BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Teori Umum
2.1.1
Public Relations Di antara tokoh PR adalah Ivy Ledbetter Lee dianggap sebagai the father of
public relations yang telah memikirkan dan mempraktekkan PR secara konsepsional. Ivy Lee dianggap sebagai bapak public relations/humas karena ia berhasil mengembangkan PR yang menurut para cendikiawan kemudian dijadikan landasan objek studi ilmiah (Soemirat dan Ardianto, 2010:9). Public Relations merupakan mediator yang berada antara pimpinan organisasi dengan publiknya, baik dalam upaya membina hubungan orang-orang yang berada di dalam perusahaan atau di luar perusahaan. Sebagai publik, mereka berhak mengetahui rencana kebijaksanaan, aktivitas, program kerja dan rencanarencana usaha suatu organisasi/perusahaan berdasarkan keadaan, harapan-harapan, dan sesuai dengan keinginan publik sasarannya (Ruslan, 2010:14). Menurut (Harlow dalam Ruslan, 2010:16) menyatakan bahwa, “Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk mampu menanggapi
opini
publik;
mendukung
manajemen
dalam
mengikuti
dan
memanfaatkan perubahan secara efektif; bertindak sebagai sistem peringatan dini
10
dalam mengantisipasi kecendrungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama. Jadi terdapat aspek cukup penting dalam PR, yaitu teknik komunikasi, dan komunikasi yang sehat dan etis”. Oleh karena itu PR harus cepat peka dan pintar membaca situasi dalam keadaan apapun. PR memiliki proses manajemen yang dikemukakan oleh (Cutlip,&Kelly dalam Yudarwati, 2004:154) yang menggambarkan bagaimana proses manajerial yang biasa dilakukan oleh perusahaan dalam melaksanakan aktivitas program CSR. Proses ini terdiri dari : 1.
Tahap Penemuan Fakta Tahap ini mencakup public relations melakukan riset untuk mendapatkan
fakta yang ada berkaitan dengan organisasi. Setidaknya ada tiga hal yang perlu diidentifikasi, yaitu: 1) Kondisi internal organisasi, meliputi identifikasi dan evaluasi kebijakan organisasi, aktivitas maupun produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan, serta harapan organisasi terhadap komunitas. PR diarahkan untuk meneliti masalah atau fakta-fakta yang menyangkut social responsibility yang timbul di masyarakat. 2.
Tahap Perencanaan Tahap ini merupakan tahap membuat keputusan tentang penetapan visi dan
misi, serta tujuan, mempertimbangkan kebijakan, menetapkan target, penetapan program publik, strategi tujuan, struktur organisasi, menyediakan sumber daya manusia dan pemetaan wilayah serta penentuan sumber dana untuk program CSR yang akan dilakukan.
10
3.
Tahap Aksi dan Mengkomunikasikan Tahap yang ketiga ini merupakan kegiatan yang mengarah pada penerapan
dan mengkomunikasikan program CSR kepada publik secara sistematis, sehingga persepsi publik dapat terbentuk dengan baik. 4.
Tahap Evaluasi Pada tahapan yang terakhir ini, kegiatan komunikasi dalam PR difokuskan
pada usaha untuk melakukan penilaian atas persiapan, implementasi dan hasil dari program CSR yang sudah dilakukan.
2.2
Teori Khusus
2.2.1 Corporate Social Responsibility (CSR) 2.2.1.1 Definisi Corporate Social Responsibility (Kotler dan Lee dalam Solihin, 2009:5) menyebutkan bahwa definisi tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu “Corporate Social Responsibility is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources”. “Dalam definisi tersebut, Kotler dan Lee memberikan penekanan pada kata discretionary yang berarti kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan merupakan aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-undangan seperti kewajiban untuk membayar pajak atau kepatuhan perusahaan terhadap undang-undang ketenagakerjaan”. “Kata discretionary juga memberikan nuansa bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas CSR haruslah perusahaan yang telah menaati hukum dalam pelaksanaan bisnisnya”. Jadi kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan tidak diperkenankan hanya untuk menyembunyikan kinerja operasional perusahaan yang buruk dan harus dilakukan
10
sungguh-sungguh menciptakan lingkungan masyarakat yang sehat, aman, dan sejahtera. Menurut (Maignan & Ferrell dalam Susanto, 2009:10) mendefinisikan CSR sebagai “A business acts in socially responsible manner when it’s decision and actions account for and balance diverse stakeholder interests”. “Definisi ini menekankan perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab”. (Elkington dalam Alfitri, 2011:92) mengemukakan bahwa, “sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit);masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet bumi). Pertama, profit menyangkut keuntungan perusahaan sebagai motivasi utama dari setiap kegiatan usaha. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak keuntungan antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Kedua, People menyangkut masyarakat sekitar perusahaan yang berkomitmen memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Perusahaan perlu melakukan kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat sebagai kompensasi atas dampak yang diterima masyarakat. Ketiga, Planet, diartikan sebagai kegiatan perusahaan yang peduli terhadap lingkungan sekitar agar terjaga keseimbangan lingkungan fisik dengan kehidupan manusia”. Berdasarkan rencana implementasi (draft) (ISO 26000 dalam Solihin, 2009:31) yang akan mengatur mengenai standar CSR Corporate Social Responsibility adalah “tanggung jawab sebuah perusahaan terhadap dampak-dampak
10
dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang berlaku dan normanorma
perilaku
internasional;
serta
terintegrasi
dengan
organisasi
secara
menyeluruh”. Penulis dapat menyimpulkan bahwa definisi CSR yaitu komitmen dan upaya perusahaan yang beroperasi secara legal dan etis untuk berkontribusi terhadap pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup serta pembangunan berkelanjutan guna meningkatkan kualitas hidup beragam pemangku kepentingan.
2.2.1.2 Dasar Hukum Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Pasal 74 ayat 1 UU Republik Indonesia No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan; Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Susanto, 2009:3). Sedangkan dalam Pasal 15 (b) UU Republik Indonesia No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan bahwa “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.”
10
2.2.1.3 Kategori Aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) Berdasarkan (Kotler dan Lee dalam Solihin, 2009:131) menyebutkan bahwa terdapat 6 (enam) kategori program CSR, yaitu: No Kategori CSR
Definisi
Contoh
1
Cause
Perusahaan
Kampanye yang dilakukan
Promotions
menyediakan dana atau Bank sumber
daya
Indonesia
untuk
lainnya meningkatkan kesadaraan
yang
dimiliki masyarakat
perusahaan
terhadap
untuk meningkatnya
peredaran
meningkatkan kesadaran uang palsu di Indonesia masyarakat suatu
terhadap yang
kegiatan
di
sosial kampanye
kenal
dengan 3D.
atau untuk mendukung (dilihat,diraba,diterawang). pengumpulan
dana,
partisipasi
dari
masyarakat
atau
perekrutan
tenaga
sukarela
untuk
kegiatan
suatu
tertentu.
Komunikasi untuk
persuasif menciptakan
kesadaraan
serta
perhatian terhadap suatu masalah sosial.
10
2
Cause-Related
Perusahaan
Marketing
komitmen
memiliki “Berbagi 1000 kebaiakan” untuk dengan
cara
menyumbangkan Rp 1000
menyumbangkan
persentase tertentu dari untuk setiap penjualan es penghasilannya
untuk krim vienetta walls ke
suatu
sosial kegiatan sosial.
kegiatan
berdasarkan
besarnya
penjualan produk. 3
Corporate
Perusahaan
Pampers melalui program
Social
mengembangkan
Marketing
melaksanakan kampanye mengedukasi
dan “back to sleep” bertujuan masyarakat
mengubah amerika untuk menidurkan
untuk
masyarakat bayi
perilaku dengan
dengan
posisi
tujuan telentang, hal ini dilakukan
meningkatkan kesehatan karena sudden infant death dan keselamatan publik, syndrome menjaga
(SIDS)
kelestarian mengakibatkan
yang
kematian
lingkungan hidup serta bayi secara mendadak pada meningkatkan
saat
menidurkan
bayi
kesejahteraan
dalam keadaan tengkurap.
masyarakat. 4
Corporate
Perusahaan memberikan PT
Phylanthropy
sumbangan dalam
bentuk
untuk
Telkom
langsung melakukan
Divre
pemberian
derma paket sembako menjelang kalangan hari raya Idul Fitri.
10
III
masyarakat tertentu. 5
Community
Perusahaan mendukung McDonald
Volunteering
serta mendorong para makanan
memberikan dengan
rekan profesional
karyawan,
para dan
pedagang eceran, atau sukarelawan pada musibah para pemegang franchise 9/11. agar menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna
membantu
organisasi masyarakat
lokal
maupun masyarakat.
6
Pemberian
Social
Perusahaan
Responsible
melaksanakan
Business
bisnis melampaui yang ibu
Practice
diwajibkan oleh hukum menyusui serta
aktivitas tambahan kepada balita,
yang
mendukung
kegiatan
dengan
tujuan
meningkatkan kesejahteraan komunitas dan
hamil dan
dan
ibu
Pelatihan
melaksanakan olahan pangan dari sagu.
investasi
sosial
makanan
memelihara
lingkungan hidup.
10
Dari keenam kategori aktivitas CSR tersebut, dapat disimpulkan bahwa inti atau output yang dihasilkan dari program CSR salah satunya adalah sebagai wadah atau sarana untuk mengembangkan masyarakat.
2.2.1.4 Konsep Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pelaksanaan program CSR melibatkan beberapa pihak, oleh sebab itu diperlukan beberapa kondisi yang akan menjamin terlaksananya implementasi program CSR dengan baik. Kondisi pertama, implementasi CSR memperoleh persetujuan dan dukungan dari para pihak yang terlibat sehingga pelaksanaan program CSR didukung sepenuhnya oleh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Kondisi kedua yang harus diciptakan untuk menunjang keberhasilan implementasi program CSR adalah ditetapkannya pola hubungan di antara pihak-pihak yang terlibat secara jelas. Hal ini akan meningkatkan kualitas koordinasi pelaksanaan program CSR. Tanpa adanya pola hubungan yang jelas di antara berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan CSR, maka kemungkinan besar pelaksanaan program CSR tersebut tidak akan berjalan secara optimal. Selain itu tanpa adanya pola hubungan yang jelas, maka kemungkinan program CSR tersebut untuk berlanjut (sustainable) akan berkurang. Kondisi ketiga adalah adanya pengelolaan program yang baik. Pengelolaan program yang baik hanya dapat terwujud bila terdapat kejelasan tujuan program, terdapat kesepakatan mengenai strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan program dari para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan CSR. Perwujudan program tersebut juga memerlukan dukungan terhadap program yang tengah dijalankan dari pihak-pihak yang terlibat dan terdapat kejelasan mengenai durasi waktu pelaksanaan program serta siapa yang bertanggung
10
jawab untuk memelihara kontinuitas pelaksanaan kegiatan bila program CSR sudah berakhir (Ismail Solihin, 2009 : 145).
2.2.2 Stakeholders 2.2.2.1 Pengertian Stakeholders Menyadari adanya realitas baru hubungan antara perusahaan korporasi dengan pemangku kepentingan, (Freeman dan Reed dalam Solihin, 2009:50) mengajukan dua rumusan pemangku kepentingan, yakni: pemangku kepentingan dalam pengertian luas dan pemangku kepentingan dalam pengertian sempit. Dalam hal ini pemangku kepentingan dalam arti luas yaitu kelompok maupun individu-individu yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan mereka atau pencapaian perusahaan yang dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan pada saat perusahaan mengejar tujuannya. Yang termasuk dalam pemangku kepentingan dalam pengertian ini mencakup : kelompok kepentingan publik, kelompok yang melakukan aktivitas protes (protest group), pegawai pemerintah, asosiasi perdagangan, pesaing, serikat pekerja dan juga karyawan, pelanggan pada segmen tertentu, serta pemegang saham. Pemangku kepentingan dalam arti sempit, dimana perusahaan memiliki ketergantungan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya kepada pemangku kepentingan ini yang terdiri atas kelompok-kelompok maupun beberapa individu tertentu. Pemangku kepentingan ini terdiri dari karyawan, pelanggan pada segmen tertentu, pemasok tertentu, pegawai kunci di pemerintahan, kreditur tertentu, dan pemegang saham.
10
2.2.2.2 Kategori Stakeholders (Kumar dan Subramanian serta Fotler et al dalam Solihin, 2009:59) mengklasifikasikan
Stakeholders
menjadi
3
(tiga)
jenis,
yaitu
internal
stakeholders,interface stakeholders dan eksternal stakeholders. a) Internal Stakeholders, terdiri dari orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Perusahaan secara terus-menerus memberikan imbalan yang memadai kepada kelompok pemangku kepentingan jenis ini untuk memperoleh kontribusi hasil kerja mereka. Yang termasuk ke dalam inside stakeholders adalah para manajer (managers), para profesional, dan staf nonoperasional. b) Eksternal Stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak (constituencies)
yang
bukan
pemilik
perusahaan,
bukan
pemimpin
perusahaan dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Yang termasuk ke dalam kategori eksternal stakeholders adalah pelanggan (customers), pemasok (suppliers), pemerintah (government), masyarakat lokal (local communities) dan masyarakat secara umum (general public). c) Interface Stakeholders, yaitu mereka yang melaksanakan fungsi organisasi secara internal maupun eksternal, atau mereka yang menjadi penghubung antara organisasi dengan lingkungannya. Kelompok pemangku kepentingan ini adalah staf karyawan, para pemegang saham, pembayar pajak, serta kontributor lainnya.
10
Dari ketiga jenis tersebut dapat diketahui mengenai peran pada masingmasing jenis stakeholders terhadap program CSR perusahaan. Pada jenis internal Stakeholders, orang-orang yang termasuk dalam jenis tersebut memiliki peran dalam rangka merumuskan program CSR. Pada jenis Interface stakeholders hanya menjalankan rumusan program CSR perusahaan. Sedangkan orang-orang yang termasuk pada jenis eksternal stakeholders memiliki peran sebagai pendukung ataupun sebagai objek dari program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan.
2.2.3 Citra Perusahaan Pengertian citra menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Soemirat dan Ardianto, 2010:114), yaitu: “(1) kata benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi”. (Frank Jefkins dalam Soemirat dan Ardianto, 2010:114) menyimpulkan bahwa, “secara umum citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya”. Selanjutnya, menurut (Jalaluddin Rakhmat dalam Soemirat dan Ardianto, 2010:114), “citra merupakan penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi”. Jadi citra adalah sebuah pandangan seseorang mengenai realitas dan persepsi tentang segala hal yang sudah atau belum terjadi terhadap kehidupannya. Sedangkan dalam upaya pengukurannya, (Spector dalam Jatmiko, 2011:13) menemukan enam faktor utama yang dapat mengukur dimensi utama para calon
10
responden yang mereka gunakan dalam mengekspresikan citra dari suatu organisasi. Keenam faktor utama tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Dynamic : pioneering, attention-getting, active, goal oriented Bahwa sebuah organisasi atau perusahaan haruslah dinamis : pelopor, menarik perhatian, aktif dan berorientasi pada tujuan.
2.
Cooperative : friendly, well-liked, eager to please good relations Sebuah organisasi harus mampu bekerja sama : ramah, disukai, membuat senang orang lain dan memiliki hubungan baik dengan orang lain.
3.
Business : wise, smart, persuade, well-organized Organisasi harus memiliki karakter bisnis : bijak, cerdas, persuasif, terorganisasi dengan baik.
4.
Character : ethical, reputable, respectable Sebuah organisasi yang baik, harus memiliki karakter yang baik pula seperti : etis, reputasi baik dan terhormat.
5.
Successful : financial performance, self-confidence Ciri yang dimiliki organisasi sukses adalah kinerja keuangan yang baik dan percaya diri
6.
Withdrawn : aloof, secretive, cautious Organisasi pun harus mampu menahan diri : ketat, menjaga rahasia dan berhati- hati. Dengan demikian, maka parameter atau pengukuran citra perusahaan dapat
dilakukan, melalui keenam faktor temuan Spector ini yang akan dikonversi melalui instrument penelitian, yaitu wawancara.
10
Menurut (Frank Jefkins dalam Soemirat dan Ardianto, 2010:117), ada beberapa jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas hubungan masyarakat, dan dapat dibedakan satu dengan yang lain sebagai berikut. a.
Citra Cermin (mirror image) Pengertian di sini bahwa citra cermin yang diyakini oleh perusahaan
bersangkutan terutama para pimpinannya yang selalu merasa dalam posisi baik tanpa mengacuhkan kesan orang luar. Setelah diadakan studi tentang tanggapan, kesan dan citra di masyarakat ternyata terjadi perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan citra di lapangan, bisa terjadi justru mencerminkan “citra negatifnya yang mucul. b.
Citra Kini (current image) Citra merupakan kesan yang baik diperoleh dari orang lain tetang perusahaan
atau hal yang lain berkaitan dengan produknya. Berdasarkan pengalaman dan informasi kurang baik penerimaannya, sehingga dalam posisi tersebut pihak PR akan menghadapi risiko yang sifatnya permusuhan, kecurigaan, prasangka buruk, dan hingga muncul kesalahpahaman yang menyebabkan citra kini yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan yang negatif diperolehnya. c.
Citra Keinginan (wish image) Citra keinginan ini adalah seperti apa yang ingin dan dicapai oleh pihak
manajemen terhadap perusahaan, atau produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal, menyenangkan dan diterima dengan kesan yang selalu positif diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum. d.
Citra Perusahaan (corporate image) Jenis citra ini adalah yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan
utamanya, bagaimana menciptakan citra perusahaan yang positif, lebih dikenal serta
10
diterima oleh publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing, dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial sebagainya. Dalam hal ini pihak PR berupaya atau bahkan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan citra perusahaan, agar mampu mempengaruhi harga sahamnya tetap bernilai tinggi untuk berkompetensi di pasar bursa saham. e.
Citra serbaneka (multiple image) Citra ini merupakan pelengkap dari citra perusahaan di atas,misalnya
bagaimana pihak PR-nya akan menampilkan pengenalan terhadap identitas perusahaan, atribut logo, brand’s name, seragam para front liner, sosok gedung,dekorasi lobby kantor dan penampilan para profesionalnya. Semua itu kemudian diunifikasikan atau diidentikkkan ke dalam suatu citra serbaneka yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan. f.
Citra Penampilan (performance image) Citra penampilan ini lebih ditujukan kepada subjeknya, bagaimana kinerja
atau penampilan diri para profesional pada perusahaan bersangkutan. Misalnya dalam memberikan berbagai bentuk dan kualitas pelayanannya, menyambut telepon, tamu, dan pelanggan serta publiknya, harus serba menyenangkan serta memberikan kesan yang selalu baik. Mungkin masalah citra penampilan ini kurang diperhatikan atau banyak disepelekan orang. Misalnya, dalam hal mengangkat secara langsung telepon yang sedang berdering tersebut dianggap sebagai tindakan interupsi, termasuk si penerima telepon masuk tidak menyebut identitas nama pribadi atau perusahaan bersangkutan merupakan tindakan kurang bersahabat dan melanggar etika. Pentingnya penelitian citra, ungkap (Moore dalam Soemirat dan Ardianto, 2010:116), penelitian citra menentukan sosok institusional dan citra perusahaan
10
dalam pikiran publik dengan mengetahui secara pasti sikap masyarakat terhadap sebuah organisasi, bagaimana mereka memahami dengan baik, dan apa yang mereka sukai dan tidak sukai tentang organisasi tersebut. Menurut (Haney dalam Soemirat dan Ardianto, 2010:117) pentingnya penelitian mencakup: 1) memprediksi tingkah laku publik sebagai reaksi terhadap tindakan lembaga/organisasi perusahaan; 2) mempermudah usaha kerjasama dengan publik; 3) memelihara hubungan yang ada. Menurut (Danusaputra dalam Soemirat dan Ardianto, 2010:117) dengan melakukan penelitian citra, perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap organisasi maupun terhadap produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dari penelitian citra ini, perusahaan juga dapat mengetahui apa-apa yang disukai dan tidak disukai publik tentang perusahaan, dengan demikian perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat bagi kebijaksanaan perusahaan selanjutnya.
2.2.4 Kerangka Teori
Teori Umum
Teori Khusus
Public relations memiliki proses managerial
Kategori aktifitas CSR
Kegiatan program CSR di EMPMalacca Strait S.A.
Stakeholders
1) Pelatihan pembuatan olahan pangan dari sagu 2) Pemberian makanan tambahan kepada balita,dan ibu hamil 10
Citra Perusahaan
10