BAB II LANDASAN TEORI
A.
1.
Sistem Akuntansi Pemerintah
Pengertian Sistem Akuntansi Menurut A.Hall definisi sistem sebagai berikut : “ A Sistem is group of two
or more interrelated components or subsistems that serve a common purpose.” (A.Hall,2001:5) Sistem adalah kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan bersama. Sementara
itu
Mulyadi
mendefinisikan
sistem
akuntansi
adalah
”organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikooordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan.” (Mulyadi, 2001:3)
2.
Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Sistem
informasi
akuntansi
(SIA)
merupakan
suatu
kerangka
pengkordinasian sumber daya (data, meterials, equipment, suppliers, personal, and funds) untuk mengkonversi input berupa data ekonomik menjadi keluaran berupa informasi keuangan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan suatu entitas
dan
menyediakan
informasi
berkepentingan (Wilkinson, 1991).
akuntansi
bagi
pihak-pihak
yang
3.
Pengertian Sistem Akuntansi Pemerintah Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan menyatakan bahwa, “sistem akuntansi pemerintahan
merupakan
serangkaian
prosedur
manual
maupun
yang
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah.” Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk : a.
Menjaga
aset
Pemerintah Pusat
dan
instansi-instansinya
melalui
pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yang diterima secara umum; b.
Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
c.
Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
d.
Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
2
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi yang dilaksanakan oleh kementrian negara/lembaga untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Unit Akuntansi keuangan terdiri dari : a.
Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA)
b.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon I (UAPPA-E1)
c.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah (UAPPA-W)
d.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA)
Unit Akuntansi barang terdiri dari : a.
Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB)
b.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang-Eselon I (UAPPB-E1)
c.
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang-Wilayah (UAPPB-W)
d.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB)
Ciri-ciri pokok sistem akuntansi pemerintah pusat antara lain : a.
Basis Akuntansi / Cash toward Accrual Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang
3
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi atau peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. b.
Sistem Pembukuan Berpasangan Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu : Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait.
c.
Dana Tunggal Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.
d.
Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
e.
Bagan Perkiraan Standar Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi.
4
B.
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) mengacu pada Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), dinyatan bahwa Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Kebutuhan informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan serta posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan memadai apabila didasarkan pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan munculnya hak dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata. Namun, apabila terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengharuskan penyajian suatu laporan keuangan dengan basis kas, maka laporan keuangan dimaksud wajib disajikan demikian. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya,
5
serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: (a) Basis akuntansi; (b) Prinsip nilai historis; (c) Prinsip realisasi; (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; (e) Prinsip periodisitas; (f) Prinsip konsistensi; (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan (h) Prinsip penyajian wajar. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah: a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor; b) Hak atas tanah. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan perlengkapan (supplies).
6
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah sebagai berikut: a)
Tanah; Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
b) Peralatan dan Mesin; Peralatan dan
mesin mencakup
mesin-mesin dan
kendaraan
bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. c)
Gedung dan Bangunan; Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. e)
Aset Tetap Lainnya; dan Aset tetap lain yang mencakup asset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke
dalam
kelompok
aset
tetap
di
atas,
yang
diperoleh
dan
dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi
7
siap dipakai. f)
Konstruksi dalam Pengerjaan. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya. Aset
tetap
yang
tidak
digunakan
untuk
keperluan
operasional
pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos asset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut : (a)
Berwujud;
(b)
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
(c)
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
(d)
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
(e)
Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat lebih
dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait.
8
Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk dijual. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum,
misalnya
sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi pertukaran
dengan bukti pembelian aset tetap
yang
mengidentifikasikan
biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi
9
pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. Biaya
perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan kaki. Suatu
aset
juga
mungkin
diperoleh
tanpa
nilai
melalui
pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh.
10
Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal,
atas
perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang
membuat
aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. . Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: a)
biaya persiapan tempat;
b) biaya pengiriman awal dan biaya simpan dan bongkar muat c)
biaya pemasangan (installation cost);
d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan e)
biaya konstruksi. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan
mencakup
harga pembelian atau
biaya pembebasan tanah, biaya yang
dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. Biaya
perolehan
peralatan
dan
mesin
menggambarkan
jumlah
11
pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya
yang
dikeluarkan
dan
yang
masih
harus
dikeluarkan
untuk
memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh asset tersebut sampai siap pakai. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan
secara
langsung
pada
biaya
perolehan
aset
atau
membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
12
Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. Konstruksi
Dalam
Pengerjaan
yang
sudah
selesai
dibuat
atau
dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke salah satu akun yang sesuai dalam pos aset tetap. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan
ditentukan
dengan
mengalokasikan
harga
gabungan tersebut
berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan. Tanah yang
dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak diperlakukan
secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu periode
tertentu
untuk
kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, perolehan
awal
tanah,
pemerintah
tidak
setelah
memerlukan biaya untuk
mempertahankan hak atas tanah tersebut. Pengakuan
tanah
di
luar
negeri
sebagai
aset
tetap
hanya
13
dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundangundangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas waktu. Standar Akuntansi Pemerintah tidak mengharuskan pemerintah
untuk
menyajikan aset bersejarah di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Beberapa
aset
tetap
dijelaskan sebagai
asset
bersejarah
dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari asset bersejarah
adalah
bangunan
bersejarah,
monumen,
tempat-tempat
purbakala seperti candi, dan karya seni. Beberapa karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas suatu aset bersejarah: a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
14
pelepasannya untuk dijual; c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah
mungkin
mempunyai
banyak
aset
bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan dengan tanpa nilai. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan
dalam laporan operasional
sebagai
beban
tahun
terjadinya
pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya pemerintah lain nilai sejarahnya,
sebagai contoh
bangunan
kepada bersejarah
15
digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti asset tetap lainnya. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akuntansi Pemerintahan merupakan bidang ilmu akuntansi yang saat ini sedang berkembang sangat pesat, dimana tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik atas danadana masyarkat yang dikelola Pemerintah memunculkan kebutuhan atas penggunaan akuntansi dalam mencatat dan melaporkan kinerja pemerintahan. Sebagai salah satu bidang dalam ilmu akuntansi, akuntansi pemerintah mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintah. sistem akuntansi pemerintah pada dasarnya sama dengan sistem akuntansi pada organisasi bisnis, perbedaannnya adalah sistem akuntansi Pemerintah didasarkan atas ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan perundangan merupakan dasar pertimbangan utama dalam menyusun sistem akuntansi pemerintah.
C.
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
1.
Pengertian Negara Pengertian atau batasan “Negara” dalam kata “Barang Milik negara
(BMN)” adalah Pemerintah Repubik Indonesia, dalam arti kementerian Negara/lembaga. Pengertian lembaga dimaksud dalam penjelasan pasal 6 ayat (2)
16
huruf b Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, yaitu lembaga Negara dan lembaga pemerintah non kementerian Negara. 2.
Pengertian Barang Milik Negara Pengertian Barang Milik Negara (BMN) sesuai dengan pasal 1 butir 10
Undang-undang No 1 Tahun 2004 adalah meliputi semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainya yang sah antara lain berupa transfer masuk, hibah, pembatalan penghapusan, dan rampasan/sitaan, Barang Milik Negara dari pelaksanaan perjanjian/ kontrak, Barang Milik Negara yang diperoleh berdasar ketentuan Undang-undang dan Barang Milik Negara yang diperoleh berdasar keputusan pengadilan. Tidak termasuk dalam pengertian Barang Milik Negara (BMN) adalah Barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh : a.
Pemerintah Daerah.
b.
Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari Perusahaan Perseroan dan Perusahaan Umum
c.
Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Badan Usaha Milik Pemerintah. Barang Milik Negara dimaksud dapat berada di semua tempat, tidak
terbatas hanya yang ada pada kementerian/lembaga, namun juga yang berada pada Perusahaan Negara dan BHMN atau bentuk-bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkan statusnya menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan. Sedangkan terhadap Barang Milik Negara (BMN) yang statusnya sudah ditetapkan menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan diatur secara terpisah.
17
Untuk barang-barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dapat lebih mudah identifikasinya sebagai bagian dari Barang Milik Negara (BMN). Sedangkan untuk barang-barang yang berasal dari perolehan yang sah perlu adanya batasan yang lebih jelas, mana yang termasuk sebagai Barang Milik Negara (BMN). Dalam hal ini, batasan pengertian yang berasal dari perolehan yang sah adalah barang-barang yang menurut ketentuan perundang-undangan, ketetapan pengadilan, dan/atau perikatan yang sah ditetapkan sebagai Barang Milik Negara. 3.
Pengertian Aset Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
Pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Barang Milik Negara merupakan bagian dari aset pemerintah pusat.
Barang Milik Negara meliputi unsur-unsur aset tetap dan persediaan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Sedangkan persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan
barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau
diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
18
4.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Sesuai pasal 48 ayat (2) dan penjelasan atas pasal 49 ayat (6) Barang Milik
Negara Undang-undang No. 1 Tahun 2004, ruang lingkup pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) dalam Peraturan Pemerintah meliputi penjualan barang melalui pelelangan dan pengecualiannya, perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan dan pemindahtanganan. Rumusan tersebut merupakan siklus minimal atas seluruh mata rantai siklus pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) /Daerah (asset management cycle). 5.
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAK-BMN)
adalah
suatu
sistem
inventarisasi,
penatausahaan
atau
serangkaian prosedur yang mengatur tentang tata cara pelaporan barang milik negara guna menghasilkan informasi untuk keperluan manajemen dan akuntansi aset atau kekayaan negara yang dikuasai oleh Negara. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAKBMN) merupakan sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN juga menghasilkan Daftar Barang, Laporan Barang, dan berbagai kartu kontrol yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan Barang Milik Negara.
19
Pelaksanaan akuntansi Barang Milik Negara (BMN)
dibantu dengan
perangkat lunak (software) SIMAK-BMN yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error) dalam pelaksanaannya. SIMAK-BMN diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan sebagai alat pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dan pelaporan manajerial (Manajerial Report). SIMAK-BMN menghasilkan informasi sebagai dasar penyusunan Neraca Kementerian Negara/Lembaga dan informasi-informasi untuk perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. SIMAK-BMN diselenggarakan oleh unit organisasi Akuntansi Barang Milik Negara (BMN) dengan memegang prinsip-prinsip: a.
Ketaatan, yaitu prinsip Akuntansi Barang Milik Negara dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dan prinsip Akuntansi yang berlaku umum.
Apabila prinsip Akuntansi bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, maka yang diikuti adalah ketentuan perundangundangan. b.
Konsistensi, yaitu Akuntansi Barang Milik Negara dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
20
c.
Kemampubandingan,
yaitu
Akuntansi
Barang
Milik
Negara
menggunakan klasifikasi standar sehingga menghasilkan laporan yang dapat dibandingkan antar periode akuntansi. d.
Materialitas, yaitu akuntansi Barang Milik Negara dilaksanakan dengan tertib dan teratur sehingga seluruh informasi yang mempengaruhi keputusan dapat diungkapkan.
e.
Obyektif, yaitu akuntansi Barang Milik Negara dilakukan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
f.
Kelengkapan, yaitu akuntansi Barang Milik Negara mencakup seluruh transaksi Barang Milik Negara yang terjadi.
6.
Landasan Pemikiran Pengelolaan Barang Milik Negara
Landasan-landasan pemikiran yang digunakan dalam pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara meliputi: a. Landasan Filosofi Hakekat
Barang Milik Negara merupakan salah satu unsur penting
penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka NKRI untuk mencapai citacita dan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, pengelolaan Barang Milik Negara perlu dilakukan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan dimaksud. b. Landasan Operasional
21
Landasan Operasional Pengelolaan Barang Milik Negara lebih berkaitan dengan kewenangan institusi atau Lembaga Pengelola/Pengguna Barang Milik Negara yang dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Pengelolaan Kekayaan Negara yang bersumber pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara adalah badan penguasa atas barang Negara dengan hak menguasai dan bertujuan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Instansi pengelolanya adalah instansi pemerintah Kementerian/LPND yang diberikan wewenang untuk itu. Tanah oleh Badan Pertanahan Nasional, Tambang oleh Kementerian Sumber Daya Mineral dan Energi, laut dan kekayaannya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan sebagainya. Pengaturan atas pengelolaan barang milik negara dalam ruang lingkup ini telah diatur dalam berbagai undang-undang. 2) Pengelolaan barang milik negara yang bersumber pada pasal 23 UUD 1945 adalah Negara sebagai Pemerintah Republik Indonesia yang dapat memiliki barang atau sesuatu sebagai aset kekayaan pemerintah dengan tujuan untuk menjalankan roda pemerintahan. Instansi pengelola adalah Presiden yang didelegasikan kepada Menteri Keuangan dan instansi pengguna adalah kementerian negara/lembaga. c. Landasan Yuridis Acuan dasar dalam pengelolaan Barang Milik Negara tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No 1 Tahun 2004, khususnya Bab VII dan Bab VIII pasal 42 s/d pasal 50. Untuk itu seluruh Peraturan Perundang-undangan
22
yang ada perlu dikaji kembali termasuk penerapannya untuk disesuaikan dengan acuan tersebut di atas. d.
Landasan Sosiologis Rasa ikut memiliki (sense of belonging) masyarakat terhadap Barang Milik Negara merupakan wujud kepercayaan kepada pemerintah yang antara lain diwujudkan
dalam
bentuk
keterlibatannya
dalam
merawat
dan
mengamankan Barang Milik Negara dengan baik. Namun, masih ditemui adanya pandangan sebagian anggota masyarakat bahwa Barang Milik Negara adalah milik rakyat secara bersama, yang diwujudkan adanya usahausaha untuk memanfaatkan dan memiliki Barang Milik Negara tanpa memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, misalnya penguasaan, penyerobotan, atau penjarahan tanah-tanah negara. Pengaturan
yang
memadai mengenai pengelolaan Barang Milik Negara antara lain diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengamanan dan optimalisasi pendayagunaan Barang Milik Negara dengan selalu mendasarkan pada kaidah-kaidah atau ketentuan yang berlaku.
7. Azas-Azas Pengelolaan Barang Milik Negara Pengelolaan Barang Milik Negara dilaksanakan dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut: a. Azas fungsional b. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang pengelolaan Barang Milik Negara dilaksanakan oleh pengelola dan/atau
23
pengguna Barang Milik Negara sesuai fungsi, wewenang, dan tangung jawab masing-masing. c. Azas kepastian Hukum Barang Milik Negara d. Pengelolaan Barang Milik Negara harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan. e. Azas transparansi (keterbukaan) f. Penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik Negara harus transparan dan membuka diri terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar dan keikutsertaannya dalam mengamankan Barang Milik Negara. g. Efisiensi h. Penggunaan Barang Milik Negara diarahkan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan Tupoksi pemerintahan secara optimal. i. Akuntanbilitas publik j. Setiap
kegiatan
pengelolaan
Barang Milik
Negara
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara. k. Kepastian nilai l. Pendayagunaan Barang Milik Negara harus didukung adanya akurasi jumlah dan nominal Barang Milik Negara. Kepastian nilai merupakan salah
satu
dasar
dalam
Penyusunan
Neraca
Pemerintah
dan
pemindahtanganan Barang Milik Negara.
24
8.
Lingkup Pengelolaan Barang Milik Negara
Untuk merumuskan siklus yang lebih lengkap, maka ruang lingkup Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi: 1)
Pengertian, maksud dan tujuan, asas-asas, lingkup Barang Milik Negara;
2)
Pejabat pengelolaan Barang Milik Negara, yang berkedudukan sebagai pengelola, dan pengguna Barang Milik Negara beserta hak dan kewajibannya;
3)
Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan, yang terkait dengan perencanaan kebutuhan Barang Milik Negara dan perolehan (kegiatan atau proses suatu kekayaan/barang menjadi Barang Milik Negara), terutama yang berasal dari pengadaan;
4)
Penguasaan, Penetapan Status dan Penggunaan, mengenai ketentuan penetapan Barang Milik Negara pihak yang berhak menggunakan dan batasan hak, kewenangan dan kewajiban dalam penggunaan Barang Milik Negara.
5)
Pemanfaatan, yang berisi tentang ketentuan pemanfaatan Barang Milik Negara, pihak yang berhak menentukan pemanfaatan Barang Milik Negara, batasan hak, kewenangan dan kewajiban dalam pemanfaatan Barang Milik Negara;
6)
Pengamanan, yang berisi tentang pengaturan pengamanan dari segi administrasi, hukum dan fisik;
25
7)
Penilaian, tentang ketentuan mengenai penilaian Barang Milik Negara dalam rangka pemanfaatan, pemindahtanganan, dan pelaporan Barang Milik Negara;
8)
Penghapusan, mengenai pertimbangan penghapusan, tindak lanjut penghapusan, dan prosedur penghapusan;
9)
Pemindahtanganan, mengenai ketentuan-ketentuan mengenai penjualan, pertukaran, hibah, penyertaan pemerintah atas Barang Milik Negara;
10)
Penatausahaan, pengaturan tentang pendataan atas seluruh kekayaan yang ada pada seluruh kementerian negara/lembaga baik di lingkungan Pemerintah Pusat dan kekayaan yang ada pada pihak lain, misalnya BUMN dan Badan Usaha lainnya; kegiatan pencatatan dan pembukuan; dan kegiatan pelaporan;
11)
Pengawasan/Pengendalian,
pengaturan
tentang
pengawasan
atau
pengendalian atas penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang Milik Negara; 12)
Sanksi/Tuntutan Ganti Rugi terkait dengan pengelolaan Barang Milik Negara.
Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi
D.
Barang Milik Negara a.
Klasifikasi Barang Milik Negara Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap Barang Milik Negara
diklasifikasikan dengan cara tertentu sehingga memberikan kemudahan dalam
26
pengelolaannya. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.018/1999 tentang Klasifikasi dan Kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara
membagi Barang Milik Negara
(BMN) dalam klasifikasi Golongan, Bidang, Kelompok, Sub Kelompok, dan Subsub kelompok. Golongan Semakin global
Bidang Semakin rinci
Kelompok Sub Kelompok Sub–sub
Klasifikasi dan kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara Golongan Barang Milik Negara (BMN) meliputi: a. Barang Tidak Bergerak; b. Barang Bergerak; Hewan, Ikan dan Tanaman, Barang Persediaan, Konstruksi Dalam Pengerjaan, Aset Tak Berwujud dan Golongan Lain-lain. Dari masing-masing Golongan tersebut selanjutnya dirinci lagi ke dalam klasifikasi bidang, kelompok, sub kelompok, dan sub-sub kelompok. Dengan demikian, klasifikasi paling rinci (detil) ada di level Sub-sub kelompok. b.
Pengkodean Barang Milik Negara
Untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, Barang Milik Negara selain diberikan identifikasi berupa nama, juga diberikan identifikasi dalam bentuk kode.
27
Pemberian kode Barang Milik Negara (BMN) sepenuhnya mengacu kepada PMK Nomor 97/PMK.06/2007. Untuk memberikan identitas, Barang Milik Negara diberikan nomor kode barang (ditambah nomor urut pendaftarannya) dan kode lokasi (ditambah tahun perolehannya).
Skema kode identifikasi barang adalah sebagai berikut: X
. XX
.
XX
.
XX . XXX
Sub sub kelompok Sub kelompok Kelompok Bidang Golongan
Sebagai contoh, komputer Note Book yang untuk urutan yang ke-37 diberikan kode sebagai berikut: 2. 12. 01. 02. 003. 000037
Sedangkan kode lokasi, diskemakan sebagai berikut: XXX .
XX .
XX . XXXXXX .
UAKPB UAPPB-W UAPPB-E1 UAPB
28
Sebagai contoh, Biro Umum dan Perlengkapan Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (kode kantor 622081) diberikan kode lokasi sebagai berikut:
032. 01. 01.00. 622081.
Pembuatan label Barang Milik Negara dilakukan dengan menggabungkan kode lokasi (ditambah dengan tahun perolehan) dan kode barang (ditambah dengan nomor urut pendaftaran. Skema label Barang Milik Negara digambarkan sebagai berikut: UAPB UAPPB-E1 UAPPB-W UAKPB Tahun Perolehan XXX. XX . XX . XXXXXX . . XXX X . XX . XX. XX . XXX .
XXXXXX Nomor Urut Pendaftaran
Sub-sub Kelompok Sub Kelompok Kelompok
Bidang Golongan
Sebagai contoh : Pada tahun 2003 Biro Umum dan Perlengkapan Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (kode kantor 622081) melakukan pembelian Komputer Note Book. Pada saat perolehan barang tersebut nomor pencatatan terakhir untuk Note Book yang dikuasai satuan kerja yang
29
bersangkutan
adalah 000037. Berdasarkan hal tersebut UAKPB dapat
memberikan label pada Note Book tersebut sebagai berikut:
032. 01. 01.00. 622081.000. 2003 2. 12. 01. 02. 003. 000038
c.
Tabel Kode Barang Setiap Barang Milik Negara dibukukan dengan mengacu pada kode Barang Milik Negara yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Berikut adalah contoh kode Barang Milik Negara (BMN) pada PMK tersebut :
GOL.
BID.
KEL.
SUB KEL.
1 1 1 1
00 01 01 01
00 00 01 01
00 00 00 01
SUB SUB KEL. 000 000 000 000
URAIAN
1 1 1 1
01 01 01 01
01 01 01 01
01 01 01 01
001 002 003 004
1 1 1 1 1 1
02 02 02 02 02 02
00 01 01 01 01 01
00 00 01 01 01 01
000 000 000 001 002 003
JALAN DAN JEMBATAN Jalan Jalan Nasional Jalan Nasional Arteri Jalan Nasional Kolektor Jalan Nasional Bernilai Strategis Nasional
1 1 1
03 03 03
00 01 01
00 00 01
000 000 000
BANGUNAN AIR Bangunan Air Irigasi Bangunan Waduk Irigasi
BARANG TIDAK BERGERAK TANAH Tanah Persil Tanah Bangunan Perumahan/G. Tempat Tinggal Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan I Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan II Tanah Bangunan Rumah Negara Golongan III Tanah Bangunan Rumah Negara Tanpa Golongan
30
d.
Kondisi Barang Milik Negara Kondisi Barang Milik Negara dapat dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu baik, rusak ringan, dan rusak berat. Tabel berikut ini menyajikan indikasi yang menentukan 3 kondisi Barang Milik Negara (BMN) tersebut: Jenis Barang
Barang Bergerak
Barang Tidak Bergerak: Tanah
Barang Tidak Bergerak: Jalan dan Jembatan
Barang Tidak Bergerak: Bangunan
Kondisi
Indikasi
Baik (B)
Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik
Rusak Ringan (RR)
Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh tetapi kurang berfungsi dengan baik. Untuk berfungsi dengan baik memerlukan perbaikan ringan dan tidak memerlukan penggantian bagian utama/komponen pokok.
Rusak Berat (RB)
Apabila kondisi barang tersebut tidak utuh dan tidak berfungsi lagi atau memerlukan perbaikan besar/penggantian bagian utama/komponen pokok, sehingga tidak ekonomis untuk diadakan perbaikan/rehabilitasi.
Baik (B)
Apabila kondisi tanah tersebut siap dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
Rusak Ringan (RR)
Apabila kondisi tanah tersebut karena sesuatu sebab tidak dapat dipergunakan dan/atau dimanfaatkan dan masih memerlukan pengolahan/perlakuan (misalnya pengeringan, pengurugan, perataan dan pemadatan) untuk dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya.
Rusak Berat (RB)
Apabila kondisi tanah tersebut tidak dapat lagi dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya karena adanya bencana alam, erosi dan sebagainya.
Baik (B)
Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik
Rusak Ringan (RR)
Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh namun memerlukan perbaikan ringan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya.
Rusak Berat (RB)
Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan tidak utuh/tidak berfungsi dengan baik dan memerlukan perbaikan dengan biaya besar.
Baik (B)
Apabila bangunan tersebut utuh dan tidak memerlukan perbaikan yang berarti kecuali pemeliharaan rutin.
31
Jenis Barang
e.
Kondisi
Indikasi
Rusak Ringan (RR)
Apabila bangunan tersebut masih utuh, memerlukan pemeliharaan rutin dan perbaikan ringan pada komponen-komponen bukan konstruksi utama.
Rusak Berat (RB)
Apabila bangunan tersebut tidak utuh dan tidak dapat dipergunakan lagi.
Daftar Barang Daftar Barang adalah daftar yang digunakan untuk mencatat mutasi
Barang Milik Negara secara berkesinambungan mulai dari Barang Milik Negara itu pertama kali ada sampai dengan dihapuskannya. Daftar Barang Intrakomtabel digunakan untuk mencatat Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang memenuhi syarat kapitalisasi. Daftar barang Ekstrakomptabel digunakan untuk mencatat Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang tidak memenuhi syarat kapitalisasi. f.
Daftar Barang Bersejarah
Daftar Barang Bersejarah adalah daftar barang yang digunakan untuk mencatat mutasi Barang Milik Negara (BMN) berupa barang bersejarah secara berkesinambungan. g.
Laporan Barang
Laporan Barang adalah laporan yang menyajikan posisi Barang Milik Negara pada awal dan akhir suatu periode serta mutasi Barang Milik Negara yang terjadi selama periode tersebut. Laporan Barang Intrakomtabel digunakan untuk melaporkan Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang memenuhi syarat kapitalisasi. Laporan Barang Ekstrakomtabel
32
digunakan untuk melaporkan Barang Milik Negara non Persediaan dan non Konstruksi Dalam Pengerjaan yang tidak memenuhi syarat kapitalisasi. h.
Daftar Inventaris Ruangan/ Daftar Barang Ruangan (DIR/DBR)
DIR/DBR adalah kartu yang memuat data Barang Milik Negara yang berada pada suatu ruangan yang berguna untuk mengontrol Barang Milik Negara yang bersangkutan. i.
Kartu Inventaris Barang/ Kartu Identitas Barang (KIB)
KIB adalah kartu yang memuat data Barang Milik Negara yang digunakan untuk mengontrol Barang Milik Negara berupa Tanah, Gedung dan Bangunan, Alat Angkutan Bermotor, dan Alat persenjataan api. j.
Daftar Inventaris Lainnya/Daftar Barang Lainnya (DIL/DBL)
DIL/DBL adalah kartu yang memuat data Barang Milik Negara yang digunakan untuk mengontrol Barang Milik Negara yang tidak termasuk dalam kategori KIB dan DIR/DBR. k.
Catatan Ringkas Barang Milik Negara
Catatan Ringkas Barang Milik Negara adalah deskripsi yang menjelaskan Barang Milik Negara yang dikuasai Unit Organisasi Akuntansi/ penatausahaan Barang Milik Negara, yang berguna untuk mendukung penyusunan Catatan atas Laporan Keuangan.
E.
Kebijakan Akuntansi atas Barang Milik Negara
Barang Milik Negara disajikan di dalam Laporan Keuangan dalam klasifikasi sebagaimana diatur dalam Bagan Akun Standar. Oleh karena itu,
33
pembahasan kebijakan akuntansi disajikan berdasarkan klasifikasi BMN berdasarkan pos-pos neraca. Kebijakan akuntansi mencakup
pengakuan,
pengukuran dan pengungkapan pos aset berwujud barang ke dalam Laporan Keuangan.
a.
Aset Lancar Persediaan Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barangbarang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Persediaan dapat meliputi barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, peralatan dan mesin untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, jalan, irigasi dan jaringan untuk diserahkan kepada masyarakat, aset lain-lain untuk diserahkan kepada masyarakat, Aset tetap lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat, hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
34
Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga antara lain berupa cadangan energi (misalnya minyak) atau cadangan pangan (misalnya beras).
Berikut adalah contoh kode buku besar dan perkiraan/akun Persediaan sebagaimana
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
RI
Nomor:
91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar:
Kode BB
Nama Perkiraan
1151
Persediaan
11511
Persediaan untuk Bahan Operasional
115111
Barang Konsumsi
115112
Amunisi
115113
Bahan untuk Pemeliharaan
115114
Suku Cadang
11512
Persediaan untuk dijual/ diserahkan kepada Masyarakat
115121
Pita Cukai, Meterai dan leges
115122
Tanah dan Bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
115123
Hewan dan Tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
1) Pengakuan Persediaan Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki dan akan dipakai dalam pekerjaan pembangunan fisik yang dikerjakan secara swakelola, dimasukkan sebagai perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, dan tidak dimasukkan sebagai persediaan.
35
2)
Pengukuran Persediaan
Persediaan disajikan sebesar: (1)
Biaya perolehan, apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan.
Nilai pembelian yang digunakan adalah
biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. (2)
Biaya standar, apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan.
(3)
Nilai
wajar,
apabila
diperoleh
dengan
cara
lainnya
seperti
donasi/rampasan.
3)
Pengungkapan Persediaan Persediaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di
dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan pula:
(1) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; (2) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual
36
atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat ; (3) Kondisi persediaan; (4) Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan.
Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.Tata cara penatausahaan persediaan mengacu kepada perdirjen perbendaharaan Nomor : Per-40/PB/2006 tentang Pedoman Akuntansi Persediaan.
Penatausahaan
persediaan
dilaksanakan
oleh
Biro
Umum
dan
Perlengkapan (UAKPB) sesuai dengan PMK nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem
Akuntansi
dan
Pelaporan
Keuangan
Pemerintah
Pusat.
Dalam
menatausahakan persediaan, Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) juga harus mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara dan nomor 97/PMK.06/2007 tentang Pengolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara. Persediaan dicatat dalam Buku Persediaan (dalam bentuk kartu) untuk setiap jenis barang. Berdasarkan saldo per jenis persediaan pada Buku Persediaan disusun Laporan Persediaan. Laporan Persediaan disusun menurut Subkelompok Barang dan dilaporkan setiap semester. Laporan Persediaan dibuat didasarkan
37
pada saldo pada akhir periode pelaporan berdasarkan hasil opname fisik. Laporan Persediaan dari Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) dikirimkan ke Sekretariat Jenderal (UAPPB-E1/UAPPB-W). Laporan Persediaan pada tingkat UAPPB-W sampai dengan UAPB dibuat berdasarkan penggabungan Laporan Persediaan organisasi BMN di bawahnya dan disajikan dalam Bidang Barang. Sebagai pengganti Buku Persediaan pada tingkat UAPPB-W/UAPPB-E1/UAPB adalah arsip Laporan Persediaan dari seluruh organisasi BMN di bawahnya. Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB)
membuat mapping data
persediaan berdasarkan Laporan Persediaan dan harga pembelian terakhir yang diperoleh dari Unit Akuntansi (UAKPA). Penyajian perkiraan persediaan dalam Neraca didasarkan pada hasil proses mapping
klasifikasi
BMN
sesuai
Peraturan
Menteri
Keuangan nomor
97/PMK.06/2007 dengan perkiraan buku besar neraca pada PMK No. 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. 4)
Formulir dan Pelaporan Dokumen yang digunakan dalam pelaksanaan pencatatan persediaan
adalah sebagai berikut : 1) Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), Surat Perintah Membayar (SPM) 2) dan dokumen pendukung lainnya.( Faktur, Kuitansi, Kontrak/SPK, Berita Acara Serah Terima); 3) Buku Persediaan. 4) Laporan yang dihasilkan:
38
5) Laporan Persediaan; 6) Laporan Hasil Mapping. Berikut ini adalah contoh petunjuk pengisian dan bentuk Buku Persediaan, Laporan Persediaan, dan Laporan Hasil Mapping. 1)
Buku Persediaan a)
Buku Persediaan dibuat dalam bentuk kartu untuk setiap jenis (item) barang. Pada setiap buku persediaan dicantumkan kode dan uraian subsub kelompok barang untuk barang yang dapat diklasifikasikan sesuai PMK nomor 97/PMK.06/2007;
b)
Buku persediaan diisi setiap ada mutasi barang persediaan, seperti pembelian, hibah dan mutasi penggunaan barang persediaan;
c)
Setiap akhir tahun perlu diadakan inventarisasi persediaan untuk menentukan kuantitas dari setiap item persediaan dan selanjutnya buku persediaan disesuaikan berdasarkan hasil inventarisasi tersebut;
d)
Buku Persediaan dikelola oleh petugas yang menangani persediaan. Laporan Persediaan
2) a)
Laporan Persediaan dibuat setiap akhir semester pada suatu periode akuntansi untuk melaporkan nilai persediaan pada akhir semester;
b)
Laporan Persediaan dibuat oleh Petugas yang menangani persediaan dan diketahui oleh penanggung jawab UAKPB;
c)
Laporan Persediaan harus memberikan informasi jumlah persediaan yang rusak atau usang. Persediaan yang telah usang adalah persediaan yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan operasional bukan hanya
39
karena usianya tapi juga karena sudah ketinggalan teknologi atau ketidaksesuaian spesifikasi. 3)
Siklus Akuntansi Persediaan Akuntansi persediaan oleh Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) dapat dilakukan
secara
manual
atau
menggunakan
aplikasi
persediaan,
maksudnya: (1) Apabila akuntansi persediaan sudah dilakukan dengan menggunakan aplikasi persediaan maka jurnal penyesuaian persediaan akan terbentuk secara otomatis dari sistem aplikasi persediaan. Biro Umum dan Perlengkapan (UAKPB) mengirimkan file data jurnal penyesuaian kepada UAKPA. (2) Apabila akuntansi persediaan belum menggunakan aplikasi persediaan, maka jurnal penyesuaian persediaan dibuat dengan menggunakan formulir jurnal aset (FJA) oleh UAKPA. Selanjutnya UAKPA merekam data persediaan menggunakan aplikasi SAI tingkat Satuan Kerja. Untuk UAKPA yang belum menggunakan aplikasi persediaan, pada setiap akhir semester harus membuat jurnal aset untuk mencatat nilai persediaan berdasarkan Laporan Persediaaan dan Laporan Hasil Mapping yang diterima dari UAKPB. Nilai rupiah yang dicantumkan dalam jurnal adalah nilai rupiah persediaan hasil mapping. Jurnal tersebut direkam melalui Aplikasi SAK untuk menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca. Hasil mapping disajikan dalam CaLK.
40
Setiap semester neraca beserta CaLK dikirimkan kepada unit akuntansi keuangan level atasnya. 4)
Proses Akuntansi 1.
PMK Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara Setelah UAKPB melakukan inventarisasi fisik, hal yang selanjutnya dilakukan adalah menyesuaikan kode barang persediaan berdasarkan PMK nomor 97/PMK.06/2007 tentang Kodefikasi Barang Milik Negara. Kode barang persediaan yang tercantum dalam KMK nomor 97/PMK.06/2007 dimulai dengan kode golongan, kode bidang, kode kelompok, kode sub kelompok, dan kode sub-sub kelompok. Kode barang persediaan dimulai dengan kode golongan 4 (empat).
2.
Mapping BAS Setelah kode barang persediaan disesuaikan dengan PMK nomor 97/PMK.06/2007, UAKPB melakukan mapping atas kode barang persediaan terhadap kode barang sesuai PMK nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. UAKPB membuat mapping data persediaan berdasarkan harga pembelian yang diperoleh dari UAKPA. Hasil mapping tersebut digunakan sebagai dasar penyajian nilai perkiraan persediaan dalam neraca.
5)
Laporan Hasil Mapping a.
Laporan Hasil Mapping dibuat setiap akhir semester pada suatu periode akuntansi serta setelah membuat Laporan Persediaan.
41
b.
Laporan Hasil Mapping memberikan informasi jumlah nilai serta kuantitas
persediaan
berdasarkan
Laporan
Persediaan
yang
disesuaikan menjadi nilai serta kuantitas persediaan berdasarkan Bagan Akun Standar (PMK nomor 91/PMK.05/2007). c.
Laporan Persediaan dibuat oleh Petugas yang menangani persediaan dan diketahui oleh penanggung jawab UAKPB.
6)
Jurnal Persediaan Jurnal adalah pencatatan transaksi pertama kali dimana satu transaksi akan mempengaruhi dua atau lebih perkiraan, satu sisi sebagai debet dan sisi lainnya sebagai kredit. Satuan kerja membuat jurnal persediaan agar dapat menyajikan nilai persediaan dalam neraca.Bentuk jurnal persediaan sebagai berikut : No 1.
Uraian
Debet
Mencatat Nilai awal persediaan Jenis Persediaan
Xxx
Cadangan Persediaan 2
Xxx
Mencatat penambahan nilai persediaan Jenis Persediaan
Xxx
Cadangan Persediaan 3
Kredit
Xxx
Mencatat pengurangan nilai persediaan Cadangan Persediaan Jenis Persediaan
xxx xxx
42
Jenis-jenis persediaan dalam jurnal standar mengacu kepada klasifikasi persediaan sesuai dengan BPS. Nilai per jenis persediaan dihitung sebagai berikut :
NP = QP x HP
Dimana: NP QP
: :
Nilai per jenis persediaan pada tanggal Neraca kuantitas/jumlah persediaan pada tanggal pelaporan ( dalam
unit) berdasarkan Laporan Persediaan HP
:
harga pembelian terakhir persediaan ( dalam rupiah per
unit), berdasarkan faktur pembelian Jurnal persediaan selanjutnya dituangkan dalam formulir jurnal aset (FJA) sebagai dokumen sumber perekaman data. 7)
Pelaporan persediaan a) Penyajian Persediaan dalam Neraca. Setiap semester UAKPB membuat Laporan Persediaan beserta data transaksi serta menyerahkan laporan beserta data transaksi tersebut kepada unit vertikal di atasnya untuk dikompilasi. UAKPB juga menyerahkan laporan beserta data transaksi tersebut kepada UAKPA. Untuk selanjutnya berdasarkan laporan tersebut, UAKPA membuat jurnal penambahan/pengurangan nilai persediaan. ASET LANCAR
KEWAJIBAN LANCAR
Kas di Bendaharawan Pengeluaran
Uang Muka dari KPPN
Kas di Bendaharawan Penerimaan
Hutang kepada KUN
Piutang Persediaan EKUITAS LANCAR
43
Cadangan Piutang Cadangan Persediaan ASET TETAP
EKUITAS DIINVESTASIKAN
Peralatan dan Mesin
Diinvestasikan dalam aset tetap
Berdasarkan jurnal tersebut, akun persediaan disajikan neraca. b) Pengungkapan Persediaan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Persediaan disajikan di neraca sebesar nilai moneternya dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), berupa : a) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; b) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang
digunakan
dalam
pelayanan
masyarakat,
barang
atau
perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; c) Kondisi persediaan; d) Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan. Sedangkan untuk persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan. c)
Jenjang Pelaporan Persediaan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 59/PMK.06/2005, jenjang pelaporan persediaan sebagai berikut :
44
No
Unit Akuntansi Keuangan
Unit Akuntansi Barang
1.
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang
2.
Unit Akuntansi Pembantu pengguna
Unit Akuntansi Pembantu pengguna Barang
Anggaran Wilayah
Wilayah
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang
Anggaran Eselon I
Eselon I
Unit Akuntansi Pengguna Anggaran
Unit Akuntansi Pengguna Barang
3.
4.
Jenjang pelaporan persediaan di Unit Akuntansi Keuangan adalah sebagai berikut: a)
UAKPA mengirimkan Neraca/CaLK termasuk data persediaan kepada UAPPA-W;
b)
UAPPA-W mengirimkan Neraca/CaLK termasuk data persediaan kepada UAPPA-E1;
c)
UAPPA- E1 mengirimkan Neraca/CaLK termasuk data persediaan kepada UAPA.
Sedangkan, jenjang pelaporan persediaan di Unit Akuntansi Barang adalah sebagai berikut: a)
UAKPB mengirimkan Laporan Persediaan kepada UAPPB-W;
b)
UAPPB- W mengirimkan Laporan Persediaan kepada UAPPB-E1;
c)
UAPPB- E1 mengirimkan Laporan Persediaan kepada UAPB.
45
b.
Aset Tetap Tanah Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, hanya diakui bila kepemilikan tersebut berdasarkan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada bersifat permanen. Mapping PMK No.97/PMK.06/2007 ke Perkiraan-perkiraan Aset Tetap berupa Tanah dalam Neraca Klasifikasi BMN Menurut PMK No.97/PMK.06/2007 Kode Nama Bidang Bidang 1.01
Tanah
Perkiraan Buku Besar Aset dalam BAS Kode BB 131111
Nama Perkiraan Tanah
Menurut Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, semua tanah harus dibukukan dalam Daftar Barang Intrakomptabel dan dilaporkan dalam Neraca berapapun nilai tanah tersebut.
a.
Pengakuan Tanah Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah
terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah. Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara
46
hukum maka tanah tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaannya telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. b.
Pengukuran Tanah Tanah dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga
pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. Apabila penilaian tanah dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai tanah didasarkan pada nilai wajar/harga taksiran pada saat perolehan. c.
Pengungkapan Tanah
Tanah disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan pula dasar penilaian yang digunakan yaitu rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menurut jenis tanah yang menunjukkan Saldo awal, Mutasi tambah/penambahan dan jenis transaksi untuk penambahannya; Mutasi kurang beserta jenis transaksi untuk pengurangannya. c.
Aset Tetap Peralatan dan Mesin Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat
elektronik, dan seluruh inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa
47
manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan Mesin bisa meliputi: Alat Besar, Alat Angkutan, Alat Bengkel dan Alat Ukur, Alat Pertanian, Alat Kantor dan Rumah Tangga, Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium, Alat Persenjataan, Komputer, Alat Eksplorasi, Alat Pemboran, Alat Produksi, Pengolahan dan Pemurnian, Alat Bantu Eksplorasi, Alat Keselamatan Kerja, Alat Peraga, serta Unit Proses/Produksi. Mapping PMK No.97/PMK.06/2007 ke Perkiraan-perkiraan Aset Tetap berupa Peralatan dan Mesin dalam Neraca Klasifikasi BMN Menurut PMK No.97/PMK.06/2007 Kode Bidang 2.01 2.02 2.03 2.04 2.05 2.06 2.07 2.08 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2.17 2.18 2.19
Menurut
Nama Bidang Alat Besar Alat Angkutan Alat Bengkel dan Alat Ukur Alat Pertanian Alat Kantor & Rumah Tangga Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar Alat Kedokteran dan Kesehatan Alat Laboratorium Alat Persenjataan Komputer Alat Eksplorasi Alat Pemboran Alat Produksi, Pengolahan & Pemurnian Alat Bantu Eksplorasi Alat Keselamatan Kerja Alat Peraga Unit Peralatan Proses/ Produksi
Perkiraan Buku Besar Aset dalam BAS Kode BB 131311
Nama Perkiraan Peralatan dan Mesin
Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 120/PMK.06/2007 tentang
Penatausahaan Barang Milik Negara, Peralatan dan Mesin yang harus dibukukan dalam Daftar Barang Intrakomptabel dan dilaporkan dalam Neraca adalah:
48
Semua Peralatan dan Mesin yang diperoleh sebelum 1 Januari 2002,
Peralatan dan Mesin yang diperoleh setelah 1 Januari 2002 dengan biaya perolehannya lebih besar atau sama dengan Rp 300.000,
Peralatan dan mesin yang tidak memenuhi kriteria di atas dibukukan dalam daftar barang ekstrakomptabel dan tidak dilaporkan dalam neraca. 1)
Pengakuan Peralatan dan Mesin Peralatan dan Mesin yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode
akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut. Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Peralatan dan Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah. Pengakuan atas Peralatan dan Mesin ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Peralatan dan Mesin tersebut. Pengembangan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin karena peningkatan manfaat yang berakibat pada durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian. Pengurangan adalah penurunan nilai Peralatan dan Mesin dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
49
2)
Pengukuran Peralatan dan Mesin Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah
pengeluaran yang telah dilakukan untuk
memperoleh peralatan dan mesin
tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan atas Peralatan dan Mesin yang berasal dari pembelian meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang diperoleh melalui kontrak meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan dan jasa konsultan. Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan Peralatan dan Mesin tersebut.
3)
Pengungkapan Peralatan dan Mesin
Peralatan dan Mesin disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula: 1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai. 2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: 1) Saldo awal; 2) Jumlah penambahan dan jenis transaksinya;
50
3) Jumlah mutasi kurang beserta jenis transaksi untuk pengurangannya. 3) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin.
d.
Aset Tetap Gedung dan Bangunan Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang
dibeli atau dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan Gedung, Bangunan Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol. Menurut
Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 120/PMK.06/2007
tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, Gedung dan Bangunan yang harus dibukukan dalam Daftar Barang Intrakomptabel dan dilaporkan dalam Neraca adalah: a) Semua Gedung dan Bangunan yag diperoleh sebelum 1 Januari 2002, b) Gedung dan Bangunan yang diperoleh setelah 1 Januari 2002 dengan biaya perolehannya lebih besar atau sama dengan Rp 10.000.000, c) Gedung dan Bangunan yang tidak memenuhi kriteria di atas dibukukan dalam daftar barang ekstrakomptabel dan tidak dilaporkan.
Mapping PMK No.97/PMK.06/2007 ke Perkiraan-perkiraan Aset Tetap berupa Gedung dan Bangunan dalam Neraca Klasifikasi BMN Menurut PMK No.97/PMK.06/2007 Kode Bidang
Nama Bidang
Perkiraan Buku Besar Aset dalam BAS Kode BB
Nama Perkiraan
51
Klasifikasi BMN Menurut PMK No.97/PMK.06/2007 1.06 1.08 1.09 1.10
Bangunan Gedung Bangunan Menara Rambu-rambu Tugu Titik Kontrol/Pasti
Perkiraan Buku Besar Aset dalam BAS 131511
Gedung dan Bangunan
1) Pengakuan Gedung dan Bangunan Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika asset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut. Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Gedung dan Bangunan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah. Pengakuan atas Gedung dan Bangunan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Gedung dan Bangunan tersebut. Pengembangan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian. Pengurangan adalah penurunan nilai Gedung dan Bangunan dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
52
2) Pengukuran Gedung dan Bangunan Gedung dan Bangunan dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian Gedung
Bangunan
dan
dengan
menggunakan
biaya
perolehan
tidak
memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan. Biaya
perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan cara
swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut. Jika Gedung dan Bangunan diperoleh melalui kontrak, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, serta jasa konsultan. 3) Pengungkapan Gedung dan Bangunan Gedung dan Bangunan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula: (1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai. (2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
(3)
Penambahan;
Pengembangan; dan
Penghapusan;
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan;
53
e.
Aset Tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan Aset Tetap yang mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun
oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah
Jalan dan Jembatan,
Bangunan Air, Instalasi, dan Jaringan. Menurut
Peraturan Menteri Keuangan RI nomor
120/PMK.06/2007
tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, semua jalan, irigasi dan jaringan harus dibukukan dalam daftar barang Intrakomptabel
dan dilaporkan dalam
Neraca berapapun nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut. Mapping PMK No.97/PMK.06/2007 ke Perkiraan-perkiraan Aset Tetap berupa Jalan, Irigasi dan Jaringan dalam Neraca Klasifikasi BMN Menurut PMK No.97/PMK.06/2007
1)
Kode Bidang
Nama Bidang
1.02
Jalan dan jembatan
1.03
Bangunan Air
1.04
Instalasi
1.05
Jaringan
Perkiraan Buku Besar Aset dalam BAS Kode BB 13171 1
Nama Perkiraan
Jalan, Irigasi dan Jaringan
Pengakuan Jalan, Irigasi dan Jaringan Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada
periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut. Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
54
Pengakuan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut. Pengembangan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.Pengurangan adalah penurunan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut. 2)
Pengukuran Jalan, Irigasi dan Jaringan Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan, dan pembongkaran bangunan lama. Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.
55
3)
Pengungkapan Jalan, Irigasi dan Jaringan Jalan, Irigasi dan Jaringan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya.
Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula: (1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai. (2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: Penambahan, Pengembangan dan Penghapusan; (3) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi dan Jaringan.
f.
Aset Tetap Aset Tetap Lainnya Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan
ke dalam kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset
ini
adalah
Koleksi
Perpustakaan/
Buku,
Barang
Bercorak
Kesenian/Kebudayaan/Olah Raga, Hewan, Ikan dan Tanaman. Menurut
Peraturan Menteri Keuangan RI nomor
120/PMK.06/2007
tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, semua aset tetap lainnya harus dibukukan dalam daftar barang Intrakomptabel dan dilaporkan dalam Neraca berapapun nilai Aset Tetap Lainnya tersebut.
56
Mapping PMK No.97/PMK.06/2007 ke Perkiraan-perkiraan Aset Tetap berupa Aset Tetap Lainnya dalam Neraca Klasifikasi BMN Menurut PMK No.97/PMK.06/2007 Kode Bidang 2.09 2.10 3.01 3.02 3.03
Nama Bidang Koleksi Perpustakaan/Buku Barang Bercorak Kesenian/ Kebudayaan/Olah Raga Hewan Ikan Tanaman
Perkiraan Buku Besar Aset dalam BAS Kode BB
Nama Perkiraan
131911
Aset Tetap Lainnya
Hewan, ikan dan tanaman yang dimasukkan ke dalam Aset Tetap Lainnya adalah yang diperoleh sebelum 1 Januari 2002. Untuk yang diperoleh setelah tanggal tersebut dibukukan dalam Daftar Barang Ekstrakomptabel dan tidak dilaporkan dalam Neraca. 1)
Pengakuan Aset Tetap Lainnya Aset Tetap Lainnya yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode
akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut. Aset Tetap Lainnya yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Aset Tetap Lainnya tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah. Pengakuan atas Aset Tetap Lainnya ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Aset Tetap Lainnya yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Aset Tetap Lainnya tersebut. Pengurangan adalah penurunan nilai Aset Tetap Lainnya dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
57
2)
Pengukuran Aset Tetap Lainnya Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan aset tetap lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, serta biaya perizinan. Biaya perolehan aset tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan. 3)
Pengungkapan Aset Tetap Lainnya Aset Tetap Lainnya disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya.
Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula: (1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai. (2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan Penambahan dan Penghapusan; (3) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya.
g.
Aset Tetap Konstruksi Dalam Pengerjaan Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya
58
dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Mapping PMK No.97/PMK.06/2007 ke Perkiraan-perkiraan Aset Tetap berupaKonstruksi Dalam Pengerjaan dalam Neraca Klasifikasi BMN Menurut PMK No.97/PMK.06/2007 Kode Golongan 5.
1)
Nama Golongan Konstruksi Dalam Pengerjaan
Perkiraan Buku Besar Aset dalam BAS Kode BB 132111
Nama Perkiraan Konstruksi Dalam Pengerjaan
Pengakuan Konstruksi Dalam Pengerjaan Konstruksi Dalam Pengerjaan merupakan aset yang dimaksudkan untuk
digunakan dalam operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap. Suatu aset berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal dan masih dalam proses pengerjaan. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke
aset tetap yang
bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. 2)
Pengukuran Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan secara swakelola meliputi:
59
biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi yang mencakup biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; biaya bahan; pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi konstruksi; penyewaan sarana dan peralatan; serta biaya rancangan dan bantuan teknis yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi.
biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut mencakup biaya asuransi; Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu; dan biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan kontrak konstruksi meliputi:
Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
3)
Pengungkapan Konstruksi Dalam Pengerjaan Konstruksi dalam
pengerjaan disajikan di Neraca sebesar nilai
moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula: (1) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; (2) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
60
(3) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan; (4) Uang muka kerja yang diberikan; (5) Retensi. h.
Perolehan BMN Secara Gabungan
Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan. Sebagai contoh, Kuasa Pengguna Barang membeli PC Unit dan Printer dengan harga gabungan yaitu Rp10.500.000. Jika ke dua barang tersebut dibeli secara terpisah, maka harga PC Unit sejenis berharga Rp9.000.000 dan harga printer sejenis adalah Rp3.000.000. Karena pencatatan akuntansi untuk PC Unit dan Printer dilakukan secara terpisah, maka perhitungan harga untuk masing-masing barang tersebut adalah sebagai berikut:
PC Unit:
Rp9.000.000
x Rp10.500.000 = Rp7.875.000
Rp9.000.000+Rp3.000.000 Printer:
Rp3.000.000
x Rp10.500.000=Rp2.625.000
Rp9.000.000+Rp3.000.000
i.
Aset Bersejarah Aset bersejarah
diungkapkan
dalam
tidak disajikan di neraca namun aset tersebut harus Catatan
atas
Laporan
Keuangan.
Dalam
PMK
61
No.97/PMK.06/2007 Aset Bersejarah adalah BMN yang termasuk dalam bidang dengan kode 1.07. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; a.
Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;
b.
Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
c.
Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu
yang tak terbatas. Aset bersejarah dibuktikan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset bersejarah dicatat dalam kuantitasnya tanpa nilai, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen.
62
Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsipprinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.
F.
Jenis-jenis Transaksi dalam Akuntansi Barang Milik Negara
1.
Saldo Awal Saldo Awal merupakan saldo Barang Milik Negara pada awal tahun anggaran
berjalan atau awal tahun mulai diimplementasikannnya SIMAK-BMN yang merupakan akumulasi dari seluruh transaksi Barang Milik Negara tahun sebelumnya. 2.
Perolehan Barang Milik Negara Perolehan Barang Milik Negara merupakan transaksi penambahan Barang
Milik Negara yang tahun tanggal perolehannya sama dengan tahun anggaran berjalan. Transaksi perolehan Barang Milik Negara meliputi: a.
Pembelian, merupakan transaksi perolehan Barang Milik Negara dari hasil pembelian.
b.
Transfer Masuk, merupakan transaksi perolehan Barang Milik Negara dari hasil transfer masuk dari UAKPB yang lain.
c.
Hibah, merupakan transaksi perolehan Barang Milik Negara
dari hasil
penerimaan dari pihak ketiga.
63
d.
Rampasan, merupakan transaksi perolehan Barang Milik Negara dari hasil rampasan berdasarkan putusan pengadilan.
e.
Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi perolehan Barang Milik Negara dari hasil penyelesaian pembangunan berupa bangunan/ gedung dan Barang Milik Negara lainnya yang telah diserahterimakan dengan Berita Acara Serah Terima.
f.
Pembatalan Penghapusan, merupakan pencatatan Barang Milik Negara dari hasil pembatalan penghapusan yang sebelumnya telah dihapuskan/ dikeluarkan dari pembukuan.
g.
Reklasifikasi Masuk, merupakan transaksi Barang Milik Negara
yang
sebelumnya telah dicatat dengan klasifikasi Barang Milik Negara yang lain. Transaksi ini biasanya digunakan karena adanya perubahan peruntukan Barang Milik Negara
atau untuk mengoreksi kesalahan kodifikasi pada
pembukuan Barang Milik Negara sebelumnya. h.
Pelaksanaan dari Perjanjian/Kontrak, merupakan transaksi perolehan barang dari pelaksanaan kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, tukar menukar, dan perjanjian kontrak lainnya.
3.
Perubahan Barang Milik Negara Transaksi perubahan Barang Milik Negara meliputi:
a. Pengurangan Kuantitas/Nilai, merupakan transaksi pengurangan kuantitas/nilai Barang Milik Negara yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan Barang Milik Negara hilang.
64
b. Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan Barang Milik Negara yang dikapitalisir
yang
mengakibatkan
pemindahbukuan
dari
pembukuan
Ekstrakomptabel ke pembukuan Intrakomptabel atau perubahan nilai/satuan Barang Milik Negara dalam pembukuan Intrakomptabel. c. Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi Barang Milik Negara. d. Koreksi Perubahan Nilai/Kuantitas, merupakan koreksi pencatatan atas nilai Barang Milik Negara yang telah dicatat dan telah dilaporkan sebelumnya. e. Perubahan/ Pengembangan Barang Milik Negara dari penyerahan Aset Tetap Hasil Renovasi, merupakan transaksi perubahan Barang Milik Negara suatu UAKPB karena adanya penyerahan aset tetap hasil renovasi dari satker/ pihak lain yang telah mengembangkan Barang Milik Negara UAKPB tersebut. f. Penghentian Barang Milik Negara dari penggunaan aktif, merupakan transaksi yang menyebabkan perubahan klasifikasi Barang Milik Negara dalam neraca umumnya dari aset tetap menjadi aset lainnya.
4.
Penghapusan Barang Milik Negara Transaksi penghapusan Barang Milik Negara meliputi:
Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus Barang Milik Negara dari pembukuan berdasarkan suatu surat keputusan pengahapusan oleh instansi yang berwenang;
Transfer Keluar, merupakan transaksi penyerahan Barang Milik Negara
ke
UAKPB lain.
65
Hibah, merupakan transaksi penyerahan Barang Milik Negara kepada pihak ketiga.
Reklasifikasi Barang Milik Negara Keluar, merupakan transaksi Barang Milik Negara ke dalam klasifikasi Barang Milik Negara yang lain. Transaksi ini berkaitan dengan transaksi Reklasifikasi Masuk.
Koreksi Pencatatan, merupakan transaksi untuk mengoreksi/mengurangi jumlah barang pada catatan Barang Milik Negara karena kelebihan catat pada pelaporan Barang Milik Negara sebelumnya.
66