BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Total Quality Management (TQM) Kualitas adalah ukuran seberapa mampu suatu barang atau jasa memenuhi
kebutuhan konsumen sesuai dengan standar tertentu. Standar tersebut mungkin berkaitan dengan waktu, bahan, kinerja, keandalan, atau karakteristik yang dapat dikuantitaskan (Wikipedia, 2015). Manajemen kualitas total adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan definisi dari ISO (International Organization for Standarization), manajemen kualitas total adalah pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat. Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa kualitas adalah tingkat baik buruknya suatu produk yang dihasilkan ataupun jasa yang diberikan kepada konsumen (Mulyadi, 2001). Produk ataupun jasa yang berkualitas akan dapat memenuhi kepuasan konsumen dan akan menciptakan kepercayaan konsumen, dengan demikian citra dari perusahaan pun akan semakin bagus. Mengingat pentingnya kualitas maka kualitas ini perlu dikelola dengan baik. Sistem pengelolaan kualitas dikenal sebagai TQM. Berikut penjelasan mengenai TQM.
10
11
2.1.1
Pengertian Total Quality Management (TQM) Total Quality Management merupakan sistem yang memperbaiki kualitas
secara terus menerus. Kualitas menurut Vincent Gasperz (2010: 5): “Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.’’ Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana (2003: 3) menyatakan bahwa : “Kualitas terdiri dari segi design dan kesesuaian dimana antara keduanya terdapat beberapa kesamaan elemen-elemen yang terdiri dari: kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kualitas mencakup produk dan jasa, manusia, proses dan lingkungan. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa yang akan datang.’’ Rivai (2008: 62) mengatakan definisi Total Quality Management (TQM) adalah “konsep yang memerlukan komitmen dan keterlibatan pihak manajemen dan seluruh pengelola perusahaan untuk memenuhi keinginan atau kepuasan pelanggan secara konsisten”. Total Quality Management adalah perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari perusahaan, dan semua orang ke dalam falsafalah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas dan kepuasan konsumen (Nasution, 2005). Total Quality Management menurut teori-teori di atas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan 4 (empat) indikator yang dikembangkan oleh (Banker, 1993) yaitu: “1. Reward karyawan untuk peningkatan kualitas. 2. Pemberian reward dari manajemen untuk karyawan. 3. Pemberhentian produksi kualitas. 4. Pemeriksaan output karyawan.”
12
Berdasarkan pengertian tersebut dapat penulis jelaskan bahwa Total Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang melibatkan semua orang di dalam organisasi untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkesinambungan atas produk, jasa, proses dan lingkungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan. Seperti apapun TQM didefinisikan, yang lebih penting adalah bagaimana mengimplementasikan TQM dengan menggunakan prinsip-prinsip dalam TQM agar berhasil dalam melaksanakannya dan berdampak positif bagi perusahaan, karyawan dan pelanggan. 2.1.2
Unsur – Unsur Total Quality Management Perbedaan Total quality Management dengan pendekatan lain dalam
menjalankan usaha adalah komponen bagaimana (How). Komponen-komponen ini memiliki sepuluh unsur yang dikemukakan oleh Goestsch dan Darvis seperti yang dikutip oleh Fandi Tjiptono & Anastasia Diana (2003), yaitu: 1.
Fokus pada Pelanggan Driver perusahaan dalam penerapan TQM adalah fokus terhadap pelanggan. Disamping itu pelanggan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pelanggan eksternal sebagai penentu kualitas produk atau jasa dan pelanggan internal yang berperan dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk dan jasa (Sunardi, 2003).
2.
Obsesi terhadap Kualitas Kualitas yang ditetapkan organisasi harus sudah bisa memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan (Wibowo, 2007).
13
3.
Pendekatan Ilmiah Pendekatan ilmiah menurut Nasution (2010) sangat diperlukan dalam penerapan TQM untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan, serta pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.
4.
Komitmen Jangka Panjang Tjiptono dan Anastasia (2003) menjelaskan tentang komitmen jangka panjang TQM yang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan baik. Komitmen jangka panjang merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis sehingga dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula.
5.
Kerja Sama Tim (Teamwork) Organisasi
yang
menerapkan
TQM
memerlukan
kerjasama
tim
(Teamwork), baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya (Soegoto, 2009). 6.
Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan Menurut Herjanto (2007), perbaikan sistem secara berkesinambungan bermanfaat untuk proses-proses tertentu didalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat semakin meningkat.
7.
Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental dalam TQM suatu organisasi. Oleh karena itu setiap orang dalam perusahaan
14
diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar setiap orang dapat meningkatkan keterampilan teknis dan profesionalnya (Budiyono ,2005). 8.
Kebebasan yang Terkendali Nasution (2010) menjelaskan bahwa kebebasan yang terkendali dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam TQM. Unsur tersebut penting karena dapat meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat.
9.
Kesatuan Tujuan TQM harus memiliki kesatuan tujuan agar dalam penerapannya TQM dapat berjalan dengan baik, sehingga setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Kesatuan tujuan tersebut tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja (Tjiptono dan Anastasia, 2003).
10.
Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan Keterlibatan karyawan merupakan hal yang penting dalan penerapan TQM, karena keterlibatan dan pemberdayaan karyawan akan memberikan karyawan hak untuk merekomendasikan perubahan lalu diberikan tanggung jawab untuk penerapannya (Sukoco, 2007).
15
2.1.3
Konsep Total Quality Management Menurut Nasution (2010: 24) Total Quality Management adalah:
“Suatu sistem manajemen yang difokuskan pada seluruh orang atau tenaga kerja, yang mempunyai bagian untuk meningkatkan kepuasan pada pelanggan dengan memberikan kualitas yang sesuai dengan standar perusahaan, namun dengan biaya pencapaian nilai lebih rendah dari nilai suatu produk atau jasa.” Ahli mutu Deming (2001) menggunakan 14 langkah untuk menentukan perbaikan mutu, dan langkah tersebut dikembangkan menjadi 5 konsep efektif yang dikemukakan oleh Heizer dan Render (2001), yaitu: 1.
Perbaikan Terus Menerus Tjiptono dan Anastasia (2003) menjelaskan perbaikan terus menerus merupakan salah satu unsur Total Quality Management. Konsep perbaikan ditetapkan terhadap proses produk maupun orang yang melaksanakannya. Proses ini hanya dapat berhasil apabila disertai dengan usaha sumber daya manusia yang tepat.
2.
Pemberdayaan Karyawan Menurut Heizer dan Render (2001) menjelaskan bahwa pemberdayaan karyawan untuk setiap proses yang diproduksi dilibatkan dalam manajemen perusahaan. Teknik untuk membangun pemberdayaan karyawan mencakup tindakan seperti membentuk jaringan komunikasi yang melibatkan karyawan, mendorong karyawan untuk bersikap terbuka dan sebagian motivator, dan membangun organisasi dengan sikap mental yang tinggi.
16
3.
Perbandingan Kinerja (Benchmarking) Wibowo (2007) menjelaskan bahwa untuk pemberdayaan karyawan dibutuhkan pengembangan target kerja yang akan dicapai sesuai standar dan tolak ukur agar dapat mengukur kinerja sendiri yang disebut dengan perbandingan kerja.
4.
Penyedia Kebutuhan yang Tepat Waktu (Just In Time) Penyedia kebutuhan tepat waktu (Just In Time) merupakan pemikiran yang memperbaiki masalah yang cepat pada pengukuran kinerja sesuai dengan target kerjanya (Heizer dan Render, 2001).
5.
Pengetahuan Mengenai Peralatan Total Quality Management Pengetahuan mengenai peralatan TQM merupakan suatu aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab (Gasperz, 2010).
17
Tabel 2.1 14 langkah untuk menerapkan perbaikan mutu
1. Ciptakan konsisten tujuan 2. Arahkan untuk perubahan lebih baik 3. Realisasikan mutu kedalam produk, hentikan ketergantungan kepada pemeriksa yang menemukan masalah 4. Ciptakan hubungan jangka panjang berdasarkan kinerja sebagai ganti dari pemberian penghargaan pada bisnis berdasarkan ukuran harga 5. Lakukan perbaikan terus menerus baik barang maupun jasa 6. Mulailah pelatihan karyawan 7. Melembagakan kepemimpinan 8. Hilangkan ketakutan 9. Hilangkan hambatan-hambatan antar departemen 10. Hindari memberikan nasihat tidak perlu kepada karyawan 11. Dukung, bantu dan perbaiki 12. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggaan karyawan atas keahliannya 13. Giatkan program pendidikan dan self-improvement 14. Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk mengerjakannya Sumber: Deming (2001) 2.1.4 Prinsip Total Quality Management TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (2003) ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu: 1)
Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting bagi perusahaan, berkaitan dengan persaingan yang semakin ketat, kepuasan pelanggan
18
akan menentukan tingkat keuntungan dan kerugian suatu organisasi (Lerbin dan Aritonang, 2005). 2)
Respek terhadap setiap orang respek terhadap setiap orang merupakan hal penting, pada perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas (Nasution, 2005). Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang didalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3)
Manajemen berdasarkan fakta Perusahaan yang berkelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya, bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan hanya sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap
sistem
organisasi.
Dengan
demikian,
manajemen
dapat
19
memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan (Tjiptono & Anastasia, 2003). 4)
Perbaikan secara berkesinambungan Perbaikan berkesinambungan dilakukan secara bertahap untuk membuat sesuatu agar bisa lebih baik. Perbaikan berkesinambungan melibatkan seluruh karyawan dalam perusahaan dan sumber daya finansial yang tidak terlalu
besar
namun
memberikan
dampak
yang
mengesankan
(Perreault/Mc Charty, 2009). 2.1.5
Elemen Pendukung Total Quality Management Ada beberapa elemen-elemen pendukung didalam Total Quality
Management, dan berikut ini adalah elemen-elemen pendukung didalam Total Quality Management, menurut Tenner dan Torro (1994), adalah: 1.
Kepemimpinan (Leadership) Definisi kepemimpinan dalam Total Quality Management menurut
Goestch dan Davis (1994:192) dalam Nasution (2010: 200) adalah bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Kepemimpinan sendiri tidak hanya berada pada posisi puncak struktur organisasi perusahaan, tetapi juga meliputi setiap level yang ada dalam organisasi. Kepemimpinan bukanlah fungsi dari kharisma. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa hanya mengandalkan kharisma yang ia miliki semata dalam usaha memimpin suatu kelompok tertentu. Bila seorang pemimpin mencoba
20
menggunakan citra dan kharismanya semata untuk memimpin suatu organisasi, maka ia bukanlah pemimpin, tetapi misleader (Nasution, 2010). Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik (Goestch 1997) yaitu: 1. Tanggung jawab seimbang 2. Model peranan yang positif 3. Memiliki keterampilan komunikasi yang baik 4. Memiliki pengaruh positif 5. Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain 2.
Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) Pendidikan merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih bersifat
filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran. Di dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif. Serta menjadikan karyawan efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktivitas organisasi secara keseluruhan sehingga organisasi menjadi lebih kompetitif (Tjiptono dan Anastasia, 2003). 3.
Struktur Pendukung (Supportive Structure) Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan
yang dianggap perlu untuk melaksanakan suatu strategi untuk pencapaian kualitas.
21
Dukungan seperti itu mungkin biasa diperoleh didalam organisasi itu sendiri. Suatu staff pendukung yang kecil dapat membantu sebagai narasumber melalui jaringan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan mengenai sumbersumber yang berhubungan dengan kualitas bagi tim manajer senior ( Tenner dan Toro, 1994). 4.
Komunikasi (Communication) Menurut Rad (2005) komunikasi merupakan hal yang sangat penting
dalam filososfi TQM. Panduan dari manajemen merupakan kunci keberhasilan bahwa tindakan pegawai selaras dengan tujuan organisasi. Setiap individu dalam organisasi harus menciptakan aliran komunikasi yang sehat. Kebuntuan komunikasi dalam organisasi akan menyebabkan kegagalan implementasi dari Total Quality Management. 5.
Penghargaan dan Pengakuan (Reward and Recognition) Kebanyakan orang cenderung ingin keluar dari suatu pekerjaan bukan
karena hanya upah atau gaji tetapi karena kepuasan kerja. Apakah upaya mereka diterima dengan baik atau tidak. Program perbaikan mutu meningkatkan keterlibatan semua pegawai di dalam pekerjaan mereka, dan memberikan satu kesempatan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat dikerjakan secara lebih efektif. Banyak perusahaan juga menerapkan beberapa bentuk pengakuan bagi pemberian sumbangan kepada perbaikan mutu. Nilai keuangan dari setiap penghargaan manapun pada umumnya tidak demikian penting. Bagian terpenting adalah setiap proses pemberian penghargaan memungkinkan manajemen untuk memberi isyarat kepada semua
22
pegawai bahwa mereka diberikan penghargaan yang baik untuk lebih berprestasi dalam pekerjaan (Munro dan Malcom Munro, 1992). 6.
Pengukuran (Measurement) Pengukuran sangat penting karena menentukan seberapa jauh pengetahuan
pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar terpenuhi. Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan juga menjadi hal yang sangat esensial bagi setiap perusahaan atau organisasi Total Quality Management. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan (Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, 2003). 2.1.6
Manfaat Total Quality Management Manfaat Total Quality Management (TQM) adalah memperbaiki kinerja
karyawan dalam mengelola perusahaan agar dapat meningkatkan penghasilan perusahaan. Nasution (2010) menyebutkan beberapa manfaat yang diperoleh dari penerapan Total Quality Management diantaranya adalah: a. Perbaikan kepuasan pelanggan b. Penghapusan kesalahan-kesalahan dan pemborosan c. Peningkatan dorongan semangat kerja dan tanggung jawab pegawai d. Peningkatan profitabilitas dan daya saing Keuntungan
pengendalian
mutu
menurut
Ishikawa
(1992)
yaitu
memungkinkan perusahaan untuk menemukan kesalahan atau kegagalan dalam proses produksi. Selain itu, desain produk dapat mengikuti keinginan pelanggan secara efisien sehingga produknya selalu dibuat sesuai pilihan pelanggan.
23
Keuntungan yang didapat perusahaan karena menyediakan barang atau jasa yang berkualitas baik berasal dari pendapatan penjualan yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah, gabungan keduanya menghasilkan profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan (Nasution, 2010). Menurut Hardjosoedarmo (2004) penerapan TQM akan membuat karyawan menjadi lebih loyal kepada organisasinya dan menganggap bahwa keberhasilan organisasi identik dengan keberhasilan pribadi. Karyawan akan melakukan pekerjaan secara sukarela untuk melakukan perbaikan mutu tanpa campur tangan, tekanan, ataupun dorongan manajemen. Karyawan baru dengan mudah akan menyesuaikan diri pada budaya mutu yang telah terbentuk dalam organisasi. Oleh karena itu pergantian, absensi, dan unjukrasa dapat dikurangi, bahkan ditiadakan. Menurut Tjiptono dan Anastasia (2003) perusahaan yang menerapkan teknik TQM akan memperoleh beberapa manfaat utama yang pada akhirnya akan meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan, antara lain: rute pertama yaitu pasar dan rute kedua yaitu rute biaya. Rute pertama menjelaskan perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba yang diperoleh semakin besar. Rute kedua menjelaskan perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh akan meningkat.
24
2.2
Self Esteem
2.2.1
Pengertian Self Esteem Menurut Rosenberg (1979) self esteem adalah evaluasi diri seseorang
terhadap kualitas atau keberhargaan diri sebagai manusia. self esteem adalah perasaan terhadap diri, seperti perasaan bangga mempunyai gambaran positif terhadap diri (Schunk & Zimmerman, 2008). Self esteem merupakan konsep penting karena terbukti mampu berdampak luas pada kognisi, motivasi, emosi dan perilaku (Jambor & Elliot, 2005). Self esteem adalah aspek evaluatif dari konsep diri yang merupakan pandangan keseluruhan bahwa diri sendiri berharga atau tidak (Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohs, 2003). Coopersmith (1967) mendefinisikan self esteem sebagai sejauh mana individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, sukses dan berharga yng secara singkat dapat dikatakan bahwa self esteem adalah harga yang diberikan pada diri sendiri. Self esteem merupakan komponen penting dari konsep diri (Cast & Burke, 2002). Self esteem diukur dengan pernyataan positif dan pernyataan negatif. Orang yang sepakat dengan pernyataan positif dan tidak sepakat dengan pernyataan negatif memiliki self esteem yang tinggi dimana mereka melihat dirinya berharga, mampu dan dapat diterima. Orang yang memiliki self esteem rendah akan merasa tidak baik dengan dirinya sendiri (Kreitner & Knicki, 2007). Adapun pernyataan positif dan pernyataan negatif yang dikembangkan oleh Moris Rosenberg (1965) adalah sebagai berikut: “1. Secara keseluruhan, saya puas dengan diri saya sendiri. 2. Kadang-kadang saya berpikir saya berguna sekali. 3. Saya merasa bahwa saya memiliki banyak kualitas yang bagus.
25
4. aya mampu untuk melakukan kegiatan begitu pula dengan kebanyakan orang lain. 5. Saya merasa saya tidak mempunyai sesuatu untuk dibanggakan. 6. Saya kadang-kadang merasa tidak berguna sama sekali 7. Saya merasa bahwa saya adalah orang yang berguna, paling tidak sama dengan orang lain. 8. Saya berharap saya dapat mempunyai lebih banyak hormat kepada diri saya sendiri. 9. Setelah saya pertimbangkan semuanya, saya cenderung merasa bahwa saya gagal. 10. Saya mempunyai sikap positif terhadap diri saya.” Self esteem merupakan konsep penting karena besar pengaruhnya terhadap kognisi, motivasi, emosi dan perilaku (Campbell & Lavalle, 1993). Menurut Baumeister, et. al (2003) self esteem adalah cara seseorang menilai dirinya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa self esteem adalah harga yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri atau positif negatifnya penilaian terhadap dirinya. 2.2.2
Ciri-ciri Self Esteem
Self esteem ditinjau dari kondisinya dibedakan dalam 2 (dua) kondisi: 1. Strong (kuat) 2. Weak (lemah) Ciri-ciri orang yang memiliki self esteem yang kuat adalah sebagai berikut: 1.
Self Confidence (percaya diri): yaitu menghadapi segala sesuatu dengan penuh percaya diri dan tidak mudah putus asa, menyadari sepenuhnya kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Rasa percaya
diri
dimanfaatkan
untuk
bisa
mengatasi
segala
permasalahan yang muncul sehingga tidak mudah putus asa dan bila berhasil juga tidak besar kepala.
26
2.
Goal Oriented (mengacu hasil akhir):
yaitu ketika ingin
melaksanakan sesuatu selalu memikirkan langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuannya dengan memikirkan segala konsekuensi yang diperkirakan akan muncul serta memiliki alternatif lainnya untuk mencapai tujuan tersebut. 3.
Appreciative (menghargai): yaitu merasa cukup dan selalu bisa menghargai yang ada disekelilingnya serta dapat membagi kesenangannya dengan orang lain.
4.
Contented (puas/senang): yaitu bisa menerima dirinya apa adanya dengan segala kelebihan dan kelemahannya serta mempunyai toleransi yang tinggi atas kelemahan orang lain dan mau belajar dari orang lain. Dia melihat masa depan dengan apa yang ada pada dirinya dan yang bisa dilakukannya dan bukannya masa depan yang sekedar menirukan orang lain.
Orang yang mempunyai self esteem yang kuat akan mampu membina relasi yang baik dan sehat dengan orang lain, bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang berhasil. Ciri-ciri orang yang memiliki self esteem yang lemah (weak) adalah: 1. Critical (selalu mencela): yaitu selalu mencela orang lain, banyak keinginannya dan sering kali tidak terpenuhi. Senang memperbesar masalah-masalah kecil dan seringkali tidak mengakui kelemahannya. 2. Self-centred (mementingkan dirinya sendiri): yaitu biasanya egois, tidak peduli dengan kebutuhan atau perasaan orang lain, segala sesuatunya
27
berpusat pada diri sendiri, tidak ada tenggang rasa dengan lainnya yang akhirnya berakibat bisa menjadi frustasi. 3. Cynical (sinis/suka mengolok-olok): yaitu senang meledek orang lain dengan omongan yang sinis, sering mensalahartikan pemikiran ,kegiatan, kebaikan serta niat baik orang lain sehingga orang lain tidak senang pada dirinya. 4. Diffident (malu-malu): yaitu menyangkal atas semua kelemahannya, tidak pernah bisa membuktikan kelebihannya dan sering kali gagal dalam melakukan sesuatu. 2.2.3
Faktor-faktor Pembentuk Self Esteem Ada enam faktor pendukung untuk membangun self esteem yang biasanya
disingkat dengan G-R-O-W-T-H, yaitu: (http:www.bppsdmk, 2008) 1. Goal setting (merencanakan tujuan), yaitu menentukan tujuan hidup. 2. Risk taking (mengambil resiko), yaitu berani untuk mengambil resiko karena seseorang tidak akan pernah mengetahui kemampuan diri sendiri jika tidak mau mengambil resiko. 3. Opening up (membuka diri), yaitu jika seseorang mampu membuka diri dan berbagi rasa (sharing) dengan orang lain maka akan mudah baginya mengenali dirinya sendiri. 4. Wise-choice making (membuat keputusan yang bijaksana), yaitu jika seseorang terbiasa untuk membuat keputusan yang benar maka akan meningkatkan self confidence dan self esteem.
28
5. Time sharing (berjalan sesuai dengan waktu), yaitu jangan terlalu memberikan tekanan atau paksaan pada diri sendiri untuk mendapatkan perubahan karena tidakmungkin perubahan bisa didapat secara langsung. 6. Healing (penyembuhan), yaitu penyembuhan dalam arti fisik dan mental dan hal itu bisa dilakukan dengan cara membuat komitmen dan thanksfull (rasa syukur). self esteem adalah suatu kualitas yang dapat ditingkatkan pada setiap saat dalam kehidupan manusia dan tidak terikat oleh umum, pendidikan, dan status sosial. Membangun self esteem adalah suatu ketekunan, walaupun perjuangan untuk membangun self esteem tidak mudah tetapi pantas untuk tetap dilakukan karena hasilnya bisa dinikmati untuk selamanya. 2.2.4 Cara-cara untuk Meningkatkan Self Esteem Adapun cara-cara atau langkah untuk meningkatkan self esteem adalah: 1. Memberikan positive stroke (sentuhan positif) pada orang lain, yaitu menghargai orang lain walaupun terhadap hal-hal yang kecil dengan sentuhan dan kata-kata yang diungkapkan secara spesifik serta ekspresi wajah. Sentuhan positif dapat membantu meningkatkan dan memperkuat self esteem bagi si penerima dan pemberi sentuhan positif tersebut. Memberikan sentuhan positif adalah cara untuk memberikan penghargaan yang sehat kepada orang lain. Bila kita memperlakukan orang lain dengan hormat dan penuh kasih sayang, harga diri kita secara tidak langsung ikut terbawa menjadi lebih kuat lagi. Adapun cara memberikan sentuhan positif adalah dengan memandang langsung mata orang yang diberikan sentuhan
29
positif untuk menunjukkan keseriusan dan perhatian seseorang serta berkata dengan menggunakan kata-kata yang lebih jelas, lebih spesifik, hangat dan nada suara yang baik. 2. Tidak memberikan plastic stroke (sentuhan palsu atau basa-basi) pada orang lain, penghargaan yang diberikan pada orang hanyalah merupakan basa-basi, dianggap tidak ada sama sekali, sehingga membuat orang lain merasa tidak nyaman. Pujian-pujian yang berlebihan atau tidak tulus dimasukkan sebagai kategori sentuhan palsu yang tidak berharga dan tidak akan meningkatkan self esteem baik pemberi maupun penerimanya. 3. Harus bisa menerima dan belajar untuk menerima positive stroke yang diberikan oleh orang lain. 4. Menolak plastic stroke dengan halus dan tanpa pamrih. 5. Bersungguh-sungguh menetapi apa yang sudah diusahakan, sebab tidak akan bernilai jika tidak disertai usaha yang gigih dan sungguh-sungguh. 2.3
Kinerja Karyawan
2.3.1
Pengertian Kinerja Menurut Mangkunegara (2006: 43) kinerja adalah “hasil yang dapat
dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran perusahaan yang ditetapkan”. Sedangkan menurut Rivai (2008: 309) kinerja adalah “perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
30
Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang pada periode tertentu berdasarkan alat ukur yang digunakan baik kualitas maupun kuantitas dengan membandingkan target dan hasil yang dicapai. 2.3.2 Pengertian Karyawan Hasibuan (2008) menjelaskan bahwa karyawan merupakan penjual jasa (pikiran dan tenaganya) dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam hal ini, karyawan wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian. Hasibuan (2008) juga manjabarkan tentang posisi karyawan dalam suatu perusahaan diantaranya: 1) karyawan operasional; 2) karyawan manajerial. Karyawan operasional adalah setiap orang yang secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah atasan. Kinerja manajerial adalah kemampuan atau prestasi kerja yang telah dicapai oleh para personil atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, untuk melaksanakan fungsi, tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan operasional perusahaan (Harefa, 2008: 17). 2.3.4
Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Simamora (2004) kinerja karyawan adalah “tingkat terhadapnya
para karyawan mencapai persyaratan pekerjaan”. Kinerja karyawan adalah “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
31
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2006: 67). Menurut Goodhue dan Thomson (1995) yang sudah dialih bahasakan menyatakan bahwa pencapaian kinerja karyawan dinyatakan berkaitan dengan pencapaian serangkaian tugas-tugas individu dengan dukungan tekhnologi informasi yang ada. Pengukuran kinerja karyawan ini melihat dampak sistem yang baru terhadap efektivitas penyelesaian tugas, membantu meningkatkan kinerja, penilaian kinerja dan menjadikan pemakaian lebih produktif dan kreatif. 2.3.5
Faktor-faktor Kinerja Karyawan
Menurut Hasibuan (2008: 94) mengungkapkan bahwa “kinerja merupakan gabungan tiga faktor yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja”. Menurut Soemadji Nitisemito (2001: 109) terdapat berbagai faktor kinerja karyawan, antara lain: “1. Jumlah dan komposisi dari kompensasi yang diberikan, 2. Penempatan kerja yang tepat, 3. Pelatihan dan promosi, 4. Rasa aman di masa depan (dengan adanya pesangon dan sebagiannya), 5. Hubungan dengan rekan kerja, 6. Hubungan dengan pemimpin.” Menurut Mangkunegara (2006) Faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja karyawan baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan pekerja keras. Sedangkan jika karyawan mempunyai kinerja yang buruk disebabkan karena orang tersebut
32
mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. 2.3.6
Standar Kinerja Karyawan Menurut Timple (1999: 247) standar kinerja merupakan:
“Standar kinerja dianggap memuaskan bila pernyataannya menunjukkan beberapa bidang pokok tanggung jawab karyawan, memuat bagaimana suatu kegiatan kerja akan dilakukan, dan mengarahkan perhatian kepada mekanisme kuantitif bagaimana hasil-hasil kinerja diukur”. Standar kinerja adalah target, sasaran, tujuan upaya kerja karyawan dalam kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan pekerjannya, karyawan harus mengarahkan semua tenaga, pikiran, keterampilan, pengetahuan dan waktu kerjanya untuk mencapai apa yang ditentukan oleh standar kinerja (Wirawan, 2009). Kinerja
dapat
dinilai
atau
diukur
dengan
beberapa
indikator
(Prawirosentono, 2008:27) yaitu : “1. Efektivitas, merupakan tujuan kelompok dapat dicapai dengan kebutuhan yang direncanakan. 2. Tanggung jawab, merupakan bagian yang tak terpisahkan atau sebagai kepemilikan wewenang. 3. Disiplin, merupakan taat hukum dan aturan yang berlaku. Disiplin karyawan adalah ketaatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan dimana karyawan bekerja. 4. Inisiatif, merupakan daya pikir, kreatifitas dalam bentuk suatu ide yang berkaitan dengan tujuan perusahaan.”
33
Menurut Tsui (1997) karyawan telah memenuhi standar kinerja jika memenuhi yaitu: “1. Kuantitas kerja yang melebihi rata-rata karyawan lain. 2. Kualitas kerja yang lebih baik dari karyawan lain. 3. Efisiensi kerja yang melebihi karyawan lain. 4. Standar kualitas yang melebihi standar resmi yang ada. 5. Karyawan berusaha keras dari yang seharusnya. 6. Karyawan mempunyai standar profesional yang tinggi. 7. Karyawan memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaan utama dengan baik. 8. Karyawan menggunakan akal sehat dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik. 9. Karyawan melakukan pekerjaan dengan tepat. 10. Karyawan melakukan pekerjaan utama dengan baik. 11. Karyawan memberikan kreativitas dalam pekerjaan utama dengan baik”.
Uraian di atas menjelaskan bahwa yang memegang peranan penting dalam suatu organisasi bergantung pada kinerja karyawannya. Agar karyawan dapat bekerja sesuai yang diharapkan, maka dalam diri karyawan harus ditumbuhkan motivasi bekerja untuk meraih segala sesuatu yang menjadi tujuan organisasi. 2.4
Kerangka Pemikiran
1.4.1 Hubungan antara Total Quality Management dengan Kinerja Karyawan Total
Quality
Management
merupakan
perpaduan
semua
fungsi
manajemen, semua bagian dari perusahaan, dan semua orang ke dalam falsafalah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas dan kepuasan konsumen (Nasution, 2005). Filosofi TQM membuat para karyawan memahami dan bertanggung jawab dengan baik terhadap alokasi tugas yang telah
34
ditetapkan. Karyawan juga didorong untuk dapat mengidentifikasi berbagai cara untuk memperbaiki kualitas produk. Tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk berkualitas adalah tercapainya kepuasan pelanggan (customer satisfaction) perusahaan yang ditandai dengan berkurangnya keluhan dari pelanggan sehingga menunjukkan kinerja (performance) perusahaan yang meningkat. Menurut Tjiptono dan Diana (2003) total quality management merupakan suatu pendekatan yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Disamping itu, peran continous improvement pada perusahaan secara terus menerus dapat memperbaiki tingkat kinerja dan mengurangi tingkat kesalahan kerja. TQM lebih meningkatkan pada keterlibatan karyawan, dimana karyawan tersebut belajar melalui pekerjaan yang dapat membangkitkan kemampuan karyawan dalam bekerja dan kemampuan akal sehat yang tinggi untuk memahami masalah dan untuk mencari penyelesaiannya, sehingga pelaporan informasi produktivitas untuk perbaikan dan pembelajaran produksi (Banker, 1993). Menurut Willkinson (1992), tujuan dimensi sosial dari Total Quality Management adalah untuk mempertahankan tanggung jawab karyawan atas hasil pekerjaan (output) mereka di perusahaan dan menumbuhkan motivasi individu untuk mencapai kualitas. Hasil atau output dari karyawan dapat meningkatkan efektivitas TQM di seluruh organisasi yang dibina. Jadi semakin tinggi total quality management, maka semakin tinggi pula kinerja karyawan.
35
Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Munizu (2010), Sugiyanti dan Alriani (2013), dan Andrianto (2011), hasil penelitiannya menyatakan bahwa total quality management berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Total Quality Management
Kinerja Karyawan
Gambar 2.1 Hubungan TQM terhadap Kinerja Karyawan H1
: Implementasi Total Quality Management berpengaruh terhadap
kinerja karyawan. 1.4.2 Hubungan antara Self Esteem dengan Kinerja Karyawan Menurut Baumeister, Smart, dan Boden (2003) self esteem adalah cara seseorang menilai dirinya sendiri. Self esteem merupakan komponen penting dari konsep diri (Cast & Barke, 2002). Individu yang memiliki self esteem yang tinggi umumnya merasa dirinya berharga, sehingga mereka dapat menghargai dirinya sendiri namun tetap sadar akan kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Sebaliknya, individu yang memiliki self esteem yang rendah, merasa dirinya tidak berharga dan kelemahan-kelemahannya mempengaruhi bagaimana ia memandang dirinya (Sciangula & Morry, 2009). Seseorang yang merasa dirinya begitu berharga dan berarti cenderung untuk melakukan yang terbaik dalam setiap tugas
36
dan tanggung jawabnya, baik sebagai anggota organisasi maupun sebagai individual. Dengan demikian, maka akan meningkatkan kinerja individualnya. Jika Self esteem yang dimiliki oleh karyawan tinggi, maka akan semakin meningkatkan kinerja individual, karena dengan adanya tingkat harga diri yang tinggi membuat mereka merasa dihargai sehingga karyawan berusaha bekerja dengan lebih baik dan kinerjanya semakin meningkat. Sebaliknya, jika harga diri (self esteem) yang dimiliki seorang karyawan rendah maka kinerjanya akan semakin menurun. Jika semakin tinggi self esteem yang dimiliki oleh karyawan, maka akan semakin tinggi pula kinerja karyawan. Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Engko (2006) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa self esteem berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Kinerja Karyawan
Self Esteem
Gambar 2.2 Hubungan Self Esteem terhadap Kinerja Karyawan H2
: Self Esteem berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan
1.4.3 Hubungan antara Total Quality Management terhadap Kinerja Karyawan dengan Self Esteem sebagai variabel moderating Total
Quality
Management
merupakan
sistem
manajemen
yang
mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi, termasuk karyawan
37
(Fandi Tjiptono & Anastasia Diana, 2007:1). Sehingga karyawan merupakan pihak yang melaksanakan proses perbaikan berkesinambungan dalam konsep TQM. Hasil dari proses perbaikan berkesinambungan tersebut adalah kinerja dari karyawan yang bersangkutan (Andrianto, 2011). Baik buruknya kinerja karyawan tidak lepas dari persepsi karyawan mengenai proses perbaikan berkesinambungan sesuai dengan pendekatan total quality management. Semakin persepsi karyawan terhadap proses perbaikan berkesinambungan tersebut baik, semakin karyawan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi dan kinerjanya pun semakin baik (Andrianto, 2011). Penerapan total quality management akan sangat berhasil jika didukung dengan personality development, dimana seseorang memiliki konsep diri, salah satunya yaitu self esteem. Self esteem adalah suatu keyakinan nilai diri sendiri berdasarkan evaluasi diri secara keseluruhan (Kreitner dan Knicki, 2007). Self esteem diukur dengan pernyataan positif maupun negatif. Orang yang sepakat dengan pernyataan positif dan tidak sepakat dengan penyataan negatif memiliki self esteem yang tinggi dimana mereka melihat dirinya berharga, mampu dan dapat diterima. Orang yang dengan self esteem rendah tidak merasa baik dengan dirinya (Kreitner dan Knicki, 2007). Seseorang yang mempunyai self esteem yang tinggi akan melakukan yang terbaik dalam setiap tugas dan tanggung jawabnya, baik sebagai anggota organisasi
maupun
sebagai
individual.
Dengan
demikian,
maka
akan
meningkatkan kinerja individualnya (Engko, 2006). Jadi semakin tinggi self
38
esteem, maka akan memperkuat hubungan antara total quality management terhadap kinerja karaywan. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Engko (2006) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa self esteem memoderasi hubungan antara total quality management dan kinerja karyawan.
Total Quality Management
H1
Kinerja Karyawan
H2 H3
Self Esteem
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran H3
: Self esteem dapat memoderasi hubungan antara Total Quality Management terhadap kinerja karyawan
1.5
Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Peneliti
Musran Munizu (2010)
Judul
Variabel
Metode
Hasil
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Praktik Total Quality Management dan
Variabel Independen: Total Quality Management
Analisis Regresi Linear Berganda
variabelvariabel praktek Total Quality
39
Sri Sugiyanti dan Ida Martini Alriani (2013)
Dian Kristianto, Suharnomo dan Intan Ratnawati (2010)
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT. Telkom Tbk, Cabang Makasar)
Variabel Dependen: Kinerja Karyawan
Pengaruh Total Quality Management dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat (Studi Kasus Pada Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang)
Variabel Independen: Total Quality Management dan Motivasi
Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasional Sebagai
Variabel Independen: Kepuasan Kerja
Management yang terdiri atas: (1) Kepemimpinan, (2) Perencanaan Strategis, (3) Fokus pada Pelanggan, (4) Informasi dan Analisis, (5) Manajemen Sumber Daya Manusia, dan (5) Manajemen proses mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Analisis Regresi Linear Berganda
Menunjukkan bahwa Total Quality Management dan Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja perawat di RSUD Tugurejo Semarang
Analisis Regresi Linear Sederhana
Menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di RSUD
Variabel Dependen: Kinerja Perawat
Variabel Dependen: Kinerja Karyawan
40
Edo Andrianto (2011)
Variabel Intervening (Studi pada RSUD Tugurejo Semarang)
Variabel Intervening: Komitmen Organisasional
Tugurejo Semarang dengan komitmen organisasi sebagai variabel intervening
Analisis Pengaruh Penerapan Total Quality Management Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Variabel Analisis Independen: regresi linear Total Quality sederhana Management
Menunjukkan bahwa Total Quality Management berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan
Cecilia Pengaruh Engko (2006) Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Individual Dengan Self Esteem dan Self Efficacy Sebagai Variabel Pemoderasi
Variabel Dependen: Kepuasan Kerja Karyawan Variabel Independen: Kepuasan Kerja Variabel Dependen: Kinerja Individual Variabel Moderasi: Self Esteem dan Self Efficacy
Analisis Regresi Linear Berganda
Menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja individual dengan self esteem dan self esfficacy sebagai variabel moderasi