24
BAB II LANDASAN TEORI
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM, karena kualitas karakter bangsa menetukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk sejak usia dini. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian diusia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan social dimasa dewasanya kelak.1 A. Pendidikan Karakter Anak 1. Pengertian Pendidikan Karakter Anak Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan hal atau cara. Dalam bahasa Yunani, pendidikan dikenal dengan istilah paedagogik , yang merupakan bentuk jamak dari “paes” yang berarti anak dan kata “ago” yang berarti aku membimbing anak2. Abu Ahmadi menyatakan bahwa arti dari pendidikan adalah pengaruh, bantuan tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik.3 Pendidikan dalam bahasa inggris dikenal
1
Masnur Muslich, Pedidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) hlm. 35. 2 Daryanto,S.S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Apollo, 1998), hlm. 56. 3 Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 71.
24
25
dengan istilah “education” yang berasal dari bahasa latin “educate” yang berarti memasukkan sesuatu.4 Pendidikan
adalah
salah
satu
sarana
terpenting
dalam
pengembangan sumber daya manusia dan penanaman nilai-nilai kemusiaan yang pada gilirannya akan menciptakan masyarakat yang beradab dan berperadaban.5 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses dan pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan proses mendidik dan cara mendidik.6 Pendidikan dalam Ensiklopedia Indonesia, diartikan sebagai proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan ke kecerahan pengetahuan dalam arti luas. Pendidikan baik yang formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri tentang dunia dimana mereka hidup.7 Sedangkan
karakter
adalah
kualitas
atau
kekuatan
mental/moral/akhlak/budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak serta yang membedakan
4
Hasan Langgulung, Azaz-azaz Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1992), hlm. 4. Wan Mohd Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam SMAN Al Attas, Terjemah Hamid Fahmi, dkk. (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 23. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1998), hlm. 204. 7 Hasan Shadily (dir), Ensiklopedia Indonesia (Jakarta: Ichtian Baru Van Hoeven & El Sevier Publishing Project Jilid 5), hlm: 2627. 5
26
dengan individu lain.8 Secara makna, karakter ditemukan dalam bahasa Yunani “kasasso” yang berarti “ cetak biru”, format dasar.9 Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Dalam bahasa Inggris, Character bermakna hamir sama dengan Indonesia, dituliskan bahwa karakter ialah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain.10 Menurut Al Wisol, karakter diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar dalah, baik buruk, berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktivitas individu. Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behavior),
motivasi (motivation) dan ketrampilan (skill). Karakter
meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik kapasitas intelektual, seperti berpikir kritis dan alasan moral perilaku seperti jujur dan bertaqwa, bertanggung jawab mempertahankan prinsipprinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan kecakapan interpersonal
8
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm. 13. 9 Muh. Badiran, Praktik Etika Pendidikan di Seluruh NKRI (Bandung: PT. Alfabeta, 2011), hlm. 152. 10 Tuhana Taufik Andrianto, Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber (Yogyakarta: Ar Ruz Media, 2011), hlm. 17.
27
dan emosional yang meungkinkan berkontribusi dengan komunitas dan masyarakat. 11 Selanjutnya karakter juga merupakan titian ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan
tanpa
landasan
kesadaran
diri
akan
menyesatkan dan ketrampilan tanpa kesadaran akan menghancurkan. Karakter itu akan membentuk motivasi yang dibentuk dengan metode dan proses bermartabat. Karakter bukan sekedar penampilan lahiriah, melainkan mengungkapkan secara implisit hal-hal yang tersembunyi. Oleh karenanya orang mendefinisikan karakter sebagai siapa anda dalam kegelapan?. Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika serta meliputi aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral.12 Suatu perbuatan dikatakan karakter/akhlak apabila perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri diantaranya: (1) perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadiannya; (2) perbuatan itu dilakukan dengan spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu; (3) perbuatan itu dilakukan tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar; dan; (4) perbuatan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura atau sandiwara. Dari berbagai konsep pendidikan dan karakter diatas, kemudian muncul berbagai pengertian dari pendidikan karakter (character
11
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 27-28. 12 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 27.
28
education). Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan di dunia barat akan pentingnya pendidikan karakter sejak tahun 1990-an oleh Thomas Lickona. Sedangkan di Indonesia sendiri istilah pendidikan karakter diperkenalkan dan mulai populer sejak tahun 2000-an yang ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RJPN) Tahun 2005-2025 yang menempatkan pendidikan karakter sebagai landasan mewujudkan visi pembangunan nasional. 13 Adapun
pendidikan
karakter
menurut
Ratna
Megawangi
(2004;95) “ sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Definisi lain juga dikemukakan oleh Fahry Ghaffar (2011:1) “ sebuah
proses
transformasi
nilai-nilai
kehidupan
untuk
ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.14 Pendidikan karakter sering dinamakan dengan pendidikan budi pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dan hidupnya.
15
Pendidikan
karakter juga dapat diartikan sebagai pendidikan untuk membentuk 13
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2014), hlm. 11. 14 Dharma Kesuma, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 5. 15 Zain El Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai (Bandung : Alfabeta, 2008), hlm. 11.
29
kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik,jujur, bertanggungjawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. 16 2. Tujuan Pendidikan Karakter Dalam Keluarga Sebagai sebuah usaha/upaya yang terencana, pendidikan karakter dalam keluarga pasti memiliki kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Hal itu dapat dimaklumi karena tujuan pendidikan mempunyai kedudukan amat penting. Ahmad D Marimba (1982:45-46), misalnya menyebutkan ada empat fungsi tujuan pendidikan. Pertama, tujuan berfungsi mengakhiri usaha. Pada umumnya usaha akan berakhir apabila tujuan telah tercapai. Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha. Ketiga, tujuan dapat berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan pertama. Keempat, fungsi dari tujuan ialah memberi nilai (sifat) pada usaha itu.17 Dalam hubunganya dengan fungsi keempat dari tujuan pendidikan tersebut, Dharma Kesuma menyatakan bahwa tujuan penting dari pendidikan
karakter
adalah
memfasilitasi
pengetahuan
dan
pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak. Pengetahuan dan pengambangan bukanlah sekedar dogmatisasi nilai kepada peserta didik, tetapi sebuah proses yang membawa peserta
16
Bang Q-Aness, Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an (Bandung: Refika Offset cet. 2, 2009), hlm. 99. 17 Amirullah Syarbini, Op.cit., hlm. 43.
30
didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam keseharian manusia, termasuk bagi anak. 18 Tujuan dari pendidikan karakter sendiri adalah penanaman nilai dalam diri peserta didik dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu dan tujuan jangka panjang tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas immpuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus menerus (on going formation).19 Dalam
hubungannya
dengan
konteks
keluarga,
menurut
Mohammad Mukti (2010:94), tujuan pendidikan karakter mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia anak secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan harapan dan cita-cita orangtua. Jadi, secara khusus pendidikan karakter dalam keluarga adalah membentuk karakter positif atau akhlak terpuji pada diri anak. Sedangkan secara umum, tujuan pendidikan karakter dalam keluarga adalah untuk membina anakanak agar menjadi pribadi yang taat pada Allah dan rasul-Nya, berbakti kepada kedua orang tuanya, bermanfaat untuk masyarakatnya, dan berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Sejalan dengan pandangan di atas, Ali Firdaus (2011:16) menyatakan, hakikat pendidikan karakter dalam keluarga bertujuan 18
Dharma Kesuma, Op.Cit., hlm. 6. Doni Koesoema, Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 135. 19
31
menciptakan anak-anak yang shaleh dan shalehah sesuai dambaan setiap orang tua, yaitu anak-anak yang mampu beribadah dengan benar, hormat dan berbakti pada kedua orang tua, berakhlak mulia kepada sesama, dan dapat mengharumkan keluarga dan masyarakat sekitarnya dengan perilaku dan akhlak terpuji. 20 3. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Anak Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter, baik di
sekolah,
keluarga,
maupun
masyarakat,
pemerintah
telah
mengidentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, budaya dan falsaah bangsa. Nilai –nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter tersebut jika dideskripsikan sebagai berikut : a. Religius Yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain b. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
20
Amirullah Syarbini, Op.cit., hlm. 45.
32
c. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Kerja Keras dan Disiplin Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta
menyelesaikan
tugas
dengan
sebaik-baiknya.
Sedangkantertib adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. e. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. f. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lan dalam menyelesaikan tugas-tugas. g. Demokratis Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan cara kewajiban dirinya dan orang lain. h. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
33
i. Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air Cara
bertinfak
dan
berwawasan
yang
menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cara
berpikir,
bersikap
dan
berbuat
yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, politik, dan bangsa. j. Menghargai Prestasi Sikap
dan
tindakan
yang
mendorong
dirinya
untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. k. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. l. Cinta Damai dan Peduli Lingkungan Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap dan tindakan yang selalu ingin berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memerbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
34
m. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.. n. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, social, dan budaya), maupun negara dan tuhan yang maha esa.21 Sementara itu, menurut Abdullah Gymnastiar, karakter terbagi kepada beberapa kuadran. Ada karakter baik dan buruk. Ada karakter kuat dan lemah. Dari keempat kuadran itu, menghasilkan beberapa kombinasi karakter, yaitu : baik dan lemah (balem); jelek dan lemah (jelem); jelek dan kuat (jeku); dan baik dan kuat (baku). Karakter yang sangat dibutuhkan anak-anak kita saat ini adalah karakter baik dan kuat (baku). Karakter baik dan kuat (baku) itu terdiri dari :
21
a.
Ikhlas;
b.
Jujur;
c.
Tawadhu;
d.
Disiplin;
e.
berani;
Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. xi-xii.
35
f.
Tangguh.22 Dalam perspektif Islam, nilai-nilai karakter yang dikembangkan di
atas sesungguhnya merupakan bagian dari akhlak terpuji (mahmudah) yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Perilaku Rasulullah dalam hidup kesehariannya adalah model karakter seorang muslim yang sebenarnya. Berikut ini beberapa contoh karakter mulia yang harus di internalisasikan dan implementasikan dalam setiap kahidupan muslim, terutama pada anak-anak dalam keluarga, yaitu : a.
Keimanan dan ketakwaan;
b.
Kejujuran;
c.
Disiplin;
d.
Percaya diri;
e.
Tanggung jawab;
f.
Keadilan;
g.
Sopan santun;
h.
Pemaaf;
i.
Sabar; dan
j.
Peduli. Dari berbagai uraian diatas dapat ditegaskan, untuk menyukseskan
pendidikan karakter dalam keluarga, perlu dilakukan identifikasi nilainilai karakter, karena pendidikan karakter tanpa identifikasi
nilai
karakter hanya akan menjadi sebuah perjalanan panjang tanpa ujung. 22
Abdullah Gymnastiar, Membangun Karakter Baik dan Kuat (Bandung: Darut Tauhid, 2013), hlm. 10.
36
Oleh karena itu, keluarga manapun di dunia ini yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan karakter sepatutnya perilaku anak-anak dalam keluarga. Nilai-nilai karakter tersebut bisa bersumber dari ajaran agama, falsafah, dan budaya bangsa, atau norma-norma dan nilai-nilai kearifan local (local wisdom) yang berlaku di masyarakat. Salah satu komponen operasional pendidikan sebagai suatu system adalah materi. Materi pendidikan adalah semua bahan pelajaran (pesan, informasi, pengetahuan dan pengalaman) yang disampaikan kepada peserta didik. Materi pendidikan ini juga disebut dengan istilah kurikulum, karena kurikulum menunjukkan makna pada materi yang disusun secara sistematis guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.23 Materi pendidikan karakter dalam keluarga tidak selayaknya seperti materi pendidikan di sekolah, yang tegas, dimuat dan disusun berdasarkan
kurikulum
yang
telah
ditetapkan.
Sementara
pada
pendidikan informal (keluarga), materi pendidikan karakter yang diajarkan pada umumnya tidak pernah disebut secara eksplisit. Sedangkan materi pendidikan yang diterapkan dalam keluarga diantaranya meliputi : (1) Pendidikan keagamaan, meliputi penerapan dimensi keyakinan (aqidah) yang berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan seseorang kepada tuhannya dan dimensi praktik agama
23
100.
Mahmud dan Tedi Priatna, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Sahifa Press, 2005), hlm.
37
(ibadah) yang menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianut.24 (2) Pendidikan akhlak; (3) Pendidikan sosial. Dalam hal kaitannya dengan pendidikan karakter dalam keluarga,secara garis besar pendidikan akhlak mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena baik buruknya manusia sangat ditentukan oleh akhlak.25 Orang tua harus memperhatikan perkembangan karakter anaknya. Karakter tersebut lebih diutamakan pada praktik berperilaku, bertutur kata yang baik, tidak mengucapkan kata-kata kotor atau kasar, berjalan dengan sopan dan tidak sombong, patuh dan hormat kepada orang tua, menyatakan permisi ketika melintasi orang lain, mau mengucapkan terima kasih jika diberikan atau menerima sesuatu dari orang lain serta dilakukan dengan tangan kanan, tidak ragu untuk meminta maaf jika merasa bersalah pada orang lain, membuang sampah pada tempatnya, ringan tangan untuk menolong orang lain, mau ikut gotong royong bersama masyarakat, dan lain sebagainya. Dalam konteks ini, orang tua harus bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya.26 4. Metode Pendidikan Karakter Anak Dari segi bahasa, metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Dengan demikian, metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk 24
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 293-294. 25 Imam Suraji, Etika dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits (Jakarta: PT. Al Husna Baru, 2006), hlm. 38. 26 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2014), hlm. 58.
38
mencapai tujuan. Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin tertentu.27 Adapula yang berpendapat bahwa metode pada dasarnya jalan untuk mencapai tujuan. Jalan untuk mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai cara menemukan, menguji dan menyusun data yang duperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran.28 Dari pengertian tersebut, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengmbangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan teori atau temuan.Dengan metode serupa itu, ilmu pengetahuan dapat berkembang. 29 Dalam pendidikan karakter, arti metode sebagai jalan untuk menanamkan karakter pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi yang berkarakter..untuk menanamkan karakter pada diri anak ada beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain : a. Metode Internalisasi Adalah suatu upaya memasukkan pengetahuan (knowing) dan keterampilan melaksanakan pengetahuan (doing) kedalam diri seseorang sehingga pengetahuan itu menjadi kepribadiannya (being) dalam kehidupan sehari-hari. Upaya memasukkan pengetahuan (knowing) dan ketrampilan melaksanakan (doing) itu kedalam pribadi itulah yang kita sebut sebagai upaya internalisasi atau personalisasi. 27
Soetari Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode (Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1991), hlm. 85. 28 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1990), hlm. 183. 29 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm. 91.
39
Internalisasi karena memasukkan dari daerah ekstern ke intern, personalisasi karena upaya itu berupa usaha menjadikan pengetahuan dan ketrampilan itu menyatu dengan pribadi (person).30 b. Metode Keteladanan Secara psikologis, anak memang sangat membutuhkan panutan atau contoh dalam keluarga. Sehingga dengan contoh tersebut anak dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebaliknya jika anak tidak memperoleh model atau perilaku yang mencerminkan akhlakul karimah, tentu mereka pun akan melakukan hal-hal yang kurang baik. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan bahwa “Pada dasarnya, seorang anak yang melihat orang tuanya berbuat dusta, tidak mungkin ia belajar jujur. Seorang anak yang melihat orang tuanya berkhianat, tidak mungkin ia belajar amanat. Seorang anak yang melihat orang tuanya mengikuti hawa nasu, tidak mungkin akan belajar keutamaan. Seorang anak yang melihat orang tuanya berkata kasar, tidak mungkin akan belajar bertutur manis. Seorang anak yang melihat orang tuanya marah, tidak aakn mungkin belajar sabar. Dan seorang anak yang melihat orang tuanya bersikap kasar, tidak mungkin ia akan belajar kasih sayang.” 31 Pada fase tumbuh kembang anak dan remaja, model imitasi dan identifikasi sedang dalam pertumbuhan dan akan mencapai puncaknya. Ketika masa kanak-kanak, figur ayah umumnya adalah tokoh yang
30
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 299. 31 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 36.
40
terhebat dalam alam psikologinya. Pada usia sekolah, kedudukan orang tua mendapat saingan dari sosok guru atau pendidik. Ketika seorang meningkat menjadi remaja, tokoh identifikasinya berubah menjadi tokohtokoh selebriti atau public figur terkenal, baik lokal maupun internasional, dan ketika seseorang beranjak dalam usia mahasiswa sudah bisa berpikir logis dan kritis.32 Dari penjelasan diatas dapat ditegaskan bahwa seorang anak akan tumbuh dalam kebaikan dan memiliki karakter yang baik jika ia melihat orang tuanya memberikan teladan yang baik. Sebaliknya, seorang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan memiliki karakter yang buruk, jika ia melihat orang tuanya memberikan teladan yang buruk. c. Metode Pembiasaan Metode ini merupakan salah satu metode yang cukup efektif untuk membina karakter anak . bahkan sebagian besar para pakar pendidikan spakat bahwa metode ini dapat digunakan sebagai upaya pembentukan moral atau karakter anak. Menurut Ahmad Tafsir, pembiasaan sebenarnya berintikan pengamalan. Apa yang dibiasakan? Ya, yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu, uraian tentang pembiasaan selalu menjadi salah satu dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah diketahui. Inti pembiasaan ialah pengulangan. Jika orang tua
32
Rachmat Ramadhana Al-Banjary, Membaca Kepribadian Muslim Seperti Membaca AlQur’an (Yogyakarta: Diva Press, 2008), hlm. 301-303.
41
setiap masuk rumah mengucapkan salam, itu telah diartikan sebagai usaha membiasakan.33 Meminjam dari istilah pepatah Jawa, “witeng tresno jalaran soko kulino.” Apapun pendidikan yang kita peroleh dan dari mana pun ilmu yang selama ini kita dapat, semuanya tiada guna jika tidak terbiasa diimplementasikan. Al Ghazali dalam karyanya Ayyuhal Walad berkata bahwa intisari dari ilmu adalah untuk diamalkan. Artinya, lagi-lagi peran orang tua sebagai lingkungan terdekat sangat mempengaruhi pembiasaan anak-anaknya dalam mengejawantahkan apapun yang telah ia dapat dari luar.34 Dalam pembinaan sikap (karakter), metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif. Jika metode pembiasaan sudah diterapkan dengan baik dalam keluarga, pasti akan lahir anak-anak yang memiliki karakter yang baik dan tidak mustahil karakter mereka pun menjadi teladan bagi orang lain. d. Metode Bermain Para pakar atau ahli perkembangan dan pertumbuhan anak sependapat bahwa tidak selamanya bermain berdampak negatif bagi anak. Bermain merupakan cara yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan
33
anak
sesuai
kompetensinya.
Melalui
bermain,
anak
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 144. 34 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2014), hlm. 88.
42
memperoleh dan memproses informasi mengenai hal-hal baru dan berlatih melalui ketrampilan yang ada. Imam Ghazali berpendapat bahwa bermain bagi anak merupakan sesuatu yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan. Tindakan melarang anak bermain merupakan tindakan keliru, karena dapat memetikan hati anak, mengganggu kecerdasan, dan merusak irama kehidupannya.35 Seto Mulyadi, juga menjelaskan bahwa anak adalah anak, anak bukan manusia dewasa mini, karena itu metode pembelajaran terhadap anak harus disesuaikan dengan perkembangannya. Dunia anak adalah dunia bermain. Pada dasarnya anak senang sekali belajar, asal dilakukan dengan cara-cara bermain yang menyenangkan.36 Seluruh potensi kecerdasan anak akan berkembang optimal apabila disirami suasana penuh kasih sayang dan jauh dari berbagai tindak kekerasan, sehingga anak-anak dapat bermain dengan gembira. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang efektif pada anak dilakukan melalui caracara bermain aktif yang menyenangkan, dan interaksi pedagogis yang mengutamakan sentuhan emosional, bukan teori akademik.
35
Tuhana taufiq Andrianto, Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber (Yogyakarta: Ar Ruz Media, 2011), hlm. 130 36 Amirullah Syarbini, Op.Cit., hlm. 65.
43
e. Metode Cerita Sebagai suatu metode, bercerita mengundang perhatian anak terhadap pendidik sesuai dengan tujuan mendidik. Metode cerita adalah metode mendidik yang bertumpu pada bahasa,baik lisan maupun tulisan. 37 Metode ini disebut juga dengan metode berkisah. Model ini sangat banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Bahkan kisah-kisah dalam Al-Qur’an sudah menjadi kisah-kisah popular dalam dunia pendidikan. Abdurrahman An-Nahlawy berpendapat bahwa metode kisah yang terdapat dalam AlQur’an mempunyai sisi keistimewaan dalam proses pendidikan dan pembinaan manusia. Menurutnya, metode kisah dalam Al-Qur’an berefek positif pada perubahan sikap dan perbaikan niat atau motivasi seseorang. 38 f. Metode Nasihat Metode nasihat merupakan penyampaian kata-kata yang menyentuh hati dan disertai keteladanan. Dengan semikian, metode ini memadukan antara metode ceramah dan keteladanan, namun lebih diarahkan kepada bahasa hati, tetapi bisa pula disampaikan dengan pendekatan rasional. Abudin Nata
menegaskan bahwa Al-Qur’an secara eksplisit
menggunakan nasihat sebagai salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Al-Qur’an berbicara tentang penasihat, yang dinasihati, objek nasihat, situasi nasihat, dan latar belakang nasihat. Karenanya sebagai
37
Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2014), hlm. 69. 38 Ulil Amri Syafri, Pendidikan karakter Berbasis Al-Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 125.
44
suatu metode pengajaran nasihat dapat diakui kebenarannya untu diteapkan sebagai upaya mencapai suatu tujuan.39 Agar nasihat dapat membekas pada diri anak, sbaiknya nasihat bersifat cerita, kisah, perumpaman, menggunakan kata-kata yang baik, dan orang tua memberikan contoh terlebih dahulu sebelum memberikan nasihat. g. Metode Penghargaan dan Hukuman Metode
terakhir
yang
menanamkan pendidikan karakter
dianggap
dapat
membantu
dalam
pada anak adalah metode dengan
penghargaan (reward) dan hukuman (punishment). Kedua metode ini penting untuk dilakukan karena pada dasarnya setiap orang dipastikan membutuhkan
peghargaan
dan
ingin
dihargai.
Dengan
adanya
penghargaan, anak akan lebih termotivasi untuk melakukan perbuatanperbuatan baik, selanjutnya dengan penghargan biasanya anak merasa bangga dan lebih percaya diri.40 Selain penghargaan, metode hukuman juga bisa diterapkan dalam membentuk karakter anak. Setiap orang tua bisa dikata tidak pernah ada yang tidak menghukum anaknya. Dalam batas-batas tertentu, hukuman kepada anak bis menjadi wajib, dan dalam batas-batas tertentu hukuman tidak diperbolehkan. 41
39
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 2001), hlm. 98. Amirullah Syarbini, Op.Cit., hlm. 72. 41 Arini El-Ghaniy, Saat Anak Harus Dihukum (Yogyakarta: Diva Press, 2009), hlm. 51. 40
45
Hukuman dalam pendidikan memiliki pengertian yang luas, mulai dari hukuman ringan sampai pada hukuman berat, sejak kerlingan yang menyerengat sampai pada pukulan yang meyakitkan. Dalam pendidikan islam lebih dikenal dengan metode tarhib,yaitu proses atau metode dalam menyampaikan hukuman, dan tarhib itu sendiri ada sebelum suatu peristiwa terjadi. Sedangkan hukuman adalah wujud dari ancaman yang ada setelah peristiwa itu terjadi.42 Sebenarnya
tidak ada ahli pendidikan
yang menghendaki
digunakannya hukuman dalam pendidikan kecuali bil terpaksa. Hadiah atau penghargaan jauh lebih dipentingkan dari pada hukuman.43 5. Pola Asuh dalam Pendidikan Karakter Seperti
diketahui,bahwa
pendidikan
dapat
dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan non formal. Pendidikan formal biasanya sangat terbatas dalam memberikan pendidikan nilai. Hal ini disebabkan oleh masalah formalitas hubungan antara guru dan siswa. Pendidikan nonformal dalam perkembangannya saat ini tampaknya juga sangasulit memberikan perhatian besar pada pendidikan nilai. Hal ini berhubungan dengan proses transformasi budaya yang sedangterjadi dalam masyarakat kita.
42
Ulil Amri Syafri,Op.Cit., hlm. 119. Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga (Jakarta: PT. Elek Media Komputindo, 2014), hlm. 73. 43
46
Pihak yang masih dapat diharapkan adalah pendidikan informal yang terjadi dalam keluarga.44 Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga.45 Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan atau karakter pada anak, sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua. Pola asuh ini dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan non fisik seperti perhatian, empati, kasih sayang dan sebagainya. Menurut Masnur Muslich, di dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, secara umum, Baumrind mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu : (a) Pola asuh Authoritarium, (b) Pola asuh Authorotative, (c) Pola Asuh permissive.46 Ketiga pola asuh sebagaimana dikutip oleh Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock, juga Hardy & Heyes, yaitu :
44
Masnur Muslich, Pedidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 92-93. 45 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam) (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 24. 46 Masnur Muslich, Loc. cit., hlm. 100.
47
a. Pola asuh otoriter yaitu pola asuh yang membatasi dan menuntut untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Pola ini mempunyai ciri kekuasaan orang tua dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi. Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat. Orang tua menghukum anak jika tidak patuh. b. Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya
pada
rasio
atau
pemikiran-pemikiran.
Pola
ini
memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anakanak, tetapi mereka juga bersikap responsive, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan serta mengikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Ciri dari pola asuh ini yaitu adanya kerjasama antara orang tua dan anak. Anak diakui sebagai pribadi. Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua serta kontrol dari orangtua yang tidak kaku. 47 c. Pola asuh permisif adalah pola asuh orang tua tipe penerima, responsive, sedikit memberikan tuntutan kepada anak-anaknya. Orang tua serba membolehkan (permisif) akan mendorong anak menjadi agresif dan cenderung tidak percaya diri. Ciri dari pola ini yaitu adanya dominasi pada anak, sikap yang longgar atau kebebasan dari
47
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 144.
48
orang tua. Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, serta kontrol dan perhatian orang tua sangat kurang. 48 Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal, termasuk karakter. Hasil penelitian Rohner sebagaimana dikutip oleh Masnur Muslich menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya (karakter atau kecerdasan emosinya). Dari penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa pola asuh orang tua, baik yang menerima (acceptance)
atau
yang
menolak
(rejection)
anaknya,
akan
mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif dan kesehatan fungsi psikologisnya ketika dewasa kelak.49 B. Keluarga Kaya 1. Pengertian Keluarga Kaya Menurut Raisner (1980), keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari suami, istri, anak, adik serta kakek dan nenek. Sebuah Lembaga Statistik yang bernama “National Center for Statistic”, mendefinisikan bahwa keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama dalam asatu rumah.50
48
Maimunah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 27. Masnur Muslich, Op. Cit., hlm. 103. 50 http://fokedki.blogspot.com/2012/08/indikator-tingkat-kesejahteraan.html 49
49
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga statistik masyarakat yang menengani masalah keluarga berencana, memberi pengertian bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anaknya atau ayah dengan anaknya atau ibu dengan anaknya. Sedangkan istilah kaya merupakan suatu ungkapan dalam menilai dan memandang kehidupan manusia dilihat dari material atau finansial. Namun dalam menentukan tingkatan kaya ataupun miskin, antar individu
masyarakat
terjadi banyak
perbedaan, karena
indikatornya tidak memberi kejelasan. Dengan kata lain kaya ataupun miskin merupakan penilaianan yang bersifat relatif. BKKBN dalam gerakannya tidak menggunakan istilah kaya ataupun miskin, tetapi lebih suka menggunakan istilah sejahtera secara bertingkat, sehingga dalam menentukan keadaan sebuah keluarga tidak hanya didasarkan pada seberapa besar materi yang dimilikinya. Sedangkan sejahtera dapat diartikan sebagai keadaan lahiriah yang diperoleh dalam kehidupan duniawi yang meliputi kesehatan, sandang, papan, pangan, paguyuban, perlindungan hak asasi dan sebagainya. Jadi seseorang dikatakan sejahtera hidupnya jika orang tersebut dapat memelihara kesehatannya, cukup sandang, papan, pangannya kemudian diterima pergaulannya di masyarakat serta terlindungi hak asasinya oleh norma hukum, agama dan norma susila. 2. Indikator Keluarga Kaya
50
Lingkungan sosial adalah tempat atau suasana dimana sekelompok orang merasa sebagai anggotanya. Seperti lingkungan kerja, lingkungan ekonomi, lingkungan pendidikan, dan lain-lain. Di lingkungan mana pun seseorang pasti akan tersosialisasi dengan tata aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Begitu pula dalam penelitian ini di mana lingkungan sosial yang diteliti merupakan lingkungan sosial yang berlatar belakang keluarga kaya. Dalam proses memandang, menentukan dan menilai tingkatan kaya atau sejahtera tak lepas dari faktor ekonomi. tidak hanya kebutuhan primer saja, kebutuhan skunder juga menjadi indikator dalam menentukan. Oleh karena itu, kriteria keluarga kaya dapat dijabarkan dengan beberapa indikator, yaitu: a. Aspek Ekonomi, meliputi: 1) Rumah atau tempat tinggal layak 2) Kebutuhan
pangan
selalu
tercukupi
bahkan
mampu
memberikan variasi menu makanan yang lebih. 3) Kebutuhan sandang atau pakaian terpenuhi, sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya 4) Di era modern seperti saat ini, keluarga juga disa dilihat dari fasilitas transportasi dan komunikasi. (sepeda, sepeda motor, mobil, telepon, handphone dan lain-lain) 5) Memiliki tabungan, walaupun tidak dapat dikategorikan banyak atau sedikit.
51
b. Aspek Non Ekonomi 1) Mampu melaksanakan ibadah secara teratur sesuai dengan syari’at dan norma-norma agama yang dianutnya. lebih-lebih dalam agama Islam menilai Ibadah Haji hanya mampu dikerjakan oleh keluarga kaya. 2) Diterima
masyarakat
dalam
pergaulannya
serta
dapat
menjamin hak asasinya dalam kehidupannya. 3) dapat menikmati wisata sebagai aktifitas liburan. c. Aspek Pendidikan 1) Anak-anak mampu mengenyam pendidikan formal sesuai dengan anjuran pemerintah (wajar 12 tahun) bahkan mampu merasakan indahnya bangku kuliah. 2) Pendidikan non formal pun bisa dijadikan sebagai patokan, karena dalam masyarakat menilai jika keluarga mampu memberikan tambahan pendidikan non formal seperti ponpes dan lain-lain, menjadikan sebab masyarakat menilai hal itu merupakan indikator keluarga kaya. Indikator keluarga kaya menurut BKKBN dikategorikan dalam tingkatan keluarga sejahtera plus. Adapun indikator dari keluarga sejahtera III plus yaitu sebagai berikut :51 a. Keluarga itu makan dua kali sehari b. Mempunyai pakaian layak untuk keperluan yang berbeda
51
BKKBN, Buku Panduan Pendataan Keluarga 2000 (http://www.bkkbn.go.id)
52
c. Bila ada anak atau anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana atau petugas kesehatan d. Bila pasangan usia subur ingin ber-KB pergi kesarana pelayanan KB e. Semua anak berusia 7-15 tahun ada dalam keluarga sekolah f. Anggota kaluarga melakukan ibadah menurut agamanya masingmasing g. Anggota keluarga makan daging/telur/ikan/ paling kurang sekali dalam satu minggu h. Anggota keluarga memperoleh satu setel pakaian baru dalam satu tahun i. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah j. Dalam waktu tiga bulan terakhir seluruh anggota dalam keadaan sehat k. Terdapat seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja l. Seluruh anggota keluarga berumur 10-60 tahun dan bisa baca tulis latin m. Pasangan usia subur dengan dua anak atau lebih mempergunakan kontrasepsi n. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agamanya o. Sebagian penghasilan keluarga bisa ditabung p. Keluarga makan bersama paling kurang sekali dalam seminggu q. Keluarga ikut kegiatan masyarakat dan lingkungannya
53
r. Keluarga memperoleh informasi dari media massa s. Keluarga secara teratur memberikan sumbangan material untuk kegiatan sosial t. Ada anggota keluarga yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
3. Kedudukan Keluarga Kaya Dalam Masyarakat Sejak lahir hingga mati, manusia hidup sebagai anggota masyarakat. Hidup dalamasyarakat berart adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Interaksi sosial sanga ma dalam tiap masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya bergantung pada orang lain.52 Telah kita ketahui bahwa lapisan da kedudukan manusia dalam masyarakat senantiasa berbeda. Karena itu kemakmuran dari golongan/lapisan itu pun berbeda pula. Bahkan persepsi terhadap kemakmuran atau kekayaan itu sendiri berbeda-beda pula. Jadi kedudukan-kedudukan itu tidak hanya memiliki perbedaan dalam hakhak dan kewajiban atau peranan, tetapi pula dapat berbeda persepsinya. Bagi orang-orang yang biasa berpikir rasional dan eksak, kemakmuran seseorang atau masyarakat diukur dengan jumlah serta nilai bahan dan barang yang dimiliki atau yang dikuasai utnuk 52
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 60.
54
memelihara dan menikmati hidupnya. Makin banyak jumlahnya dan makin tinggi nilainya, maka makin tinggi taraf kemakmuran hidupnya. Karena itu setiap orang mengejar berbagai fasilitas dan kebutuhankebutuhan yang diperlukan untuk menunjang kehidupan dan kelangsungan hidup keluarganya. Kebutuhan itu bermacam-macam, akan tetapi apabila digolongkan hanya ada dua, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer berupa barangbarang pangan, sandang dan papan yang pertama-tama dituntut untuk dapat ditangguhkan penggunaannya disebut kebutuhan sekunder, misalnya berupa barang-barang kenikmatan, kemewahan dan lainlain.53 Sementara itu yang dimaksud dengan kekayaan adalah segala sesuatu yang menyangkut kepemilikan benda-benda berharga atau aset produksi seseorang atau keluarga. Adapun benda-benda berharga yang dikategorikan sebaga aset ekonomi juga beragam jenis dan bentuknya. Dalam masyarakat agraris misalnya, di dalamnya berupa sawah atau lahan pertanian menjadi ukuran kekayaan seseorang. Hal ini tentu berbeda dengan struktur masyarakat yang ada di perkotaan yang memiliki karakteristik berbeda dengan masyarakat petanian yang ada di pedesaan. Kepemilikan pabrik, mobil mewah, rumah yang mentereng, benda-benda elektronik akan menjadi ukuran kepemilikan
53
Hartomo, MKDU Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 312.
55
kekayaan. Lain halnya masyarakat yang berada di daerah pesisir yang ukuran terbentuknya stratifikasi sosial tentunya didasarkan pada kepemilikan perahu dan perangkat alat penangkap ikan. Selain kepemilikan jumlah benda-benda berharga juga dapat dilihat dari berapa jumlah orang-orang yang mengerjakan alat-alat produksi seseorang. Artinya, besar kesilnya investasi modal usaha juga sangat menentukan ukuran kekayaan seseorang didalam masyarakat. Jika struktur masyarakat yang ada lebih berorientasi pada sector agraris tentunya makin luas lahan pertanian dan perkebunan akan memerlukan investasi yang lebih besar disbanding dengan sekelompok tani yng memiliki lahan garapan yang sempit. Demikian juga didalam masyarakat industri dan perdagangan. Skala investasi di dalam dunia usaha atau bisnis yang dijalankan akan menentukan strata sosialnya di masyarakat. Stratifikasi sosial (pelapisan sosial) dalam masyarakat terjadi bukan hanya terjadi karena adanya perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia menilai perbedaan itu dengan menerapkan berbagai kriteria. Maksudnya, menganggap ada sesuatu yang dihargai, maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang menumbuhkan adanya system yang berlapisan dalam masyarakat. Sesuatu yang dihargai dapat berupa uang atau benda-benda yang memiliki nilai ekonomi,
56
kekuasaan,
ilmu
pengetahuan,
keagamaan
(kesolehan
dalam
beragama), atau kewibawaan (keturunan keluarga yang terhormat).54 Pelapisan sosial (stratifikasi sosial) adalah suatu kiasan untuk menggambarkan bahwa dalam tiap kelompok terdapat perbedaan kedudukan seseorang dari yang tinggi sampai yang berkedudukan rendah, seolah-olah merupakan lapisan yang bertingkat-tingkat dari atas kebawah. Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya senantiasa behubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik aktivitas yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses pembelajaran tertentu. 4. Karakteristik Keluarga Kaya Perilaku sosial merupakan aktivitas fisik dan psikhis seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan sosial. Agar seseorang bisa memenuhi tuntutan sosial maka perlu adanya pengalaman sosial yang menjadi dasar pergaulan. Melalui proses sosialisasi, akan diperoleh bentuk perilaku sosial yang selaras dengan harapan sosial (nilai dan norma sosial) atau lazim disebut dengan conformity. Dengan demikian conformity (konformitas) adalah bentuk interaksi yang di dalamnya 54
Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama. Cet ke-13, 2008), hlm. 148.
57
seseorang atau sekelompok orang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok. 55 Ada beberapa contoh bentuk perilaku sosial yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, yaitu : kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak egois dan lain sebagainya. Kaitannya dengan penelitian yaitu untuk membuat pengukuran dalam menjadi indikator perilaku sosial di lingkungan keluarga kaya, dalam kehidupan sehari-harinya. Perilaku masingmasing individu maupun masyarakat akan diidentifikasi melalui berbagai ukuran dan kriteria sebagai berikut : a.
Perbedaan dalam kesanggupan dan kemampuan Anggota masyarakat yang menempati kedudukan strata tinggi, tentunya memiliki tingkat kesanggupan dan kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang berada di bawahnya.
Tingkat
kesanggupan
dan
kemampuan
dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat terlihat seperti : 1) Perlengkapan rumah tangga dan barang-barang konsumsi sehari-hari Perlengkapan rumah tangga bagi golongan kelas atas akan mencerminkan kelas sosial yang dimilikinya, sehingga perlengkapan rumah tangga yang digunakan sehari-hari tidak
55
Elly M, Setiadi, Usman Kolip. Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 189.
58
hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga memiliki nilai seni dan gaya hidup. Golongan ini biasanya memperhatikan perkembangan peralatan terbaru, sebab jika tidak, maka akan merasa ketinggalan zaman dan kondisi tersebut dianggap sebagai turunnya status sosial. Pada kehidupan masyarakat kelas bawah biasa menggunakan tungku dan kayu bakar dalam memasak, dan perlengkapan yang terbuat dari tanah seperti periuk. Sedangkan pada kalangan kelas atas menggunakan kompor gas yang terbaru, dan menggunakan perlengkapan memasak yang lebih modern bahkan bersifat elektrik seperti yang sedang berkembang pada saat sekarang ini. 2) Perbedaan dalam berbusana Dilihat dari cara berbusana pada masyarakat pedesaan terutama pada golongan buruh tani miskin dan cara berbusana masyararakat perkotaan yang seperti selebriti. Perbedaan itu terletak dari bahan yang dibuat untuk membuat pakaian, dan up to date nya dengan perkembangan mode terbaru dan dengan merk yang terkenal atau dari butik terkenal. Lain halnya dengan golongan masyarakat golongan bawah yang low profile, yang biasanya berbusana ala kadarnya tanpa mempertimbangkan aspek-aspek tertentu
59
seperti nilai artistik, ngetren dan bukan dari merk terkenal atau bahkan dengan model terbaru. Bagi kalangan kelas bawah, busana biasanya hanya digunakan untuk sekedar menutupi
anggota
badan
yang
tidak
layak
utnuk
ditampakkan, tetapi bagi golongan kelas atas, biasanya hanya digunakan untuk sekedar mentupi anggota badan yang tidak layak untuk ditampakkan, tetapi bagi golongan kelas atas, biasanya busana selalu dikaitkan dengan nilai artistic (seni), gaya hidup (life style) sehingga ada perasaan turun harga dirinya jika mengenakan busana apa adanya sebagaimana golongan kelas bawah. 3) Tipe tempat tinggal dan lokasinya Pada golongan kawasan menengah berada dalam kawasan tertentu yang sering kali banyak disebut orang sebagai kawasan elite. Bentuk atau tipe rumah tinggal sekelompok elite biasanya besar dan mewah, disertai pula dengan taman disekitar rumah bahkan kolam renang yang tampak dengan penuh gaya arsitektur dan nilai seni tempat tinggal tersebut juga dilengkapi dengan ruang tamu serta berbagai perabotan dengan harga yang mahal. Lain dengan kelompok marginal perkotaan yang menempati kawasan pemukiman kumuh yang tidak higienis seperti di pinggiran sungai, pinggiran rel kereta api, bentuk rumah yang apa
60
adanya hanya sebagai tempat untuk berlindung tanpa nilai seni dan arsitektur. 4) Menu makanan sehari-hari Bagi sebagian masyaraat dari golongan pra sejahtera atau miskin, berbagai jenis makanan seperti Kentucky, fried chicken, humburger, pizza hutt, dan lainnya adalah hal yang asing bagi mereka. Bagi mereka masyarakat yang berasal dari golongan kelas bawah tidak menaruh perhatian terhadap keseimbangan pola makan yang bernutrisi dan kebersihan makanan mereka. Yang terpenting bagi mereka adalah dapat mengenyangkan perut. Berbeda dengan mereka dari golongan kelas atas atau keluarga kaya yang setiap harinya selalu menyantap makanan yang dengan kadar nilai gizi yang tercukupi seperti empat sehat lima sempurna. b. Perbedaan gaya hidup (life style) 1) Perbedaan pakaian seragam yang dikenakan Seorang direktur perusahaan, selain dituntut selalu berpakaian rapi, juga melengkapi atribut penampilannya dengan berbagai aksesoris, agar penampilannya sesuai dengan statusnya. Biasanya kostum selalu diidentikkan dengan pangkat atau gelar yang dimiliki seseorang. 2)
Gaya berbicara
61
Dalam lingkungan masarakat kalangan kelas atas selalu menggunakan istiah asing yang sukar dipahami dalam pembicaraan sehari-harinya agar terkesan dari golongan orang yang berpendidikan. Sedangkan kepada golongan yang dibawahnya selalu menggunakan bahasa ngoko. 3) Sebutan gelar, baik gelar kebangsawanan maupun gelar akademis Gelar kebangsawanan di masyarakat, seperti : raden bagus, ajengan dan sebutan lainnya merupakan sebutan gelar kebangsawanan yang dimiliki kaum ningrat atau darah biru. Adapun gelar akademik seperti sarjana, doctor atau yang lain yang menunjukkan kepada khalayak bahwa ia berasal dari kalangan orang-orang yang berpendidikan 4) Jenis kegiatan dan kegemarannya Sebagian besar mereka masyarakat yang berasal dari kalangan kelas atas dan memiliki jabatan tertinggi lebih banyak menghabiskna sebagian waktu luangnya untuk mencari hiburan, seperti bermain golf, balap mobil, atau bahkan berekreasi keluar kota. Sedangkan mereka dari kalangan masyarakat bawah lebih disibukkan dengan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 5) Pemenuhan hak dan akses
62
Seseorang yang memiliki jabatan dan kedudukan yang tinggi biasanya akan semakin banyak mendapat hak dan fasilitas yang diperolehnya. Sementara itu, seorang yang tidak menduduki jabatan strategis apapun tentu hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan semakin kecil.56
56
Ibid, hlm. 439.