BAB II LANDASAN TEORI
A.
Teori Agensi Penelitian terkait dengan komite audit ini mengacu pada teori agensi (agency
theory). Yang mana teori ini merupakan dasar yang digunakan perusahaan untuk memahami corporate governance. Dalam pembahasan teori ini adalah mengenai hubungan antara pemilik dan pemegang saham (principal) dan manajemen (agent). Dalam hal ini hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen and Meckling, 1976). Agency theory concept menurut Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Widyaningdyah (2001) adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Yaitu kondisi dimana Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya konflik yang disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal (yang memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima
8
kontrak dan mengelola dana prinsipal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan (Rachmawati, 2007). Menurut Meisser, et al., (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi entitas dari pemilik dan terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidak samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Keinginan Principal dalam hal pengembalian yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Agent menginginkan kepentingannya diakomodir dengan pemberian kompensasi yang memadai dan sebesar-besarnya atas kinerjanya.
Principal
menilai
prestasi
agent
berdasarkan
kemampuannya
memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga saham dan makin besar deviden, maka agent dianggap berhasil dan berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi. Sebaliknya, agent pun memenuhi tuntutan principal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka agent dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah-olah target tercapai (Watt and Zimmerman, 1986).
9
Praktik penyimpangan seperti itu bisa atas prakarsa dari principal ataupun inisiatif agency sendiri. Sehingga dapat terjadi pencatatan yang menyalahi aturan seperti adanya piutang yang tidak mungkin tertagih yang tidak dihapuskan, kapitalisasi biaya yang tidak semestinya atau pengakuan penjualan yang tidak semestinya. Selain itu dapat juga dilakukan dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, padahal kenyataannya merugi atau laba turun (Elqorni, 2009). B.
Good Corporate Governance Pedoman pengelolaan perusahaan yang diterapkan di Indonesia adalah Good
Corporate Governance. Corporate Governance yang merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh bagian dari perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan. Pada prinsipnya corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham, perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham; peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam corporate governance, transparansi dan penjelasan, serta peranan dewan komisaris dan komite audit (Alison, 2010). 1.
Pengertian Good Corporate Governance Good corporate governance telah dikenal luas sejak dua puluh tahun lalu,
tetapi cabang-cabang dari corporate governance belum sepenuhnya dapat didefinisikan dengan jelas mengenai pengertian ini, meskipun sejumlah literatur telah
10
membahas masalah ini (Umer, 2008). Bahkan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dikutip oleh Bhuiyan and Biswas (2007) mendefinisikan corporate governance sesuai dengan apa yang mereka yakini adalah sebagai berikut: “Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of right and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectivesand monitoring performance” (OECD, 1999:9). OECD mengartikan corporate governance adalah suatu sistem yang mana sebuah perusahaan atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu, maka struktur dari corporate governance menjelaskan distribusi hak-hak dan tanggungjawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu antara lain dewan komisaris dan direksi, manajer, pemegang saham, serta pihak-pihak lain yang terkait sebagai stakeholders. Selain itu, struktur dari corporate governance juga menjelaskan bagaimana aturan dan prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan melakukan itu semua maka diharapkan tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan dan dilakukan dengan baik (Rini, 2010).
11
2. Karakteristik Komite Audit Dengan karakteristik komite audit yang baik, diharapkan akan memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kesulitan keuangan perusahaan. Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa komite audit dengan karakteristik yang baik berpengaruh terhadap pelaporan keuangan perusahaan. Karakteristik seperti independensi, pengalaman, latar belakang pendidikan akuntansi, pengalaman kerja di Kantor Akuntan Publik dan lain sebagainya sangat menentukan (Erna, 2013). Dalam penelitian ini, karakteristik komite audit yang dilihat yaitu umur komite audit, latar belakang akuntansi dan keuangan , pengalaman bekerja di KAP, komite audit yang pernah menjadi bagian dari manajemen dan juga tingkat pendidikan dari komite audit. C. Komite Audit 1.
Pengertian Komite Audit Menurut Dahlan (2009), pengertian Komite Audit yaitu Komite yang dibentuk
oleh Dewan Komisaris untuk membantu dalam menjalankan fungsi pengawasan Corporate Governance. Pembentukan Komite Audit telah memnuhi semua peraturan Bapepam-LK, yang terdiri dari 1 orang atau lebih. Sedangkan menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance mengenai Komite Audit adalah: “Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai
12
keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit.” 2.
Prinsip-prinsip Komite Audit Harapan kepada komite audit adalah untuk mendorong penerapan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (Independency ,transparency, accountability and resposibility, and fairness) pada korporasi yang bersangkutan (Agustin, 2008). Prinsip independensi sangat difokuskan terutama dalam hal menjaga kualitas pelaporan keuangan perusahaan. Pentingnya independensi pada komite audit ditegaskan oleh Peraturan No. IX.I.5 Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) No. KEP-29/PM/2004 tgl. 24 September 2004 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit yang diringkas sebagai berikut : a. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultasi Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris. b. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
13
c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. d. Tidak mempunyai hubungan keluarga dan hubungan usaha yang berkaitan dengan kegiatan emiten. e. Tidak bekerja sebagai komite audit pada perusahaan lain Selain itu, melalui keputusan tersebut BAPEPAM juga mensyaratkan bahwa sekurang-kurangnya komite audit terdiri dari 3 anggota, dimana minimal satu orang merupakan anggota yang memiliki keahlian di bidang akuntansi dan keuangan. BAPEPAM juga menghimbau bahwa setidak-tidaknya komite audit melakukan rapat minimal 4 (empat) kali dalam setahun atau kuartalan. 3. Peran Komite Audit Seperti pendapat Bradbury et al. (dalam Suaryana, 2011), komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan (Suaryana, 2011).
14
4. Tujuan dan Manfaat Pembentukan Komite Audit Komite audit menurut Effendi (2009) dalam Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif dibentuk agar dapat memenuhi beberapa hal dibawah ini: a. Pelaporan Keuangan Meksipun direksi dan dewan komisaris bertanggungjawab terutama atas laporan keuangan dan auditor eksternal bertanggungjawab hanya atas laporan keuangan audit ekstern, komite audit melaksanakan pengawasan independen atas proses laporan keuangan dan audit ekstern. b. Manajemen Risiko dan Kontrol Meksipun direksi dan dewan komisaris terutama bertanggungjawab atas manajemen risiko dan kontrol, komite audit memberikan pengawasan independen atas proses risiko dan kontrol. c. Corporate Governance Meksipun direksi dan dewan komisaris terutama bertanggungjawab atas pelaksanaan corporate governance, komite audit melaksanakan pengawasan independen atas proses tata kelola perusahaan. Pengaturan Komite Audit terdapat pada Surat Edaran Bapepam Nomor SE03/PM/2002 bagi perusahaan publik dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP103/MBU/2002 bagi BUMN (Alison, 2010). Bahwa Komite Audit terdiri dari
15
sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam pelaksanaan tugasnya, komite audit mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Membantu dewan komisaris untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan b. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan c. Meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit, d. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris/dewan pengawas. Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-41/PM/2003 yang menyebutkan bahwa komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan keuangan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris, hal ini mempertegas keberadaan Komite Audit. D.
Pengertian Manajemen Laba Manajemen laba atau yang sering kita sebut dengan earning management
merupakan tindakan campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan
16
eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Earning management adalah
salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan
(Setyawati, 2000). Scott (2003:369) mendefinisikan earning management sebagai ”the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some specific objective” yang kurang berarti pilihan yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Konsep earning management ini menurut Salno dan Baridwan (2000) menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa ”praktek manajemen laba dipengaruhi oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya”. Sugiri (1998) mengemukakan tentang definisi earning management dapat dibagi dalam dua definisi, yaitu : 1. Definisi sempit Earning management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earning management dalam arti sempit ini didefinisikan bentuk perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings.
17
2. Definisi luas Earning management merupakan tindakan manajer untuk dapat meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Jika Sugiri (1998) memberikan definisi earning management secara teknis, maka Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak manajemen laba terhadap
kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah
(1999),
earning
management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan, karena earning management merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan. 3.
Motivati dalam Manajemen Laba Menurut Scott (2003) beberapa motivasi yang mendorong manajemen
melakukan earning management, antara lain sebagai berikut: a. Motivasi bonus Yaitu manajer akan berusaha sebisa mungkin mengatur laba bersih agar dapat memaksimalkan bonusnya.
18
b. Motivasi kontrak Berkaitan dengan utang jangka panjang, yaitu manajer bisa saja menaikkan laba bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical default. c. Motivasi politik Aspek politis ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari perusahaan, khususnya perusahaan besar dan industri strategis karena aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak. d. Motivasi pajak Pajak merupakan salah satu alasan utama perusahaan mengurangi laba bersih yang dilaporkan. Hal ini sepertinya banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan lokal di banyak industri. e. Pergantian CEO (Chief Executive Officer) Banyak motivasi yang timbul berkaitan dengan CEO, seperti CEO yang mendekati masa pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang berhasil memperbaiki kinerjanya untuk menghindari pemecatannya, CEO baru untuk menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya.
19
f. Penawaran saham perdana (IPO) Manajer perusahaan yang go public melakukan earning management untuk memperoleh harga sangat tinggi atas sahamnya dengan harapan mendapatkan respon pasar yang positif terhadap peramalan laba sebagai sinyal dari nilai perusahaan,
sehingga
kepercayaan
masyarakat
semakin
tinggi
terhadap
perusahannya. g. Motivasi pasar modal Sebagai contoh yaitu
untuk mengungkapkan informasi privat yang dimiliki
perusahaan kepada investor dan kreditor. Di samping itu, manajemen laba khususnya dalam pola perataan laba juga dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengkomunikasikan informasi privat (private information) secara efisien (Tucker dan Zarowin, 2006). Manajemen laba juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain, misalnya dalam rangka mendapatkan bonus berbasis laba, untuk menghindari pelanggaran kontrak utang, dan menghindari biaya politis (political cost) pada waktu perusahaan mendapat laba yang tinggi. 4. Pola Manajemen Laba Scott (2003) mengemukakan berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam earning management adalah:
20
a. Taking a bath Terjadi apabila perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai kerugian pada periode berjalan, ketika
kondisi
buruk
yang tidak
menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu, manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada saat ini serta melakukan clear the desk, sehingga laba yang dilaporkan diperiode yang akan datang meningkat. b. Income minimization Bentuk ini mirip dengan ”taking a bath”, tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.
21
c . Income maximization Adalah tindakan pelaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi mendorong manajer agar
memanipulasi data akuntansi tersebut untuk
menaikkan laba serta meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Biasanya tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan memaksimalkan pendapatan. d. Income smoothing Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. Bentuk ini mungkin yang dianggap paling menarik. e. Discretionary Accrual Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Sistem akuntansi akrual sebagaimana yang ada pada prinsip akuntansi yang diterima umum memberikan kesempatan kepada manajer untuk rnembuat pertimbangan akuntansi yang akan memberi pengaruh kepada pendapatan yang dilaporkan. Dalam hal ini pendapatan dapat dimanipulasi melalui discretionary accruals (Gumanti, 2001).
22
Menurut
Healy
(1985)
dan
DeAngelo
(1986)
yang
dikutip
oleh
Gumanti(2001) konsep model akrual rnemiliki dua komponen. Komponen nondiscretionary dan discretionary. Komponen discretionary accruals merupakan bagian akrual yang dapat dimanipulasi oleh manajer. Hal ini disebabkan karena manajer memiliki kemampuan untuk mengontrolnya dalam jangka pendek. Sedangkan komponen non-discretionary faktor-faktor penentunya adalah dari luar seperti kondisi ekonomi atau permintaan terhadap penjualan serta faktor-faktor lain yang sulit dikontrol oleh pihak manajer. Penilaian piutang, pengakuan biaya garansi (future warranty extense) dan asset modal (capitalization assets) merupakan bentuk Discretionary accruals. Manajer akan melakukan manajemen laba dengan manipulasi akrual-akrual tersebut untuk mencapai tingkat pendapatan yang dinginkannya. Maksud penentuan discretionary accruals di atas adalah untuk menaikkan atau menurunkan laba yang merupakan tindakan manajemen laba (earnings management). Hasil penelitian Yoon et al. (2006) menunjukkan bahwa dalam melakukan manajemen laba, perusahaan yang menaikkan laba cenderung menggunakan untung dari penghentian aset, sedangkan perusahaan yang menurunkan laba cenderung menggunakan biaya kerugian piutang dan rugi penghentian aset. Penelitian oleh Gumanti (2001) menunjukkan bahwa terdapat manajemen laba dalam statement keuangan perusahaan sebelum go public dengan mengunakan akrual yang menaikkan laba. Manajemen laba ini dilakukan dengan tujuan tertentu. Dengan
23
menggunakan akrual yang menaikkan laba, maka akan didapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Balsam et al. (2003) mengemukakan bahwasanya perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis industri mempunyai discretionary accruals lebih rendah dan koefisien respon laba lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh auditor non-spesialis. Pengungkapan tersebut menunjukkan bahwa kompetensi auditor yang tinggi dalam industri yang diaudit dapat mengurangi manajemen laba meningkatkan kualitas laba dan menambah manfaat informasi laba. E. Penelitian Terdahulu Mengenai Komite audit ini telah ada banyak penelitian
yang pernah
dilakukan di seluruh dunia. Beberapa penelitian terdahulu berhasil membuktikan keterkaitan antara karakteristik yang dimiliki oleh komite audit dengan kualitas laba pada perusahaan yaitu: 1. Penelitian oleh Suaryana (2011), menguji pengaruh keberadaan komite audit terhadap kualitas laba. Kualitas laba diukur dengan metode pengukuran ”koefisien respon laba” yang terdiri dari komponen capital adequency ratio dan unexpected return. Hasil penelitian menunjukkan koefisien respon laba pada perusahaan yang membentuk komite audit lebih besar daripada perusahaan yang tidak membentuk komite audit.
24
2. Bedard et al (2004) yang mengatakan bahwa adanya minimal satu orang pakar keuangan dalam komite audit akan berpengaruh negatif terhadap income decreasing earning management. 3. Ratna et al (2010) yang menyatakan bahwa pengalaman komite audit dibidang akuntasi akan menurunkan tingkat praktik manajemen laba pada perusahaan, dan tingkat pendidikan ketua audit berpengaruh praktik menejemen laba. 4. Ahmed (2007)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara
independensi dengan pengalaman komite audit. 5. Xie et al. (2003), pengalaman menjadi bagian internal perusahaan berpengaruh terhadap independensi komite audit tersebut, sehingga mempengaruhi praktik manajemen laba yang terjadi di dalam perusahaan karena adanya benturan kepentingan 6. Hamonangan Siallagan dan Mas’ud Machfoedz (2006) yang menyatakan bahwa Mekanisme corporate governance dan keberadaan komite audit berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba. 7. Vineeta Sharma, Vic Naiker, Barry Lee (2009), menyatkan bahwa Jumlah pertemuan auditor berhubungan secara negatif dengan independensi dan reputasi auditor.
25
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No NamaPeneliti 1 Agung Suaryana (2011)
Hasil Penelitian Koefisien respon laba perusahaan yang membentuk komite audit lebih besar dari pada perusahaan yang tidak membentuk komite audit
2
Variabel Variabel Dependen: -Koefisien Respon Laba (CAR dan Unexpected Return) Varibel Independen: -Keberatan komite audit Bedrad et al Variabel Dependen: (2009) -DACC Varibel Independen: -Kompetensi dan Independensi Komite Audit Ratna et al VariableDepen-den: (2010) Discretio-nary Accrual VariableIndependen:pro porsi,kompentensi, ukuran dewan direksi proporsi,kompe-ten, dan pengalaman serta tingkat pendidikan
Adanya minimal satu orang pakar keuangan dalam komite audit akan berpengaruh negatif terhadap income decreasing earning management
4
Ahmed Ebrahim (2007)
Terdapat hubungan negatif antara independensi dewan direksi dan komte audit dengan manajemen laba
5
Xie et (2008),
3
Varaibel Dependent: -Earning Management Variabel Independen: - Independensi dewan direksi dan komite audit al. Variabel Dependen: -Audit Quality (Discreationary Accrual) Variabel Independen: - Independensi komite audit
Pengalaman komite audit dibidang akuntasi akan menurunkan tingkat praktik manajemen laba pada perusahaan, dan tingkat pendidikan ketua audit berpengaruh praktik menejemen laba
Pengalaman menjadi bagian internal perusahaan berpengaruh terhadap independensi komite audit tersebut, sehingga mempengaruhi praktik manajemen laba yang terjadi di dalam perusahaan karena adanya benturan kepentingan
26
6
7
Hamonangan Siallagan dan Mas’ud Machfoedz (2006)
Variabel Dependen: -Kualitas Laba Variabel Independen: -Mekanisme corporate governance, dewan komisaris, dan komite audit Vineeta Variabel Dependen: Sharma, Vic -Jumlah pertemuan Naiker, Barry auditor Lee (2009) Variabel Independen: - Independensi, Stock ownership, reputasi auditor
Mekanisme corporate governance dan keberadaan komite audit berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba. Jumlah pertemuan auditor berhubungan secara negatif dengan independensi dan reputasi auditor
Sumber data: diambil dari berbagai sumber F. Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Pemikiran 1. Pengembangan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas dan telaah pustaka yang telah dikemukakan sebelumnya, maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu kerangka yang akan dilakukan pengujian, dengan gambaran kerangka pemikiran sebagai berikut: 1.1.
Pengaruh karakteristik komite audit berupa umur dari komite audit terhadap manajemen laba Peran Komite Audit dalam mengawasi pihak manajemen (agen) sangat diperlukan, agar menguntungkan
manajemen tidak melakukan tindakan yang dapat dirinya
sendiri
sehingga
dapat
merugikan
pemilik
perusahaan (prinsipal). Salah satu dari karakteristik komite audit yang dapat meningkatkan fungsi pengawasan adalah independensi. Anggota komite audit
27
yang independen akan memastikan pelaporan keuangan yang lebih berkualitas.
Harapan ini didukung dengan bukti empiris oleh Ebrahim
(2007) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara keterjadian manajemen laba dengan komite audit yang terdiri dari anggota yang independen. Karena semakin independen anggota tersebut, maka kualitas pelaporan keuangan oleh perusahaan lebih dapat dipercaya. Sehingga independensi yang dimiliki oleh komite audit dapat meminimalisasi adanya manajemen laba. Dan juga keyakinan mengenai komite audit yang juga merupakan seorang komisaris independen merupakan orang yang sedang ataupun pernah menjabat sebagai top management di beberapa perusahaan. Semakin tinggi usia komite audit menunjukkan semakin banyak pengalaman yang dipunyai khususnya sebagai top management, yang diduga sangat mempengaruhi kompetensi komite audit dalam keefektifan komite audit itu sendiri. Pengujian pengaruh umur dari komite audit dipandang perlu, maka peneliti mengajukan hipotesa sebagai berikut: H1: Karakteristik Komite Audit berupa umur dari komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba
28
1.2.
Pengaruh Latar Belakang Akuntansi dan Keuangan terhadap Praktik Manajemen Laba Dalam penelitian Bedard et al. (2009) menyatakan bahwa adanya minimal
satu orang pakar keuangan dalam komite audit berpengaruh negatif terhadap income decreasing earning management. Namun Xie et al. (2008) menemukan bahwa penuruan earning management dapat dipengaruhi oleh latar belakang keuangan dari komite audit. Lebih lanjut, membentuk hipotesis penelitian sebagai berikuti : H2: Perusahaan dengan komite audit yang memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan akan melakukan praktik manjemen laba lebih rendah dibanding perusuhaaan dengan komite audit yang tidak memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. 1.3 Pengaruh komite audit yang pernah menjadi partner KAP terhadap praktik manajemen laba Dengan semakin besar proporsi anggota yang memiliki keahlian di bidang keuangan maka pelaporan keuangan oleh manajemen akan lebih berkualitas. Hal ini disebabkan karena anggota yang memiliki keahlian di bidang keuangan akan lebih mudah dalam mendeteksi adanya manipulasi laba yang dapat menguntungkan manajemen saja. Pengalaman bekerja di KAP (dengan posisi top management, seperti partner) dapat menambah pengetahuan dari
29
anggota komite audit mengenai akuntansi khususnya audit. Kemudian penelitian ini ingin melihat apakah pengaruh komite audit yang pernah bekerja di KAP terhadap praktik manajemen laba di perusahaan cukup signifikan atau tidak, sehingga terbentuk hipotesis berikut ini : H3: Perusahaan dengan komite yang pernah menjadi partner dalam suatu KAP akan melakukan praktik manajemen laba lebih rendah dibanding perushaan dengan komite audit yang tidak pernah menjadi partner dalam suatu KAP 1.4 Pengaruh Komite Audit yang pernah tidak menjadi bagian dari manajemen terhadap Praktik Manajemen Laba Karakteristik komite audit berikutnya adalah pernah tidak atau sedang dan tidak seorang komite audit menjadi bagiand ari manajemen. Dalam hal ini peneliti ingin menilai aspek independensi berdasarkan pengalaman pekerjaanya. Xie et al. (2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa independensi komite audit memiliki pengaruh negatif terhadap kemungkinan adanya earnging management di perusahaan. Selanjutnya pengujian lebih jauh mengenai hubungan antara pernah tidak atau sedang dan tidak seorang komite audit menjadi bagian dari manajemen, peneliti ingin menguji H4 yang dirumuskan sebagai berikut :
30
H4: Perusahaan dengan komite audit yang tidak pernah atau tidak menjadi bagian dari manajemen perusahaan tersebut melakukan praktik manajemen laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan komite audit yang pernah atau sedang menjadi bagian dari manajemen perusahaan tersebut. 1.5 Pengaruh Tingkat Pendidikan Komite Audit terhadap Praktik Manajemen Laba Tingkat pendidikan Komite Audit dianggap cukup berpengaruh terhadap kompetensi dari audit terutama dalam hal pengetahuan akademik yang dimiliki. Erwinsjah Iskandar, President The Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesia, Edwinsjah Iskandar usai pembukaan Asian Confederation of Institute of Internal Auditors (ACIIA) di Denpasar
menyatakan bahwa
sekarang ini, seorang internal auditor (IA) tidak hanya dituntut bisa mengaudit perusahaan namun juga harus memiliki pengetahuan luas dan bisa membaca perkembangan ekonomi global yang bergerak begitu cepat. Artinya, seorang internal auditor harus lebih pintar dari manajemen perusahaan sehingga auditor tersebut tidak diintervensi dengan kepentingan manajemen, dikutip dari Harian Umum Pelita 14 Juni 2013. Pengetahuan luas tersebut tentu saja harus didukung dengan latar belakang pendidikan yang memadai, dengan pertimbangan tersebut maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut:
31
H5: Karakteristik komite audit berupa tingkatan pendidikan dari komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Pengujian terdahulu telah menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (size) berpengaruh terhadapa manajemen laba. Bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka cenderung akan dianggap memiliki banyak motif untuk melakukan manajemen laba, diantaranya dikarenakan tuntutan investor akan kinerja baik perusahaan. Dalam hal ini ukuran perusahaan didapat dari nilai logaritma total assets. 2. Kerangka Pemikiran Kasus-kasus manipulasi terhadap laba yang sering dilakukan oleh manajemen memicu perusahaan untuk dapat menerapkan prinsip good corporate governance sehingga dapat meminimalkan praktik manajemen laba. Mekanisme yang digunakan dalam penerapan good corporate governance salah satunya adalah dengan dibentuknya komite audit. Keberadaan komite audit diduga dapat mempengaruhi praktik manajemen laba. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengujian karakteristik komite audit yang berpengaruh terhadap manajemen laba, berikut kerangka pemikiran untuk menguji hubungan tersebut:
32
Variabel Independen
Varibel Dependen
Karakteristik Komite Audit:
Kompetensi (Umur, Latar Belakang Akuntansi dan Keuangan, Pernah Bekerja di KAP, Tingkat Pendidikan)
Independensi (bagian dari manajemen perusahaan)
Manajemen Laba (Discretionary Accrual)
Variabel Kontrol: Size
Gambar 2.1 Konsep Penelitian Sumber : Model yang dikembangkan dari penelitian ini Kompetensi dari komite audit dan independensi adalah bagian yang sangat berpengaruh dalam menentukan bagaimana manajemen laba pada perusahaan dilakukan, hal lain yang berperan adalah ukuran dan tingkat pertumbuhan perusahaan.
33