BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan di Bank Syariah 1. Pengertian Pembiayaan Pengertian pembiayaan (pada bank syari’ah) menurut undang-undang No. 10/1998 tentang perbankan : pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.1 Kasmir mendefinisikan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.2 Menurut Muhammad pembiayaan secara luas berarti finansial atau pembelanjaan, yaitu pendanaan
yang dikeluarkan
untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Sedangkan, dalam arti sempit pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaanyang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Namun, dalam perbankan pembiayaan dikaitkan dengan bisnis di mana pembiayaan merupakan pendanaan baik aktif maupun pasifyangdilakukan oleh lembaga pembiayaan kepada nasabah dan bisnis 1 2
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Kasmir, 2001. Manajemen Perbankan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal. 92
23
24
merupakan aktivitas berupa jasa, perdagangan dan industri guna memaksimalkan nilai keuntungan.3 Orientasi dari pembiayaan tersebut untuk mengembangkan dan atau meningkatkan usaha dan pendapatan dari para pengusaha kecil menengah, yang mana sasaran pembiayaan adalah semua faktor ekonomi yang memungkinkan untuk dibiayai seperti pertanian, industri rumah tangga (home industri), perdagangan dan jasa. Dengan harapan produk pembiayaan memberikan manfaat di dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi rumah tangga anggotanya. Dan dalam perbankan syari’ah sebenarnya penggunaan kata pinjam meminjam kurang tepat digunakan disebabkan dua hal : pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Kedua, pinjam meminjam adalah akad komersial yang artinya bila seseorang meminjam sesuatu ia tidak boleh diisyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya, karena setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama’ sepakat bahwa riba itu haram. Oleh karena itu dalam perbankan syari’ah, pinjaman tidak disebut kredit akan tetapi disebut pembiayaan4
3 Muhammad, 2002. Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer. UII Press, Yogyakarta. Hal. 260 4 Syafi’i Antonio, 2001. Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek. Penerbit Gema Insani, Jakarta Hal. 170
25
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Sistem
ini
adalah
suatu
sistem
yang
meliputi
tatacara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah: a. Al-Mudharabah5 Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama pemilik dana (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib) Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, akad mudharabah terbagi dua, yaitu: 1) Mudharabah Muthlaqah (URIA=Unrestricted Investment Account) adalah bentuk kerjasama antara sahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waku dan daerah bisnis. 2) Mudharabah Muqayyadah (RIA=Restricted Investment Account) adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara dan objek investasi.
s
Sumar’in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2012)hal.21
26
Jangka waktu dalam pembiayaan dengan akad mudharabah adalah sebagai berikut :6 a) Setiap pihak boleh mengakhiri perjanjian Mudharabah kapan saja. Jika jumlah pihak yang melakukan perjanjian tersebut lebih dari dua. Maka pihak-pihak yang masih tetap melanjutkan perjanjian bisa meneruskan kesepakatan yang disetujuinya. b) Perjanjian Mudharabah dapat juga diakhiri karena suatu batas waktu tertentu. c) Perjanjian Mudharabah berakhir dengan kematian salah seorang dari pihak-pihak tersebut, kemudian persetujuan dapat dilanjutkan oleh pihak-pihak yang masih ada apabila perjanjian tersebut melibatkan lebih dari satu pihak. b. Al-Musyarakah7 Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis al-Musyarakah: 1) Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
6 Nejatullah Siddiqi. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam. (Yogyakarta; PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1996). hal.12. 7 Muhammad Syafi’I Anotoi, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek, (Jakarta; Gema Insani Press), hal.129
27
2) Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah ketentuan secara teknis mengenai aplikasi akad musyarakah ini telah diatur dalam PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpinan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah. Dalam dalam kegiatan penyaluran
dana
dalam
bentuk
pembiayaan
berdasarkan
musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:8 1) Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama nyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatanusaha tertentu. 2) Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati. 3) Bank berdasarkan kesepaatan dengan nasabah dapan menunjuk nasabah untuk mengelola usaha. 4) Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang. 5) Dalam pembiayaan diberikan dalam bentuk barang,maka barang yang
diserahkan
kesepakatan.
8
Pasal 8 PBI No.7/46/PBI/205.
harus
dinilai
secara
tunai
berdasarkan
28
6) Jangka waktu pembiayaan, pengambilan dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah. 7) Biaya oprasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan. 8) Pembagan keuntungan dar pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. 9) Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian dari satu pihak. 10) Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut. 11) Nisbah bagi hail dapat ditetapkan secara berjenjang yang besarnya bereda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad. 12) Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung atau rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). 13) Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan keuangan nasabah. 14) Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha; dan
29
15) Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam akad karena kelalaian dan atau kecurangan. B. Linkage Program 1. Definisi Linkage Program Linkage program merupakan kerjasama yang dilakukan bank syariah dengan lembaga keuangan mikro dalam bentuk pembiayaan untuk meningkatkan usaha mikro dan kecil (UMK).9 Pada tahun 2004 Arsitektur Perbankan Indonesia (API) menyalurkan generic modal linkage program antara bank umum dan lembaga mikro sehingga penerapan linkage program semakin jelas dan terarah. Terdapat tiga skim dalam pelaksanaan pembiayaan linkage program yang terdiri dari executing, channeling, dan join financing. Pada pola Executing, Bank konvensional atau Bank Syariah memberikan pembiayaan kepada LKM untuk disalurkan kepada UKM, LKM diberikan wewenang untuk memutuskan calon mitra yang akan mendapatkan fasilitas pembiayaan dan sebagai konsekunsinya resiko juga ditanggung oleh PBR/PBRS, dan untuk pencatat di Bank umum sebagai pembiayaan ke LKM.10 Pada pola Channeling pembiayaan yang diberikan oleh bank umum syariah kepada nasabah koperasi/KJKS/ BMT dan
BMT yang
9 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, (Jakarta;PT Rajagrafindo Persada,2009), hal.307 10 Johan Arifin, Hubungan Hukum Kemitraan dalam Linkage Program Perbankan Syariah,(Conomica;jurnal pemikiran dan penelitian ekonomi islam, 2013).hal.10
30
bertindak sebagai agen yang tidak mempunyai kewenangan memutus pembiayaan kecuali mendapatkan surat kuasa dari bank umum. Pencataan di Bank Umum sebagai pembiayaan kepada nasabah BMT, sedangkan pencataan di BMT pada off balance sheet. Pada pola joint financing pembiayaan bersama oleh bank umum syariah dan koperasi terhadap angota koperasi. Kewenangan memutus pembiayaan ada pada BUS/UUS dan KJKS/BMT. Pencatatan outstanding credit bagian bank umum dan koperasi sebesar porsi pembiayaan kepada anggota koperasi.11 2. Tujuan lembaga Linkage Program. Adapun tujuan linkage proram menurut Peraturan Menteri No. 03/Per/M.KUKM/ III/2009, yaitu :12 a. Memperluas dan meningkatkan akses UMKM terhadap fasilitas kredit/pembiayaan modal kerjadan atau investasi melalui Linkage Program antara Bank umum dengan koperasi. b. Mengembangkan kerjasama antara bank umum termasuk bank umum peserta KUR dengan koperasi. c. Meningkatkan peran KSP/USP-koperasi dan KJKS/UJKS-koperasi sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu melayani UMK dalam mendukung upaya perluasan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan, terutama untuk daerah-daerah yang jauh dari pelayanan perbankan.
11 12
Ibid,hal.10 Peraturan menteri No.03/Per/M.KUKM/III/2009.
31
Linkage Program akan mendorong perbankan untuk lebih efisien dimana perbankan tidak harus menyediakan sumberdaya bagi pemasaran maupun aspek finansial lainnya. Adapun kelebihan lainnya ketidak harusan pihak perbankan komersial dalam menghendaki risiko yang diakibatkan oleh kredit macet karena ini adalah tanggung jawab dari BPR/S, penyaluran dana juga lebih cepat. Jika program ini berjalan dengan baik maka ekspansi yang dilakukan oleh perbankan syariah akan lebih baik 3. Model Pembiayaan Linkage program 13 a. Model Pembiayaan Linkage dengan pola executing. Linkage program pola executing adalah pola kerjasama penyaluran kredit dari bank kepada lembaga linkage untuk diterus pinjamkan kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam hal ini pemberian kredit kepada lembaga linkage dicatat oleh bank sebagai pinjaman kepada lembaga linkage dan pencatatan di lembaga linkage sebagai pinjaman ke UMKM on balance sheet.14 Resiko pembiayaan kepada end user berada di pihak perusahaan mitra sedangkan bank menanggung resiko kepada perusahaan mitra. Sehingga resiko yang dihadapi bank syariah tidak terlalu berat karena bank hanya berurusan dengan perusahan mitranya, namun bank juga harus memperhatikan end user.15
13
Ahmad Ifham Solihin. Strategi Bank Syariah . (Jakarta:PT.Grafindo Media Pratama,) hal.282-283. 14 Buku saku UMKM, hal.8. 15 Tony Hidayat, 2009, Linkage Program : Solusi Pembiayaan Bagi Hasil, (Islamicbank. multiply. com)
32
Bank Pelaksana
PK
1
Perusahan Penjamin
3
2 4
Lembaga Linkage
UMKM
5 Gambar.2.1 Sekema Pola Executing
1) Lembaga Linkage mengajukan
permohonan
Kredit
atau
Pembiayaan kepada bank Pelaksana 2) Bank Pelaksana melakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur dan melakukan analisa kelayakan. Dalam hal dinyataka n layak, maka Bank Pelaksana memberikan persetujuan kredit ataupembiayaan dengan menandatangani Perjanjian Kredit atau Pembiayaan dengan Lembaga Linkage. 3) Bank Pelaksana mengajukan permintaan penjaminan kredit atau pembiayaan kepada Perusahaan Penjamin. Perusahaan Penjamin
menerbitkan
Sertifikat
Penjaminan atas nama
Lembaga Linkage. 4) Lembaga Linkage menyalurkan kredit atau pembiayaan yang diterima dari Bank Pelaksana kepada debitur UMKM. 5) Debitur UMKMK melakukan pembayaran kewajiban kredit atau pembiayaan kepada Lembaga Linkage.
33
b. Model Pembiayaan Linkage dengan pola channeling Linkage Program Pola Channeling adalah suatu pola kerjasama penyaluran kredit dari bank kepada lembaga linkage untuk diterus pinjamkan kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam hal ini lembaga linkage bertindak sebagai agent dan tidak mempunyai kewenangan memutus kredit kecuali mendapat surat kuasa dari bank. Dalam pola ini pencatatan di bank adalah pinjaman ke UMKM, sementara di lembaga linkage pada off balance sheet.16 Resiko pembiayaan pada pola channeling ditanggunh oleh bank syariah sedangkan perusahaan mitra tidah menanggung resiko pembiayaan karena hanya sebagai agen, tetapi perusahaan tentu menanggung resiko reputasi di bank syariah.17
Bank Pelaksana
PK 2 Lembaga Linkage
4
Perusahan Penjamin
5
UMKM
3
1 Gambar.2.2 Sekema Pola Channeling
16 17
Ibid, hal.8 Ibid, hal.32
34
1) Dalam rangka mendapatkan kredit atau pembiayaan dari Bank
Pelaksana,
UMKMK
memberikan kuasa kepada
pengurus Lembaga Linkage untuk: a) Mengajukan kredit kepada Bank Pelaksana b) Menjaminkan agunan kepada Bank Pelaksana 2) Lembaga
Linkage
mewakili
UMKMK
mengajukan
permohonan kredit kepada Bank Pelaksana. 3) Bank Pelaksana melakukan pengecekan
Sistem
Informasi
Debitur dan melakukan analisa kelayakan. Dalam hal dinyatak an layak, maka Bank Pelaksana memberikan persetujuan pembiayaan tersebut dengan mekanisme sebagai berikut: a) Berdasarkan kuasa dari Bank Pelaksana, maka Lembaga Linkage menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayan den gan UMKM atau b) Berdasarkan
kuasa
dari
UMKM,
maka
Lembaga
Linkage menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayaan dengan Bank Pelaksana. 4) Bank
mengajukan
permohonan
penjaminan
kepada
perusahaan penjamin Perusahaan Penjamin menerbitkan sertifikat Penjaminan atas nama masing‐masing UMKMK. 5) Lembaga Linkage meneruskan pinjaman Pembiayaan yang diterima dari Bank Pelaksana kepada debitur UMKMK Debitur
UMKMK
melakukan
pembayaran
kewajiban
35
Pembiayaan kepada Bank Pelaksana melalui Lembaga Linkage. c. Model Pembiayaan Linkage dengan pola joint financing. Linkage program pola joint financing adalah adalah suatu pola kerjasama penyaluran kredit dari bank kepada BPR/BPRS untuk diterus pinjamkan kepada Pengusaha mikro dan kecil (UMK) dalam hal ini BPR/BPRS pembiayaan bersama terhadap UMK yang dilakukan oleh bank dan BPR/BPRS sebagai pinjaman ke UMK sesuai porsi masing-masing.18 Resiko pada pola joint financing kedua belah pihak bank syariah dan perusahaan mitra menanggung resiko secara proporsional.
BPR/S
BUS/UUS
UMK/ UMKM
Gambar.2.3 Sekema Pola Joint Financing
Pembiayaan bersama oleh Bank umum dan koperasi terhadap anggota koperasi. Pencatatan outstanding credit
18
Ibid, hal.8
36
bagian Bank umum dan bagian koperasi sebagai porsi pembiayaan kepada anggota koperasi.19 4. Hubungan Hukum Linkage Program Pola hubungan hukum Linkage program yang dilakukan kepada BPRS atau BMT mempunyai beberapa landasan strategis. Pertama,
dilakukan
dengan
mekanisme
bagi
hasil
dan
mengharamkan riba sehingga terwujud pola kemitraan yang lebih adil dan menguntungkan semua pihak. Kedua, jaringan BPRS dan BMT yang luas. Ketiga, BPRS dan BMT mudah diakses oleh masyarakat berpendapatan rendah. Keempat, pengalaman BPRS dan BMT melayani nasabah kecil membuat keduanya mempunyai keunggulan
spesialisas
dibandingkan
bank
syari’ah
dalam
kalau dilihat
dalam
menggarap segmentasi UMKM. Hubungan hukum kemitraan
prespektif muamalah dan hukum positif, maka hubungan hukum yang terjadi di perbakan syari’ah tercermin dalam kontrak yang dibuatnya atau dengan kata lain terjadinya sebuah kontrak (kemitraan) adalah hasil dari kesepakatan kedua belah pihak tanpa adanya keterpaksaan, sehingga hubungan
hukum
kemitraan
terletak pada akad-akad yang dibuatnya dan meruapkan peristiwa hukum yang terjadi karena perbuatan hukum. Perbuatan hukum dalam kemitraan linkage program dengan perjanjian/ akad. Akad dalam pengertian ini dalam bahasa arab berarti ikatan atau
19
Peraturan Mentri No.03/Per/M.KUKM/lll/2009.
37
simpulan baik ikatan yang Nampak (hissy) maupun tidak tampak (ma’nawy) Kamus al-Mawardi menterjemahkan al-‘Aqd sebagai contract and agreement atau kontrak dan perjanjian yang memiliki implikasi hukum yang mengikat.20 Hakekat hukum
merupakan alat atau sarana untuk
mengatur dan menjaga ketertiban guna mencapai suatu masyarakat yang berkeadilan dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang berupa peraturan yang bersifat memaksa dan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya, baik itu untuk mengatur masyarakat ataupun aparat pemerintah sebagai penguasa. Konsep dasar itu sesungguhnya berbicara pada dua aspek persoalan : 21 a) Aspek yang pertama adalah keadilan yang menyangkut tentang kebutuhan masyarakat akan rasa adil ditengah sekian banyak dinamika dan konflik di tengah masyarakat, maka hubungan hukum kemitraan dalam program linkage harus menjunjung aspek keadilan yaitu BMT sebagai pelaksana program yang harus berhadapan dengan nasabah langsung harus mempunyai informasi dan kedudukan yang seimbang dengan lembaga keuangan pemberi program linkage, dengan demikian apabila terjadi kredit macet dan masalah lain muncul
di nasabah
UMKM menjadi tanggung jawab bersama. b) Aspek yang kedua adalah aspek legalitas menyangkut apa yang disebut dengan hukum positif, yaitu sebuah aturan yang 20
Johan Arifin, Hubungan Hukum antara Nasabah dan Lembaga Keuangan Mikro syari’ah, hasil penelitian fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang, DIPA, 2010 hlm. 63 21 R. Subekti, 1991, Hukum Perjanjian, PT.internusa, Jakarta, hal. 14
38
ditetapkan oleh sebuah kekuasaan Negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan atas nama hukum. Dalam hal ini harus ada kejelasan secara hukum hak dan kewajiban antara pihak lembaga keuangan yang saling menjalankan kemitraan, sehingga manakala terjadi kasus-kasus hukum maka legalitas hukumnya jelas. C. Mekanisme perhitungan bagi hasil di perbankan. 1. Mekanisme Perhitungan Mudharabah22 Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam mudharabah yang dibagihasilkan adalah
pendapatan.
Pendapatan
terkecil
adalah
nol.
Maka
dimaksudkan kerugian dalam mudharabah adalah ketidak mampuan nasabah dalam membayar cicilan pokok senilai pembiayaan yang telah diterimanya, atau jumlah seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah diterimanya. Bila terjadi demikian, kerugian ditanggung oleh bank syariah, kecuali akibat:
22
http;//www.bi.go.id
39
a.
nasabah melanggar syarat yang telah disepakati.
b. nasabah lalai dalam menjalankan modalnya . Contoh 1 Contoh perhitungan bagi hasil bagi dana pihak ketiga (tabungan/deposito masyarakat). Bapak ahmad memiliki deposito Rp 10.000.000,00 jangka waktu satu bulan (1 Desember 2000 s/d 1 januari 2001), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57%:43%. Jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito satu bulan per 31 desember 2000 adalah Rp 20.000.000,00 dan rata-rata deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp 950.000.000,00. Berapa keuntungan yang diperoleh Bapak Ahmad? Jawab: Keuntungan diperoleh bapak Ahmad adalah : (Rp
10.000.000,00/Rp
950.000.000,00)
x 57
%
x
Rp
20.000.000,00 = Rp 120.000,00 Jadi keuntungan yang diperoleh bapak Ahmad sebesar Rp 120.000,00 Contoh perhitungan pembiayaan mudharabah Mudharabah ternak qurban sebesar Rp 10.000.000, dan nisbah bagi hasil 60:40 (bank:nasabah). Rencana pengembalian modal sekaligus tanggal
1
Maret.
Ternyata
aktualisasi
hasil
yang
ada
diperhitungkan sebesar Rp 1.000.000,00 maka perhitungannya: Nisbah 60:40 aktualisasi hasil Rp 1.000.000,00 Profit bank 60/100 x Rp 1.000.000 = Rp 600.000,00 Keuntungan nasabah
40
Rp 400.000,00 Jadi pembayaran ke bank tanggal 1 Maret = Rp 10.600.000,00 Contoh 2. Bank Jayen Syariah (BJS) melakukan kerjasama bisnis dengan Bapak Irfa, seorang pedagang buku di Pasar Shoping Yogyakarta menggunakan akad mudharabah (BJS sebagai pemilik dana dan Irfa sebagai pengelola dana). BJS memberikan modal kepada Irfa sebesar Rp 10.000.000 sebagai modal usaha pada Tanggal 1 Januari 2009 dengan nisbah bagi hasil BJS : Irfa = 30% : 70%. Pada tanggal 31 pebruari 2009, Irfa memberikan Laporan Laba Rugi penjualan buku sebagai berikut: Penjualan Rp. 1.000.000 Harga Pokok Penjualan (Rp. 700.000) Laba Kotor Rp. 300.000 Biaya-biaya (Rp 100.000) Laba bersih Rp 200.000 Hitunglah pendapatan yang diperoleh BJS dan Irfa dari kerjasama bisnis tersebut pada tanggal 31 Pebruari 2009 bila kesepakan pembagian bagi hasil tersebut menggunakan metodel : a. Profit sharing b. Revenue sharing jawab: a. Profit sharing Bank Syariah = 30% x Rp 200.000 (Laba bersih) = Rp 60.000 Irfa = 70% x Rp 200.000 = Rp 140.000
41
b. Revenue sharing Bank Syariah = 30% x Rp 300.000 (Laba Kotor) = Rp 90.000 Irfa = 70% x Rp 300.000 = Rp 210.000 2. Mekanisme perhitungan musyarakah23 Nasabah Bank ABC mengajukan pembiayaan Pengembangan software ADLC dari sebuah perusahaan Telekomunikasi terkemuka di Indonesia, PT XYZ. Total Nilai proyek yang akan dikerjakan adalah sebesar Rp 2.970.000.00, termasuk PPN 10%. Berdasarkan perhitungan kebutuhan modal kerja, nasabah membutuhkan MK sebesar Rp 1.744.947.500. Bank memiliki aturan untuk memberikan share pembiayaan maksimum 70% dari kebutuhan pembiayaan. Berdasarkan proyeksi cashflow nasabah penarikan modal kerja dilakukan secara bertahap (sesuai tabel) dan pembayaran dari Bouwheer dilakukan berdasarkan progress penyelesaian pekerjaan sesuai dengan kontrak (terlampir dalam tabel) Pertanyaan: a. Berapakah pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank dan dana yang harus dipersiapkan nasabah (dengan angka pembulatan 7 digit ke bawah ) ? b. Bagaimana proyeksi pembayaran bagi hasil dari nasabah dan berapa besar nisbah yang harus dibayar nasabah jika ekspektasi return yang diharapkan oleh Bank adalah setara dengan 14,5% ?
23
Ibid. hal.39
42
c. Adakah perbedaan dengan perhitungan bunga yang dihitung setiap bulan sesuai dana bank yg digunakan oleh nasabah ? Jawab: a. Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank ABC adalah senilai Rp 1.744.947.500 x 70% = Rp 1.221.463.250,- atau dibulatkan ke bawah menjadi Rp 1.220.000.000,00 b. Menghitung nisbah bagi hasil di dasarkan atas pendapatan nett
nasabah
setelah
mengeluarkan
PPN,
sehingga
pendapatan nett nasabah adalah sebesar Rp 2.700.000.000,00 Proyeksi pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan ekspekatasi return yang diinginkan oleh Bank setara 14,5% pa dengan model dropping pembiayaan secara bertahap sesuai tabel dan juga schedule pembayaran dari Bouwheer secara bertahap sesuai dengan progress penyelesaian proyek. Proyeksi pencairan pembiayaan secara bertahap ini diperoleh dari proyeksi cashflow proyek nasabah sehingga besaran pembiayan yang diberikan benar-benar langsung secara produktif dugunakan atas proyek yang dibiayai secara musyarakah ini. Setiap pencairan pembiayaan, nasabah pun memasukkan share atau dana syirkah bagian nasabah untuk kemudian digunakan oleh nasabah guna membiayai proyek tersebut, dalam hal ini sekitar 70% share bank dan 30% share nasabah. Penurunan pokok pembiayaan dilakukan secara proporsional sesuai dengan progress pembayaran dengan
43
memperhitungkan prosentase Modal Kerja atas Pendapatan yang diperoleh nasabah dalam proyek ini (sebesar rata- rata 65%) dengan perhitungan = MK/NP(nilai Proyek) = 1.744.947.500 / 2.700.000.000,- = 64,63% atau dibulatkan menjadi 65% Pada pembayaran tahap 1 sebesar Rp 540 juta (20% dari nett nilai kontrak), maka pokok turun sebesar Rp 540 juta x 70% x 65% = Rp 245.700.000,- Sisa dana yang masuk sebagian menjadi bagian keuntungan Bank dan Nasabah dan sebagian sebagai pengembalian share pokok nasabah, sehingga nasabah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk proyek lainnya. Berdasarkan schedule proyeksi penyelesaian proyek, return yang diharapkan oleh Bank ABC atas pembiayaan ini sampai dengan akhir adalah sebesar Rp 75.885.750,-, sehingga nisbah bagi hasil antara Bank ABC dengan nasabah berdasarkan revenue sharing adalah 2,81% untuk Bank dan 97,19% untuk nasabah. c. Prosentase pembayaran nisbah pada pembayaran tahap selanjutnya tetap sama mengingat jumlah porsi pembiayaan sama-sama turun secara proporsional. Terlihat perbedaan jumlah pembayaran nisbah dengan perhitungan bunga bulanan setara 14,5% meskipun secara total pembayaran yg diterima memiliki nilai/jumlah yg sama.