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan struktur yang oleh stakeholder, pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja (OECD, 2003) (Wahyudin Zarkasyi, 2008: 35). Beberapa definisi Good Corporate Governance, antara lain: 1. Menurut Supriyatno, The Indonesian Institute for Corporate Governance – IICG (2006) mendefinisikan, ”Corporate Governance” sebagai proses dan
struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain”. 2. Menurut komite Cadbury yang dikutip oleh Surya dan Yustiavandana (2006), Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholder. 3. Baridwan (2002) mendefinisikan, “Corporate Governance sebagai perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintag, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”. 4. Dua orang pakar manajemen Jill Solomon dan Aris Solomon, yang dikutip oleh Aldridge dan diterjemahkan oleh Sutojo menyebutkan bahwa Corporate Governance adalah sebagai sistem yang mengatur hubungan antara perusahaan (diwakili oleh Board of Directors) dengan pemegang saham. 5. Menurut Organization for Economic Cooperation and Development - OECD (2002) “Corporate Governance adalah sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan.
Good corporate governance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah – kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber – sumber perusahaan untuk berfungsi
secara
efisien
guna
menghasilkan
nilai
ekonomi
jangka
panjang
yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good corporate governance pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good corporate governance dalam birokrasinya dalam rangka meniptakan Pemerintah yang bersih dan berwibawa. Dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan: 1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham dan para stakeholders lainnya. 2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang; pengelolaan yang salah dan penyalahhgunaan aset perusahaan. 3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
II.1.2 Sejarah Good Corporate Governance
Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan membentuk komite audit pada tahun 1998, Good Corporate Governance (GCG) mulai dikenalkan pada seluruh perusahaan public di Indonesia. Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan (Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi penerapan GCG. Pemerintah Indonesia mendirikan satu lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Nomor: KEP31/M.EKUIN/06/2000. Tugas pokok KNKCG merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang good corporate governance di Indonesia. Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum GCG di tahun 2001, pedoman GCG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman Komisaris Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang efektif. Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memperluas tugas KNKCG melalui surat keputusan Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004 tentang pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang memperluas cakupan tugas sosialisasi Governance bukan hanya di sector korporasi tapi juga di sector pelayanan public.
KMKG pada tahun 2006 menyempurnakan pedoman GCG yang telah di terbitkan pada tahun 2001 agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman GCG tahun 2001 hal – hal yang dikedepankan adallah mengenai pengungkapan dan transparansi, sedangkan hal – hal yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG tahun 2006 adalah: Memperjelas peran tiga pilar pendukung (Negara, dunia usaha, dan masyarakat) dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG. 1. Pedoman pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku. 2. Kelengkapan Organ Perusahaan seperti komite penunjang dewan komisaris (komite audit, komite kebijakan risiko, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan corporate governance); 3. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal dalam kerangka
penerapan
GCG
yaitu
kepengurusan,
manajemen
risiko,
pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial; 4. Kewajiban perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain pemegang saham seperti karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa; 5. Pernyataan tentang penerapan GCG 6. Pedoman praktis penerapan Pedoman GCG Secara strategis tahapan mengenai implementasi GCG di Indonesia melalui beberapa tahap : 1. Pemberdayaan dewan komisaris agar mekanisme Check and Balance berjalan secara efektif. Dewan komisaris yang menjalankan prinsip – prinsip GCG
dapat secara efektif bekerja sesuai dengan peraturan dan best practices yang ada dalam dunia bisnis. Indepedensi komisaris diperlukan dalam rangka mewujudkan fungsi check and balances sebagai perwujudan dari asas akuntabilitas dalam perseroan. Saat ini selain pedoman komisaris independen dan komite audit yang diterbitkan oleh KNKG, pihak otoritas Pasar Modal, BUMN, dan Perbankan juga telah mewajibkan penunjukan komisaris independen. 2. Memperbanyak agen – agen perubahan melalui program sertifikasi komisaris dan direktur. Melalui institusi pelatihan dan sertifikasi komisaris dan direktur materi GCG disampaikan sebagai sarana untuk internalisasi prinsip GCG dalam mengelola korporasi. Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI) sebagai lembaga pelatihan dan sertifikasi kedirekturran yang dinaungi oleh KNKG telah menjalankan fungsinya sejak tahun 2001 untuk menciptakan agen – agen perubahab didalam perusahaan yang konsisten menerapkan prinsip GCG. Selain LKDI tercatat juga IICD dan lembaga – lembaga universitas yang turut serta dalam upaya menciptakan agen – agen perubahan. 3. Memasukkan asas – asas GCG kedalam peraturan perundangan seperti Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), Peraturan Perundangan mengenai BUMN, Peraturan Perundangan mengenai Perbankan khususnya yang terkait dengan asas transparansi, akuntabilitas, dan fairness. 4. Penyusunan Pedoman – Pedoman oleh Komite Nasional Kebijakan Governance.
5. Sosialisasi dan implementasi pedoman – pedoman diantaranya berupa kewajiban assessment di Perbankkan dan BUMN. Secara keseluruhan penegakan aturan untuk penerapan GCG belum ada sanksi yang memberikan efek jera bagi perusahaan yang tidak menerapkannya, namun di sektor perbankan telah dicoba untuk dimasukkan beberapa hal yang terkait dengan kewajiban Bank dalam menerapkan GCG yang berujung pada sanksi bagi bank – bank yang tidak mengikuti aturan tersebut. II.1.3 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance Tujuan good corporate governance secara umum adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Disamping itu, Aldridge dan Sutojo (2005) mengungkapkan bahwa Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama. Kelima tujuan tersebut adalah: 1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham, 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota dan stakeholders non – pemegang saham, 3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham, 4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.
Good corporate governance dapat membantu Board of Directory mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pemiliknya.
Sistem corporate governance yang kuat juga dapat menguntungkan masyarakat. Bahkan pada negara – negara di mana sebagian besar perusahaan tidak menjual lewat pasar modal, mengadopsi standar transaparansi berkaitan dengan investor dan kreditor mencegah krisis perbankan secara sistematik. Tahap berikutnya mengadopsi prosedur kebangkrutan juga membantu meyakinkan bahwa ada cara – cara yang berkaitan kegagalan bisnis yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam perusahaan, termasuk pekerja, sekaligus pemilik dan kreditor. Tanpa prosedur kebangkrutan yang layak khususnya sistem pelaksanaan, maka susah sekali untuk mencegah orang dalam mengambil harta sisa dari perusahaan yang dinyatakan pailit untuk kepentingan mereka sendiri. Mengacu kepada Baridwan (2002), dalam pelaksanaan Corporate Governance, ada beberapa manfaat yang bisa dipetik, antara lain: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan Corporate Value. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan Shareholders’s Value dan deviden. Khususnya bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. II.1.4 Prinsip Good Corporate Governance
Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu Negara dan perangkatnya sebagai regulator, Dunia Usaha sebagai pelaku Pasar., dan masyarakat sebagai pengguna produk (Wahyudin Zarkasyi, 2008:36). Prinsip dasar yang harus dilaksanakan masing – masing pilar adalah: 1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang – undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan, melaksanakan peraturan perundang – undanagan dan penegakkan hukum secara konsisten (consistent law enforcement) Peranan Negara dapat dijelaskan lebih lanjut antara lain: a. Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan peraturan perundang – undangan berdasarkan sistem hukum nasional dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk dapat melakukanpenyempurnaan atas peraturan perundang – undangan secara berkelanjutan b. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab dalam penyusunan peraturan perundang – undangan (rule – making rules) c. Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang memiliki inttegritas dan profesionalitas yang tinggi. d. Melaksanakan peraturan perundang – undangan dan penegakan hukum secara konsisten. e. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
f. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar – instansi yang jelas untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integrasi yang tinggi dan mata rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan. g. Memberlakukan peraturan perundang – undangan untuk melindungi saksi dan pelapor (whistleblower) yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang terjadi pada perusahaan. Pemberi informasi dapat berasal dari manajemen, karyawan perusahaan atau pihak lain. h. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan Good Corporate Governance dalam bentuk ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan. i. Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya dalam hal Negara juga sebagai pemegang saham perusahaan. 2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan good corporate governance sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. Peranan Dunia Usaha dalam pelaksanaan good corporate governance antara lain: a. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan. b. Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam melaksanakan peraturan perundang – undangan c. Mencegah terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). d. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan pada asas good corporate governance secara berkesinambungan.
e. Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat dilaksanakan bersama pada suatu kelompok usaha atau sektor ekonomi tertentu. 3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab. Peranan masyarakat dalam pelaksanaan good corporate governance, antara lain: a. Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat secara obyektif dan bertanggung jawab. b. Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat. c. Mematuhi peraturan perundang – undangan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Adapun good corporate governance mengacu pada Pedoman Umum Good Corporate Governance (Komite Nasional Kebijakkan Governance (KNKG – 2006) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006), pelaksanaan good corporate governance didasarkan pada prinsip – prinsip sebagai berikut : 1. Keterbukaan (Transparancy)
Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses keputusan. 2. Akuntabilitas (Accountability) Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. 3. Tanggung jawab (Responsibility) Kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip pengelolaan bank yang sehat. 4. Indepedensi (Independency) Pengelolaan bank secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh / tekanan dari pihak manapun. 5. Kewajaran (Fairness) Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak – hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Berikut ini merupakan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang telah sesuai dengan prinsip-prinsip menurut undang-undang yang telah diputuskan oleh pemerintah: Tabel 2.1 Prinsip dan Sumber Prinsip GCG
1 1.1
1.1.1 1.1.2
Prinsip-Prinsip GCG Transparancy Audit oleh Akuntan Publik
Audit Internal Audit Eksternal
Sumber Prinsip Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 Keputusan Bersama Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Nomor 29.K/010/IP/2012
1.2
Terbentuknya dan SPI
1.3
Pengadaan Rapat pada Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Perusahaan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) RUPS Tahunan RUPS Lainnya Rapat Pengankatan Dewan Komisaris Rapat Pengangkatan Dewan Direksi Rapat Gabungan Dewan Komisaris dan Direksi Rapat Rencana Jangka Panjang Perseroan (RJPP) Rapat Rencana Anggaran Perseroan (RKAP) Keputusan Menteri Nomor: PerTransparan/Keterbukaan 01/MBU/2011 Informasi Perusahaan Penerbitan Laporan Keuangan di Website Perusahaan Penerbitan Anggaran Tahunan di Website Perusahaan Penerbitan Analisa Manajemen di Website Perusahaan Informasi-Informasi mengenai GCG di Website Perusahaan
1.3.1 1.3.1.1 1.3.1.2 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6 1.4 1.4.1 1.4.2 1.4.3 1.4.4
2
2.1
2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.2 2.2.1 2.2.2
Komite
Audit Surat Keputusan Dewan Komisaris Nomor 002.SK/DEKOM-IP/2010
Accountability Prinsip-Prinsip GCG Organ Penting Perusahaan
Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 Sumber Prinsip Undang-Undang Republik Indonesia No.01 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
RUPS Dewan Komisaris Dewan Direksi Sekretaris Perusahaan Pengadaan Sosialisasi GCG di SK Direksi No.120.K/020/IP/2009 Perusahaan Dibentuknya Tim Sosialisasi dan Implementasi (COC) Pengenalan GCG dalam Seminar
2.2.3 3 3.1
3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.2 3.2.1
3.2.2 3.3 3.3.1
3.3.2
3.3.3
4 4.1
4.1.1 4.2 4.2.1 4.2.2 4.3
Program Sosialisasi Etika Perusahaan Responsibility
di
Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 Tanggung Jawab Perusahaan Keputusan Menteri Nomor: PerTerhadap Sosial dan 01/MBU/2011 Lingkungan Pembentukan Divisi Company Social Responsibility (CSR) Pengelolaan Limbah Hasil Usaha Pelestarian Lingkungan Sekitar Tanggung Jawab Perusahaan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Terhadap Karyawan Program Reward and Punishment atas Penerapan Pedoman Perilaku Karyawan Pemberian Tunjangan dan Bonus kepada Karyawan Tanggung Jawab Perusahaan Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 Terhadap Stakeholders Laporan annual report dan laporan mengenai penerapan GCG di Perusahaan pelaporan atas pelanggaran yang tertuang di dalam whistleblowing policy Mekanisme Penegakan Code Of Conduct (COC)
Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 independensi Satuan Pengawas Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 Intern Independency
Prinsip-Prinsip GCG Sumber Prinsip Profesionalisme Kerja Anggota SPI di dalam Perusahaan independensi Dalam Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 Pengangkatan Eksekutif Pengangkatan Eksekutif Dilakukan Transparan Memiliki Dewan Komisaris dan Direksi yang Independen independensi dalam Pemilihan Keputusan Menteri Nomor: Per-
4.3.1 5 5.1 5.1.1
5.1.2 5.1.3 5.2
5.3 5.3.1
5.3.2
01/MBU/2011 KAP Pemilihan dan Penunjukkan KAP dalam RUPS Keputusan Menteri Nomor: PerFairness 01/MBU/2011 Perlindungan Hukum bagi Keputusan Menteri Nomor: Per01/MBU/2011 Pemegang Saham Perlindungan Hukum dalam Pengangkatan anggota Direksi dan Komisaris Perlindungan Hukum Pengubahan ketentuan Anggaran Dasar Stakeholders diberikan Hak yang sama Keefektifan Eksekutif dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.01 Tahun 1995 Tentang Mewujudkan GCG Perseroan Terbatas (UUPT) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Keadian Kepada Karyawan Tidak membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik Pemilihan Calon Karyawan Dilakukan sesuai dengan Kualifikasi yang dibutuhkan
Menurut Arief Effendi (2009), prinsip – prinsip good corporate governance yang dikembangkan oleh OECD telah diimplementasikan oleh sebagian besar Negara – negara anggotanya seperti Amerika Serikat, Negara – negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italy, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swiss, Turki, Inggris), serta Negara – negara Asia Pasifik (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada bulan april 2998. Prinsip – prinsip good corporate governance menurut OECD tersebut mencakup 5 (lima) hal berikut : 1. Perlindungan terhadap hak – hak pemegang saham (the rights of stareholders)
Kerangka yang dibangun dalam good corporate governance harus mampu melindungi hak – hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Hak – hak tersebut mencakup hak dasar pemegang saham, yaitu : a. Hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan. b. Hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikan saham. c. Hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusaahaan secara berkala dan teratur. d. Hak untuk ikut berpastisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). e. Hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi. f. Hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan. 2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatment of shareholders) Kerangka yang dibangun dalam good corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktek perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksii – transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest). 3. Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the role of stakeholders)
Kerangka yang dibangun dalam good corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak – hak pemangku kepentingan, sebagaimana ditentukan oleh undang – undang yang mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentngan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesinambungan usaha (going concern). 4. Pengungkapan dan Transparansi (Disclosure and Transparancy) Kerangka yang dibangun dalam good corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga di haruskan untuk meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan. 5. Tanggung jawab dewan komisaris dan direksi (the responsibilities of the board) Kerangka yang dibangun dalam good corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komissaris, dan pertanggung jawaban dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenang – wenangan serta kewajiban – kewajiban proffesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. II.1.5 Faktor Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Syarat keberhasilan penerapan GCG memiliki dua faktor yang memegang peranan sebagai berikut:
1. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah berbagai faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat memperanguhi keberhasilan penerapan good corporate governance. Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah: a. Terdapatnya sistem hukum yang baik. b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik / lembaga pemerintahan c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practice) d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mebdukung penerapan GCG di masyarakat. e. Semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan peluasan peluang kerja. 2. Faktor Internal Faktor internal adalah pendorong keberhasilan praktik good corporate governance yang berasal dari dalam perusahaan. Faktor internal tersebut diantaranya adalah : a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG. b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai – nilai GCG. c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah – kaidah standar GCG. d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan. e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik.
II.1.6 Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai – nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah : 1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai – nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya. a. Nilai – nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai – nilai perusahaan perlu dirumuskan visi dan misi perusahaan. b. Walaupun nilai – nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam merumuskannya perluu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan letak geografis dari masing – masing perusahaan. c. Nilai – nilai perusahaan yang universal antar lain adalah tercapainya adil dan jujur. 2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai – nilai perusahaan. a. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dangan pemangku kepentingan (stakeholders)
b. Penerapan nilai – nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan mendukung terciptanya budaya perusahaan. c. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati bersama dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku. 3. Nilai – nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan. a. Fungsi pedoman perilaku tersebut, antara lain : -
Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai – nilai perusahaan dan etika bisnis dalam melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua karyawan perusahaan
-
Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, dan pelaporan terhadap perilaku yang tidak etis.
b. Benturan kepentingan, antara lain : -
Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta karyawan perusahaan.
-
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan juga harus senantiasa mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya.
-
Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak – pihak lain
-
Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta.
-
Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus mengeluarkan suaranya dalam RUPS sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang tidak mempunyai benturan kepentingan.
-
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan yang memiliki wewenang pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh perusahaan.
c. Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi, antara lain : -
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun tidak langsung, kepada pejabat Negara dan atau individu yang mewakiilii mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
-
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menerima sesuatu kepentingannya, baik langsung ataupun tidak langsung, dari mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
-
Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan kepada partai politik atau seorang atau lebih calon anggota badan legislatif maupun eksekutif,
hanya boleh dilakukan sesuai dengan peraturan perundang –
undangan. Dalam batas kepatuhan sebagaimana ditetapkan oleh perusahaan, donasi untuk amal dapat dibenarkan. -
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memberikan sesuatu dan atau menerima sesuatu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
d. Kepatuhan terhadap Peraturan -
Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang – undangan dan peraturan perusahaan
-
Dewan komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan perusahaan melaksanakan peraturan perundang – undangan dan peraturan perusahaan.
-
Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal secara benar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
e. Kerahasiaan Informasi -
Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, Pemegang saham serta karyawan perusahaan harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang – undangan, peraturan perusahaan dan kelaziman dalam dunia usaha.
-
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan
dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambilalihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham. -
Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan, serta pemegang saham yang telah mengalihkan sahamnya, dilarang mengungkapkan informasi yang menjadi rahasia perusahaan yang diperolehnya selama menjabat atau menjadi pemegang saham di perusahaan, kecuali informasi tersebut diperlukan untuk pemeriksaan dan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang – undangan, atau tidakk lagi menjadi rahasia milik perusahaan.
f. Pelaporan terhadap pelanggaran Pedoman Perilaku -
Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan diproses secara wajar dan tepat waktu.
-
Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin perlinddungan terhadapp individu yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan. Dalam pelaksananya, Dewan Komisaris dapat memberikan tugas kepada komite yang membidangi pengawasan implementasi GCG.
II.1.7 Peraturan-Peraturan terkait dengan implementasi Good Corporate Governance Guna implementasi yang lebih optimal, prinsip GCG memerlukan peran hukum sebagai sarana untuk mendorong ditaatinya nilai – nilai etis tersebut dalam dunia bisnis. Di Indonesia, kerangka hukum dan perundang – undangannya telah mengadopsi prinsip – prinsip GCG, baik secara langsung maupun secara tersirat dalam peraturan perundang – undangan yang ada. Sejauh
mana peraturan perundangan di Indonesia mendukung pelaksanaan prinsip GCG, sangatlah penting untuk dikaji kerangka peraturan perundangan yang ada. Peranan dan institusi publik dalam kerangka hukum nasional sebagai pelaku enforcement hukum dan regulator menjadi tolak ukur penerapan prinsip GCG, seperti pengadilan, Self Regulatory Organization, kejaksaan dan Kepolisian maupun lembaga – lembaga lainnya, misalnya; Bea dan Cukai lain – lain. Lembaga – lembaga tersebut memegang peranan signifikan dalam memberikan perlindungan hukum. Kuatnya institusi – institusi tersebut tentunya akan mendorong semakin ditaatinya prinsip – prinsip GCG, yang pada gilirannya akan lebih memberikan perlindungan kepada para investor dan pemegang saham. Menurut Johny Sudharmono (2004) kebijakan pemerintah dalam rangka mendukung penerapan GCG di Indonesia antara lain diwujudkan dengan membentuk suatu badan yaitu Komite Nasional bagi pengelola perusahaan melalui Keputusan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri No.Kep-10/M.EKUIN/08/1999, tanggal 19 Agustus 1999 yang mempunyai tugas untuk merumuskan dan merekomendasikan kebijakan nasional mengenai pengelolaan perusahaan. Pada tanggal 8 Maret 2001 Komite Nasional ini telah merumuskan suatu Kerangka Kerja Good Corporate Governance atau pedoman Good Corporate Governance unuk dijadikan acuan dunia usaha di Indonesia. Kebijakan Kementrian BUMN dalam penerapan praktek Good Corporate Governance telah diwujudkan dalam beberapa hal antara lain sebagai berikut: a. Dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek good corporate governance sebagai landasan operasionalnya.
b. Dimasukkannya good corporate governance sebagai bagian dari misi Kementrian BUMN dan Strategi Utama Pengembangan BUMN dalam Master Plan BUMN tahun 2002 – 2006. c. Transparansi dalam Pembinaan dan Pengelolaan BUMN melalui BUMN on-line d. Pemberiaan Annual Report Award, pemberian BUMN dan CEO Award, serta Expo GCG. II.1.8 Prinsip GCG dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas Undang – undang RI No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan kerangka yang sangat penting bagi pengaturan penerapan prinsip GCG di Indonesia. Yang dimaksud sebagai Perseroan Terbatas dalam UU tersebut adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Berdasarkan pengertian terrsebut, dapat diketahui bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian, sehingga suatu perseroan terbatas haruslah didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih yang mana ketentuan ini terus berlaku selama perseroan masih berdiri, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 Ayat (3) UUPT, yang mewajibkan jumlah pemegang saham dalam perseroan minimum berjumlah dua orang. Perjanjian pendirian PT tersebut haruslah dibuat dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Setelah pembuatan akta pendirian, perseroan harus melakukan beberapa tahapan lagi untuk mendapatkan status sebagai badan hukum. Pertama, adalah pengajuan permohonan kepada Menteri Kehakiman RI untuk memperoleh pengesahan, dengan melampirkan Akta Pendirian Perseroan tersebut. Kedua, setelah mendapat pengesahan dari Mneteri Kehakiman, maka menurut pasal 7 ayat (6) UUPT, perseroan yang didirikan memperoleh statusnya sebagai badan hukum. Ketiga, mendaftarkan perseroan tersebut dalam daftar perusahaan, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Perseroan yang telah didaftarkan tersebut kemudian diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI yang permohonannya dilakukan oleh direksi. Selama pendaftaran dan pengumuman belum dilakukan, anggota direksi secara bersama – sama bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Selain itu, kelalaian atas kewajiban pendaftaran dan pengumuman ini juga mengandung sanksi pidana sebagaimana diatur oleh UU No. 3 Tahun 1982 yang merupakan sumber hukum bagi ketentuan pendirian badan usaha yang berbentuk PT peserta seluruh organ dan komponen yang ada di dalam tubuh perseroan terbatas, yang terdiri dari RUPS, direksi, dan komisaris. Dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari UU tentang Wajib Daftar Perusahaan tersebut, telah dikeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 121/DJPJN/V/1996 tanggal 13 Mei 1996 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran PT dalam kaitannya dengan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 272/DJPN/IX/1996 tanggal 20 September 1996 kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan perihal Pendaftaran Perseroan Terbatas. Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Direktur Pendaftaran Perusahaan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 206/PP-I/VII/98 tanggal 29 Juli 1998 kepada Kepala Kantor Wilayah Deparetemen Perindustian dan Perdagangan perihal Pendaftaran Perseroan.
II.1.9 Penerapan Prinsip GCG dalam Pengaturan tentang BUMN
Reformasi pengelolaan perusahaan melalui penerapan prinsip – prinsip GCG di BUMN ditegaskam dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN No. Kep-103/MBU/2002 tentang Pembentukan komite audit bagi Badan Usaha Milik Negara pada tanggal 4 Juni 2002. Komite audit ini bertugas untuk membantu dan bertanggung jawab langsung kepada komisaris atau dewan pengawas. Peraturan tentang komite audit tersebut ditindaklanjuti dengan memberlakukan Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN yang mencabut Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. Kep-23/M-PM.PBUMN/2009 tanggal 31 Mei 2000, yang mewajibkan BUMN untuk menerapkan good governance secara konsisten dan/atau menjadikan prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya. Pada tahun 2003, pemerintah telah meratifikasi UU BUMN, yang di dalamnya telah terkandung prinsip – prinsip GCG dan ketentuan mengenai Komite Audit. Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 menimbang bahwa: a. Prinsip good corporate governance merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. b. Prinsip good corporate governance belum diterapkan sepenuhnya dalam lingkungan BUMN. c. Untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip good corporate governance perlu lebih dioptimalkan. d. Mengingat hal – hal tersebut diatas dipandang perlu untuk menegaskan kembali penerapan prinsip good corporate governance pada BUMN melalui penetapan keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara..