BAB II LANDASAN TEORI Dalam penelitian ini penulis akan membahas atau menganalisis hubungan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, penulis akan menyampaikan landasan teori yang berkaitan dengan hal tersebut yang terbagi menjadi 3 (tiga) bagian pokok yaitu tentang pemeriksaan pajak, kewajiban perpajakan, dan kepatuhan Wajib Pajak. Sebelum mengukur Kepatuhan Wajib Pajak, kita harus tahu apa saja yang menjadi kewajiban sebagai Wajib Pajak. Setelah itu baru kita lihat kewajiban perpajakan yang mana yang telah atau belum dipenuhi oleh Wajib Pajak. Berdasarkan data hasil pemeriksaan pajak tersebut kita juga dapat membandingkan bagaimana kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan pajak. Apakah ada hubungan antara pemeriksaan pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. A. Pemeriksaan Pajak 1. Pengertian Pemeriksaan Pajak Sebelum diuraikan pengertian dan definisi pemeriksaan pajak, perlu dijabarkan lebih dulu pengertian dari pajak itu sendiri. Definisi menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang dikutip R. Santoso Brotodihardjo pada buku yang berjudul Pengantar Ilmu Hukum Pajak, menyatakan bahwa pajak adalah : “Iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” (1995:2) Sedangkan definisi mengenai pemeriksaan pajak, pengertiannya dijelaskan dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2007. Menurut Undang-Undang tersebut, pemeriksaan pajak “… adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” 2. Pemeriksaan Pajak Berdasarkan PMK-RI No.199/PMK.03/2007 Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, tujuan pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut : a. Menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu dalam hal Wajib Pajak: 1) menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. 2) menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3) tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran 4) melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;atau 5) menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dapat dilakukan dalam hal : 1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; 2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; 3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; 4) Wajib Pajak mengajukan keberatan; 5) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; 6) Pencocokan data dan/ atau alat keterangan; 7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; 8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; 9) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak; 10) Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan 11) Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. 3. Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak Jenis pemeriksaan pajak menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2003 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang terpilih berdasarkan skor resiko kepatuhan secara komputerisasi. c. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan atau pengaduan yang
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
d. e. f. g. h.
berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan atau mengumpulkan data dan atau keterangan untuk tujuan tertentu. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. Pemeriksaan Terintegrasi, yaitu pemeriksaan terkoordinasi dari dua atau lebih unit pemeriksaan terhadap beberapa Wajib Pajak yang memiliki hubungan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan, usaha, dan atau finansial. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak, yaitu pemeriksaan yang dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai dengan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Berdasarkan pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007, standar pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari hal-hal sebagai berikut : a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama b. Luas Pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan Pemeriksaan c. Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim seorang atau lebih anggota tim e. Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi di
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
f. g. h. i. j.
luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti peterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau ditempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa Pajak Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan Laporan Hasil Pemeriksaan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau SuratTagihan Pajak
Selanjutnya pada pasal 12 ayat (1) PMK tahun 2007 tersebut dijelaskan bahwa dalam melakukan Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang untuk : a. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak b. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak d. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan e. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak f. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak g. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pada pasal yang sama, ayat (2) menjelaskan bahwa dalam melakukan pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak berwenang untuk : a. Memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan surat panggilan b. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak c. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak e. Meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui Wajib Pajak f. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan. Atas peminjaman buku-buku dan lain-lain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan c diberikan tanda bukti peminjaman yang menyebutkan secara rinci dan jelas mengenai jenis serta jumlahnya. Selanjutnya pasal 18 PMK tahun 2007 tersebut menjelaskan tentang tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak apabila Wajib Pajak, wakil atau kuasanya tidak ada di tempat ketika dilakukan pemeriksaan pajak. Bila hal ini terjadi maka yang dapat dilakukan adalah : a. Pemeriksaan tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang ada dalam kewenangannya,dan selanjutnya Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya b. Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
c. Apabila pada saat Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan setelah dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Wajib Pajak tetaptidak ada di tempat, Pemeriksaan tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mewakili Wajib Pajak guna membantu kelancaran Pemeriksaan d. Dalam hal pegawai Wajib Pajak yang diminta mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, pegawai Wajib Pajak tersebut harus menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan e. Dalam hal pegawai Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. Pasal 22 dalam PMK tahun 2007 tersebut menerangkan tentang pembahasan hasil akhir pemeriksaan oleh pemeriksa Wajib Pajak adalah sebagai berikut : a. Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir. b. Pemberitahuan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Pemeriksaan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. c. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya disampaikan oleh Pemeriksa Pajak melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya. d. Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan berhak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan paling lama : 1). 3 (tiga) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak untuk Pemeriksaan Kantor; 2). 7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak untuk Pemeriksaan Lapangan. Sedangkan pasal 23 dalam PMK yang sama menerangkan hal-hal berikut :
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sebagai
a. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. b. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. c. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk melakukan pembahasan akhir dengan Wajib Pajak dan hasil pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. d. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. e. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak tidak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan dan tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. f. Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pemeriksa Pajak telah membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilaksanakan. g. Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3),
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
h.
i. j. k.
Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar perbedaan tersebut dibahas lebih dahulu oleh Tim Pembahas. Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas dituangkan dalam risalah Tim Pembahas yang merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan. Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu. Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 1 (satu) bulan.
B. Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak Badan Kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang No.6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No.28 tahun 2008 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5.
Kewajiban mendaftarkan diri (Ps. 1) Kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (Ps. 3) Kewajiban membayar atau menyetor pajak yang terutang (Ps. 10) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan (Ps. 28) Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan kewajiban memungut, menyetor, dna melaporkan PPN dan PPnBM (Ps. 3A Undang-Undang PPN)
Kewajiban yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak setelah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas adalah melakukan pembayaran dan melaporkan pajak yang terutang atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya.
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Selain itu, Wajib Pajak juga memiliki kewajiban untuk memungut/memotong dan menyetorkan pajak atas penghasilan yang dibayarkan/terutang kepada pihak lainnya. Tata cara pemenuhan kewajiban tersebut diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang No.36 Tahun 2008 beserta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan peraturan tersebut, terdapat beberapa kewajiban penyampaian SPT yang harus dipenuhi Wajib Pajak Badan, antara lain : 1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh Pasal 25 PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, setelah dikurangi dengan PPh yang telah diporong/dipungut oleh pihak lain dan PPh yang terutang/dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan, dibagi 12 (dua belas). Bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan (Wajib Pajak Baru), besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). Surat Setoran Pajak PPh Pasal 25 juga merupakan SPT Masa PPh Pasal 25 SPT Masa PPh Pasal 25 merupakan salah satu SPT Masa yang wajib disampaikan oleh Wajib Pajak Badan meski tidak terdapat pembayaran (SPT Nihil).
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Apabila WP tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan tersebut akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 100.000, untuk satu SPT Masa. 2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan 1771) Setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Tahunan (SPT Tahunan PPh Badan-SPT 1771) SPT Tahunan paling lambat disampaikan 4 (empat) bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau tahun buku apabila Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan SPT Tahunan tersebut akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 1.000.000 dan dapat diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan pajak. Fungsi SPT Tahunan bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang serta untuk melaporkan tentang pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1(satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak, serta penghasilan yang merupakan obyek pajak atau bukan obyek pajak. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak Badan dapat melunasi sendiri PPh yang terutang selama tahun berjalan dengan membayar angsuran bulanan sesuai dengan ketentuan Pasal 25 kemudian melaporkannya dalam SPT Masa/Bulanan. Pembayaran PPh Pasal 25 tersebut merupakan pembayaran di
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
muka terhadap utang pajak penghasilan yang akan dihitung sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak. Pada akhir tahun pajak, Wajib Pajak harus menghitung kembali besarnya PPh yang sebenarnya terutang dan PPh yang masih harus dibayar setelah dikurangi dengan kredit pajak. Kredit Pajak yang dimaksud meliputi angsuran bulanan PPh Pasal 25, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 24, dan Tanda Bukti Fiskal Luar Negeri (TBFLN) tahun pajak yang sesuai. Apabila hasil perhitungan yang dilakukan menunjukkan adanya kurang bayar atas PPh 25 yang sebenarnya terutang pada tahun tersebut, Wajib Pajak harus melunasi kekurangannya yang biasa disebut dengan PPh Pasal 29. PPh 29 tersebut harus dilunasi paling lambat sebelum SPT Tahunan dilaporkan dan batas waktu penyampaian SPT Tahunan tersebut berakhir. C. Kepatuhan Wajib Pajak Badan PPh Pasal 25/29 Kata kepatuhan berasal dari kata dasar “patuh”. Patuh, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai makna suka menurut (perintah dan sebagainya) dan taat (pada perintah, aturan, dan sebagaimana). Sedangkan “kepatuhan” mempunyai makna sifat patuh atau ketaatan. Kepatuhan bila dikaitkan dengan perpajakan dapat diartikan sebagai ketaatan atau sifat patuh terhadap kewajiban-kewajiban perpajakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Persyaratan/kriteria untuk ditetapkan menjadi Wajib Pajak Patuh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Krteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak adalah sebagai berikut : 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak 3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut 4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir D. Teori Tingkat Kepatuhan Kepatuhan Wajib Pajak menurut Norman D. Nowak dikutip Mohammad Zain pada buku yang berjudul Manajemen Perpajakan, menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah : “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung pajak yang terutang dengan benar, dan membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.” (2007:31) Sedangkan definisi kepatuhan yang ditulis oleh Safri Nurmantu dan dikutip oleh Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu dalam buku yang berjudul Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu, menyatakan bahwa kepatuhan adalah :
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
“Kepatuhan wajib pajak yaitu kepatuhan perpajakan yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.” (2006:10)
E. Penelitian Terdahulu Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan satu penelitian terdahulu yang
disusun oleh Aulia Fatriyani (2011). Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa proses pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap WP Badan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perpajakan yang meliputi persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Namun karena pemeriksaan tersebut rata-rata dilaksanakan memakan waktu lebih dari 3 bulan, sehingga ketentuan formal dari jangka waktu penyelesaian pemeriksaan pajak seringkali tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pelaksanaan pemeriksaan pajak harus dilaksanakan dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama. Berdasarkan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh KPP Pratama Jakarta Senen dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan WP dinilai masih relatif rendah, hal itu terbukti dengan masih ditemukannya WP yang meminta perpanjangan waktu untuk dapat menyampaikan atau mempersiapkan berkas-berkas yang harus diperiksa oleh tim pemeriksa pajak. Kurangnya tingkat kepatuhan WP tersebut dapat disebabkan karena minimalnya pengetahuan perpajakan WP atau karena ada faktor
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kesengajaan WP dalam melaporkan objek pajak yang bertujuan meminimalkan beban pajak yang harus disetor ke Kas Negara. Adapun perbedaan penelitian yang akan diteliti yaitu terletak pada variabel penelitiannya, dimana pada penelitian sebelumnya variabel yang digunakan adalah tahapan prosedur pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan. Sedangkan peneliti menggunakan variabel penerapan prosedur pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan, yang dapat dilihat dari adanya perubahan tingkat pelaporan SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPh Pasal 25 sebelum dan setelah pemeriksaan.
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/