perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Obesitas pada Remaja a. Definisi Ditinjau dari segi fisiologi, obesitas merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan lemak yang abnormal di jaringan adipose (Sugondo, 2009). Peningkatan lemak yang abnormal terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi dimana asupan energi lebih besar atau keluaran energi yang rendah (positive energy balance) dalam jangka waktu yang lama (Sartika, 2011).Asupan energi yang tinggi terjadi karena konsumsi makanan yang berlebihan dan keluaran energi yang rendah dapat terjadi karena rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik yang kurang dan efek termogenesis makanan (Sjarif, 2014).Secara international telah disepakati ambang batas
indeks massa tubuh (IMT) untuk
mendefinisikan berat badan kurang, berat badan normal, kelebihan berat badan, dan obesitas pada orang dewasa, tetapi pada anak-anak klasifikasi obesitas sulit ditentukan karena terdapat faktor usia, jenis kelamin, pubertas, dan ras (Han et al., 2011). Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Masa remaja terbagi menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
12 tahun, remaja awal 12 dan masa remaja akhir 18
15 tahun, masa remaja 15
18 tahun,
21 tahun (Monks et al., 2006).
b. Etiologi Lebih dari 90% kasus obesitas disebabkan oleh faktor idiopatik, sedangkan faktor endogen (obesitas yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik) terjadi kurang dari 10% kasus. Obesitas idiopatik (obesitas primer atau nutrisional) terjadi akibat interaksi dari berbagai faktor, secara garis besar terdapat dua faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (Sjarif, 2014). 1) Faktor genetik Anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang juga mengalami obesitas. Apabila kedua orang tua mengalami obesitas, maka anak mereka memiliki peluang 80% menjadi obesitas dan apabila hanya salah satu orang tua yang mengalami obesitas, maka angka peluangnya menjadi 40% (Bouchard, 2008). Selain dipengaruhi oleh faktor genetik, hal tersebut dapat juga terjadi karena faktor lingkungan dalam keluarga (Sjarif, 2014). 2) Faktor lingkungan Lingkungan dan sosial budaya merupakan peran utama penyebab obesitas pada seseorang. Karl dalam Sjarif (2014) secara garis besar mengelompokan lima faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya obesitas yaitu perilaku makan, aktivitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
fisik, sosial-ekonomi, obat-obatan, dan trauma (neurologis atau psikologis). a) Perilaku makan Dalam penelitian Nasreddine (2014) dijelaskan bahwa perilaku makan dan makanan yang dipilih erat kaitannya dengan peningkatan lemak didalam jaringan adiposa. Pada anak-anak, mengkonsumsi sarapan secara teratur dapat menurunkan risiko kelebihan berat badan dan obesitas. Kebiasaan melewatkan sarapan dapat meningkatkan rasa lapar, makan yang berlebihan dan konsumsi makanan dengan porsi besar sebagai efek timbal balik. Konsumsi
makanan
cepat
saji
dikaitkan
dengan
peningkatan tiga kali lipat risiko kelebihan berat badan. Kualitas nutrisi yang rendah dari makanan cepat saji dan jumlah lemak jenuh yang tinggi memperkuat peran makanan cepat saji sebagai penyumbang kenaikkan berat badan pada anak-anak. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan pada anak-anak
yang
mengkonsumsi
makanan
cepat
saji
ditemukan bahwa total energi, total lemak dan asupan lemak jenuh lebih tinggi dan memiliki risiko obesitas lebih tinggi dari pada yang tidak mengkonsumsi makanan cepat saji, sementara asupan serat, buah, susu, dan sayur-sayuran lebih rendah (Poti et al., 2014). Makanan dan stress juga berperan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
dalam kejadian obesitas. Level glukoorticoid yang tinggi dapat meningkatkan asupan makanan gurih, kaya lemak dan gula. Lemak dan gula berperan dalam otak, mengaktivasi respon
nyaman
sehingga
makanan
tersebut
mampu
memodulasi intensitas dari respon stres. Hal tersebut menyebabkan tingginya asupan makanan pada beberapa individu pada saat stres dan berpotensi menyebabkan obesitas (Cizza dan Rother, 2012). b) Aktivitas fisik Pada penderita obesitas, aktivitas sehari-hari ataupun hobi sering berhubungan dengan makan. Misalnya, pada saat pergi ke tempat rekreasi diikuti dengan membeli minuman manis dan makanan cepat saji. Suatu penelitian telah menunjukan bahwa aktivitas fisik anak-anak sekarang mulai menurun, anak-anak lebih cenderung banyak menonton televisi dirumah ataupun bermain games komputer dibanding dengan bermain sepeda ataupun aktivitas bermain diluar ruangan yang lain. Hal ini tentu dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak-anak dan remaja (Cizza dan Rother, 2012). c) Sosial ekonomi Salah satu penyebab obesitas terbesar adalah gaya hidup yang erat kaitannya dengan status sosial ekonomi. Apabila seorang anak dibesarkan dalam lingkungan yang memiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
kepercayaan bahwa gemuk merupakan simbol kemakmuran, maka anak tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk (Ananthapavan et al., 2014). Selain itu, tingkat pendapatan yang tinggi menyebabkan meningkatnya variasi makanan dan kebiasaan makan di luar seperti restoran makanan cepat saji yang mengandung tinggi lemak dan karbohidrat, sehingga kasus obesitas banyak ditemukan pada golongan menengah ke atas (Nasreddine et al., 2014). d) Obat-obatan Obat-obatan sejenis steroid dapat meningatkan risiko terjadinya obesitas apabila digunakan dalam jangka panjang (Sjarif, 2014). c. Komplikasi Obesitas pada anak-anak berdampak buruk terhadap hampir setiap sistem organ dan sering menyebabkan masalah serius termasuk hipertensi, dislipidemia, diabetes (resistensi insulin), perlemakan hati dan gangguan psikososial. Salah satu penelitian menunjukan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas yang terjadi pada usia 14
19
tahun dapat meningkatkan angka kematian setelah dewasa (dari usia 30 tahun) akibat beragam penyakit sistemik. Mekanisme pembentukan aterosklerosis meningkat pada anak obesitas dan setengah dari anak dengan IMT di atas persentil ke-97 memiliki satu atau lebih kondisi kelainan sindrom metabolik (Han et al., 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Selain itu,
anak
obesitas
cenderung mengalami
masalah
psikososial seperti merasa rendah diri karena dijauhi atau menjadi bahan hinaan teman sepermainan. Saluran pernafasan anak obesitas sering mengalami infeksi dan timbul juga masalah gangguan pernafasan yang lain seperti tidur mendengkur. Pada anak perempuan yang mengalami obesitas, menarche dapat terjadi lebih cepat. Slipped capital femoral epiphysis juga sering ditemukan pada anak obesitas sebagai akibat dari massa tubuh yang terlalu berlebihan (Sjarif, 2014). d. Indikator Obesitas pada Remaja Secara klinis, obesitas dapat dengan mudah dikenali hanya dengan gejala klinisnya saja, seperti wajah yang membulat, pipi tembam, dagu yang rangkap, leher relatif pendek, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat (Sjarif, 2014). Pengukuran yang obyektif tetap diperlukan untuk menegakkan diagnosis obesitas. Salah satu indikator yang umum digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT) karena merupakan cara yang paling murah dan mudah. Indeks massa tubuh adalah perbandingan antara berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m). Interpretasi IMT dibedakan antara perempuan dan laki-laki, karena terdapat perbedaan persebaran lemak antara laki-laki dan perempuan. Klasifikasi status gizi pada anak usia 5-19 tahun dapat menggunakan klasifikasi yang telah dikeluarkan oleh WHO (2007) maupun oleh Kemenkes RI (2010) untuk anak usia 5-18 tahun berdasarkan IMT/U.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT/U Anak Usia 5-19 tahun Klasifikasi IMT/U Sangat kurus Kurus Normal Overweight Obesitas (WHO, 2007)
<-3 SD -3 SD sampai <-2 SD -2 SD sampai +1 SD >1 SD sampai +2 SD >+2 SD
2. Kebersihan Gigi dan Mulut
sebagai pintu masuk makanan dan minuman, namun juga berperan penting dalam pencernaan, sebagai pintu masuk bakteri, dan komunikasi (Depkes, 2012). Sehingga kebersihan gigi dan mulut sangat penting untuk diperhatikan, karena kebersihan gigi dan mulut yang buruk akan menimbulkan kerusakan dan menyebabkan timbulnya rasa sakit pada gigi, gangguan mengunyah dan menggangu kesehatan tubuh baik lokal maupun sistemik. a. Anatomi Gigi Gigi adalah salah satu organ penting karena berfungsi sebagai pengunyah yang terdiri dari gigi pada rahang atas dan bawah. Secara anatomis gigi terbagi menjadi tiga bagian yaitu mahkota, leher gigi, dan akar gigi. Mahkota gigi dilapisi oleh email yang merupakan bagian tubuh paling keras dan bagian yang biasanya terlihat. Leher gigi adalah bagian gigi yang berada di dalam gusi dan merupakan batas antara mahkota dan akar gigi. Akar gigi merupakan bagian yang menancap pada tulang rahang dan tidak terlihat (Soeyoso et al., 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Sesuai dengan fungsinya, gigi terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu gigi seri berbentuk seperti pahat gigi yang berfungsi untuk memotong makanan, gigi taring yang berbentuk runcing dan berfungsi untuk mencabik makanan, dan gigi geraham berbentuk permukaan berlekuklekuk yang berfungsi untuk mengunyah makanan . Berdasarkan pertumbuhannya terdapat dua jenis gigi, yaitu gigi sulung dan gigi tetap. 1) Gigi Sulung Gigi susu merupakan gigi yang pertama kali tumbuh, terdapat dua puluh gigi sulung, sepuluh pada setiap rahang. Gigi sulung erupsi pertama kali di usia enam bulan dan akan lengkap di usia dua tahun (Pearce, 2006). 2) Gigi Tetap Gigi tetap adalah gigi yang menggantikan gigi sulung yang tanggal, gigi tetap akan menetap selamanya pada seorang individu. Gigi tetap atau gigi permanen berjumlah 32, 16 pada setiap rahang dan akan erupsi pertama kali di usia ke enam tahun (Pearce, 2006). b. Plak Plak adalah suatu massa lunak yang berisi bakteri beserta produkproduknya dan terbentuk pada permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini terjadi melalui beberapa proses tahapan (Amerongen, 1992). Sesaat setelah permukaan gigi dibersihkan, maka akan terbentuk selaput tipis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
yang disebut pelikel di seluruh permukaan gigi. Pelikel mengandung glikoprotein yang berasal dari saliva dan cenderung untuk mengikat mikroorganisme tertentu karena sifatnya yang sangat lengket. Setelah 24 jam terpapar mikroorganisme, maka akan terbentuk sebuah koloni di pelikel. Selain koloni mikroorganisme, di pelikel juga terdapat karbohidrat dan unsur-unsur yang ada dalam saliva sehingga terbentuklah plak. Plak pada permukaan gigi sangat tipis sehingga tidak dapat dilihat dengan kasat mata, dan hanya bisa dilihat dengan bahan pewarna (disclosing solution) (Kidd dan Bechal, 1992). c. Debris Debris adalah plak yang tebal dan jelas terlihat oleh mata. Debris lebih banyak mengandung sisa makanan yang berwarna putih kehijauhijauan dan jingga, sedangkan plak lebih banyak mengandung mikroorganisme (Carranza, 2006). d. Kalkulus Kalkulus adalah endapan keras yang mirip karang dengan warna yang beragam akibat dari penumpukan plak. Kalkulus yang terletak dibawah gusi disebut kalkulus subgingival, berwarna kehitaman dan kalkulus yang terletak diatas gusi disebut supragingival berwarna kuning (Dorland, 2012). Kalkulus biasanya timbul pada daerah permukaan gigi yang sulit dibersihkan dan menjadi tempat melekatnya kuman-kuman didalam mulut. Akibatnya bisa terjadi peradangan pada gusi, radang jaringan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
penyangga gigi serta bau mulut. Karena letaknya yang sulit dijangkau dan konsistensinya yang keras, kalkulus tidak bisa dibersihkan hanya dengan menyikat gigi atau berkumur saja. Kalkulus harus dibersihkan dengan menggunakan perlatan kedokteran gigi yang khusus dan dilakukan oleh orang yang ahli (Sintawati, 2008). e. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Gigi dan Mulut Menurut Manson dan Eley (1993), terdapat empat faktor yang mempengaruhi tingkat kebersihan gigi dan mulut, yaitu: 1) Asupan Makanan Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembentukan plak. Senyawa karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi mikroorganisme dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian, tidak semua karbohidrat memiliki efek yang sama, hanya karbohidrat dengan berat molekul rendah seperti gula yang membahayakan kesehatan gigi dan mulut. Karbohidrat komplek seperti pati tidak dapat tercerna secara sempurna di dalam rongga mulut, sehingga relatif tidak berbahaya (Sirat, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budisuari dan Mukjarab (2010), diketahui bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan manis dapat meningkatkan risiko karies gigi sebesar 1,157 kali dibanding individu yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan manis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Makanan yang mengandung tinggi serat seperti buah-buahan dan sayur mayur sangat baik untuk kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan tubuh secara keselurahan, karena makanan berserat perlu dikunyah lebih lama, sehingga merangsang pengeluaran saliva
lebih
banyak
dan
secara
tidak
langsung
dapat
membersihkan sisa makanan yang melekat di permukaan gigi . 2) Kebiasaan Menyikat Gigi Hal yang harus diperhatikan dalam menyikat gigi adalah cara menyikat gigi yang baik dan benar, jangan sampai merusak struktur gigi. Masih banyak masyarakat di Indonesia yang tidak mengetahui bagaimana cara menyikat gigi yang baik dan benar sehingga banyak mengakibatkan kerusakan pada gigi (Anitasari dan Rahayu, 2005). Sikat gigi yang digunakan harus memiliki bulu sikat yang lunak dan pada saat menggosok gigi dimulai dari arah gusi ke gigi. Hal tersebut tidak hanya berfungsi untuk menghilangkan plak, namun juga berfungsi untuk melancarkan peredaran darah pada gusi . Waktu yang tepat untuk menyikat gigi adalah pagi hari setelah makan dan malam hari sebelum tidur, bukan pagi hari saat mandi ataupun pada saat mandi sore. Individu yang tidak menggosok gigi setelah makan pagi cenderungan lebih tinggi mengalami karies gigi dibandingkan dengan individu yang menggosok gigi setelah makan pagi (Budisuari dan Mukjarab, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
3) Susunan Gigi Susunan gigi yang berjejal (crowding) dan saling tumpang tindih (over lapping) memiliki banyak daerah yang sulit dibersihkan, sehingga meningkatkan risiko karies gigi. Selain itu, ada beberapa tempat yang menyebabkan plak mudah menempel seperti permukaan gigi dengan kontur tepi yang buruk dan permukaan oklusal gigi (Savitri et al., 2014). Gigi yang berjejal umumnya dijumpai pada gigi seri akibat dari tidak seimbangnya ukuran rahang dan ukuran gigi geligi (Kidd dan Bechal, 1992). 4) Komposi dan Sekresi Saliva Saliva adalah cairan jernih, bersifat basa dan agak kental yang dihasilkan oleh glandula-glandula yang ada di mulut dan berperan dalam kesehatan gigi dan mulut (Dorland, 2012). Saliva merupakan pertahanan alami dalam melindungi gigi dan mulut dari berbagai penyakit, jumlah dan kandungan yang terdapat didalam saliva sangat menentukan bagi kesehatan gigi dan mulut (Duggal et al., 2014). Volume saliva normal yang dihasilkan dalam sehari rata-rata berkisar 1-1,5 liter. Laju aliran saliva normal yang distimulasi pada orang dewasa mencapai 1-3 ml/menit dan 0,25-0,35 ml/menit tanpa adanya stimulasi. Laju terendah saliva pada saat stimulasi mencapai 0,7-1 ml/menit dan 0,1-0,25 ml/menit pada keadaan tanpa stimulasi. Pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva 0,7 ml/menit lebih rendah pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
keadaan stimulasi dan dibawah 0,1 ml/menit pada keadaan tanpa stimulasi (Rantonen, 2003). Saliva mengandung kalsium dan fosfat, kedua zat tersebut jumlahnya sangat penting dalam proses demineralisasi dan remineralisasi, sehingga menentukan apakah suatu lesi karies akan berlanjut atau tidak (Kidd dan Bechal, 1992). Beberapa fungsi penting saliva dalam menentukan kesehatan gigi dan mulut adalah sebagai berikut (Gunjalli et al., 2014) : a) Sebagai lubrikan yang melindungi permukaan mulut baik mukosa maupun permukaan gigi dari iritasi mekanis, kimiawi maupun termal. b) Penyangga (buffer) yang berfungsi menurunkan tingkat keasaman di dalam mulut baik oleh karena makanan asam maupun asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme sehingga mengurangi proses demineralisasi. c) Membersihkan sisa-sisa makanan yang ada didalam mulut. d) Antimikroba dan agregasi sel-sel bakteri f. Penyakit Akibat Kesehatan Gigi dan Mulut yang Buruk 1) Karies Gigi Karies gigi terjadi akibat proses demineralisasi permukaan gigi yang disebabkan oleh empat faktor (Carranza, 2006). Empat faktor utama dalam pembentukan karies adalah gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat dan waktu. Karies tidak akan terbentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
apabila tidak terdapat bakteri. Bakteri mengeluarkan asam yang pada periode waktu tertentu dapat menghancurkan email dan menyebabkan gigi berlubang. Substrat merupakan sumber bahan baku utama pembuatan asam oleh bakteri. Waktu menentukan kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi, semakin lama substrat menempel di permukaan gigi, maka karies yang terbentuk akan semakin banyak (Gupta et al., 2014). Gigi berlubang yang tidak ditambal akan menyebabkan kerusakan
pada
pembuluh
darah
dan
saraf,
sehingga
menyebabkan abses pada gigi . 2) Gingivitis Gingivitis merupakan suatu peradangan yang disebabkan oleh akumulasi plak dan bakteri di dalam gusi (Dorland, 2012). Hal ini terjadi karena penumpukan plak di sekitar gusi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi, plak tersebut lama kelamaan akan menjadi kalkulus yang mengandung banyak mikroorganisme . Bakteri pada kalkulus tersebut akan mengeluarkan toksin yang menyebabkan epitel gingival mengalami degenerasi dan terjadi inflamasi jaringan ikat di bawahnya (Sirat, 2013). 3. Oral Hygiene Index Simplified Oral hygiene index adalah indeks yang digunakan untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut dinilai dari debris dan kalkulus yang menutupi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
permukaan gigi pada 12 gigi yang telah ditentukan (Greene dan Vermillion, 1964).
Tujuan dari Oral Hygiene Index adalah untuk
mengembangkan suatu teknik pengukuran yang bisa digunakan untuk mempelajari epidemiologi dari penyakit periodontal (Sintawati, 2008). Greene dan Vermillion (1964) menyadari tidak diperlukannya menilai semua gigi maka diperkenalkan suatu metode penilaian yang baru yaitu oral hygiene index simplified. Pada metode ini gigi yang diperiksa hanya enam gigi, kemudian indeks debris dan indeks kalkulusnya dijumlahkan (Mtaya, 2009). Keenam gigi tersebut adalah permukaan labial incisivus sentral kanan atas dan kiri bawah, permukaan bukal molar satu kanan atas dan satu kiri atas, terakhir permukaan lingual molar satu kiri bawah dan kanan bawah.
Gambar 2.1. Pemilihan permukaan gigi yang di periksa Derajat indeks debris didapatkan dari penjumlahan skor debris dari tiap gigi dibagi oleh jumlah gigi yang diperiksa. Derajat indeks kalkulus didapatkan dari penjumlahan skor kalkulus dari setiap permukaan gigi dibagi jumlah gigi yang diperiksa (Tjahja dan Ghani, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Penilaian derajat kebersihan mulut secara klinik dihubungkan dengan skor OHI-S adalah sebagai berikut (Greene dan Vermillion, 1964) : Baik
: 0,0 - 1,2
Sedang
: 1,3
3,0
Buruk
: 3,1
6,0
4. Hubungan Obesitas dengan Oral Hygiene Index Simplified Obesitas sering dikaitkan dengan beberapa aspek kesehatan mulut dan gigi, penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa angka kejadian karies gigi yang tinggi dan gingivitis ringan dihubungkan dengan kejadian obesitas karena memiliki etiologi yang sama (Gunjalli, 2014). Obesitas dan karies gigi memiliki faktor etiologi yaitu asupan makanan, karbohidrat adalah faktor penting dalam terbentuknya karies gigi karena karbohidrat dengan berat molekul rendah merupakan bahan baku mikroorganisme untuk membuat asam (Carranza, 2006). Karbohidrat tersebut banyak ditemukan pada makanan manis dan anak obesitas biasanya memiliki kebiasaan jajan yang tinggi baik di sekolah maupun tempat umum, terutama makan-makanan yang manis seperti coklat, permen dan manisan (Poti et al., 2014). Selain itu diet tinggi karbohidrat juga dapat menurunkan kapasitas penyangga dari saliva, sedangkan salah satu fungsi penting saliva dalam mempertahankan kesehatan mulut dan gigi adalah efeknya sebagai penyangga yang menurunkan kondisi asam di mulut (Amerongen, 1992).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
B. Kerangka Pemikiran Obesitas Faktor yang mempengaruhi :
Asupan makanan berlebih
1. Genetik 2. Lingkungan a. Asupan makanan b. Aktivitas fisik c. Sosial-ekonomi d. Obat-obatan Trauma Kebersihan mulut buruk Skor OHIS
Kebiasaan menyikat gigi
Susunan gigi
Komposisi dan sekresi saliva
Asupan makanan
Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti C. Hipotesis Ada hubungan antara obesitas dengan skor oral hygiene index simplified pada remaja usia 16-18 tahun di SMAN 1 Surakarta.
commit to user