BAB II LANDASAN TEORI
Memulai suatu penelitian diperlukan suatu landasan teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Landasan teoritis digunakan untuk menjelaskan konsep–konsep serta membatasi makna yang digunakan dalam masalah penelitian. Bab ini menjelaskan konsep dan definisi mengenai koperasi, kualitas pelayanan, loyalitas, hubungan kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas anggota, kerangka berpikir, definisi operasional, penelitian relevan dan hipotesis penelitian.
2.1. Koperasi Kemajuan perekonomian saat ini mendorong pertumbuhan sektor jasa, khususnya penyediaan jasa kredit. Salah satu lembaga sebagai penyediakan jasa kredit di Indonesia yaitu koperasi. Kata koperasi berasal dari bahasa latin Cooperere yang dalam bahasa Inggris menjadi Cooperation yang mempunyai makna bekerja. “Koperasi adalah suatu badan usaha kerjasama, yang bergerak di bidang ekonomi, yang anggota-anggotanya adalah orangorang atau badan-badan hukum koperasi yang bergabung dengan sukarela atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan usaha atau lebih, untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya”20. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992, yaitu: “Koperasi adalah badan hukum yang beranggotakan orangseorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan 20
Entri Sulistari, op.cit. hal. 16.
14
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”21. International Cooperative Alliance (ICA) menegaskan karakteristik yang harus dipenuhi dari koperasi dalam pendirian koperasi, yaitu: “Sejauh mungkin bebas dari pemerintah dan perusahaan swasta, memiliki kebebasan untuk mendefinisikan orang-orang yang sesuai dengan ketentuan hukum yang dipilihnya, keanggotaan dalam koperasi bersifat sukarela, koperasi diorganisir oleh anggotanya untuk diamnfaatkan oleh anggotanya sendiri, serta dalam koperasi penmgendalian dibagi diantara anggota atas dasar demokrasi”22. Berdasarkan definisi tersebut, koperasi dapat diartikan sebagai unit bisnis yang mempunyai kesempatan untuk menjalankan usahanya dalam rangka memperoleh keuntungan atau Sisa Hasil Usaha (SHU), yang dalam menjalankan usahanya harus sesuai dengan karakteristik, landasan dan asas serta prinsipprinsip koperasi yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip koperasi berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 adalah sebagai berikut: “(1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut: a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis; c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; d. Pemberian jasa yang terbatas terhadap modal; dan e. Kemandirian
21
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang Pengkoperasian, Pasal 1, hal. 2. 22 Baga dalam Susi Fitria Sari, 2011, Peran Koperasi Simpan Pinjam dalam Perkembangan UMKM Agribisnis di Bogor (Studi Kasus KOSPIN Jasa Bogor), Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor, hal. 13.
15
(2)Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut: a. Pendidikan perkoperasian; b. Kerja sana antar Koperasi”23. Prinsip-prinsip ini menunjukkan bahwa koperasi diperuntukkan bagi semua orang, tanpa unsur paksaan dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan. Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis, yaitu didasarkan pada kesamaan hak suara bagi setiap anggota dalam pengelolaan koperasi. Pengelolaan koperasi yaitu terletak pada pastisipasi anggota baik dibidang modal, mengendalikan modal serta kontribusi dalam kegiatan yang telah disetujui. Koperasi dapat memperoleh modal dari sumber lain, tetapi harus dengan syarat yang menjamin adanya pengendalian anggota serta mempertahankan otonominya. Koperasi hendaknya menyelenggarakan pelatihan untuk anggota maupun pengurus. Output dari pelatihan tersebut dapat memberikan sumbangan untuk perkembangan koperasi dan kesejahteraan anggota serta masyarakat. Koperasi layaknya organisasi atau badan usaha pada umumnya memiliki tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan usahanya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992, tujuan pembentukan koperasi yaitu, “memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”24.
23
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang Pengkoperasian, Pasal 5, op.cit. hal. 3. 24 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang Pengkoperasian, Pasal 3, loc.cit. hal. 2.
16
Berdasarkan
tujuan
tersebut,
dapat
diklasifikasikan
untuk
memajukan
kesejahteraan anggota, memajukan kesejahteraan masyarakat dan turut serta membangun tatanan perekonomian nasional. Selain itu, koperasi juga harus tetap mengusahakan tercapainya kemakmuran, keadilan dan kemajuan koperasi. Koperasi memiliki keunggulan bersaing dibandingkan dengan penyedia jasa lainnya. Keberhasilan dalam sebuah koperasi dapat ditunjukkan dengan beberapa dampak yang diterima oleh koperasi tersebut. Aspek tersebut merupakan keberhasilan koperasi dari aspek mikro, diantaranya yaitu: “1. Peningkatan jumlah anggota; 2. Peningkatan modal; 3. Peningkatan jumlah dan volume usaha; 4. Peningkatan pelayan sosial kepada anggota; dan 5. Peningkatan kesejahteraan anggota”25. Keberhasilan koperasi selain dilihat dari aspek mikro, dapat juga dilihat dari aspek makro. Keberhasilan dari aspek makro yaitu dilihat dari peranan koperasi dalam pembangunan dan perekonomian nasional. Menurut Ikatan akuntan Indonesia (PSAK No. 27) dijelaskan bahwa “koperasi dapat melakukan usaha-usaha sebagaimana badan usaha lain, seperti sektor perdagangan, industri manufaktur, jasa keuangan dan pembiayaan, jasa asuransi, jasa transportasi, jasa profesi dan jasa lainnya”26. Jenis-jenis koperasi berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang Pengkoperasian, yaitu “koperasi dapat berbentuk koperasi primer atau Koperasi
25
Soedjono dalam Susi Fitria Sari, op.cit. hal. 15-16. Ikatan Akuntan Indonesia dalam Dwi Weni Agustini, 2012, Analisis Likuiditas, Permodalan, Kemandirian dan Pertumbuhan Koperasi Simpan Pinjam Harta Sentosa Periode 2008-2010 Salatiga, Skripsi Sarjana, Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, hal. 8. 26
17
Sekunder”27. Koperasi primer yaitu “koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang”28, sedangkan koperasi sekunder yaitu “koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi”29. Pembentukan koperasi pada hakekatnya berdasarkan pada “kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya”30 Jenis-jenis koperasi dapat dibedakan juga berdasarkan sudut pandang pembedaan koperasi, yaitu: “a. Berdasarkan kepentingan anggota dan usaha utama koperasi, koperasi digolongkan kedalam empat jenis yaitu: 1) Koperasi Konsumsi Yaitu koperasi yang para anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang atau jasa, dan kegiatan atau jasa utamanya menyediakan barang-barang keperluan anggotanya. 2) Koperasi Produksi Yaitu koperasi yang anggotanya tidak memiliki rumah tangga usaha atau perusahaan sendiri-sendiri tetapi bekerja sama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa, dan kegiatan utamanya menyediakan, mengoperasikan, atau mengelola sarana produksi bersama. 3) Koperasi Simpan Pinjam/Koperasi Kredit Yaitu koperasi yang kegiatan atau jasa utamanya menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman untuk anggotanya. 4) Koperasi Pemasaran Yaitu koperasi yang anggotanya para produsen atau pemilik barang atau penyedia jasa dana kegiatan utamanya melakukan pemasaran bersama. b. Berdasarkan sifat kegiatan usahanya, koperasi digolongkan dalam dua jenis yaitu: 27
Indonesia, Undang-Undang Pengkoperasian, Pasal 15, op.cit. hal. 5. 28 Indonesia, Undang-Undang Pengkoperasian, Pasal 1, loc.cit. hal. 2. 29 Indonesia, Undang-Undang Pengkoperasian, Pasal 1, loc.cit. hal. 2. 30 Indonesia, Undang-Undang Pengkoperasian, Pasal 16, loc.cit. hal. 5.
Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang Republik Indonesia nomor 25 tahun 1992 tentang
18
1) Koperasi Tunggal Usaha Yaitu koperasi yang mengusahakan hanya satu macam, kegiatan usaha meskipun ada kesempatan untuk memperluas usaha. 2) Koperasi Serba Usaha Yaitu koperasi yang menyelenggarakam usha lebih dari satu macam kebutuhan ekonomi atau kepentingan ekonomi para anggotanya. c. Berdasarkan jenjang hierarki organisasinya, koperasi dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu: 1) Koperasi Primer Yaitu koperasi yang anggotanya adalah orang-orang yang memiliki kesamaan kepentingan ekonomi dan melakukan kegiatan usaha yang langsung melayani kepentingan anggotanya. 2) Koperasi Sekunder Yaitu koperasi yang anggotanya badan-badan hukum koperasi karena kesamaan kepentingan ekonomi bergabung untuk tujuan efisiensi dan kelayakan dalam rangka melayani anggotanya. d. Berdasarkan ststus hukum yang dimilikinya, koperasi dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu: 1) Berbadan hukum adalah koperasi yang telah memperoleh badan hukum koperasi sehingga dapat melakukan tindakan hukum berkenaan dengan seluruh kegiatan usahanya. 2) Lembaga kerjasama ekonomi masyarakat yang belum berbadan hukum adalah bentuk kerjsama ekonomi masyarakat yang belum berbadan hukum sehingga tidak dapat melakukan tindakan hukum berkenaan dengan seluruh kegiatan usahanya”31. Jenis-jenis koperasi tersebut pada dasarnya merupakan suatu wadah yang yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang ekonomi. Disamping itu, koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai anggota koperasi. Penyediaan jasa ini diharapkan mampu memperbaiki nasib guna meningkatkan kesejateraan bagi anggotanya. 31
Dwi Weni Agustini, op.cit. hal. 8-9.
19
2.1.1. Koperasi Simpan Pinjam Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 14/Per/M.KUKM/IV/2009, Koperasi Simpan Pinjam (kospin) merupakan “lembaga koperasi yang melakukan kegiatan usaha penghimpunan dan penyaluran dana dari dan untuk anggota, calon anggota, koperasi lain, dan atau anggotanya”32. Pendirian kospin memiliki tujuan khusus dari usahanya, yaitu “membantu keperluan kredit para anggotanya yang sangat membutuhkan dengan syarat-syarat yang ringan”33. Kospin dapat diartikan sebagi lembaga keuangan bukan bank yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa kredit. Kospin mempunyai sumber dana dari anggotanya berupa simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Simpanan pokok yaitu “simpanan pertama yang merupakan syarat untuk menjadi anggota koperasi simpan pinjam”34. Simpanan wajib yaitu “jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu”35. Simpanan sukarela dalam kospin yaitu “simpanan yang besarnya tidak di tentukan, tetapi bergantung kepada kemampuan anggota”36. Kospin pada dasarnya melakukan kegiatan yang sama dengan yang dilakukan oleh bank. Perbedaan antara bank dan kospin salah satunya yaitu pada
32
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 14/Per/M.KUKM/IV/2009, hal. 1. 33 Entri Sulistari, op.cit. hal. 108. 34 Entri Sulistari, loc. cit. hal. 108. 35 Yazied Risqullah, Jenis-Jenis Simpanan, Keanggotaan dalam Koperasi dan SHU, RAT dalam Koperasi, http://yaziedrisqullah.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-simpanan-keanggotaandalam.html, diunggah pada 17 Maret 2014. 36 Yazied Risqullah, ibid.
20
prinsip yang menjadi acuan dalam kegiatan usahanya. Prinsip yang diterapkan oleh kospin, yaitu: “1. Asas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya), 2. Asas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota), dan 3. Asas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama; hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman)”37. Keberadaan
kospin
sangat
membantu
anggota
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Manfaat adanya kospin untuk anggota diantaranya yaitu anggota dapat memperoleh pinjaman dengan mudah, bunga yang relatif rendah dan tidak ada syarat meminjam menggunakan jaminan. Jika kospin dapat memenuhi kebutuhan anggotanya, maka kospin tersebut telah memenuhi perannya pada anggota. Peran kospin yang dimaksud, yaitu: “a. Membantu keperluan kredit para anggota dengan syaratsyarat yang ringan; b. Mendidik para anggotanya supaya giat menabung secara teratur sehingga membentuk modal sendiri; c. Menambah pengetahuan tentang perkoperasian; dan d. Menjauhkan anggotanya dari cengkeraman rentenir ”38. Tiga prinsip kospin tersebut menjadi karakteristik dari sebuah kospin, sehingga keberhasilan dan tercapainya peran kospin bertumpu pada anggotanya. Jika jumlah tabungan atau simpanan anggota besar, maka semakin besar pula dana pinjaman yang dapat dipinjamkan oleh anggota untuk memenuhi kebutuhan usahanya. Disamping faktor permodalan yang bersumber dari simpanan anggota,
37
Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi_kredit, diunggah pada 12 Maret 2014. David Jananto, Koperasi Simpan Pinjam, http://satriyadavid1.blogspot.com/, diunggah pada 17 Maret 2014. 38
21
keberhasilan kospin bergantung pada rasa saling percaya antar anggota dengan pengurus dan saling percaya antar anggota serta pelayanan yang baik.
2.2. Kualitas Pelayanan 2.2.1. Kualitas Kualitas merupakan jalan untuk mencapai keberhasilan suatu usaha. Kualitas atau mutu adalah “tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu”39. Berbeda dengan kualitas yang dikemukakan pada sebuah penelitian, kualitas yaitu “suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang menenuhi atau melebihi harapan”40. Aspek kualitas yaitu menggambarkan aspek hasil yang memberikan pengertian kualitas sebagai berikut: “Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi speseifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang ditetapkan”41. Kualitas dapat dijelaskan melalui lima prespektif kualitas yang membuat banyak pengertian kualitas yang berbeda dalam situasi yang berlainan, yaitu: “1. Transcendental approach Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, di mana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. 2. Product-based approach
39
Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Kualitas, diunggah pada 13 Maret 2014. Goetsh dan Davis dalam Fandy Thiptono, loc.cit. hal. 51. 41 Fandy Tjiptono, loc.cit, hal. 51. 40
22
Pendekatan ini mengannggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. 3. User-based approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas tinggi. 4. Manufacturing-based approach Prespektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements). 5. Value-based approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga”42. Berdasarkan konsep tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas yaitu mutu dari produk atau pelayanan yang diperoleh seseorang dan dapat memenuhi harapan pengguna produk atau pelayanan, bahkan dapat melebihi dari keinginan atau harapan pengguna produk atau pelayanan pada situasi tertentu. 2.2.2. Pelayanan Pelayanan
adalah
sebuah
usaha
untuk
membuat
orang
tertarik
menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Pelayanan dapat diartikan “the service provided in support company’s core products”43. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan diartikan sebagai “usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang)”44. Berbeda dengan Kasmir, pelayanan
42
Fandy Tjiptono, ibid, hal. 52-53. Valarie A. Zeithaml, A. Parasuraman, Leonard L. Berry, op.cit, hal. 4. 44 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/, diunggah pada 17 Maret 2014. 43
23
diartikan sebagai “tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memrberikan kepuasan kepada pelanggan atau nasabah”45. Berdasarkan pengertian pelayanan tersebut, nasabah atau anggota yang membutuhkan pelayanan dibedakan menjadi tiga tipe. Tipe nasabah yang membutuhkan pelayanan yaitu: “1. Nasabah yang belum banyak mengetahui tentang KSP dan jasa yang ditawarkan dan mempunyai minat yang rendah untuk memanfaatkan jasa KSP. 2. Nasabah yang belum banyak mengetahui tentang KSP dan jasa yang ditawarkan, namun memiliki minat yang tinggi untuk memanfaatkan jasa KSP. 3. Nasabah yang sudah mempunyai pengetahuan banyak tentang KSP dan jasa yang ditawarkan, namun mempunyai minat yang rendah untuk memanfaatkan jasa KSP. 4. Nasabah yang sudah mempunyai pengatahuan banyak tentang KSP dan jasa yang ditawarkan, dan mempunyai minat yang tinggi untuk memanfaatkan jasa KSP”46. Pelayanan dapat dilakukan dengan berbagai sikap dan harus diatur sedemikian rupa untuk masing-masing kelompok tersebut. Sikap yang bersahabat akan membuat seseorang mendapatkan kenyamanan selama kegiatan tertentu. Setiap sikap yang dilakukan akan menuai sesuatu sebagai hasil dari sikap tersebut, sama halnya dengan pelayanan yang dilakukan. Jika pelayanan yang diberikan baik, maka akan ada hasil yang baik atau pencapaian tujuan. Tujuan pemberian pelayanan yang baik di, pada umumnya yaitu: ”1.Untuk persahabatan dan pergaulan; 2. Menyenangkan orang lain; 3. Membujuk nasabah; 4. Membina dan menjaga hubungan; dan 45 46
Kasmir, 2011, Etika Customer Service, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 26. Tatik Suryani, Sri Lestari, Wiwik Lestari, op.cit. hal 53.
24
5. Berusaha menarik nasabah”47. Selain itu, menurut Tjiptono manfaat pelayanan yang baik yaitu “loyalitas pelanggan yang lebih besar, pangsa pasar yang lebih besar, harga saham yang lebih tinggi, harga jual yang lebih tinggi, dan produktivitas yang lebih besar”48. Berdasarkan sikap dalam melayani, dapat dilihat sifat-sifat yang menjadi karakteristik dari pelayanan. Sifat-sifat tersebut, yaitu: “1. Layanan tidak bisa diukur Pelayanan memiliki sifat intangible atau tdak berwujud dan oleh sebab itu tidak dapat diukur, diraba tetapi hanya bisa dirasakan oleh penerima layanan. 2. Layanan lebih bersifat emosional dan rasional Oleh karena pelayanan bersifat intangible dan hanya dapat dirasakan maka pelayanan lebih bersifat emosional, biasanya tidak dinyatakan secara realistis melainkan cenderung dilebihlebihkan atau dikurang-kurangi tergantung suasana perasaan ketika memberikan pelayanan. 3. Bobot layanan bergantung kepada harapan penerima Layanan yang berbobot adalah pelayanan yang selalu komplementer dengan harapan penerima layanan dapat menimbulkan bahwa layanan yang diberikan kurang memiliki bobot. 4. Layanan dapat dijual tetapi tidak bisa dimiliki Dimana tamu yang membeli layanan tidak dapat membawa pulang layanan yang diberikan selain dari pada kesan dan pengalamannya. 5. Layanan tidak dapat dibuat sampelnya Untuk memperoleh layanan seorang penerima layanan harus datang mendapatkan yang memberi layanan tersebut”49.
47
Kasmir, op.cit. hal. 98. Fandy Tjiptono, op.cit. hal. 55. 49 Muchtar dalam Eko Kristanto, 2012, Hubungan Dimensi-Dimensi pada Kualitas Layanan Jasa Laundry dengan Loyalitas pelanggan Jasa Laundry di Jalan Kemiri Kota Salatiga, Skripsi Sarjana, Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, hal. 10. 48
25
Berdasarkan konsep pelayanan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang dan didesain sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan orang lain secara konsisten dan terstruktur, guna mencapai kepuasan seseorang yang menerima pelayanan. 2.2.3. Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan adalah sifat dari suatu jasa yang diberikan dan akan berpengaruh pada kepuasaan penerima pelayanan. Kualitas pelayanan menjadi pemicu keberhasilan suatu instansi atau lembaga yang bergerak dibidang jasa. Kualitas pelayanan diartikan sebagai “suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan”50. Disamping itu, kualitas pelayanan juga diartikan “tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”51. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zeithaml, et. al. tahun 1985 mengemukakan 5 gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu: “1. Gap antara harapan konsumsi dengan persepsi manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan pada pelanggan secara tepat. 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kerja, atau bahkan tidak memenuhi standar kerja yang ditetapkan. 50 51
Elhaitammy dalam Fandy Tjiptono, op.cit. hal. 58. Wyckof dalam Fandy Tjiptono, ibid, hal. 59.
26
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Gap ini terjadi apabila pelanggan mngukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlaina, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut”52. Berdasarkan konsep tersebut, maka dapat disimpulkan kualitas pelayanan pengurus yaitu hasil dari perbandingan antara persepsi anggota (setelah menerima pelayanan) dengan harapan anggota (sebelum menerima pelayanan). Jika harapan terpenuhi, maka mereka akan puas sehingga pelayanan dianggap baik dan memiliki persepsi positif. Sebaliknya jika harapan tidak terpenuhi, maka mereka tidak puas sehingga pelayanan dianggap buruk dan memiliki persepsi negatif. Baik atau buruknya pelayanan suatu perusahaan dapat diukur dengan lima dimensi kualitas layanan, yaitu: “Tangibles
: Appearance of physical facilities, equipment, personnel and comunication materials. Reliability : Ability to perform the promised service dependably and accurately. Responsiveness : Willingness to help customers and provide prompt service. Assurance : Knowledge and courtesy of employees and their ability to convey trust and conndence. Empathy : Caring, individualized atention the firm provides it’s customers”53. Lima dimensi kualitas layanan diatas, dapat diuraikan sebagai berikut: 2.2.3.1. Dimensi Tangible Dimensi tangible yaitu bukti langsung yang dapat dilihat atau dirasakan oleh seseorang secara langsung. Hal-hal yang secara langsung dapat dilihat atau
52
Fandy Tjiptono, ibid, hal. 80-81. Valarie A. Zeithaml, A. Parasuraman, Leonard L. Berry, op.cit, hal. 93.
53
27
dirasakan secara langsung oleh seseorang diantaranya yaitu “fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi”54. Dimensi tangible adalah dimensi yang paling penting karena ketertarikan seseorang terhadap suatu produk atau jasa, diawali dengan penampilan fisik yang dapat dilihat secara langsung. 2.2.3.2. Dimensi Reliability Dimensi kualitas pelayanan yang kedua adalah dimensi reliability. Dimensi reliability merupakan dimensi keandalan, yaitu keandalan perusahaan didalam memberikan pelayanan yang telah dijanjikan. Keandalan tersebut meliputi, “kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan”55. Jika perusahaan mampu memenuhi atau menepati janji-janji yang diberikan maka kualitas pelayanannya dapat dikatakan baik, demikian sebaliknnya. Jika perusahaan tidak mampu memenuhi atau menepati janji-janji yang diberikan maka kualitas pelayanannya buruk. 2.2.3.3. Dimensi Responsiveness Dimensi kualitas pelayanan yang ketiga adalah dimensi responsiveness atau daya tanggap. Dimensi ini meliputi, “keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap”56. Responsiveness pada dasarnya keinginan karyawan yang secara sadar ingin membantu dan memberikan pelayanan sesegera mungkin. Cara ini memberikan kesan yang baik pada seseorang yang menerima pelayanan.
54
Zeithaml, et. al. Dalam Fandy Tjiptono, op.cit. hal. 70. Zeithaml, et. al. Dalam Fandy Tjiptono, loc.cit. hal. 70. 56 Zeithaml, et. al. Dalam Fandy Tjiptono, loc.cit. hal. 70. 55
28
2.2.3.4. Dimensi Assurance Dimensi kualitas pelayanan yang keempat adalah dimensi assurance atau jaminan. Hal ini mencakup “pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keraguraguan”57. Jadi, seseorang akan merasa lebih aman, nyaman dan yakin dengan layanan yang diberikan. Selain itu, jaminan kesopanan dan keramah-tamahan pelayanan sangat penting. Apabila pelayanan yang diberikan memiliki kesan baik, maka akan meminimalkan rasa kecewa seseorang yang menerima pelayanan. 2.2.3.5. Dimensi Emphaty Dimensi kualitas pelayanan yang kelima adalah dimensi emphaty. Dimensi ini merupakan perhatian yang di berikan oleh perusahaan kepada seseorang secara individual. Dimensi ini meliputi “kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan”58. Artinya, pelayanan memerlukan komunikasi yang lebih dekat dan mudah untuk dipahami serta perhatian khusus, sehingga seseorang merasa diperhatikan dan dihargai.
2.3. Loyalitas Anggota Loyalitas yaitu “loyalitas konsumen berarti kesetiaan konsumen untuk berbelanja dilokasi ritel tertentu”59. Menurut Lovelock loyalitas adalah “komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atu melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, 57
Zeithaml, et. al. Dalam Fandy Tjiptono, loc.cit. hal. 70. Zeithaml, et. al. Dalam Fandy Tjiptono, loc.cit. hal. 70. 59 Widya Utami dalam Agus Tri Hasto, op.cit. hal. 12. 58
29
meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”60. Sikap loyal tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, tetapi melalui pengalaman seseorang. Bila keinginan atau harapan seseorang dapat terpenuhi dan melakukan pembelian pada suatu produk atau menggunakan jasa kembali, maka dapat dikatakan telah timbul kesetiaan atau sikap loyal. Loyalitas dapat dikategorikan menjadi tiga pendekatan, yaitu: “Pendekatan perilaku memfokuskan pada perilaku purnapembelian dan mengukur loyalitas berdasarkan tingkat pembelian, frekuensi, dan kemungkinan melakukan kembali pembelian. Pendekatan sikap menyimpulkan loyalitas pelanggan dari aspek keterlibatan psikologis, favoritisme, dan senses of goodwill pada jasa tertentu. Sementara itu, dan pendekatan terintegrasi mengombinasikan sikap senang pelanggan (customer’s favorable attitude) dan perilaku pembelian ulang”61. Disamping tiga pendekatan tersebut, seseorang dapat dikatakan loyal jika memenuhi karakteristik loyalitas secara sempurna. Karakteristik loyalitas yaitu: “1. Melakukan pembelian secara teratur; 2. Membeli di luar lini produk/jasa; 3. Merekomendasikan poduk; dan 4. Menunjukkan kekebalan diri dari daya tarik produk sejenis dan pesaing”62. Seseorang yang memiliki sikap loyal merupakan peluang untuk mendapatkan anggota baru dalam suatu kospin. Disamping itu, dengan sikap loyal yang dimiliki seseorang merupakan upaya yang efektif untuk mempertahankan anggota di kospin tertentu. Anggota tersebut merupakan aset penting bagi kospin. 60
Ratih Hurriyati, Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen, Alfabeta, Bandung, hal.
61
Rambat Lupiyoadi, loc.cit. hal. 231-232. Ratih Hurriyati, op.cit. hal. 130
129. 62
30
Berdasarkan kosep loyalitas tersebut, maka dapat disimpulkan loyalitas anggota yaitu sikap yang dimiliki seseorang/anggota untuk tetap setia menggunakan jasa kospin dan menceritakan hal-hal positif yang berkaitan dengan kospin.
2.4. Hubungan Kualitas Pelayanan Pengurus dengan Loyalitas Anggota Berdasarkan teori kualitas pelayanan dengan loyalitas, kualitas pelayanan pengurus dan loyalitas anggota memiliki hubungan positif yang erat. Kualitas pelayanan pengurus yang diharapkan anggota dibentuk karena pengalaman masa lalu, pembicaraan dari mulut ke mulut dan iklan yang menawarkan produk atau jasa yang dibutuhkan. Jika kualitas pelayanan koperasi yang diterima anggota di bawah kualitas pelayanan yang diharapkan, maka anggota akan kecewa. Sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diterima anggota dapat memenuhi harapan bahkan melebihi harapan anggota, maka anggota akan merasa puas bahkan sangat puas. “Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan”63. Apabila anggota merasa puas, maka sikap loyal pun akan terbentuk. “Pada gilirannya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas
pelanggan
kepada
perusahaan
yang
memberikan
kualitas
memuaskan”64. Jadi, dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan pengurus sangat mendukung dalam upaya membangun loyalitas anggota pada suatu kospin atau LKM. Kepuasan dapat dicapai dengan pelayanan yang berkualitas dengan
63 64
Fandy Tjiptono, op.cit. hal. 54. Fandy Tjiptono, loc.cit, hal. 54.
31
berpegang pada lima dimensi pelayanan, yaitu dimensi tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy.
2.5. Kerangka Berpikir Kualitas pelayanan memiliki lima dimensi yaitu, dimensi tangible, dimensi reliability, dimensi responsiveness, dimensi assurance dan dimensi empathy. Kualitas pelayanan baik apabila pelayanan pengurus yang diberikan dapat memberi kepuasan kepada anggota kospin. Apabila anggota kospin merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh kospin, maka anggota akan menjadi loyal terhadap kospin tersebut.
X
X1
X2
Y
X3
X4
X5
Y1
Y2
Y3
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Hubungan Kualitas Pelayanan Pengurus dengan Loyalitas Anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga Keterangan : X
= Kualitas Pelayanan Pengurus
X1
= Dimensi Tangible
X2
= Dimensi Reliability
X3
= Dimensi Responsiveness
X4
= Dimensi Asurance
X5
= Dimensi Emphaty
Y
= Loyalitas anggota
Y1
= Kesediaan untuk tetap menggunakan jasa kredit
32
Y2
= Pilihan pertama dalam mengambil kredit
Y3
= Keinginan anggota untuk menyebar informasi positif ke orang lain
2.6. Definisi Operasional 1. Loyalitas (Y) Loyalitas anggota adalah tingkat pernyataan pendapat anggota kospin tentang kesetiaan anggota dalam melakukan transaksi atau penggunaan jasa kredit secara berulang di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Terdapat beberapa aspek yang dapat mendukung terjadinya loyalitas anggota, yaitu: a. Aspek kesediaan untuk tetap menggunakan jasa kredit (Y1) Aspek kesediaan untuk tetap menggunakan jasa kredit adalah persepsi anggota yang berhubungan dengan sikap anggota yang tetap menggunakan atau mengajukan kredit setiap lima bulan sekali di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga setelah melunasi kreditnya. Aspek ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100. b. Aspek pilihan pertama dalam mengambil kredit (Y2) Aspek pilihan pertama dalam mengambil kredit adalah persepsi anggota yang berhubungan dengan sikap anggota yang akan menjadikan Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga sebagai tempat untuk mengajukan dan mendapatkan kredit untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak menghiraukan penawaran dari kospin atau LKM lain. Aspek ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100.
33
c. Aspek menyebar informasi positif ke orang lain (Y3) Aspek menyebar informasi positif ke orang lain adalah persepsi anggota yang berhubungan dengan sikap anggota yang mengomunikasikan hal positif kepada orang lain yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Aspek ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100. 2. Kualitas Pelayanan Pengurus (X) Kualitas pelayanan pengurus merupakan kesenjangan antara persepsi dengan harapan anggota atas pelayanan yang diberikan kepada anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga, sehingga menghasilkan tingkat kepuasan anggota. Kualitas pelayanan yang dimaksud berkaitan dengan dimensi kualitas layanan yaitu, dimensi tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy. a. Dimensi Tangible (X1). Dimensi tangible merupakan kesenjangan antara persepsi dengan harapan anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga yang berhubungan dengan bukti langsung yang nyata, dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh anggota. Dimensi ini meliputi kenyamanan tempat dan sarana komunikasi. Dimensi ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100. b. Dimensi Reliability ( X2). Dimensi reliability merupakan kesenjangan antara persepsi dengan harapan anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga yang berhubungan dengan keandalan dari Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso
34
Salatiga dalam memberikan pelayanan yang telah dijanjikan kepada anggota dan bertanggungjawab. Dimensi ini meliputi ketepatan waktu, kesiapan dalam memberikan pelayanan, dan ketepatan pencatatan. Dimensi ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100. c. Dimensi Responsiveness ( X3). Dimensi responsiveness merupakan kesenjangan antara persepsi dengan harapan anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga yang berhubungan dengan kesediaan atau kemampuan pengurus Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga menyediakan pelayanan yang baik, cepat dan tepat. Dimensi ini meliputi kecepatan pengurus dalam melayani, kesediaan penanganan keluhan anggota dan kemauan untuk membantu anggota. Dimensi ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100. d. Dimensi Assurance ( X4). Dimensi assurance merupakan kesenjangan antara persepsi dengan harapan anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga yang berhubungan dengan sifat pengurus yang dapat dipercaya oleh anggota. Dimensi ini meliputi rasa aman, nyaman dan keyakinan anggota dalam bertansaksi. Dimensi ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100. e. Dimensi Emphaty ( X5). Dimensi emphaty merupakan kesenjangan antara persepsi dengan harapan anggota Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga yang berhubungan dengan perlakuan pengurus kepada anggota untuk memelihara hubungan baik dengan anggota. Dimensi ini meliputi kesediaan pengurus dalam memberikan
35
jumlah kredit yang diminta dan perhatian pada anggota serta komunikasi yang baik antara pangurus dengan anggota. Dimensi ini diukur menggunakan skala rating scale dengan skor 0 sampai 100.
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Agus (2009) dengan judul “Hubungan Kualitas Layanan dengan Loyalitas Konsumen di Toko Zam-Zam Kota Salatiga”. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas layanan dengan loyalitas konsumen di Toko Zam-Zam di Kota Salatiga. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata ( ) loyalitas sebesar 55,96 dengan standar deviasi (s) sebesar 15,72 dan rata-rata ( ) kualitas pelayanan sebesar 21,73 dengan standar deviasi (s) sebesar 12,86. Berdasarkan hasil dan pembahasan, kualitas pelayanan di Toko Zam-zam Kota Salatiga adalah rendah dan loyalitas di Toko Zam-zam Kota Salatiga adalah rendah. Melalui uji korelasi pearson, diketahui rxy = 0,254 yang berarti kualitas layanan berhubungan positif dengan loyalitas konsumen di Toko Zam-Zam Salatiga.
2.5. Hipotesis Penelitian a. Hipotesis 1 Hipotesis Kerja Loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga adalah rendah. Penelitian ini dilakukan pada objek yang sama-sama menyediakan pelayanan dengan penelitian terdahulu. Berdasarkan asumsi tersebut dan telah diuji secara ilmiah, hipotesis ini memberikan arti:
36
H0 : Loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga adalah tinggi yaitu lebih dari atau sama dengan 55,96. Ha : Loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga adalah rendah yaitu kurang dari 55,96. Hipotesis Statistik H0 : µ ≥ 55,96 Ha : µ < 55,96 b. Hipotesis 2 Hipotesis Kerja Kualitas pelayanan pengurus di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga adalah rendah. Penelitian ini dilakukan pada objek yang sama-sama menyediakan pelayanan seperti penelitian terdahulu. Berdasarkan asumsi tersebut dan telah diuji secara ilmiah, hipotesis ini memberikan arti: H0 : Kualitas pelayanan pengurus di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga adalah tinggi yaitu lebih dari atau sama dengan 21,73. Ha : Kualitas pelayanan pengurus di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga adalah rendah yaitu kurang dari 21,73. Hipotesis Statistik H0 : µ ≥ 21,73 Ha : µ < 21,73
37
c. Hipotesis 3 Hipotesis Kerja Terdapat hubungan positif antara kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Berdasarkan teori dalam penelitian ini kualitas pelayanan pengurus berhubungan positif dengan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga apabila koefisien korelasi tidak sama dengan 0. H0 : Tidak ada hubungan positif antara kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Ha : Terdapat hubungan positif antara kualitas pelayanan pengurus dengan loyalitas anggota di Kospin Hikmah Paguyuban Rukun Santoso Salatiga. Hipotesis Statistik H0 : ρxy = 0 Ha : ρxy ≠ 0
38