BAB II LANDASAN TEORI
A. Pemilihan Pasangan 1. Pengertian Pemilihan Pasangan Memilih pasangan, berarti memilih seseorang yang diharapkan dapat menjadi teman hidup, seseorang yang dapat menjadi rekan untuk menjadi orang tua dari anak–anak kelak (Lyken dan Tellegen, 1993). Pemilihan pasangan yang dilakukan oleh individu, biasanya didasari dengan memilih calon yang dapat melengkapi apa yang dibutuhkan dari individu tersebut dan berdasarkan suatu pemikiran bahwa seorang individu akan memilih pasangan yang dapat melengkapi kebutuhan yang diperlukan (Degenova, 2008). Teori Proses Perkembangan (dalam Degenova, 2008), menjelaskan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk menjadi teman hidupnya melalui proses pemilihan dari seseorang yang dianggap tidak tepat sampai akhirnya terpilih calon pasangan hidup yang tepat menurut individu tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pasangan Menurut Degenova (2008), ada dua faktor yang mempengaruhi pemilihan pasangan, yaitu : a. Latar Belakang Keluarga Latar belakang keluarga, akan sangat mempengaruhi individu, baik ketika ingin menjadi pasangan hidup atau akan melakukan pemilihan pasangan. Pada saat melakukan pemilihan pasangan dan setelah memilih pasangan, melihat latar belakang dari calon pasangan akan sangat membantu dalam mempelajari sifat calon pasangan yang sudah dipilih. Dalam mempelajari latar belakang keluarga dari calon pasangan, ada dua hal yang juga akan diperhatikan, yaitu : 1) Kelas Sosioekonomi Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kepuasan pernikahan yang baik adalah jika memilih pasangan dengan status sosioekonomi yang baik. Apabila seorang individu memilih pasangan yang dengan status ekonomi yang rendah, kemungkinan kepuasan pernikahannya akan kurang baik bila dibandingkan dengan individu yang memilih pasangan yang berasal dari kelas ekonomi yang tinggi. 2) Pendidikan dan inteligensi Secara umum ada kecenderungan pada pasangan untuk memilih pasangan yang mempunyai perhatian mengenai pendidikan. Pernikahan dengan latar belakang pendidikan yang sama pada kedua pasangan akan lebih cocok bila dibandingkan dengan pernikahan yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
3) Agama Faktor yang juga dipertimbangkan dalam pemilihan pasangan adalah faktor agama. Agama menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan, dengan asumsi bahwa pernikahan yang mempunyai latar belakang agama yang sama akan lebih stabil, dan dengan prinsip bahwa agama mempunyai kemungkinan anak–anak akan tumbuh dengan keyakinan dan moral yang sesuai dengan standar masyarakat. 4) Pernikahan antar ras atau Suku Pernikahan antar rasa tau antar suku masih menjadi permalahan dalam masyarakat. Banyak masalah yang terjadi ketika seorang individu memiliki hubungan dengan individu yang mempunyai perbedaan suku atau ras. Permasalahan yang terjadi bukan pada pasangan tersebut, tetapi permasalahan suku atau ras ini berasal dari keluarga, teman ataupun masyarakat disekitar. Secara umum, tanpa adanya dukungan dari keluarga atau teman, hubungan dengan perbedaan suku atau ras juga tidak akan terjadi. b. Karakteristik Personal Ketika
seorang
individu
memilih
seorang
teman
hidup
untuk
menghabiskan sisa hidup, kecocokan adalah hal yang juga diperlukan. Ada faktor – faktor yang juga dapat mendukung kecocokan dari pemilihan pasangan, yaitu : 1) Sikap dan Tingkah Laku Individu
Universitas Sumatera Utara
Pencarian pemilihan pasangan yang didasarkan pada sifat individu, berfokus pada fisik, kepribadian, dan faktor kesehatan mental. Beberapa sifat dari kepribadian seseorang mungkin akan dapat membuat suatu hubungan menjadi susah untuk mempunyai hubungan yang bahagia. Sifat yang muram seperti depresi dapat menyebabkan hubungan pernikahan yang lebih negative dan dapat menuruknkan kualitas dari hubungannya itu sendiri. Sifat yang ramah dapat menyebabkan suatu hubungan pernikahan menjadi lebih positif dan stabil (J.J Larson & Holman, dalam Degenova, 2008). 2) Perbedaan Usia Salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan adalah perbedaan usia. Secara umum, rata–rata perbedaan usia yang dimilki oleh setiap pasangan adalah dua tahun. Ada banyak pertimbangan dalam keadaan untuk menuju kualitas pernikahan yang baik, yaitu dengan merenungkan pernikahan dengan individu yang lebih tua atau lebih muda. Sebagai contoh, ketika seorang perempuan muda menikah dengan pria yang lebih tua itu seperti siap menjadi janda di usia muda, tetapi ketika keduanya adalah pria yang tua dan perempuan tua, mereka cenderung hidup bersama lebih lama jika telah menikah sejak mereka muda. 3) Memiliki Kesamaan Sikap dan Nilai Kecocokan dalam hubungan pernikahan akan semakin meninggi jika pasangan itu mengembangkan tingkatan kesamaan sikap dan nilai
Universitas Sumatera Utara
mengenai sesuatu yang penting untuk mereka. Individu yang saling berbagi sikap dan nilai biasanya akan lebih merasa nyaman satu sama lain. Stres akan kurang terjadi antara satu sama lain, karena ada penyesuaian diri yang dilakukan. 4) Peran Gender dan Kebiasaan Pribadi Kecocokan tidak hanya berdasarkan sikap dan nilai, tapi juga berkaitan dengan perilaku. Pasangan akan lebih merasa puas dan mendapatkan kehidupan pernikahan yang baik apabila pasangannya dapat membagi harapan yang sama mengenai peran gender dan apabila dapat saling bertoleransi mengenai kebiasaan–kebiasaan dari pasangan. Salah satu pengukuran dari kecocokan dalam suatu pernikahan adalah persamaan harapan dari peran pria dan wanita. Setiap pria pasti mempunyai berbagai peran yang harus ditunjukkan sebagai seorang pria dan peran seperti apa yang harusnya ditunjukkan sebagai sepasang suami istri. Setiap wanita juga mempunyai beberapa konsep dari peran yang harus ditunjukkannya sebagai seorang istri dan berbagai harapan mengenai harapan dari peran sebagai pasangan suami istri yang harus ditunjukkannya. Apa yang diharapkan oleh keduanya dan apa yang diinginkannya mungkin akan berbeda. Leigh, Holman dan Burr (dalam Degenova, 2008) menemukan bahwa individu yang telah berhubungan selama setahun lebih tidak memiliki kecocokan dalam peran dibanding ketika mereka pertama sekali berhubungan. Ini mengindikasikan bahwa kecocokan dalam peran
Universitas Sumatera Utara
tidak
begitu
penting
untuk
melanjutkan
satu
hubungan.
Bagaimanapun hal itu baru akan menjadi penting setelah keduanya menikah. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup individu tersebut. Ada proses yang harus dilakukan oleh setiap individu dalam melakukan pemilihan pasangan, yaitu area yang ditentukan (the field of elogibles), kedekatan (propinquity), daya tarik (attraction), homogamy dan heterogamy, dan kecocokan (compability). Dalam pemilihan pasangan, juga terdapat faktor–faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor latar belakang keluarga yang terdiri dari kelas sosioekonomi, pendidikan, usia, agama dan suku juga faktor karakteristik personal yang terdiri dari sikap dan tingkah laku individu, perbedaan usia, kesamaan sikap dan peran gender (Degenova, 2008).
3. Proses Pemilihan Pasangan Pemilihan pasangan merupakan suatu proses penyaringan yang dilakukan individu dalam memilih calon pasangan hidup sampai akhirnya terpilihnya calon pasangan hidup yang sesuai menurut individu tersebut. Hal ini seperti yang
dinyatakan
dalam
Degenova
(2008),
mengenai
teori
proses
perkembangan , yang menjelaskan tentang variasi proses yang dilakukan dalam proses memilih pasangan, yaitu : a. Area yang ditentukan (The Field of Eligibles)
Universitas Sumatera Utara
Faktor pertama yang harus dipertimbangkan dalam proses pemilihan pasangan adalah pasangan tersebut memenuhi syarat sesuai yang telah ditentukan oleh individu tersebut. Bagi wanita, pengaruh kekurangan dari pernikahan, mungkin bukan hanya berasal dari pernikahan itu sendiri, tapi juga berasal dari kualitas pada pasangan hidupnya. Pernikahan yang baik cenderung berasal dari pernikahan yang mempunyai pasangan dengan status yang tinggi dibandingkan pernikahan dengan status yang rendah (bila diukur dari kondisi pendidikan dan pekerjaan) (Lichter, Anderson, & Hayward, dalam Degenova 2008). b. Kedekatan (Propinquity) Faktor lain yang termasuk dalam proses pemilihan adalah propinquity (Davis-Brown, Salamon, & Surra dalam Degenova, 2008). Propinquity atau kedekatan secara geografi adalah faktor lain
yang dapat
mempengaruhi proses pemilihan pasangan. Bagaimanapun, ini tidak berarti kedekatan kediaman dapat memastikan; kedekatan institutional juga penting. Hal ini disebabkan karena banyak individu yang berjumpa dengan pasangannya di tempat–tempat yang sering dikunjungi oleh individu tersebut, seperti, sekolah, tempat kerja dan lainnya. c. Daya Tarik (Attraction) Ketertarikan yang termasuk disini adalah ketertarikan secara fisik, dan ketertarikan spesifik dari kepribadian individu. Pada dasarnya, setiap wanita dan pria memiliki perbedaan dalam memilih pasangan. Setiap individu pasti memiliki kebutuhan dan perbedaan yang spesifik ketika
Universitas Sumatera Utara
akan memilih pasangan hidup, banyak alasan–alasan yang dapat membuat seseorang jatuh cinta dalam rangka biologi. d. Homogamy dan Heterogamy Seorang individu akan memilih pasangan yang dapat membagi pribadi dan karakteristik sosial seperti usia, ras, etnik, pendidikan, kelas sosial dan agama (Dressel, Rogler, Procidano, Steven, & Schoen dalam Degenova, 2008). Kecenderungan untuk memilih pasangan yang memilki kesamaan disebut dengan homogamy dan memilih pasangan yang cenderung mempunyai perbedaan dengan dirinya disebut dengan heterogamy. Pernikahan yang homogeneus cenderung akan lebih stabil dibandingkan dengan pernikahan yang heterogeneous., meskipun ada harapan. Faktor utama yang biasanya menjadi alasan dalam pernikahan yang homogeneus adalah ketika kebanyakan individu akan lebih memilih pasangan yang seperti dirinya dan kurang merasa nyaman bila berada di dekat individu yang berbeda dengan dirinya. Faktor lain yang juga penting adalah bagaimanapun, tekanan dari dari social akan lebih mengarah kepada endogamy, atau pernikahan dengan individu dalam satu kelompok yang sama. Individu-individu yang memilih untuk menikah dengan pasangan yang usianya lebih muda atau lebih tua atau termasuk ke dalam suatu kelompok etnik yang berbeda, agama, atau kelas social mungkin akan mengalami celaan halus dari lingkungannya. Sebaliknya, secara umum lingkungan akan melarang pernikahan dengan pasangan yang terlalu mirip dengannya, seperti saudara kandung atau sepupu pertama. Ini
Universitas Sumatera Utara
adalah tekanan social untuk exogamy, atau pernikahan dengan kelompok yang berbeda. e. Kecocokan (Compability) Kecocokan yang dimakasud disini lebih kepada kemampuan seorang individu untuk hidup bersama dalam keadaan yang harmonis. Kecocokan mungkin akan lebih mengarah kepada evaluasi dalam pemilihan pasangan menurut tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan kebiasaan pribadi. Dalam memilih pasangan, seorang individu akan berjuang untuk memilih pasangan yang mempunyai kecocokan dalam berbagai area. f. Proses Penyaringan (The Filtering Process) Proses pemilihan pasangan dimulai dari field of eligible yang paling luas. Ada berbagai variasi proses yang akan dilakukan seorang individu dalam memlih pasangan, seperti mengeliminasi individu yang tidak memenuhi syarat, ini merupakan alasan yang utama sebelum berlanjut ke proses selanjutnya. Sebelum membuat keputusan terakhir, dua orang individu akan menuju periode terakhir, seperti pertunangan. Jika mereka dapat bertahan dalam proses ini, individu ini akan mencapai keputusan terakhir untuk menikah. Berikut adalah bagan dari proses pemilihan pasangan :
Tabel 1. Proses Penyaringan Pemilihan Pasangan Field of Eligibles Propinquity Filter
Universitas Sumatera Utara
Attraction Filter Physical Attraction
Personality
Homogamy Filter Usia , pendidikan, kelas sosial, agama Compability Filter Tempramen, sikap dan nilai, kebutuhan, peran dan sistem kebiasaan Trial Filter Cohabition Pertunangan Decision Filter Menikah Sumber : Intimate Relationships, Marriage & Families (2008)
B. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene – adolescere, yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999). Menurut ahli sosiologi Kenneth Kenniston (dalam Santrock, 2009) masa muda (youth) adalah masa periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan proses perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009). Menurut Erickson, masa dewasa awal
Universitas Sumatera Utara
berada pada tahap Intimacy vs Isolation, pada masa ini individu menghadapi tugas perkembangan untuk membentuk relasi intimasi dengan orang lain. Erickson juga menggambarkan keintiman sebagai penemuan terhadap diri sendiri pada orang lain, tanpa harus kehilangan diri sendiri (Santrock, 2009). Berdasarkan definisi di atas, adapun dewasa awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang berusia 20–30 tahun.
2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal Tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Santrock (2009), yaitu : a. Mendapatkan suatu pekerjaan b. Memilih teman hidup c. Membentuk keluarga d. Membesarkan anak e. Mengelola rumah tangga f. Bertanggung jawab sebagai warga negara g. Bergabung dengan kelompok sosial yang sesuai
3. Ciri – ciri Masa Dewasa Awal Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola– pola kehidupan baru dan harapan–harapan sosial baru. Individu dewasa awal mulai diharapkan untuk memainkan peran–peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafkah dan mulai mengembangkan sikap–sikap baru, keinginan, dan nilai–nilai baru sesuai dengan tugas baru. Penyesuaian
Universitas Sumatera Utara
diri ini menjadikan periode ini suatu periode yang khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang (Hurlock, 1999). Periode ini merupakan periode yang sangat sulit dari rentang kehidupan seseorang, hal ini dikarenakan sebagian besar anak mempunyai orang tua, guru, teman atau orang lain yang bersedia menolong para dewasa awal dalam menyesuaikan diri. Sekarang, sebagai orang dewasa, para dewasa awal ini diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri (Hurlock, 1999). Masa dewasa awal adalah masa dimana para dewasa awal mulai dituntut mandiri secara ekonomi dan mandiri dalam membuat keputusan. Hal yang paling menunjukkan seorang individu mulai memasuki masa dewasa awal adalah ketika individu tersebut mulai mendapatkan pekerjaan yang tetap. Kemampuan untuk membuat keputusan adalah ciri lain yang tidak sepenuhnya terbangun pada masa dewasa awal. Membuat keputusan yang dimaksud adalah pembuatan keputusan secara luas mengenai karir, nilai–nilai keluarga, mulai membangun suatu hubungan dengan pasangan serta mengenai gaya hidup dari dewasa awal itu sendiri (Santrock, 2009). Pada masa dewasa awal, perubahan–perubahan yang juga akan terjadi adalah mengenai cara berpikir orang dewasa muda yang mulai berbeda dengan remaja (Perry dalam Santrock, 2009). Di masa ini, para dewasa awal mulai matang, mulai memasuki tahun–tahun masa dewasa, mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang oleh orang lain. Pada masa dewasa awal, individu akan mulai berubah dari mencari pengetahuan, menerapkan apa yang diketahui untuk mengejar karir dan
Universitas Sumatera Utara
membentuk keluarga. Berikut ada beberapa fase yang akan dilewati setiap individu ketika memasuki masa dewasa awal (Schaie,dalam Santock, 2009), yaitu : a. Fase Mencapai Prestasi Fase ini adalah fase dimana dewasa awal melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Para individu yang mulai memasuki dewasa awal akan mampu menguasai kemampuan kognitif yang dimilki, sehingga memperoleh kebebasan yang cukup. b. Fase Tanggung Jawab Memasuki fase tanggung jawab, dimana fase ini terjadi ketika keluarga terbentuk dan perhatian diberikan pada keperluan -keperluan pasangan dan keturunan. Perluasan kemampuan kognitif yang sama diperlukan pada saat karir individu meningkat dan tanggung jawab kepada orang lain akan muncul dalam pekerjaan dan komunitas. c. Fase Eksekutif Fase ini terjadi ketika individu mulai measuki masa dewasa tengah, dimana seorang individu mulai bertanggung jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial. Pada fase ini, individu mulai membangun pemahaman tentang bagaimna organisasi sosial bekerja dan berbagai hubungan kompleks yang terlibat didalamnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Fase Reintegratif Fase reintegratif adalah fase yang akan terjadi di akhir masa dewasa, dimana orang dewasa yang lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang bermakna.
4. Pengertian Dewasa Awal yang Kembar Kenneth Kenniston (dalam Santrock, 2009) masa muda (youth) adalah masa periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan proses perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi sementara. Masa dewasa awal adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009). Anak kembar adalah dua orang anak atau lebih yang dilahirkan bersamasama dalam suatu persalinan (Kerola, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka dewasa awal kembar yang di maksud di sini adalah sepasang anak yang lahir dari satu proses persalinan yang sama, yang berusia 20-30 tahun.
5. Ciri-ciri Dewasa Awal yang Kembar Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola–pola kehidupan baru dan harapan – harapan sosial baru. Pada masa ini para dewasa awal diharapkan untuk memainkan peran–peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafkah dan
Universitas Sumatera Utara
mulai mengembangkan sikap–sikap baru, keinginan, dan nilai - nilai baru sesuai dengan tugas baru. Kembar adalah kembar yang mempunyai ciri-ciri jasmaniah yang sama, baik dari muka, mata, tinggi badan, rambut dan lainnya. Kembar juga lebih cenderung mempunyai hubungan emosional yang lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan saudara kandung biasa (Cunningham, 2009) Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah masa dimana periode perkembangan yang bermula pada usia awal dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan (Santrock, 2009). Pada dewasa awal yang kembar, masa dewasa awal adalah masa periode perkembangan pada kembar, yang lahir dalam satu proses persalinan yang sama, yang berusia dua puluhan dan berakhir pada usia tiga puluhan.
C. Kembar 1. Pengertian Kembar Anak kembar (twins) adalah bentuk dari full siblings karena saudara kandung yang kembar mempunyai hubungan biologis. Anak kembar adalah dua orang anak atau lebih yang dilahirkan bersama-sama dalam suatu persalinan (Kerola, 2005). Kembar dikarakteristikkan dengan kesamaan genetik dan familiarity yang tinggi (Neyer, 2002). Twins
adalah satu-satunya individu yang telah
mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran (dalam
Universitas Sumatera Utara
kandungan) dan yang saling mengerti satu sama lain dibandingkan dua orang manapun (Chow, 2009) Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa saudara kembar adalah dua orang yang mempunyai hubungan biologis dan kesamaan genetik dimana mereka telah mempunyai pengalaman dengan saudaranya sebelum kelahiran dikarenakan telah bersama dalam kandungan dan dilahirkan bersama-sama dalam suatu persalinan.
2. Tipe – Tipe Kembar Ada dua tipe kembar, yaitu kembar identik atau dan kembar tidak identik atau fraternal (dalam Cunningham, 2005). a. Kembar Identik Anak kembar identik terjadi apabila satu sel telur matang (ovum) dibuahi dua atau lebih sperma. Sel telur akan membelah dua yang masing-masing akan berkembang menjadi zigot tersendiri dan seterusnya menjadi bakal janin dua anak kembar. Untuk kembar identik yang berjumlah empat, masing-masing dari sel telur yang telah membelah akan membelah lagi menjadi dua bakal janin. Jenis kelamin yang sama akan ditemui pada kembar identik karena individu berasal dari gen yang sama. Pada kembar identik akan dijumpai ciri-ciri jasmaniah yang mirip satu sama lain, seperti mata, hidung, mulut, rambut, bentuk wajah, dan sebagainya. Bukan berarti kembar identik tidak dapat dibedakan sama sekali karena pada kembar
Universitas Sumatera Utara
identik tetap dijumpai adanya perbedaan yang lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti gizi, aktivitas yang dilakukan, dan sebagainya.
Kembar
identik
umumnya
mempunyai
hubungan
emosional yang lebih dekat dengan saudara kembarnya, dibandingkan dengan kembar tidak identik. b. Kembar Fraternal atau Tidak Identik Anak kembar tidak identik terjadi karena adanya dua atau lebih sel telur (ovum) yang matang bersamaan dan masing-masing dibuahi oleh satu sperma. Masing-masing pasangan (ovum dan sperma) akan bersenyawa membentuk zigot yang berbeda satu sama lain dan berkembang sendiri-sendiri. Pada anak kembar tidak identik tidak terdapat kesamaan-kesamaan ekstrem, individu yang kembar tidak identik seperti halnya dua orang kakak beradik biasa saja. Kembar tidak identik dapat sangat berbeda secara fisik maupun dalam hal sifat perilakunya. Apabila dijumpai dua atau lebih anak kembar yang sama sekali tidak mirip dan bahkan memiliki sifat-sifat yang kontras, maka individu tersebut kembar tidak identik.
3. Kembar dilihat dari Sisi Psikologis Kembar adalah dua orang anak atau lebih yang lahir dari satu masa kehamilan yang sama. Kembar adalah dua orang individu yang sejak kecil tumbuh dan kembang secara bersama, yang kemudian mempunyai
Universitas Sumatera Utara
pengalaman tersendiri. Kembar mempunyai kesamaan yang secara fisik mirip, dan cenderung mempunyai kesamaan dalam karakter. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penelitian genetik yang banyak dilakukan oleh para ahli genetik, yang
dalam
penelitiannya
menyatakan
bahwa
kembar
mempunyai
kecenderungan lebih mirip satu sama lain bila dibandingkan dengan saudara kandung biasa (Santrock, 2009). Kembar lebih mempunyai hubungan emosional yang lebih kuat dibandingkan dengan saudara kandung biasa. Hubungan emosional ini bisa terjadi karena kembar terbiasa diperlakukan sama oleh lingkungannya, selain karena adanya faktor genetik yang turut serta mempengaruhi kesamaan tersebut. Adanya perlakuan sama yang diperlakukan pada kembar membuat para kembar ini akhirnya merasa lebih dekat satu sama lain bila dibandingkan dengan saudara kandung biasa (Santrock, 2009)
D. Gambaran Proses Pemilihan Pasangan pada Dewasa Awal yang Kembar Proses pemilihan pasangan adalah sesuat hal yang sifatnya subjektif. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan dari setiap individu berbeda, karena disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan dari individu itu sendiri (Degenova, 2008). Adanya kesamaan dalam menyukai seseorang, adalah salah satu hal yang mempengaruhi proses ketertarikan pada seorang individu. Kesamaan yang dimiliki dalam sikap, perilaku dan karakteristik seperti baju, kecerdasan, kepribadian, nilai-nilai, dan gaya hidup akan lebih membuat
Universitas Sumatera Utara
seorang individu tertarik dengan lawan jenisnya, walaupun dalam beberapa kasus tertentu, memiliki perbedaan juga akan membuat seorang individu tertarik dengan lawan jenisnya (Santrock, 2009). Pada salah satu penelitian yang dilakukan oleh Rushton dan Bons (2005), menunjukkan bahwa ada kecenderungan seorang individu mencari pasangan yang mempunyai kesamaan dengan individu itu sendiri. Biasanya, hal ini ditemukan pada variable demografis, seperti usia, etnis, dan juga tingkat pendidikan. Penelitian ini menunjukkan adanya sebuah kontribusi genetis dalam preferensi pasangan, yang secara tidak langsung menemukan bahwa terdapat ciri homogen, seperti sifat, yang lebih nyata di turunkan kesamaannya secara genetis. Penelitian ini menguji adanya kontribusi genetik dan pengaruh lingkungan terhadap pemilihan pasangan, dimana setiap individu cenderung mencari pasangan yang mempunyai kemiripan dengan dirinya. Kemiripan pada pasangan itu seperti antara kemiripan yang terjadi dengan kemiripan pada saudara kandung. Penelitian dari Rushton dan Bons (2005) juga menemukan bahwa pasangan dari kembar identik lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan pasangan pada kembar fraternal. Dalam memilih pasangan, kembar identik lebih cenderung mempunyai kemiripan dengan pasangan kembarannya dibanding pada kembar fraternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya 10 sampai 30% dari varian dalam memilih pasangan disebabkan karena faktor genetik, 10%
karena adanya faktor
lingkungan, dan 60% sisanya karena unik (Rushton, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rushton dan B ons (2005), juga menyatakan bahwa kembar yang identik mempunyai rata- rata persamaan sebesar 0,53 dalam memilih pasangan yang sama dibandingkan kembar fraternal yang hanya memiliki kesamaan rata -rata sebesar 0,32. Persamaan– persamaan yang dimiliki meliputi persamaan dalam segi usia, etnis, dan pendidikan (0,60), pendapat dan sikap (0,50) dan kemampuan kognitif (0,40). Pengalaman unik dalam pemilihan pasangan pada kembar identik juga pernah dipaparkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Thomas Bouchad (Santrock, 2009). Penelitian ini melibatkan sepasang kembar identik, yang telah dipisahkan sejak usianya 4 minggu dan baru dipertemukan kembali ketika usia keduanya mencapai 39 tahun. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kembar identik ini sama- sama bekerja sebagai wakil kepala polisi paruh waktu, sama-sama berlibur di Florida, menikah dan pernah bercerai dengan wanita yang bernama Betty dan memberi nama anak laki – lakinya dengan nama James Alan. Penelitian yang dilakukan oleh Bouchad menunjukkan bahwa ada kesamaan dalam pemilihan pasangan yang dialami kembar yang identik. Kesamaan yang dimiliki secara fisik adalah hal umum yang dialami oleh kembar yang identik, tapi kesamaan yang dimiliki dalam memilih pasangan, mempunyai istri dengan nama yang sama adalah fenomena yang unik. Kembar lebih memilih pasangan yang sama dengan pasangan yang dipilih oleh kembarannya dibandingkan dengan individu lain. Preferensi bagi pasangan kembar ini dalam memilih pasangan, yang cenderung sama, sekitar
Universitas Sumatera Utara
34% dikarenakan faktor genetik dari kembar, lingkungan tempat para kembar tumbuh, dan lingkungan unik yang terjadi di antara kembar itu sendiri. Penelitian lain dilakukan oleh Lykken dan Tellegen (1998), juga menyatakan bahwa ada kecenderungan dari setiap individu untuk memilih pasangan yang mempunyai kemiripan dengan diri individu itu sendiri. Kembar identik lebih menunjukkan kesamaan ketertarikan dalam pemilihan pasangan dibandingkan dengan kembar fraternal. Kesamaan ketertarikan yang terjadi pada kembar identik meliputi area kepribadian, ketertarikan secara fisik, sikap dan juga adanya fakta yang menunjukkan bahwa kesamaan pemilihan pasangan ini juga dapat ditemukan dalam sifat kelompok dan termasuk mengenai agama. Hasil penelitian kedua yang dilakukan oleh Lykken dan Tellegen (1998), menyatakan bahwa (a) individu akan memilih pasangan yang setidaknya mempunyai kriteria yang sama, (b) kembar kemungkinan lebih mempunyai kriteria yang sama, (c) pasangan-pasangan dari kembar terkadang hampir mempunyai kesamaan dalam setiap responnya, dan cenderung sama dalam beberapa respon yang diberikan. Proses pemilihan pasangan yang dilakukan oleh dewasa kembar, hampir memiliki kecenderungan yang sama dalam memilih calon pasangan. Kesamaan yang dimiliki adalah kesamaan dalam memilih pasangan, dengan pasangan yang dipilih oleh kembarannya. Adanya kesamaan yang dilakukan oleh kembar juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana para kembar tumbuh dan kembang secara bersama-sama.
Universitas Sumatera Utara