BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Modal Kerja II.1.1 Pengertian Modal Kerja Masalah modal kerja merupakan masalah yang tiada akhir. Selama perusahaan masih beroperasi, modal kerja selalu diperlukan untuk membiayai kegiatan perusahaan sehari-hari serta untuk menjaga kontinuitas perusahaan. Perusahaan yang bergerak di bidang apapun baik itu perusahan jasa, perusahaan produksi maupun perusahaan dagang selalu membutuhkan modal kerja yang cukup untuk membiayai kegiatan usahanya, dengan harapan dana yang telah dikeluarkan dapat kembali masuk ke dalam perusahaan dalam jangka yang relatif pendek. Sementara itu, Gitman (2006) memberikan definisi mengenai modal kerja, “Current assets, commonly called working capital, which represent the portion of investment that circulates from one form to another in the ordinary conduct of business. Net working capital is commonly defined as the difference between the firm’s current assets and its current liabilities; can be positive or negative” (p. 628). Tidak jauh berbeda seperti yang dikutip dari Brigham dan Houston yang diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto (2006), “Modal kerja, atau kadang-kadang disebut juga modal kerja kotor, sebenarnya adalah aktiva lancar yang digunakan dalam operasi. Modal kerja bersih didefinisikan sebagai aktiva lancar minus kewajiban lancar” (h.131).
6
Sedangkan menurut Sutrisno (2007) : Setiap perusahaan yang melakukan kegiatannya selalu membutuhkan dana. Kebutuhan dana tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi maupun untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari. Dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah buruh, membayar hutang, dan pembayaran lainnya disebut modal kerja. Menurut Darsono (2006) : Modal kerja adalah investasi dalam harta jangka pendek atau investasi dalam harta lancar (current assets). Modal kerja dapat dikategorikan menjadi dua yaitu modal kerja kotor (gross working capital) dan modal kerja bersih (net working capital). Modal kerja kotor adalah jumlah harta lancar, dan modal kerja bersih adalah jumlah harta lancar dikurangi jumlah utang lancar (current liabilities). Menurut Sundjaja dan Barlian (2003) : Modal kerja yaitu aktiva lancar yang mewakili bagian dari investasi yang berputar dari satu bentuk ke bentuk lainnya dalam melaksanakan suatu usaha, atau modal kerja adalah kas/bank, surat-surat berharga yang mudah diuangkan (misal giro, cek, deposito), piutang dagang dan persediaan yang tingkat perputarannya tidak melebihi 1 tahun atau jangka waktu operasional normal perusahaan. Modal kerja bersih (net working capital) adalah selisih antara aktiva lancar dan pasiva lancar perusahaan. Dari hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa modal kerja dalam arti gross working capital adalah jumlah aktiva lancar yang meliputi persediaan, piutang, kas, dan surat-surat berharga, yang merupakan bagian dari investasi yang bersirkulasi dari suatu bentuk ke bentuk yang lain dalam suatu kegiatan bisnis, yaitu dari kas berputar dan akhirnya kembali lagi ke kas, yang tingkat perputarannya tidak melebihi satu tahun atau jangka waktu operasional normal perusahaan. Sedangkan modal kerja bersih (net working capital) didefinisikan sebagai selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar (hasilnya dapat positif atau negatif), yang digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi maupun untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari. Dalam penelitian ini penulis akan lebih menekankan pengertian modal kerja pada modal kerja bersih. 7
II.1.2 Pentingnya Modal Kerja Analisis mengenai pengelolaan modal kerja memang belum seluas penelitianpenelitian keputusan bidang permodalan dan investasi jangka panjang, tetapi modal kerja yang tepat adalah syarat keberhasilan suatu perusahaan apalagi bagi perusahaan kecil, selain itu modal kerja juga sangat menentukan posisi likuiditas perusahaan dan likuiditas merupakan persyaratan keberhasilan serta kontinuitas perusahaan. Menurut Ahmad (2002), mengutip pada Weston dan Bringham, ”Pengelolaan modal kerja menjadi penting karena menyangkut beberapa aspek : 1. Beberapa penelitian telah memberikan indikasi bahwa sebagian besar waktu manajer keuangan dihabiskan dalam kegiatan internal perusahaan dari hari ke hari, dan ini merupakan bagian dari manajemen modal kerja. 2. Kenyataannya jumlah aktiva lancar sering lebih separo total aktiva perusahaan dan cenderung labil. 3. Hubungan antara tingkat pertumbuhan penjualan dan kebutuhan akan permodalan aktiva lancar adalah dekat dan langsung. Misalnya dalam piutang, jika jangka waktu penagihan piutang perusahaan 40 hari dan penjualan kreditnya Rp. 1.000.000,sehari, berarti investasi perusahaan dalam piutang akan sebesar Rp. 40.000.000,-. Begitu pula dalam persediaan, baik bahan mentah, barang dalam proses maupun dalam barang jadi. 4. Khususnya bagi perusahaan kecil, manajemen modal kerja terlebih-lebih pentingnya, dengan alasan : a. Investasi dalam aktiva tetap dapat dikurangi dengan menyewa atau leasing, tetapi aktiva lancar apalagi piutang maupun inventory tidak dapat dihindari.
8
b. Relatif terbatasnya perusahaan kecil memasuki pasar modal jangka panjang sehingga harus mengandalkan utang dagang dan utang bank jangka pendek sebagai permodalannya, meningkatnya utang lancar akan mengurangi modal kerja bersihnya” (h. 1-2).
II.1.3 Komponen Modal Kerja Komponen modal kerja berdasarkan pendapat Tampubolon (2005), dapat dilihat pada setiap neraca perusahaan, terdiri dari : a. Aktiva lancar •
Kas (kas dan setara kas) dan surat berharga Dalam pemilihan besaran alat likuid antara kas (kas dan setara kas) dan surat berharga, manajer keuangan akan menghadapi masalah, seperti yang berkaitan dengan manajer operasional. Penyediaan alat likuid kas yang ”idle” seharusnya dapat ditempatkan dalam surat berharga yang dapat memberikan hasil.
•
Piutang. Piutang ini terjadi karena Korporasi menjual barang secara kredit, sehingga sangat berkaitan dengan manajemen kredit yang diberikan oleh Korporasi.
•
Persediaan barang Dalam persediaan barang biasanya terdapat perbedaan menyangkut perkiraanperkiraan atau pos-pos, yang disebabkan perbedaan jenis perusahaan. Pada perusahaan dagang mungkin hanya terdapat perkiraan persediaan (persediaan barang dagangan), sedangkan pada perusahaan produksi (yang melakukan pembuatan barang), persediaannya akan terdiri dari bahan mentah, barang setengah jadi dan barang jadi. Perusahaan produksi melakukan investasi dalam 9
persediaan barang ini yang menyangkut opportunity cost dari modal yang tertanam dalam persediaan, biaya penyimpanan, dan risiko kerusakan barang. Sedangkan manfaat persediaan adalah untuk memenuhi permintaan, khususnya di dalam jumlah besar dan tak terduga. 2. Hutang lancar •
Utang dagang Merupakan utang kepada perusahaan lain karena pembelian barang. Utang dagang ini merupakan kebalikan dari piutang. Di dalam investasi untuk aktiva lancar, suatu korporasi dapat membiayainya dengan kredit jangka pendek. Salah satu caranya adalah melalui kredit bank. Manajemen sumber dana jangka pendek merupakan konsepsi tentang modal kerja, dalam kaitannya dengan penilaian korporasi
•
Beberapa komponen penting lainnya yang merupakan hutang jangka pendek (hutang lancar) seperti kewajiban akrual, wesel bayar (hutang wesel) dan lainnya.
Gambar mengenai hubungan berbagai Aktiva dan Pasiva berkenaan dengan modal kerja:
Aktiva Lancar
Aktiva Tetap
( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
Net Working Capital
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
Utang Lancar
Utang Jangka Panjang Modal Sendiri
Gambar 2.1 Hubungan aktiva dan pasiva berkenaan dengan modal kerja 10
II.1.4 Konsep Modal Kerja Riyanto (2001) mengemukakan, ”Mengenai pengertian modal kerja dapat dikemukakan adanya beberapa konsep, yaitu : 1. Konsep kuantitatif Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsurunsur aktiva lancar di mana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva di mana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working capital). 2. Konsep kualitatif Apabila pada konsep kuantitatif modal kerja itu hanya dikaitkan dengan besarnya jumlah aktiva lancar saja, maka pada konsep kualitatif ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah utang lancar atau utang yang segera harus dibayar. Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar ini harus disediakan untuk memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dilakukan, dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membiayai operasinya dalam menjaga likuiditas perusahaan. Oleh karenanya maka modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasinya perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya, yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar di atas utang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja neto (net working capital).
11
3. Konsep Fungsionil Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan adalah dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada sebagian dana yang digunakan dalam suatu periode accounting tertentu yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan bagi periode tersebut (current income) dan ada sebagian dana lain yang juga digunakan selama periode tersebut tetapi tidak seluruhnya digunakan untuk menghasilkan “current income”. Dana yang tidak menghasilkan current income, atau kalau menghasilkan current income adalah tidak sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan disebut bukan modal kerja (non working capital)” (h. 57-58). Menurut Ahmad (2002), ”Berdasarkan pengertian fungsional, dana untuk menghasilkan pendapatan tahun berjalan (current income) dan sebaliknya income yang akan datang (future income), atau sesuai dengan maksud utama mendirikan perusahaan. Misalnya dana yang diperoleh dari pendapatan dividen saham, karena perusahaan didirikan dengan tujuan untuk menyalurkan pupuk dan bukan perusahaan investasi dalam surat berharga. Maka dana tersebut (pendapatan dari saham), digolongkan sebagai modal kerja potensial” (h. 2-3). Selain itu bagian dari piutang yang merupakan keuntungan juga digolongkan sebagai modal kerja potensial (potential working capital)”.
12
II.1.5 Jenis-jenis Modal Kerja Menurut Sawir (2001), berdasarkan pendapat W.B. Taylor, “Jenis-jenis modal kerja yaitu : 1. Modal kerja permanen Yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen dapat dibedakan lagi dalam : a. Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. b. Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal dalam artian yang dinamis. Apabila suatu perusahaan misalnya selama 4 atau 5 bulan rata-rata per bulannya mempunyai produksi 1.000 unit. Apabila kemudian ternyata bahwa selama 4 atau 5 bulan berikutnya luas produksi rata-rata naik menjadi 2.000 unit mama luas produksi normal adalah 2000 unit 2. Modal kerja variabel Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, dan modal kerja ini dibedakan antara : a. Modal kerja musiman Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. b. Modal kerja siklis Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. 13
c. Modal kerja darurat Yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya“ (h. 132).
Jenis-jenis modal kerja tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : :
Gambar 2.2 Jenis-jenis modal kerja
II.1.6 Kebaikan dan Keterbatasan Modal Kerja Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bila modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga terjadilah idle fund. Padahal dana itu sendiri sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba. Tetapi bila modal kerja terlalu kecil atau kurang, maka perusahaan akan kurang mampu memenuhi permintaan langganan seperti membeli bahan mentah, membayar gaji pegawai dan upah buruh ataupun kewajiban-kewajiban lainnya yang segera harus dilunasi.
14
Bila modal kerja cukup, akan dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi perusahaan, seperti : a. Melindungi kemungkinan terjadinya krisis keuangan guna membenahi modal kerja yang diperlukan. b. Merencanakan dan mengawasi rencana perusahaan menjadi rencana keuangan didalam jangka pendek. c. Menilai kecepatan perputaran modal kerja dalam arti yang menyeluruh. d. Membayar atau memenuhi kewajiban jangka pendek sesuai dengan jatuh tempo. e. Memperoleh kredit sebagai sumber dana dan guna memperbesar pemenuhan kebutuhan kekayaan aktiva lancar. f. Memberikan pedoman yang baik sehingga tidak terdapat keraguan manajemen guna memperoleh efisiensi yang baik. Namun modal kerja juga memiliki beberapa keterbatasan yaitu : a. Kelebihan atas modal kerja mengakibatkan kemampuan laba menurun sebagai akibat lambatnya perputaran dana perusahan. b. Menimbulkan kesan bahwa manajemen tidak mampu mengunakan modal kerja secara efisien. c. Kalau Modal kerja tersebut dipinjam dari bank maka perusahaan mengalami resiko dalam membayar bunga.
II.2 Kebijakan modal kerja II.2.1 Kebijakan Investasi Aktiva Lancar Menurut Brigham dan Houston (2006), ”Kebijakan investasi aktiva lancar alternatif terdiri dari : 15
a. Kebijakan investasi aktiva lancar longgar Suatu kebijakan di mana jumlah kas, sekuritas, persediaan dan piutang yang dimiliki relatif besar dan penjualan dirangsang oleh kebijakan kredit yang liberal, mengakibatkan adanya tingkat piutang yang tinggi. b. Kebijakan investasi aktiva lancar ketat Suatu kebijakan di mana kepemilikan jumlah kas, sekuritas, persediaan dan piutang diminimalkan. c. Kebijakan investasi aktiva lancar sedang Suatu kebijakan yang berada di antara kebijakan longgar dan ketat” (h. 140).
II.2.2 Berbagai Pendekatan Dalam Menentukan Komposisi Pembelanjaaan Perusahaan (Kebijakan Pendanaan Aktiva Lancar) Menurut Ahmad (2002), ”Ada beberapa cara yang dapat dipergunakan dalam menentukan komposisi pembelanjaan perusahaan, namun terdapat tiga pendekatan utama, yaitu: a. Pendekatan agresif Menurut konsep pendekatan agresif, kebutuhan modal jangka pendek harus dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedangkan kebutuhan-kebutuhan jangka panjang harus dibiayai dengan pinjaman atau modal jangka panjang pula, tetapi sebagian dari aktiva lancar permanennya dibiayai dengan kredit jangka pendek. Ditambahkan menurut Lukman Syamsuddin (2004), ”dengan demikian kebutuhan yang bervariasi dari waktu ke waktu (kebutuhan variabel) akan dibiayai dengan sumber modal jangka pendek dan kebutuhan yang berifat permanen akan dibiayai dengan modal jangka panjang” (h.217-218). 16
Kebijaksanaan modal kerja agresif dapat digambarkan sebagai berikut : Rp
Fluktuasi Aktiva Lancar Sumber Dana Jangka Pendek
MK Permanen Aktiva Tetap
Sumber Jangka Panjang
Waktu
Gambar 2.3 Kebijaksanaan modal kerja agresif
b. Pendekatan konservatif Pendekatan yang konservatif mengatakan bahwa seluruh proyeksi kebutuhan modal perusahaan harus dibiayai dengan modal jangka panjang sedangkan modal jangka pendek akan dipergunakan hanya apabila timbul keadaan darurat atau karena adanya arus kas keluar (cash outflow) yang tidak terduga-duga sebelumnya. Cukup sulit untuk dibayangkan bagaimana caranya mengimplementasikan pendekatan ini karena sumber-sumber pembelanjaan jangka pendek seperti misalnya utang dagang dan accruals adalah suatu hal yang normal yang sulit untuk dihindarkan dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan sehari-hari.
17
Kebijaksanaan modal kerja konservatif dapat digambarkan sebagai berikut : Rp Permodalan Jangka Pendek Fluktuasi Aktiva Lancar Surat Berharga
Sumber Jangka Panjang
MK Permanen Aktiva Tetap
Waktu
Gambar 2.4 Kebijaksanaan modal kerja konservatif
c. Pendekatan moderat Dalam pendekatan ini, perusahaan berusaha mempertemukan masa jatuh tempo antara harta dan kewajiban dengan setepat-tepatnya. Jika harta permanen bertambah, maka akan dibiayai dengan modal sendiri dan utang jangka panjang juga bagian permanen dari kewajiban lancar yang spontan” (h. 16-18).
18
Kebijaksanaan modal kerja moderat dapat digambarkan sebagai berikut : Rp Fluktuasi Aktiva Lancar
Sumber Dana Jangka Pendek
MK Permanen
Sumber Jangka Panjang
Aktiva Tetap
Waktu
Gambar 2.5 Kebijaksanaan modal kerja moderat
Berikut ini disajikan contoh ketiga kebijakan modal kerja dan dampaknya terhadap tigkat pengembalian modal sendiri (Retun on Equity atau ROE) :
Perusahaan Jaya sedang mencoba menetapkan tingkat aktiva lancar yang optimal tahun mendatang. Aktiva tetap Rp 600.000, utang / aktiva tetap 50%, suku bunga 10%.
Kebijaksanaan aktiva lancar ada tiga, yaitu masing-masing 40%, 50% dan 60% dari proyeksi penjualan. EBIT diperkirakan 15% dari penjualan sebesar Rp 3 juta, tarif pajak 40%.
19
Tabel 2.1 Kebijakan Modal Kerja Items Harta lancar Harta tetap
Agresif 1,200 600
Moderat 1,500 600
Total harta
1,800
2,100
2,400
900 900
1.050 1.050
1.200 1.200
1,800
2,100
2,400
Utang Modal sendiri Total Utang dan Modal Rugi-Laba Perusahaan ABC Penjualan EBIT (15% x penjualan) Bunga (10% x utang)
Konservatif 1,800 600
3,000 450 90
3,000 450 105
3,000 450 120
Laba sebelum pajak Pajak 40%
360 144
345 138
330 132
Laba bersih (EAT)
216
207
198
19.7%
16.5%
ROE = EAT / Equity
24.0%
Maka ROE (tingkat pengembalian atas modal sendiri) masing-masing alternatif yaitu 24.0% (agresif), 19.7% (moderat) serta 16.5% (konservatif). Dapat disimpulakan bahwa alternatif kebijaksanaan agresif memiliki ROE yang lebih tinggi dibanding alternatif kebijaksanaan lainnya. Namun pada bab 4 (pembahasan) penulis hanya membatasi pada kebijkan agresif.
II.3 Kebutuhan Modal Kerja II.3.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Kebutuhan Modal Kerja Menurut Munawir (2004), ”Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kebutuhan modal kerja : 1. Sifat atau type perusahaan 20
Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relatif akan lebih rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industri, karena untuk perusahaan jasa, misalnya perusahaan listrik, perusahaan air minum, Perusahaan Bioskop dan Perusahaan-perusahaan jasa yang bergerak dalam bidang perhubungan, baik darat, laut maupun udara tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang tunai untuk membayar pegawainya maupun untuk membiayai operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau penerimaanpenerimaan saat itu juga, sedang piutang biasanya dapat ditagih dalam waktu yang relatif pendek, bahkan untuk perusahaan jasa tertentu penerimaan uang justru lebih dahulu daripada pemberian jasanya (misalnya : seseorang yang akan naik kereta api tentu harus membeli karcis terlebih dahulu). Sifat dari perusahaan jasa biasanya memiliki atau harus menginvestasikan modal-modalnya sebagian besar pada aktiva tetap atau plant and equipment yang digunakan untuk memberikan pelayanan atau jasanya kepada masyarakat. Apabila dibandingkan dengan perusahaan industri, maka keadaannya sangatlah ekstrem karena perusahaan industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaannya tidak mengalami kesulitan di dalam operasinya sehari-hari. Oleh karena itu apabila dibandingkan dengan perusahaan jasa, perusahaan industri membutuhkan modal kerja yang lebih besar, bahkan di antara perusahaan industri sendiri kebutuhan akan modal kerjanya pun tidak sama, perusahaan yang memprodusir barang akan membutuhkan modal kerja yang lebih besar daripada perusahaan perdagangan atau perusahaan eceran, karena perusahaan yang memprodusir barang harus mengadakan investasi yang relatif besar dalam bahan baku, barang dalam proses dan persediaan barang jadi. 21
2. Waktu yang dibutuhkan untuk memprodusir atau memperoleh barang yang akan dijual serta harga persatuan dari barang tersebut akan menimbulkan terikatnya modal kerja Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun bahan dasar yang akan diprodusir sampai barang tersebut dijual. Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memprodusir atau memperoleh barang tersebut makin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Di samping itu harga pokok per satuan barang juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan, semakin besar harga pokok per satuan barang yang dijual akan semakin besar pula kebutuhanakan modal kerja. Misalnya perusahaan kapal terbang dibandingkan dengan perusahaan meubel atau perabot rumah tangga maka modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan kapal terbang akan jauh lebih besar karena di samping membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan sebuah kapal terbang juga harga pokok dari sebuah kapal terbang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok sebuah meubel. 3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan Syarat pembelian barang dagangan atau barang dagangan atau bahan dasar yang akan digunakan untuk memprodusir barang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, makin sedikit uang yang harus diinvestasikan dalam persediaan bahan ataupun barang dagangan, sebaliknya bila pembayaran atas bahan atau barang yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam
22
jangka waktu yang pendek maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula. 4. Syarat penjualan Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang. Untuk memperendah dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang tak dapat ditagih, sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli, karena dengan demikian para pembeli akan tertarik untuk segera membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut. 5. Tingkat perputaran persediaan Tingkat perputaran persediaan (inventory turnover), menunjukkan berapa kali persediaan tersebut diganti dalam arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat perputaran akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut“ (h. 117-119).“
23
II.3.2 Penentuan Kebutuhan Modal Kerja Menentukan seberapa besar kebutuhan modal kerja suatu perusahaan merupakan masalah yang cukup penting dalam pengelolaan modal kerja, karena apabila modal kerja perusahaan terlalu besar berarti ada sebagian dana yang menganggur dan ini akan menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Namun bila modal kerja terlalu kecil maka akan ada resiko proses produksi perusahaan kemungkinan besar akan terganggu. Oleh sebab itu perlu ditentukan berapa besar kebutuhan modal kerja suatu perusahaan. Untuk menetukan besarnya modal kerja, bisa digunakan beberapa metode penentuan besarnya modal kerja, yaitu : a. Metode keterikatan dana Metode ini digunakan jika usaha baru dimulai, dengan demikian pengalaman dari pengelola atau tentunya sangat dominan dipengaruhi keadaan internal perusahaan yang mengikuti perkembangan kegiatan sehari-hari dalam jangka waktu lama. Untuk menentukan kebutuhan modal kerja dengan menggunakan metode ini, maka perlu diketahui dua faktor yang mempengaruhi yaitu :
Periode terikatnya modal kerja Menurut Sutrisno (2007), ”Periode terikatnya modal kerja adalah jangka waktu yang diperlukan mulai kas ditanamkan ke dalam elemen-elemen modal kerja sampai menjadi kas lagi. Semakin lama periode terikatnya modal kerja akan semakin memperbesar jumlah kebutuhan modal kerja, demikian sebaliknya bila periode terikatnya modal kerja semakin kecil kebutuhan modal kerja juga semakin kecil. Periode terikatnya modal kerja pada perusahaan perdagangan biasanya lebih rendah dibanding perusahaan industri. Pada perusahaan dagang periode terikatnya danan dimulai dari kas dibelikan barang dagangan yang 24
kemudian di jual (misalkan dengan kredit) akan menjadi piutang dan setelah piutang terbayar, maka akan menjadi kas lagi. Lamanya barang dagangan terjual dan lamanya piutang tertagih tersebut merupakan periode terikatnya modal kerja. Periode terikatnya modal kerja pada perusahaan perdagangan bisa digambarkan sebagai berikut:
Kas
Barang Dagangan Pembelian Tunai
Penjualan Kredit
Piutang
Gambar 2.6 Siklus usaha dagang
Sedangkan pada perusahaan industri, periode terikatnya modal kerja dimulai dari kas dibelikan bahan baku yang kemudian diproses ke dalam proses produksi sehingga menjadi barang jadi, barang jadi dijual akan menjadi piutang dagang dan bila piutang telah di bayar akan menjadi kas lagi. Masing-masing elemen modal kerja tersebut terikatnya membutuhkan waktu beberapa lama” (h. 46). Periode terikatnya modal kerja pada perusahaan industri bisa digambarkan sebagai berikut:
25
Kas
Bahan Mentah
Barang setengah Jadi
Pembelian Penjualan Pembayaran Upah dan Overhead
Tunai
Kredit
Piutang
Barang Jadi
Gambar 2.7 Siklus usaha industri
Periode terikatnya modal kerja dapat dihitung dengan rumus : Periode terikatnya modal kerja
= Jumlah hari dalam setahun Perputaran modal kerja
Perputaran modal kerja dapat dihitung dengan rumus : Perputaran modal kerja
=
Total Penjualan Net Working Capital atau Gross Working Capital
Kebutuhan kas rata-rata per hari. Kebutuhan kas rata-rata per hari merupakan pengeluaran rata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian bahan baku, bahan penolong, pembayaran upah tenaga kerja, biaya tak langsung, pembayaran biaya umum, administrasi dan pemasaran serta pembayaran-pembayaran tunai lainnya.
Menurut Husnan (2006), arus kas masuk bersih adalah selisih antara kas masuk dan kas keluar atau laba setelah pajak ditambah penyusutan, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam contoh perhitungan berikut ini :
26
Keterangan Penjualan Biaya-biaya yang sifatnya tunai Penyusutan Laba operasi Pajak (tarif 30%) Laba setelah pajak
Rp. 2.000 juta Rp. 1.000 juta Rp. 500 juta Rp. 500 juta Rp. 150 juta Rp. 350 juta
Penjelasan Kas masuk Kas keluar
Rp. 2.000 juta Rp. 1.000 juta
Kas keluar Kas masuk bersih
Rp. 150 juta Rp. 850 juta
Berdasarkan contoh tersebut pengeluaran kas dapat dihitung dengan rumus : Kas keluar
= Kas masuk - Kas masuk bersih
Kas keluar
= Penjualan - Laba bersih – Penyusutan
Oleh karena itu, pengeluaran kas per hari dapat dihitung dengan rumus : Pengeluaran kas per hari
= Penjualan - Laba bersih – Penyusutan Jumlah hari dalam setahun
Contoh perhitungan kebutuhan modal kerja dengan metode keterikatan dana : Pada tahun depan PT. Sukses mempunyai rencana untuk memproduksi barang jadi 6.000 unit sebulan. Untuk membuat satu unit barang jadi tersebut dibutuhkan 3 kg bahan baku dengan harga Rp. 1.250,- per kg. Bahan baku tersebut sebelum diproses rata-rata disimpan di gudang selama 12 hari. Lamanya proses produksi 5 hari. Setelah menjadi produk selesai, biasanya akan tersimpan selama 16 hari sebelum terjual. Rata-rata piutang tertagih selama 40 hari. Upah langsung per unit barang jadi sebesar Rp. 2.000,-. Biaya pemasaran tunai sebulan sebesar Rp. 13.200.000,-, biaya administrasi & umum sebulan Rp. 9.600.000,- dan kas minimal ditentukan sebesar Rp. 3.000.000,-. Jadi, periode terikatnya modal kerja :
Lamanya bahan baku disimpan
Lamanya proses produksi
5 hari
Lamanya barang jadi disimpan
16 hari
Lamanya piutang tertagih
40 hari Jumlah
12 hari
73 hari 27
Kebutuhan kas per hari :
Pembelian bahan baku = (6.000 : 30) x 3 kg x Rp. 1.250
= Rp. 750.000,-
Pembayaran upah langsung = (6.000 : 30) x Rp. 2.000
= Rp. 400.000,-
Pembayaran biaya pemasaran = Rp. 13.200.000 : 30
= Rp. 440.000,-
Pembayaran biaya administrasi & umum = Rp. 9.600.000 : 30 = Rp. 320.000,Jumlah
Rp.1.910.000,-
Dengan demikian jumlah modal kerja yang dibutuhkan adalah : = 73 x Rp. 1.910.000,- + Rp. 3.000.000,- = Rp. 142.430.000,-
b. Metode perputaran modal kerja Dengan metode ini besarnya modal kerja ditentukan dengan cara menghitung perputaran elemen-elemen pembentuk modal kerja seperti perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan. Penentuan kebutuhan modal kerja dengan metode perputaran modal kerja dapat dihitung dengan rumus : WCTO =
Total Penjualan Net Working Capital atau Gross Working Capital
Rumus kecepatan dan hari perputaran modal kerja : Tabel 2.2 Rumus kecepatan dan hari perputaran modal kerja No. Komponen Modal Kerja 1. Kas
Kecepatan Perputaran Penjualan = a kali Rata-Rata kas
2.
Piutang
Penjualan
a = b kali
Rata-Rata piutang 3.
Persediaan
Penjualan Rata-Rata persediaan
Hari Perputaran 360 = x hari
360
= y hari
b = c kali
360
= z hari
c 28
4.
Utang Dagang
Penjualan
= d kali 360
Rata-Rata utang dagang 5.
Utang Bank
Penjualan
= e kali
Rata-Rata utang bank 6.
Utang Wesel
Penjualan
= p hari
d 360
= q hari
e = f kali
Rata-Rata utang wesel
360
= r hari
f
Contoh perhitungan kebutuhan modal kerja dengan metode perputaran modal kerja : PT. Jaya mempunyai laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba sebagai berikut : Tabel 2.3 Neraca PT. Jaya PT. Jaya Neraca (Jutaan Rupiah) Aktiva Kas Piutang Persediaan Aktiva Lancar Tanah Bangunan Mesin Aktiva Tetap Total Aktiva
2006 185 770 920 1.875 2.150 1.025 1.000 4.175 6.050
2007 215 830 1.000 2.045 2.500 1.025 1.100 4.625 6.670
Pasiva Utang Dagang Utang Bank Utang Wesel Utang Lancar Utang Jk Panjang Modal Saham Laba Ditahan Utang & Modal Total Pasiva
2006 550 175 350 1.075 1.800 1.900 1.275 4.975 6.050
2007 485 250 365 1.100 1.900 2.000 1.670 5.570 6.670
PT. Jaya Laporan Rugi-Laba 2007 (Jutaan Rupiah)
Penjualan Harga pokok Penjualan Laba Kotor Biaya Operasi Laba Operasi Bunga Laba Sebelum Pajak Pajak Laba Setelah Pajak
Rp. 24.000,Rp. 17.000,Rp. 7.000,Rp. 2.500,Rp. 4.500,Rp. 1.500,Rp. 3.000,Rp. 900,Rp. 2.100,29
Dari contoh diatas kita hitung tingkat perputaran masing-masing elemen modal kerja. Perputaran elemen modal kerja : Penjualan
Perputaran kas
=
24.000 =
Rata-Rata kas
200 = 120 kali
Penjualan
Perputaran piutang
=
24.000 =
Rata-Rata Piutang
800 = 30 kali
Penjualan
Perputaran persediaan =
24.000 =
Rata-Rata Persediaan
960 = 25 kali
Penjualan
Perputaran ut. dagang =
= Rata-Rata ut. dagang Penjualan
Perputaran ut. bank = Rata-Rata ut. bank Penjualan
24.000
Perputaran ut. wesel = Rata-Rata ut. wesel
517,5 = 46,4 kali 24.000 = 212,5 = 112,9 kali 24.000 = 357,5 = 67,1 kali
Setelah perputaran elemen modal kerja ditemukan kemudian dihitung periode terikatnya elemen modal kerja, dan hasilnya dijumlahkan menjadi periode terikatnya modal kerja : Kas
= 360 : 120
=
3 hari
Piutang
= 360 : 30
=
12 hari
Persediaan
= 360 : 25
= 14,4 hari
Utang dagang = 360 : 46,4
= (7,8 hari)
Utang bank
= 360 : 112,9 =
Utang wesel
= 360 : 67,1 Jumlah
(3,2 hari)
= (5,4 hari) 13 hari 30
Maka periode terikatnya semua elemen modal kerja adalah sebesar 29,4 hari, atau perputaran elemen modal kerja sebesar 360 : 13 = 27,7 kali. Apabila pada tahun 2000 diperkirakan akan mampu menjual sebanyak Rp. 30.000.000.000,- maka kebutuhan modal kerja adalah sebesar : Rp. 30.000.000.000,- : 27,7 = Rp. 1.083.000.000,-
II.4 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja II.4.1 Sumber-sumber Modal Kerja Menurut Munawir (2004), “Sumber modal kerja suatu perusahaan dapat berasal dari: a. Hasil operasi perusahaan, adalah jumlah net income yang nampak dalam laporan perhitungan rugi laba ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan. Jadi jumlah modal kerja berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan menganalisa laporan perhitungan rugi laba perusahaan tersebut. Dengan adanya keuntungan atau laba dari usaha perusahaan, dan apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan maka laba tersebut akan menambah modal perusahaan bersangkutan. b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek) Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek (marketable securities atau efek) adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga berubah menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber untuk bertambahnya modal kerja, 31
sebaliknya apabila dalam penjualan tersebut terjadi kerugian maka akan menyebabkan berkurangnya modal kerja. Apabila surat berharga atau investasi jangka pendek itu dijual dengan harga jual yang sama dengan harga perolehannnya (tanpa laba maupun rugi), maka penjualan (modal kerja tidak bertambah maupun berkurang). Di dalam menganalisa sumbersumber modal kerja maka sumber yang berasal dari keuntungan penjualan suratsurat berharga harus dipisahkan dengan modal kerja yang berasal dari hasil usaha pokok perusahaan. c. Penjualan aktiva tidak lancar Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar hasil penjualan tersebut. Apabila dari hasil penjualan aktiva tetap atau aktiva tidak lancar lainnya ini tidak segera digunakan untuk mengganti aktiva yang bersangkutan, akan menyebabkan keadaan aktiva lancar sedemikian besarnya sehinnga meebihi jumlah modal kerja yang dibutuhkan (adanya modal kerja yang berlebih-lebihan). d. Penjualan saham dan obligasi Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya, di samping itu perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk utang jangka penjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya.
32
Penjualan obligasi ini mempunyai konsekuensi bahwa perusahaan harus membayar bunga tetap, oleh karena itu dalam mengeluarkan utang dalam bentuk obligasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Penjualan obligasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan (terlalu besar) di samping menimbulkan beban bunga yang besar, juga akan mengakibatkan keadaan aktiva lancar yang besar sehingga melebihi jumlah modal kerja yang dibutuhkan. Di samping keempat sumber tersebut di atas masih ada lagi sumber lain yang dpat diperoleh oleh perusahaan untuk menambah aktiva lancarnya (walaupun dengan bertambahnya aktiva lancar itu tidak mengakibatkan bertambahnya modal kerja) misalnya dari pinjaman / kredit dari bank dan pinjaman-pinjaman jangka pendek lainnya serta utang dagang yang diperoleh dari para penjual (supplier) di sini bertambahnya aktiva lancar diimbangi dengan bertambahnya utang lancar, sehingga modal kerja (dalam arti net working capital) tidak berubah. Dari uraian tentang sumber-sumber modal kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa modal kerja akan bertambah apabila : 1. Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan. 2. Adanya pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses depresiasi. 3. Penambahan utang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi, hipotek atau utang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar.
33
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa modal kerja akan bertambah apabila aktiva lancar bertambah yang diimbangi dengan perubahan dalam sektor atau pos (non current account), dan dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :
HUTANG LANCAR
AKTIVA LANCAR
MODAL KERJA
+
HUTANG JANGKA PANJANG
+
(3)
(1)
(1)
(2)
AKTIVA TETAP
-
MODAL SENDIRI
Gambar 2.8 Sumber-sumber modal kerja
II.4.2 Penggunaan Modal Kerja Pemakaian atau penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya jumlah modal kerja yang 34
dimiliki oleh perusahaan. Misalnya penggunaan aktiva lancar untuk melunasi atau membayar hutang lancar, maka penggunaan aktiva lancar ini tidak mengakibatkan penurunan jumlah modal kerja karena penurunan jumlah modal kerja karena penurunan aktiva lancar tersebut diikuti atau diimbangi dengan penurunan hutang lancar dalam jumlah yang sama. Penggunaan-penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan turunnya modal kerja adalah sebagai berikut : a. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan, meliputi pembayaran upah, gaji, pembelian bahan atau barang dagangan, supplier kantor dan pembayaran biaya-biaya lainnya. Pembayaran biaya operasi ini akan mengakibatkan terjadinya penjualan atau penghasilan perusahaan yang bersangkutan. Penggunaan aktiva lancar untuk pembayaran biaya operasi ini baru merupakan penggunaan modal kerja kalau jumlah biaya suatu periode lebih besar daripada jumlah penghasilannya (timbul kerugian). Besarnya penggunaan modal kerja untuk biaya operasi ini akan dapat ditentukan dengan menganalisis laporan perhitungan rugi-laba perusahaan tersebut, yaitu jumlah kerugian netto yang tampak dalam laporan perhitungan rugi-laba dikurangi dengan jumlah depresiasi dan amortisasi periode tersebut. b. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya penjualan surat berharga atau efek, maupun kerugian yang insidentil lainnya. Penggunaan modal kerja karena kerugian yang diluar usaha pokok perusahaan harus dilaporkan tersendiri dalam laporan Perubahan Modal Kerja. Hal ini dimaksudkan agar laporan itu lebih informatif bagi para pembacanya. Adapun kerugian baik yang rutin maupun yang insidentil akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya modal perusahaan. 35
c. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-tujuan tertentu dalam jangka panjang, misalnya Dana Pelunasan Obligasi, Dana Pensiun Pegawai, Dana expansi ataupun dana-dana lainnya. Adanya pembentukan dana ini berarti adanya perubahan bentuk aktiva dari aktiva lancar menjadi aktiva tetap. d. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang atau aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar atau timbulnya hutang lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja. e. Pembayaraan hutang-hutang jangka panjang yang meliputi hutang hipotik, hutang obligasi maupun bentuk hutang jangka panjang lainnya, serta penarikan kembali (untuk sementara maupun untuk seterusnya) saham perusahaan yang beredar atau adanya penurunan hutang jangka panjang diimbangi berkurangnya aktiva lancar. f. Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadinya (prive) atau adanya pengambilan bagian keuntungan oleh pemilik dalam perusahaan perseorangan dan persekutuan atau adanya pembayaran dividen dalam perseroan terbatas. Dengan kata lain adanya penurunan sektor modal yang diimbangi dengan berkurangnya aktiva lancar atau bertambahnya hutang lancar dalam jumlah yang sama. Penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan berkurangnya modal kerja dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :
36
HUTANG LANCAR
AKTIVA LANCAR
MODAL KERJA
(c)
HUTANG JANGKA PANJANG
-
(d)
+ (a) (e)
AKTIVA TETAP
(f)
MODAL SENDIRI
Gambar 2.9 Penggunaan modal kerja
Selain penggunaan aktiva lancar yang mengakibatkan berkurangnya modal kerja tersebut, ada pula pemakaian aktiva lancar yang tidak merubah jumlahnya baik jumlah modal kerjanya maupun jumlah aktiva lancarnya itu sendiri, yaitu pemakaian atau penggunaan modal kerja/aktiva lancar yang hanya menyebabkan atau mengakibatkan berubahnya bentuk aktiva lancar (modal kerja tidak berkurang), misalnya : 1. Pembelian efek (marketable securities) secara tunai. 2. Pembelian barang dagangan atau bahan-bahan lainnya secara tunai. 3. Perubahan suatu bentuk piutang ke bentuk piutang yang lain, misalnya dari piutang dagang (account receivable) menjadi piutang wesel (notes receivable)” (h. 120-128). 37
II.5 Rasio Terkait Modal Kerja •
Ratio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian financial jangka pendek yang berupa hutang-hutang jangka pendek. Adapun yang tergabung dalam rasio ini adalah : a. Current Ratio ( Rasio Lancar) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. Current Ratio dapat dihitung dengan rumus : Current Ratio =
Aktiva Lancar Hutang Lancar
b. Quick Ratio ( Rasio Cepat ) Merupakan rasio yang digunaka untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid. Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus yaitu : Quick Ratio
=
Aktiva Lancar – Persediaan Hutang Lancar
•
Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas menunjukkan seberapa efektif perusahaan dalam menggunakan sumbersumber dana yang yang ada dalam perusahaan. Rasio ini menyangkut sebagai investasi dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Investasi yang terlalu besar akan mengakibatkan rasio aktivitas semakin rendah. Ini berarti dana yang tertanam akan lebih lambat
38
perputarannya atau dengan kata lain penggunaan dana kurang efektif. Rasio-rasio yang termasuk dalam rasio aktivitas adalah : a. Rasio Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turn Over) Rasio ini menggambarkan beberapa kali dana yang tertanam keseluruhannya aktiva berputar dalam satu periode tertentu atau bagaimana kemampuan modal yang ditanamkan dalam seluruh aktiva untuk menghasilkan pendapatan. Rasio perputaran total aktiva ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Total Assets Turn Over =
Penjualan Total Aktiva
b. Rasio Perputaran Piutang (Receivable Turn Over) Semakin tinggi tingkat perputaran piutang berarti semakin cepat dana yang diinvestasikan pada piuatng dagang dapat ditagih menjadi uang tunai atau menunjukkan modal kerja yang ditanam dalam piutang rendah. Sebaliknya jika tingkat perputaran piutang rendah berartti piutang dagang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat ditagih dalam bentuk uang tunai atau menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang besar. Perputaran piutang dapat dihitung dengan rumus : Receivable Turn Over =
Penjualan Piutang rata-rata
c. Rasio rata-rata Waktu Penagihan Piutang (Average Collection Period) Rasio ini menunjukkan periode rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang, yang dirumuskan sebagai berikut : Average Collection Period = Piutang rata-rata x 360 Penjualan
39
d. Rasio perputaran persediaan (Inventory Turn Over) Perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan barang berputar selama satu periode tertentu, tingkat perputaran persediaan ini dihitung dengan membagi penjualan dengan persediaan rata-rata, atau dengan rumus : Inventory Turn Over =
Penjualan Persediaan rata-rata
e. Rasio perputaran aktiva tetap (Fixed Assets Turn Over) Fixed Assets Turn Over =
Penjualan Aktiva tetap
f. Rasio perputaran aktiva lancar (Current Assets Turn Over) Current Assets Turn Over = Penjualan Aktiva lancar
40