BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pengambilan Keputusan Keputusan adalah pengakhiran dari pada proses pemikiran tentang apa yang
dianggap sebagai “masalah”, sebagai sesuatu yang merupakan penyimpangan dari pada yang dikehendaki, direncanakan, atau dituju, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif pemecahannya (Atmosudirjo, 1974).
Pengambilan Keputusan
(Decisions Making, Besluitneming) merupakan suatu proses dan berlangsung dalam suatu sistem, walaupun merupakan suatu keputusan atau keputusan pribadi sekali pun yang menyangkut suatu masalah pribadi pula (Atmosudirjo, 1974). Sistem di mana proses pengambilan keputusan itu berlangsung terdiri atas berbagai unsur (elements) atau bagian, dan masing – masing merupakan suatu faktor yang ikut menentukan segala apa yang terjadi atau yang akan terjadi. Unsur yang utama dan mungkin yang terpenting di dalam proses pengambilan keputusan adalah Masalah atau Problema yang harus dihadapi dan menghendaki adanya keputusan dari kita. Melalui studi pengambilan keputusan ini dapat mengembangkan kesadaran dan kepercayaan akan diri sendiri yang setinggi – tingginya, suatu syarat mutlak bagi leadership, terutama leadership terhadap diri sendiri. Kesadaran dan leadership adalah sumber – sumber dari pada disiplin dan
7
hidup berdisiplin. Disiplin adalah ciri khas dari pada suatu masyarakat, suatu bangsa atau negara yang sudah maju dan beradab, yang sudah “sipil” (civilized, gecivieliseerd). Studi tentang teori pengambilan keputusan akan banyak membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir secara praktis dan realistis, kemampuan mengenal, merumus dan sekaligus menganalisa masalah – masalah nyata serta jalan – jalanya untuk mengatasi atau memecahkan masalah – masalah tersebut (Atmosudirjo, 1974).
2.2
Fungsi Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan masalah yang sangat penting. Menurut
Atmosudirjo (1974) masalah intinya ada dua yakni : 1) Keputusan itu merupakan pangkal atau permulaan dari semua macam aktifitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individual maupun secara berkelompok, secara institutional atau organisasionil. Jadi, barang siapa menghendaki adanya aktivitas – aktivitas yang tertentu, maka dia harus mampu dan berani mengambil keputusan – keputusannya yang bersangkutan dengan jitu, dan setepat – tepatnya. 2) Keputusan itu bersifat futuristik, artinya : mengenai hari kemudian, effeknya akan berlangsung atau bergema di hari – hari yang akan datang. Pada hal hari kemudian
itu
hanya
terdiri
atas
ketidakpastian
–
ketidakpastian
(uncertainties). Para pemimpin Agama berkata, bahwa yang pasti di dunia ini hanya ada dua, yakni mati dan hari kiamat.
8
Dengan perkataan lain, semua keputusan manusia sedikit banyak akan selalu bersifat atau berwarna subyektif. Bahkan di dalam mempergunakan teknik analisa statistik atau matematika pun masih terikat kepada kemampuan untuk menentukan data mana yang relevan dan mana yang tidak.
2.3
Jenis – Jenis Pengambilan Keputusan Diukur dari segi informasi yang dapat dikumpulkan, maka pembuatan atau
pengambilan keputusan itu dapat dibedakan antar lain: 1) Pengambilan keputusan dalam “kepastian” (certainty). Ini terjadi bila mana kita dapat mengetahui dan mengendalikan semua faktor variabel yang bersangkutan. 2) Pengambilan keputusan dengan “ketidakpastian” (uncertainty) adalah pengambilan keputusan dengan faktor – faktor yang di luar kekuasaan kita, bahkan gerak – gerik atau prilakunya pun tidak dapat kita perhitungkan. Misalnya, keputusan – keputusan yang harus diambil menghadapi perang, depressi, resessi, inflasi, maka sukar sekali menghadapi perluasan atau investasi. 3) Pengambilan keputusan dengan “resiko” (under risk) adalah pengambilan keputusan dengan faktor – faktor variable walaupun tidak bisa kita kendalikan atau dikuasai (N), namun kita ketahui sifat – sifat atau perilakunya, sehingga sampai batas – batas tertentu (probabilitas) dan masih dapat melakukan perkiraan yang mendekati kecocokan. Di dalam mengambil keputusan, kita harus menjatuhkan pilihan pada salah satu alternatif yang kita pandang paling baik. Makin tinggi kedudukan kita sebagai
9
pengambil keputusan, maka kita menghadapi situasi – situasi yang tidak menentu. Makin ke bawah kedudukan kita, maka makin banyak faktor yang dapat diatur atau dikendalikan secara teknis.
2.4
Tujuan Pengambilan Keputusan
Tujuan pengembilan keputusan dapat dibedakan atas dua, yaitu (Hasan, 2002): 1) Tujuan yang bersifat tunggal Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan, tidak ada kaitannya dengan masalah yang lain. 2) Tujuan yang bersifat ganda Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari suatu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih, yang bersifat kontradiktif atau yang bersifat tidak kontradiktif.
2.5
Lingkup Keputusan Pada prinsipnya terdapat dua basis dalam pengambilan keputusan, yaitu
pengambilan keputusan berdasarkan intiusi dan pengambilan keputusan rasional, berdasarkan hasil analisis keputusan (Mangkusubroto dan Trisnadi,1985). Skema pengambilan keputusan dengan intuisi disajikan pada Gambar 2.1. Unsur intuisi seseorang mengambil peran yang sangat besar. Logika bahwa suatu keputusan telah dipilih/diambil tidak dapat diperiksa secara logis.
10
Skema pengambilan keputusan dengan analisis keputusan disajikan pada Gambar 2.2. Komponen dan langkah utama mirip dengan pengambilan keputusan yang secara intuisi kecuali pada tahap analisis keputusan yang secara normatif tergambar jelas. Alasan suatu alternatif terpilih dapat ditelusuri dengan jelas dan mudah dimengerti. Teknik yang dipakai dalam analisis dapat dipelajari dan diterapkan pada kasus yang berbeda baik perihal maupun lokasi dan waktunya.
Gambar 2.1 – Diagram Pengambilan Keputusan dengan Intuisi (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985)
11
Gambar 2.2 – Diagram Pengambilan Keputusan dengan Analisa Keputusan (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985)
2.6
Proses Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan meliputi beberapa tahap dan melalui beberapa proses.
Menurut Simon (1977), pengambilan keputusan meliputi empat tahap yang saling berhubungan dan berurutan. Empat proses tersebut adalah: 1) Intelligence Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah. 2) Design Tahap ini merupakan proses menemukan dan mengembangkan alternatif. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi.
12
3) Choice Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan di antara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Tahap ini meliputi pencarian, evaluasi, dan rekomendasi solusi yang sesuai untuk model yang telah dibuat. Solusi dari model merupakan nilai spesifik untuk variabel hasil pada alternatif yang dipilih. 4) Implementation Tahap implementasi adalah tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana, sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan. proses pengambilan keputusan, seperti terlihat pada Gambar 2.3.
INTELLIGENCE (PENULUSURAN LINGKUP MASALAH)
DESIGN (PERANCANGAN PENYELESAIAN MASALAH)
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN
CHOICE (PEMILIHAN TINDAKAN)
IMPLEMENTATION (PELAKSANAAN TINDAKAN)
Gambar 2.3 – Fase Proses Pengambilan Keputusan
13
Proses pengambilan keputusan menurut (Atmosudirjo, 1974), dapat dibagi menjadi empat langkah: 1) Langkah pertama Mengenali kemudian merumusi setegas – tegasnya masalah yang hendak dianalisa, dirumus objective atau variabel – variabel yang hendak dicapai melalui pemecahan dari pada masalah tersebut. 2) Langkah kedua Di perincikan alternatif – alternatif yang menurut perkiraan, dugaan atau pengalaman kita dapat dilakukan: tindakan – tindakan nyatanya (actions) strategi – strateginya, dan policy – policy nya yang mungkin. 3) Langkah ketiga Kita perkirakan dan analisa konsekuensi – konsekuensi positif (yang kita harapkan keuntungan – keuntungan, dan efektifitas) dan negative (yang tidak kita harapkan, yang merugikan, biayanya, pengorbanannya) yang akan timbul menurut masing – masing alternatif. 4) Langkah kempat Kita menentukan kriteria pemilihan atau penentuan keputusan, kita bandingkan untung ruginya masing – masing alternatif, kita nilai dan kita bandingkan keuntungan – keuntungan dan pengorbanan – pengorbanan yang diperkirakan dengan melihat kepada objective atau nilai yang hendak kita capai.
14
2.7
Perbedaan Penyelesaian Masalah dan Pengambilan Keputusan Perbedaan antara penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
seringkali orang sulit untuk membedakannya apabila dilihat dari segi prosesnya, sulit dibedakan karena keduanya menggunakan langkah – langkah proses yang mirip. Perbedaan diantara keduanya terletak pada “hasilnya”. penyelesaian masalah adalah pemikiran yang akhirnya bermuara pada hasil berupa penyelesaian kesenjangan antara hasil yang dinginkan dan hasil yang menjadi kenyataan. Sedangkan pengambilan keputusan adalah pemikiran yang menghasilkan “pilihan” dari beberapa alternatif bertindak. Sebaliknya, pilihan itu terjadi dalam proses penyelesaian masalah karena dalam menyelesaikan suatu masalah, setiap langkah yang ditempuh mencakup aspek pengambilan keputusan. Jadi, masalah bisa timbul dalam organisasi karena penampilan yang buruk, krisis, tetapi juga karena adanya suatu peluang yang menaikan tingkat penampilan yang diinginkan (Salusu, 1996).
2.8
Teknik Pengambilan Keputusan
Teknik-teknik yang dirangkum oleh McGrew (1985) sebagai berikut: 1) Keputusan terprogram a) Tradisional 1.
Kebiasan.
2.
Pekerjaan rutin sehari-hari; prosedur operasional yang baku.
3.
Struktur organisasi; ada harapan bersama; melalui perumusan sub-sub tujuan; dengan menggunkan saluran informasi yang terumus dengan jelas.
15
b) Modern 1.
Riset operasional; analisis matematik; model-model; simulasi komputer.
2.
Proses data elektronik.
2) Keputusan tidak terprogram a) Tradisional 1.
Heuristic, yaitu mendorong seseorang untuk mencari dan menemukan sendiri intuisi, kreativitas.
2.
Rule of thumbs, yaitu suatu prosedur praktis yang tidak menjamin penyelesaian optimal.
3.
Dengan seleksi dan latihan bagi para eksekutif.
b) Modern
2.9
1.
Menyelenggarakan pelatihan bagi para pengambil keputusan
2.
Menciptakan program-program komputer.
Pendekatan Terhadap Pengambilan Keputusan
1) Model Brinckloe Menurut Brinckloe (1977), pengambil keputusan dapat membuat keputusan dengan menggunakan satu atau beberapa pertimbangan berikut : a) Fakta Seorang pengambil keputusan yang selalu bekerja secara sistematis akan mengumpulkan semua fakta mengenai suatu masalah dan hasilnya ialah kemungkinan keputusan akan lahir dengan sendirinya.
16
b) Pengalaman Pengalaman adalah guru terbaik. Seorang pengambil keputusan harus dapat memutuskan pertimbangan pengambilan keputusan berdasarkan pengalamannya. Namun, perlu diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa yang lampau tidak akan pernah sama dengan peristiwa-peristiwa pada saat ini. c) Intuisi Tidak jarang seorang pengambil keputusan menggunakan intuisinya dalam mengambil keputusan. Menggunakan intuisi tidak banyak tergantung pada fakta yang lengkap. Mungkin dengan informasi yang sedikit saja seseorang sudah dapat mengambil keputusan karena intuisi itulah yang dominant. d) Logika Pengambilan keputusan yang berdasar logika ialai suatu “studi yang rasional” terhadap semua unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Unsur-unsur tersebut diperhitungkan secara matang dan semua informasi dipertimbangkan tingkat reabilitasnya. Kemudian, untung rugi dari setiap tindakan yang direncanakan dianalisis secara komprehensif. e) Analisis sistem Analsis sistem bukanlah alternatif terbaik dalam mengelola organisasi tetapi merupakan instrument tambahan. 2) Model McGrew Menurut McGrew (1985), hanya terdapat tiga pendekatan yaitu : a) Rasional analitis
17
Pendekatan proses pengambilan keputusan rasional memberi perhatian utama pada hubungan antara keputusan dengan tujuan dan sasaran dari pengambil keputusan. Suatu keputusan dapat rasional jika dapat dijelaskan dan dibenarkan dengan mengaitkannya dengan sasaran pengambil keputusan. b) Intuitif emosional Pendekatan proses pengambilan keputusan intuitif emosional menyukai kebiasaan dan pengalaman, perasaan yang mendalam, pemikiran yang reflektif, dan naluri dengan menggunakan alam bawah sadar daripada tergantung pada fakta yang lengkap. Proses ini dapat didorong oleh naluri, orientasi kreatif dan konfrontasi kreatif. c) Perilaku politis Pendekatan
proses
pengambilan
keputusan
perilaku
politis
merupakan pengambilan keputusan individual dengan melakukan pendekatan kolektif. Keputusan diambil kalau beberapa orang yang terlibat dalam proses itu menyetujui bahwa mereka telah menemukan pemecahan. Mereka melakukan hal ini dengan saling menyesuaikan diri dan berunding, mengikuti peraturan permainan cara pengambilan keputusan dalam organisasi pada masa lalu.
2.10 Metode Pengambilan Keputusan Dalam metode pengambilan keputusan terdapat beberapa metode, seperti Transportasi, Programing, Teori Permainan, dan sebagainya. Metode tersebut mempunyai situasi keputusan yang berbeda – beda dan pemecahannya. Untuk
18
metode penelitian ini yang berkaitan dengan faktor – faktor pemilihan produk atau alternatif termasuk ke dalam analisa Multi Criteria Analysis (MCA) merupakan salah satu jenis teknik analisa untuk melakukan pengambilan keputusan pada kasus yang kompleks. Kompleksitas permasalahan dapat disebabkan oleh karena banyaknya informasi yang harus dipertimbangkan atau dapat juga disebabkan oleh karena banyaknya pendapat dan sudut pandang yang harus difasilitasi. Melalui penerapan metode MCA, hierarki atau ranking prioritas dari alternatif-alternatif keputusan yang mungkin dilaksanakan dapat ditetapkan, sehingga pada gilirannya memudahkan pengambil keputusan mencari solusi yang optimal. Di antara beberapa macam model Multi Criteria Analysis (MCA) antara lain, yaitu: 1) Metode AHP (Analytic Hierarchy Process)4) merupakan salah satu model yang cukup populer. Model ini dikembangkan oleh Saaty pada tahun 1970an, dan hingga kini sudah mengalami berbagai pengembangan. 2) Metode ANP (Analytic Network Process) merupakan pengembangan dari metode AHP. ANP mengijinkan adanya interaksi dan umpan balik dari elemen – elemen dalam cluster (Inner Dependence) dan antar cluster (Outer Dependence) (Saaty, 1996). 3) Metode Promethee (Preference Ranking Organization Methode for Enrichment Evaluation) merupakan suatu metode penentuan urutan prioritas dalam analisa multikriteria. Dominasi kriteria yang digunakan adalah penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans et. al., 1986).
4)
Saaty, Thomas L. “Decision Making for Leaders: the Analytic Hierarchy Process for rd Decisions in a Complex World”, 3 Edition, University of Pittsburgh, 2001
19
4) Metode ME-MCDM (Non-numeric Multi Expert Multi Criteria Decision Making) merupakan suatu metode pengambilan keputusan dengan berbagai macam kriteria yang disediakan untuk mencari alternatif paling baik berdasarkan pendapat para expert yang tertuang dalam bentuk non-numeric (secara kualitatif) terhadap situasi yang dihadapi (Marimin, 2004).
2.11 Analytical Hierarchy Process (AHP) 2.11.1
Pengertian Analytical Hierarchy Process Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang
menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan, emosi, dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis, serta mampu membandingkan secara berpasangan hal-hal yang tidak dapat diraba maupun yang dapat diraba, data kuantitatif maupun yang kualitatif. Metode AHP ini mulai dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika yang bekerja pada University of Pittsburgh di Amerika Serikat, pada awal tahun 1970-an. Pada perkembangannya, AHP dapat memecahkan masalah yang kompleks atau tidak berkerangka dengan aspek atau kriteria yang cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambilan keputusan, serta ketidakpastian tersedianya atau bahkan tidak ada sama sekali data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat dicatat secara numerik, hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi, Namun, tidak menutup kemungkinan, bahwa model-
20
model lainnya ikut dipertimbangkan pada saat proses pengambilan keputusan dengan pendekatan AHP, khususnya dalam memahami para pengambil keputusan individual pada saat proses penerapan pendekatan ini (Yahya, 1995). Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering menghadapi kondisi untuk melakukan pengambilan keputusan dengan segera. Umumnya kita juga telah memikirkan beberapa alternatif solusi, dengan berbagai argumen pro dan kontra seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.4. AHP dapat memfasilitasi evaluasi pro dan kontra tersebut secara rasional. Dengan demikian, AHP dapat memberikan solusi yang optimal dengan cara yang transparan melalui: 1) Analisis keputusan secara kuantitatif dan kualitatif, 2) Evaluasi dan representasi solusi secara sederhana melalui model hirarki, 3) Argumen yang logis, 4) Pengujian kualitas keputusan, 5) Waktu yang dibutuhkan relatif singkat.
Gambar 2.4 – Ilustrasi Kendala Pengambilan Keputusan
21
2.11.2
Landasan Aksiomatik dan Metode Dasar AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik
yang terdiri dari: 1) Reciprocal
Comparison,
yang
mengandung
arti
bahwa
matriks
perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2) Homogenity, yang mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3) Dependence, yang berarti setiap jenjang (level) mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy). 4) Expectation, yang artinya menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan persepsi dari pengambil keputusan. Jadi yang diutamakan bukanlah rasionalitas, tetapi dapat juga yang bersifat irrasional. Metode Analytical Hierarchy Process mempunyai metode – metode dasar yang saling berkaitan satu sama lain, yakni: 1) Decomposition Pengertian decomposition adalah memecah atau membagi problema ke dalam bentuk hierarki proses pengambilan keputusan, di mana setiap unsur saling berhubungan. Struktur hierarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hierarki keputusan disebut complete
22
jika semua unsur saling berhubungan, sementara itu hierarki keputusan yang incomplete mempunyai arti tidak semua unsur pada masing-masing jenjang berhubungan (lihat Gambar 2.5 dan Gambar 2.6). Pada umumnya problema nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete.
Tujuan/Fokus
Kriteria
Sub-kriteria
Alternatif
Gambar 2.5 – Struktur Hierarki yang Incomplete
Tujuan/Fokus
Kriteria
Alternatif
Gambar 2.6 – Struktur Hierarki yang Complete
2) Comparative judgement Comparative judgement dilakukan dengan mengumpulkan data serta membuat pair-wise comparisons dari unsur-unsur pengambilan keputusan dengan menggunakan skala, dimulai dari skala 1 yang menunjukkan tingkatan 23
yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance) untuk lebih jelas lihat Tabel 2.1. 3) Synthesis of priority Hal ini dilakukan dengan menggunakan eigenvector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan sedangkan metode yang dipakai adalah right eigenvector, bukan left eigenvector. 4) Logical consistency Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagregasikan seluruh eigenvector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hierarki, sehingga diperoleh vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
2.11.3
Empat Prinsip Pokok Analytical Hierarchy Process Pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan pada empat
prinsip pokok, yaitu: 1) Penyusunan hierarki Penyusunan hierarki permasalahan merupakan langkah pendefinisian masalah yang rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detail. Hierarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan dan dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga tercapai suatu tahapan yang terukur.
24
Hierarki permasalahan akan mempermudah pengambilan keputusan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap permasalahan tersebut. Dalam proses menentukan tujuan dan hierarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Lengkap Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan. b) Operasional Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi. c) Tidak berlebihan Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. d) Minimum Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.
25
2) Penilaian Kriteria dan Alternatif Kriteria dan alternatif dinilai dengan nilai perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 – Skala Perbandingan Tingkat Kepentingan
Definisi
1
Kedua elemen sama penting
3
5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lain Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain Satu elemen sangat jelas lebih penting dari elemen lainnya Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya
Apabila ragu – ragu antara dua nilai yang berdekatan
Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lainmemiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
26
3) Penentuan Prioritas Prioritas
elemen-elemen
kriteria
dapat
dipandang
sebagai
bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 4) Konsistensi logis Konsistensi jawaban responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika A > B dan B > C maka secara logis responden harus menyatakan bahwa A > C, berdasarkan nilai numerik yang telah disediakan.
2.11.4
Kelebihan dan Kekurangan Metode AHP
1) Beberapa kelebihan dari metode AHP a)
Kesatuan (Unity)
b)
AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.
c)
Kompleksitas ( Complexity ), AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
d)
Saling ketergantungan ( Inter Dependence )
27
e)
AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier.
f)
Struktur Hirarki ( Hierarchy Structuring )
g)
AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
h)
Pengukuran ( Measurement )
i)
AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
j)
Konsistensi ( Consistency )
k)
AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.
l)
Sintesis ( Synthesis )
m)
AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.
n)
Trade Off
o)
AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
p)
Penilaian dan Konsensus ( Judgement and Consensus )
q)
AHP
tidak
mengharuskan
adanya
suatu
konsensus,
tapi
menggabungkan hasil penilaian yang berbeda. r)
Pengulangan Proses ( Process Repetition )
28
s)
AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan.
2) Kelemahan AHP a)
ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.
b)
Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk
2.12 Prosedur Metode Analytical Hierarchy Process AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah dari AHP dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini: 1) Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2) Membuat struktur hierarki, yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan kriteria dan kemungkinan alternative pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka perlu dilakukan tiga langkah berikut:
29
a) Penentuan tujuan yang ingin dicapai, b) Penentuan kriteria pemilihan, c) Penentuan alternatif pilihan. Informasi mengenai tujuan, kriteria, dan alternatif tersebut disusun dalam bentuk hierarki seperti terlihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 – Hubungan Tujuan, Kriteria, dan Alternatif dalam AHP
3) Membuat
matriks
perbandingan
berpasangan
yang
menggambarkan
kontribusi relatif pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan “judgment” dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level hierarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria, misalnya C, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal C1, C2, C3........, Cn adalah set komponen-komponen, maka judgement secara berpasangan antara Ci dengan Cj, direpresentasikan dalam matrik A dengan ukuran n x n. Maka susunan
30
elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada Tabel 2.2. Untuk menentukan jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan.
Tabel 2.2 – Matrik A Perbandingan Berpasangan
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala perbandingan dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 2.1. Penilaian ini dilakukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya. Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya seperti pada rumus di bawah ini: A = ( aij ), untuk i,j = 1, 2, ....., n
(2 – 2)
Pemasukan nilai aij mengikuti aturan berikut: a) Jika aij = α ,maka aji = 1/α (α ≠ 1), b) Jika Ci mempunyai tingkat kepentingan relatif yang sama dengan Cj, maka aij = aji = 1, c) Hal yang khusus, aii = 1 untuk semua i.
31
Contoh konsisten AHP:
A=
i
j
k
i
1
4
2
j
1/4
1
1/2
k
1/2
2
1
Matrik A konsisten karena:
aij . ajk = aik
4 . 1/2 = 2
aik . akj = aij
2.2=4
ajk . aki = aji
1/2 . 1/2 = 1/4
Jika aij mewakili derajat kepentingan variabel i terhadap variabel j dan ajk menyatakan kepentingan dari variabel j terhadap variabel k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari variabel i terhadap variabel k harus sama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuk semua i,j,k maka matrix tersebut konsisten. 4) Setelah matrik perbandingan berpasangan hasil survei mendapat nilai dari responden buatlah matrik perbandingan normalisasi seperti Tabel 2.3. Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing-masing variabel pada setiap kolom, dengan membandingkan masingmasing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang dinormalkan (normalized principal eigenvector) adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matrik perbandingan berpasangan. Ia merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh dari ratarata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing variabel pada setiap barisnya.
32
Tabel 2.3 – Matrik A Perbandingan Hasil Normalisasi
Dalam AHP ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode langsung (direct), yaitu metode yang digunakan untuk memasukkan data kuantitatif. Biasanya nilai-nilai ini berasal dari sebuah analisis sebelumnya atau dari pengalaman dan pengertian yang detail dari masalah keputusan tersebut. Jika si pengambil keputusan memiliki pengalaman atau pemahaman yang besar mengenai masalah keputusan yang dihadapi, maka dia dapat langsung memasukkan pembobotan dari setiap alternatif. 5) Perhitungan Weighted Sum Vector, dengan mengalikan baris pertama matriks prioritas dengan kolom pertama matriks perbandingan, kemudian baris kedua matriks prioritas dikalikan dengan kolom kedua matriks perbandingan, dan terakhir adalah mengalikan baris kelima matriks prioritas dengan kolom kelima matriks perbandingan. Kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan untuk setiap baris atau secara mendatar.
(2- 4)
Keterangan: Eigenvector
= Vektor Prioritas
= Vektor pada Matrik Perbandingan Berpasangan
33
6) Setelah WSV didapat, Langkah selanjutnya adalah membagi masing-masing elemen weighted sum vector dengan masing-masing elemen matriks prioritas untuk mendapatkan nilai consistency vector. (2 - 5) Perhitungan tersebut sampai dengan jumlah elemen matrik yang ada dan hasil consistency vector1....n dijumlahkan. 7) Mencari nilai Eigenvalue dengan cara nilai Σ consistency vector dibagi dengan jumlah variabel/elemen pada matrik. (2 - 6) Keterangan: n
= Jumlah elemen pada matrik
8) Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 % maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Menentukan tingkat konsisten suatu matriks yang disebut dengan Concistency Ratio (CR), dengan fomula yaitu:
Keterangan: CI
= Consistency Index
λ max = Nilai eigenvalue yang terbesar n
= Jumlah elemen pada matrik Apabila
CI
bernilai
nol,
berarti
matrik
konsisten.
Batas
ketidakkonsistensi yang ditetapkan Saaty, diukur dengan menggunakan Rasio 34
Konsistensi (CR), yakni perbandingan indek konsistensi dengan nilai pembangkit random (RI) yang ditabelkan dalam Tabel 2.4.
Keterangan: CR
= Concistency Ratio
CI
= Concistency Index
RI
= Random Index (lihat dengan Tabel 2.4)
Jika Consistency Ratio (CR) ≤ 10 % adalah konsisten, nilai tersebut dapat dipertanggung jawabkan keabsahan hasil perhitungannya yang sesuai dengan ketentuan Prosedur Analytical Hierarchy Process oleh Dr. Thomas L. Saaty. Nilai RI1) merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory yang berupa Tabel berikut ini: Tabel 2.4 – Random Index (RI)
Ordo Matriks 1 2 3 4 5 6 7
1)
Nilai RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32
Ordo Matriks 8 9 10 11 12 13 14
Nilai RI 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57
Sumber: Saaty, Thomas L., and Luis G. Vargas, 1994, The Analytical Hierarchy Process Vol. VII : “Decision Making in Economic, Political, Social, Technological Environments, 1st Edition, RWS Publications, Pittsburgh, p.9.
35
9) Langkah terakhir adalah Prioritas Global, perkalian antara bobot prioritas kriteria dengan alternatif. Setelah didapat nilainya pilihlah bobot prioritas global yang terbesar dari bobot yang lain dan pilihan bobot terbesar sebagai keputusan yang terbaik dari keputusan-keputusan yang lain. Jika respondennya lebih dari satu baiknya gabungkan pendapat para responden melalui rata-rata geometrik (Geometric Mean), terlebih dahulu setiap responden harus konsisten terhadap penilaian subjektifnya, yang secara rumus ditulis sebagai berikut: = (Z1,Z2,Z3,…,Zn)1/n
(2 – 9)
Keterangan: = Rata- rata geometrik Xi atau Z = Penilaian oleh responden ke - i n
= Jumlah responden Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan
prosedur AHP yang telah diuraikan sebelumnya.
2.13 Kuesioner Angket adalah cara pengumpulan data dengan mempergunakan pertanyaan – pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden. Pertanyaan tertulis tadi dinamakan „kuesioner‟. Biasanya yang mengisi kuesioner adalah responden sendiri, tetapi adakalanya si peneliti membacakan kuesioner pada responden kemudian menulis jawaban responden pada fomulir kuesioner. Dalam hal ini metode angket tidak berbeda dengan wawancara terpimpin. 36
Di sini akan dijelaskan secara garis besar petunjuk pembuatan kuesioner atau kerangka wawancara seperti yang dikemukakan Miller (1977: 74 – 77). Petunjuk pembuatan kuesioner. Pertanyaan dalam kuesioner harus disusun dengan secermat mungkin: 1) Perjelas lagi hubungan antara metode dengan masalah dan hipotesis. Buatlah matrik yang berhubungan dengan masalah, hipotesis, variabel, indikator, dan pertanyaan. 2) Rumuskan pertanyaan dengan memperhatikan hal – hal berikut: a) Sesuaikan bahasa dengan tingkat pengetahuan responden. Untuk daerah pedesaan, misalanya, lebih baik kita menggunakan bahasa daerah. Untuk orang kebanyakan, kata persepsi sebaiknya diganti dengan kata “tanggapan”. b) Gunakan kata – kata yang mempunyai arti yang sama bagi setiap orang. c) Hindari pertanyaan yang panjang karena pertanyaan panjang sering kali mengaburan dan membingungkan. d) Jangan beranggapan bahwa responden memiliki informasi faktual. e) Bentuklah kerangka pemikiran yang ada dalam benak anda. f)
Sarankan semua alternatif atau tidak sama sekali.
g) Lindungi harga diri responden. h) Jika anda terpaksa menanyakan hal yang kurang mengenakan responden, mulailah bertanya tentang hal – hal yang positif. i)
Tentukan apakah anda memerlukan pertanyaan langsung, tak langsung, atau pertanyaan tak langsung disusul dengan pertanyaan langsung.
j)
Hindari kata – kata yang bermakna banyak.
37
k) Hndari pertanyaan yang bersifat mengarahkan responden pada jawaban tertentu. l)
Pertanyaan harus dibatasi pada satu gagasan saja.
3) Organisasikan kuesioner secara sistematis. a) Mulailah dengan pertanyaan yang mudah dan disenangi oleh responden. Ajukan pertanyaan yang membangkitkan minat. b) Jangan mengkondisikan jawaban pada pertanyaan berikutnya dengan pertanyaan sebelumnya. c) Gunakan urutan pertanyaan untuk melindungi harga diri responden. d) Pertanyaan terbuka sebaiknya dikurangi. e) Topik dan pertannyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh responden. Urutan pertanyaan harus wajar dan mudah ditangkap maksudnya. 4) Lakukan prauji kuesioner. Pilih sejumlah responden yang representative. Ajukan pertanyaan – pertanyaan itu dan lihat kemungkinan salah paham atau makna yang membingungkan. Salah satu uraian yang dikemukakan oleh Sandjaja dan Heriyanto (2006: 149 – 151) dalam melihat bentuk suatu kuesioner terbagi beberapa jenis yaitu: 1) Menurut struktur angket atau kuesioner dibedakan menjadi: a) Angket tidak terstruktur. Angket ini merupakan pertanyaan yang memerlukan jawaban berisi suatu uraian. Misalnya , “Menurut Anda bagaimana melakukan kampanye iklan yang inovatif?”. Responden dalam menjawab pertanyaan ini akan menjelaskan dan menguraikan cara melakukan kampanye iklan menurut pendapatnya. Dengan angket
38
tidak terstruktur responden diberi kebebasan untuk menjawab dengan mempergunakan kalimat – kalimatnya sendiri. Oleh karena itu angket ini tergolong pada angket terbuka. Sebenarnya angket seperti ini sebaiknya dilakukan melalui wawancara. b) Angket terstruktur. Pada angket ini semua pertanyaan telah ditentukan jawabannya dan responden memilihnya dari jawaban yang tersedia. Angket ini sering sekali digunakan untuk penelitian kualitatif yang luas dan melibatkan banyak sampel. Karena responden menjawab kuesioner dari jawaban yang telah tersedia dan tidak mempergunakan kata – katanya sendiri, maka menurut pengisiannya, angket ini digolongkan pada angket tertutup. Contoh: Apa status Anda dalam keluarga?
Kepala keluarga
Ibu rumah tangga
Lainnya
c) Angket semi terstruktur. Angket ini merupakan ganbungan dari angket tidak terstruktur dan terstruktur. Penggunaan angket ini lebih fleksibel, seperti contoh berikut: Bagaimana keterlibat Anda dalam memilih pemasok alat – alat medis? Saya yang membuat keputusan Saya
mempunyai
pengaruh
1 besar
keputusan Saya hanya mempunyai sedikit pengaruh
dalam
pengambilan 2 3
Kalau pilihan Anda nomor 3.
39
Siapa yang mempengaruhi Anda? Siapa orang lain yang terlibat dalam pengambilan keputusan? Pada angket ini responden selain diminta memilih jawaban yang sudah tersedia (seperti angket terstruktur), bila dia memilih pilihan ketiga, dia diminta juga memberi penjelasan (seperti angket tidak terstruktur). 2) Menurut jawaban, angket dibedakan menjadi: a) Angket langsung. Angket langsung adalah angket yang jawabannya diberikan sendiri oleh responden tentang dirinya sendiri. b) Angket tidak langsung. Angket ini jawabannya diberikan oleh orang yang mewakili responden. Misalnya, angket yang ditujukan pada orang sakit yang tidak menjawab sendiri angket tersebut. 3) Menurut bentuk pertanyaan, angket dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: a) Angket berbentuk isian. Angket ini biasanya digunakan dalam angket terbuka pada angket tidak terstruktur. b) Angket berbentuk pilihan. Merupakan angket tertutup pada angket terstruktur. Responden diminta menjawab pertanyaan angket dengan memilih jawaban dari jawaban yang telah tersedia. c) Angket berbentuk check list. Pada angket ini seperti pertanyaan – pertanyaan harus dijawab responden dengan cara memberikan tanda “check” pada jawaban yang dipilihnya. d) Angket yang mempergunakan skala. Angket jenis ini dibedakan lagi menjadi beberapa jenis seperti misalnya, Rating Scale (likert Scale),
40
Sum of Scale, Verbal Frequency Scale, Forced Ranking Scale, Sematic Differential Scale, dan Adjective Check list Scale. Dari langkah – langkah pembuatan kuesioner di atas sebagai dasar pembuatan kuesioner Analytical Hierarchy Process, tetapi akan berbeda dengan kuesioner – kuesioner
pada umumnya, karena berisi perbandingan dua pilihan
kriteria ataupun alternatif, kuisioner disusun secara berurutan sesuai tahapan yang ada dalam bagan keputusan, satu level dibuat dalam satu nomor pertanyaan dengan sub nomer adalah jumlah kriteria, dan bila dalam satu level ada 2 kriteria maka akan ada 1 pasang perbandingan dan pertambahan satu kriteria akan menaikkan 3 pasang perbandingan. Untuk lebih jelas lihat pada Lampiran.
2.14 Skala Pengukuran Dalam pengukuran variabel yang penting pula dipikirkan adalah jenis pengukuran yang akan dipergunakan atau skala pengukuran mana yang akan digunakan. Skala pengukuran ini penting artinya terutama bila akan menganalisa data variabel yang bersangkutan. Skala pengukuran tertentu biasanya hanya dapat diuji dengan perhitungan statistik tertentu. Misalnya, data yang berskala nominal dan ordinal biasanya dianalisa dengan uji statistik nonparametrik sedangkan skala interval dan rasio dianalisa dengan uji statistik parametrik. Skala pengukuran variabel dikelompokan menjadi empat jenis yaitu skala nominal, ordinal, interval, dan rasio yaitu: 1) Skala Nominal. Skala nominal merupakan skala kualitatif yang paling rendah tingkat pengukuran dibandingkan skala – skala yang lain, karena skala ini hanya mampu mengklasifikasi suatu variabel atau suatu objek. skala ini
41
hanya mampu membedahkan satu objek dengan objek yang lain, tetapi tidak mampu membandingkan mana yang lebih besar atau mana yang lebih kecil. dengan skala ini hanya dapat dikatakan sama atau tidak sama, sehingga tanda matematis yang boleh diterapkan pada skala ini hanya = dan ≠. pada skala ini tidak dapat diterapkan operasi matematis sepeerti penjumlahan, pengurangan, dan sebagainya, karena variabel pada skala ini merupakan lambang – lambang saja. 2) Skala Ordinal. Skala ini juga merupakan skala kualitatif seperti skala nominal, tetapi lebih penting tingkatannya, sebab dengan skala ini selain dapat dibedakan objek yang satu dari lainnya, dapat juga ditentukan mana yang lebih besar atau lebih kecil, bahkan dapat diurutkan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi. Kalau pada skala nominal semua objek dianggap sama tingkatannya, maka pada skala ordinal ada jenjang tingkatannya. Tanda matematis yang dapat dipakai di sini adalah =, ≠, >, dan <. Berhubung skala ini berupa skala kualitatif, maka tidak mungkin dilakukan operasi matematis seperti penjumlahan, perkalian, pembagian, dan lain sebagainya. 3) Skala Interval. Skala ini sudah termasuk skala kuantitatif dan kedudukannya lebih tinggi dari pada skala ordinal, karena dengan skala ini selain dapat dibedakan satu objek yang lain, dapat ditentukan mana yang lebih besar atau lebih kecil dan dapat pula ditentukan jarak (interval) antara satu objek yang lainnya serta dapat dilakukan operasi matematis. Tanda matematis yang dapat dipakai adalah =, ≠, >, dan <.
42
4) Skala Rasio. Skala rasio merupakan skala kuantitatif yang tertinggi derajatnya. Semua sifat yang ada pada skala interval terdapat pada skala ini. Yang membedakan dengan skala interval adalah bahwa pada skala rasio dikenal dengan adanya Nol Absolut atau Nol Sejati yang tidak dapat ada pada skala interval. Yang dimaksud dengan nol absolut adalah nol yang berarti “tidak ada”. Untuk lebih dapat menggambarkan skala – skala yang disebutkan di atas dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 - Karakteristik Variabel Menurut Pengukurannya Pengukuran
Nominal Ordinal
Karakteristik
Klasifikasi Klasifikasi dan penjenjangan
Tanda Matematis = dan ≠ =, ≠, < dan >
Contoh Jenis kelamin, Etnis, Agama SES, Status Gizi
Uji Statistik
Nonparametik Nonparametik
Klasifikasi, penjenjangan Interval
dan jarak yang
=, ≠, < dan >
sama antara
Suhu, Tingkat kepuasan, IQ
Parametik
jenjang Klasifikasi, penjenjangan Rasio
dan jarak yang sama antara jenjang
Jumlah barang, =, ≠, < dan >
Frekuensi penyakit, Lama
Parametik
waktu tunggu
Ada Nol Absolut
43
2.15 Model 2.15.1
Definisi Model Pada umumnya literatur tentang model sepakat untuk mendefinisikan
kata “model” sebagai suatu representasi atau formulasi dalam bahasa tertentu (yang disepakati) dari suatu sitem nyata. Adapun sistem nyata adalah sistem yang berlangsung dalam kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan yang dipermasalahkan. Dengan demikian, pemodelan adalah “Proses membangun atau membentuk sebuah model dari suatu sistem nyata dalam bahasa formal tertentu”. Hal ini dapat digambarkan secara skematis dalam Gambar 2.8. "Kacamata" pemodel yang tergantung pada: 1) Sistem nilai yang dianut, 2) Pengetahuannya, 3) Pengalamannya.
Gambar 2.8 – Skema Proses Pemodelan
Sistem nyata (A) akan dilihat dan dibaca oleh pemodel dan membentuk "image" atau gambaran tertentu di dalam pikirannya.,Namun "image" ini (A') 44
tidak persis sama dengan sistem nyata (A ≠ A'), karcna pcmodel membacanya dengan menggunakan "kacamata tertentu". "Kacamata" yang dimaksud di sini adalah sudut pandang atau visi atau wawasan tentang kehidupan, yang dipengaruhi olch tiga faktor, yakni : 1) Tata nilai yang diyakini/dianut oleh pemodel, 2) Ilmu pcngetahuan yang dimiliki oleh pemodel, 3) Pengalaman hidup dari pemodel. "Image" atau citra itu sendiri adalah suatu model yang discbut model mental (pikiran atau proses berpikir manusia). Namun model ini tidak mudah untuk dikomunikasikan dengan orang lain. Untuk mcmpcrmudahnya dibutuhkan suatu alat komunikasi tertentu yang sama-sama dimengerti oleh dua atau lebih,pihak yang berkomunikasi. Alat komunikasi ini umumnya berbentuk bahasa tertulis seperti uraian verbal, simbol- simbol, huruf, grafik, angka, gambar, dan sebagainya, atau berupa wujud fisik. Semua alat komunikasi yang disebutkan tadi adalah suatu model dengan derajat yang lebih tinggi. Model
yang
sudah
diformalkan akan dapat diuji kesesuaiannya dengan sistem nyata secara ilmiah. Untuk memperkecil kesalahan pengembangan dan hasil dari model, dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Model membantu kita memecahkan masalah yang sederhana ataupun kompleks dalam bidang manajemen dengan memperhatikan beberapa bagian atau beberapa ciri utama daripada memperhatikan semua detail sistem nyata. Model tidak mungkin berisikan semua aspck sistem nyata karena banyaknya karakteristik sistem nyata yang selalu berubah dan tidak semua faktor atau variabel relevan untuk dianalisis. Karena itu, dalam membentuk suatu model diperlukan usaha
45
penyederhanaan dan penciutan yang kritis agar variabel relevan yang terpilih mempunyai dampak yang besar terhadap situasi keputusan yang diambil. Kegunaan model bisa dipandang dari segi akademik dan manajerial. Model dari segi akademik berguna untuk menjelaskan fenomena atau obyekobyek. Di sini model berfungsi sebagai pengganti teori, namun bila teorinya sudah ada maka model dipakai sebagai konfirmasi atau koreksi terhadap teori tersebut. Model dari segi manajerial berfungsi sebagai alat mengambil keputusan, komunikasi, belajar, dan memecahkan masalah. Pengetahuan tentang model dapat dilengkapi dengan beberapa aspek berikut: 1) Kriteria baik buruknya suatu model dapat diukur oleh pertanyaanpertanyaan: a) Apakah ia mengandung semua variabel yang relevan? b) Apakah ia cukup sederhana, baik dalam struktur dan atau hubunganhubungan yang ada antar variabel-variabelnya ? 2) Suatu model makin bermanfaat bila: a) Model memudahkan pengertian tentang sistem yang diwakilinya. b) Pengetahuan tentang alternatif keputusan yang dapat diambil dan hasil keputusan itu makin banyak atau meningkat. 3) Jenis-jenis model berdasarkan teori keputusan, ada dua yaitu: a) Model matematik, yaitu model yang mcwakili sebuah sistem secara simbol matematik, dalam bentuk rumus dan nilai-nilai (besaranbesaran). Atribut-atribut
dinyatakan dengan variabel-variabel dan
46
aktivitas-aktivitas dinyatakan dengan fungsi-fungsi matematik yang mcnjclaskan hubungan antar variabcl-variabcl tcrscbut. b) Model informasi, itu model yang mewakili sebunh sistem dalam wujud grafik atau tabel. Model ini biasanya multi-dimensional, tctapi bisa diuraikan lagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Obyek, seperti orang, peralatan, uang, gcdung, 2. Hubungan, yang menguraikan kaitan antar obyek seperti: orang memakai peralatan, dan sebagainya, 3. Operasi, yang menjelaskan tugas atau pekerjaan yang dilakukan oleh obyek.
2.15.2
Karakteristik Model Yang Baik Siregar(1991) mengemukakan beberapa karakteristik suatu model yang
baik sebagai ukuran pencapaian tujuan pemodelan yaitu: 1) Tingkat generalisasi yang tinggi. Makin tinggi derajat generalisasi suatu model, maka ia makin baik, sebab kemampuan model untuk memecahkan masalah makin besar. 2) Mekanisme transparansi. Suatu model dikatakan baik jika kita dapat melihat mekanisine suatu model dalam memecahkan masalah, artinya kita bisa menerangkan kembali (rekonstruksi) tanpa ada yang disembunyikan. Jadi
kalau
ada
suatu
formula,
maka
formula
tersebut
dapat
diterangkan.kembali. 3) Potensial untuk dikembangkan. Suatu model yang berhasil biasanya mampu membangkitkan minat (interest) peneliti lain untuk menyelidikinya
47
lebih lanjut. Serta membuka kemungkinan pengembangannya menjadi model yang lebih kompleks yang berdaya guna untuk menjawab masalah sistem nyata. 4) Peka terhadap perubahan asumsi. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemodelan tidak pernah berakhir (selesai), selalu memberi celah untuk membangkitkan asumsi. 2.15.3
Prinsip-prinsip Pemodelan Pengembangan model adalah usaha untuk memperoleh model baru yang
mcmiliki kemampuan lebih di dalam beberapa aspek. Pengembangan model biasanya menggunakan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1) Elaborasi. Pengembangan model dimulai dengan yang sedcrhana dan sccara bertahap dielaborasi hingga diperoleh model yang lebih representatif. Pcnyederhanaan dilakukan dengan menggunakan sistem asumsi yang kctat yang tercermin pada jumlah, sifat dan relasi variabelvariabclnya.
Tetapi
asumsi
yang
dibuat
tetap
harus
memenuhi
persyaratannya yakni konsistensi, independensi, ekivalensi, dan relevansi. 2) Sinektik. Sinektik adalah metode yang dibuat untuk mengembangkan pengenalan masalah-masalah secara analogis (Dunn, 1981). Sinektik yang mengacu pada penemuan kesamaan-kcsamaan akan membantu analis membuat penggunaan suatu analogi yang kreatif dalam mengembangkan suatu model. Banyak studi menunjukkan bahwa orang sering kali gagal mengenali bahwa apa yang tampak menjadi masalah baru pada kenyataannya secara tersembunyi merupakan hal yang sama dan dapat didekati melalui model yang sudah ada. Karena itu, pengembangan model
48
dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip, hukum, teori, aksioma, dan dalil yang sudah dikenal secara meluas tetapi belum pernah digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Sinektik didasarkan pada asumsi bahwa kesadaran mengenai hubungan yang identik atau mirip di antara masalah sistem nyata dalam skala besar akan meningkatkan kapasitas pemecahan masalah dari seorang analis. Dalam mengembangkan model dengan sinektik ini dapat dihasilkan empat tipe analogi: a)
Analogi personifikasi. Dalam menyusun analogi personifikasi, analis berusaha membayangkan dirinya mengalami masalah sistem nyata seperti yang dihadapi oleh pengambil keputusan dalam perusahaan atau bagian perusahaan. Analogi personifikasi terutama penting dalam membuka opini dan preferensi dari situasi problematic yang tidak tersusun dengan baik. contohnya dampak turisme pada suatu daerah dapat didekati oleh analis dengan membayangkan sebagai actor turis asing/domestic, penduduk asli(host), pemda, layanan kesehatan transportasi dan sewa, dan scenario inkulturasi, politik, prilaku motivasi, ekonomi, dan social.
b) Analogi langsung Dalam membuat analogi langsung, analis mencari hubungan yang serupa diantara dua atau lebih situasi problematic.
49
c)
Analogi simbolik Dalam
membuat
analogi
simbolik
analis
berusaha
menemukan hubungan yang serupa antara situasi problematic sistem nyata dengan proses simbolik d) Analogi Fantasi Dalam membuat analogi fantasi, analis sama sekali bebas mencari kesamaan antara situasi problematik yang dihadapi dan beberapa masalah perusahaan lain yang bersifat khayal 3) Iteratif. Pengembangan model bukanlah proses yang bersifat mekanistik dan linear. Oleh karena itu dalam tahap pengembangannya mungkin saja dilakukan pengulangan atau peninjauan-peninjauan kembali (iteratif). Ada 3 komponen utama prinsip iteratif ini, yaitu: a)
Pengembangan model awal atau dugaan,
b) Langkah-langkah atau aturan yang harus ditempuh supaya didapat model yang memadai, c)
Ukuran dan kompleksitas model sebagai titik akhir dimana kita menghentikan proses iteratif.
2.15.4
Klasifikasi Model Model yang dihasilkan juga dapat ditampilkan dalam berbagai cara, dan
masing-masing model itupun juga dapat dimasukkan dalam jenis atau kelas tertentu. Pengklasifikasian model-model itu penting karena dapat membantu pemahaman kita terhadap prospek penggunaannya dalam aplikasi bisnis. Menurut
50
beberapa pakar, seperti Murdick et al yang dikutip oleh Simatupang (1995), dan Arifin (1991) model dapat diklasifikasikan menjadi delapan kelas yaitu: 1) Berdasarkan fungsi. Terdapat 3 jenis model yang termasuk dalam kelas ini yaitu: a) Model Deskriptif; model ini hanya memberikan gambaran dari sistem nyata tentang kondisi atau kegiatan sekarang atau masa lalu tanpa berusaha memprediksi atau memberi rekomendasi. b) Model Prediktif; model ini berusaha menjelaskan hubungan variabel terikat
untuk
meramalkan
hasil
dari
kondisi
tertentu
dan
memungkinkan untuk membuat percobaan dengan pernyataan “Jika.........Maka”. c) Model Normatif; model ini memberikan jawaban terbaik dari beberapa kemungkinan yang ada terhadap sebuah masalah, dan juga memberikan rekomendasi untuk mengambil langkah-langkah atau tindakan-tindakan untuk mengoptimalkan beberapa keuntungan atau nilai. Masalah dari model ini beasanya berbentuk: penemuan nilainilai dari variabel yang dapat dikendalikan yang dapat memberikan manfaat paling besar seperti yang diukur oleh variabel hasil terhadap kriteria pencapaian tujuan. Kesukaran utama dari model ini adalah menetapkan kriteria yang tepat dalam memilih jawaban terbaik. 2) Berdasarkan struktur. Model-model yang termasuk dalam kelas ini adalah:
51
a) Model Ikonis; model ini mengambil sebagian dari sifat fisik dari halhal yang diwakili mereka, sehingga menyerupai sistem yang sebenarnya namun dalam skala berbeda. b) Model Analog; komponen dari model ini dibentuk dari substitusi komponen-komponen dari masalah yang akan dimodelkan, sehingga model ini dapat menggambarkan situasi dinamik yang dapat digunakan untuk perkiraan dan pengendalian. c) Model Simbolik; model ini menggunakan bermacam-macam simbol untuk menjelaskan aspek dunia nyata. Peramalan dan pemecahan secara optimal dapat diperoleh dari model ini dengan menggunakan metode matematika, statistika, dan logika. Kekurangan dari model ini adalah hasilnya mungkin sukar diinterpretasikan, dan bahkan asumsiasumsi dari model ini tidak cukup dikemukakan. 3) Berdasarkan acuan waktu. Model-model acuan waktu adalah: a) Model Statik; model statik tidak berubah oleh pengaruh waktu. b) Model Dinamik; menunjukkan perubahan kebiasaan akibat aktivitasaktivitasnya. Perubahan itu dapat diturunkan sebagai fungsi dari waktu, sehingga model-model ini menganggap waktu sebagai variabel bebas. 4) Berdasarkan Acuan tingkat ketidakpastian. Termasuk ke dalam model ini adalah: a) Model Deterministik; diambil daari suatu kelompok yang khusus dari nilai-nilai input dan dari nilai ini diharapkan adanya output tertentu
52
yang ditetapkan secara unik yang merupakan pemecahan dari sebuah model dalam situasi yang pasti. b) Model Probabilistik; merupakan model yang mencakup distribusidistribusi
kemungkinan
untuk
input-input
dan
memberikan
serangkaian nilai dari sekurang-kurangnya satu variabel output dengan probabilitas yang berkaitan pada tiap nilai. Model ini bersifat alamiah dan membantu dalam proses pengambilan keputusan yang dinyatakan probabilitasnya. c) Model Konflik; dalam model ini sifat alamiah pengambil keputusan berada dalam pengendalian lawan. d) Model tak pasti (uncertainty); dikembangkan untuk menghadapi ketidakpastian mutlak. Dalam model ini, kondisi masa depan dan probabilitasnya tidak diketahui. Pertimbangan dalam model ini berdasarkan pertimbangan, utilitas dan resiko melalui probabilitas. 5) Berdasarkan Derajat Generalisasi. Terbagi menjadi: a) Model Umum; model umum dunia usaha adalah model yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional dari usaha, dan juga dapat dipakai untuk beberapa jenis masalah yang berbeda. b) Model
Spesifik/khusus;
merupakan
model-model
yang
dapat
digunakan dalam bidang fungsional tunggal atau hanya digunakan untuk masalah tertentu. 6) Berdasarkan Acuan Lingkungan. Terdiri dari: a) Model Terbuka; mempunyai satu atau lebih variabel eksogen yaitu variabel yang berasal dari lingkungan eksternal. Model ini memiliki
53
interaksi dengan lingkungannya dalam bentuk pertukaran informasi, material atau energi. b) Model Tertutup; model ini tidak memiliki interaksi dengan lingkungannya. Variabel yang dimilikinya semuanya endogen yaitu berasal dari lingkungan terkendali dan internal. 7) Berdasarkan Derajat Kuantifikasi. Terdiri dari: a) Model Kualitatif; menggambarkan kualitas (baik/buruknya) suatu realita. Model ini dapat dikelompokkan menjadi model mental dan model
verbal.
Model
mental
adalah,
suatu
model
yang
menggambarkan titik awal dari abstraksi pengambil keputusan dalam memahami masalah yang dimodelkan. b) Model Kuantitatif; merupakan model yang variabelnya dapat dikuantifikasikan. Model kuantitatif terdiri dari model statistik, optimasi, heuristik, dan simulasi. 8) Berdasarkan Dimensi. Terdiri dari: a) Model dua dimensi;memiliki dua dimensi penentu sehingga modelnya sangat sederhana. b) Model multidimensi; mempunyai banyak faktor penentu atau mempunyai lebih dari dua variabel.
2.15.5
Prosedur Pemodelan Model merupakan penyederhanaan suatu masalah, sehingga model yang
baik haruslah menggambarkan bagian-bagian yang perlu saja, dengan kata lain suatu model selalu mengandung pengertian simplifikasi dan abstraksi. Proses pemodelan dilakukan menurut tahapan sebagai berikut: 54
1) Identifikasi permasalahan dan tujuan. Perumusan masalah merupakan langkah awal yang paling kritis dalam pengembangan model, karena jika permasalahan yang dirumuskan salah maka konsekuensi logisnya adalah model yang dibangun tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Untuk merumuskan permasalahan diperlukan kreativitas, karena permasalahan harus dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Oleh karena itu perumusan masalah seringkali harus melalui tahapan: a) Eksplorasi, b) Seleksi, c) Formulasi. 2) Pendefinisian Sistem Pendefinisian sistem dilakukan berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan pada langkah sebelumnya. Masalah yang menjadi obyek perhatian diuraikan menurut elemen-elemennya sehingga gambaran sistemnya akan semakin jelas. 3) Identifikasi
Variabel.
Terdapat
tiga
jenis
variabel
yang
perlu
didefinisikan yaitu: a) Variabel bebas, yang merupakan keberhasilan sistem, b) Variabel yang dapat dikendalikan, c) Variabel yang tidak dapat dikendalikan. Dalam mengidentifikasikan variabel yang perlu dipertimbangkan adalah: relevan, minimum, lengkap dan operasional.
55
4) Formulasi Model Formulasi model harus mencerminkan bagaimana perilaku sistem dalam mencapai tujuan. Perilaku itu digambarkan melalui relasi antar variabel. Pada dasarnya terdapat tiga relasi yang mungkin terjadi: a) Faktor ketersediaan data, b) Faktor kuantitas data, c) Faktor kualitas data, d) Faktor variabilitas data. 5) Parameterisasi Model Parameterisasi Model merupakan proses penentuan parameterparameter dari model yang telah dikembangkan berdasarkan permasalahan dan tujuan studi. Estimasi parameter memerlukan data sebagai hasil pengamatan oleh karena itu estimasi ini perlu mempertimbangkan: a) Faktor ketersediaan data, b) Faktor kuantitas data, c) Faktor kualitas data, d) Faktor variabilitas data. Metode yang dapat digunakan dalam melakukan estimasi parameter adalah: a) Metode obyektif, misalnya metode statistik, b) Metode subyektif, misalnya pendapat pakar, metode delphi, c) Kombinasi antara kedua metode diatas. 6) Validasi Model Sebagaimana telah dikemukakan model adalah representasi dari suatu sistem. Untuk dapat menyatakan suatu model merupakan model yang baik
56
tidak cukup dengan hanya melihat model tersebut sudah menggambarkan sistem yang sesungguhnya, karena kepentingan suatu model adalah dapat diimplementasikan. Oleh sebab itu, diperlukan validasi model yang meliputi aspek sebagai berikut: a) Kemampuan model dapat menggambarkan kembali sistem lamanya, b) Kemampuan model untuk dapat digunakan, c) Manfaat yang dapat dihasilkan oleh model, d) Biaya yang diperlukan. 7) Implementasi Model Agar model dapat diimplementasikan, maka pengembang perlu melibatkan pengambil keputusan dan pemakai model. Bagi pengambil keputusan pertimbangannya pada efisiensi dan efektifitas model dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Sedangkan pertimbangan yang perlu dipikirkan oleh perancang model adalah faktor-faktor yang mungkin dapat menjadi penghambat dalam implementasi. Langkah-langkah pemodelan dapat dijelaskan pada Gambar 2.9.
57
Identifikasi Permasalahan dan tujuan
Pendefinisian Sistem
Formulasi model
Parameterisasi model
Validasi Model
Tidak
Valid
Ya
Implementasi
Gambar 2.9 – Diagram Alir Prosedur Pemodelan
58
2.16 Variabel - variabel Struktur Hierarki pada AHP 2.16.1
Pengertian Variabel Variabel penelitian biasa didefinisikan sebagai faktor yang apabila diukur
memberikan nilai yang bervariasi. Ada pula yang mendefinisikan variabel sebagai suatu karakteristik dari orang, objek atau gejala yang memiliki nilai yang berbeda – beda. Adapun definisinya, variabel merupakan faktor yang sangat penting dan perlu dipahami, karena sangat berpengaruh sebagai tempat berpijak dalam menentukan hipotesa penelitian (dalam pembuatan penelitian ini tidak menggunakan hipotesa). Selain itu variabel juga sangat penting dalam penentuan disain penelitian, pengembangan instrumen penelitian serta penetapan uji statistik. 2.16.2
Jenis variabel Pengetahuan mengenai jenis – jenis variabel penelitian sangat penting
untuk benar – benar dipahami mengingat penentuan suatu faktor sebagai variabel sangat terkait dengan hipotesa, disain, pengembangan instrumen penelitian serta disain penelitian yang ditetapkan. Penentuan klasifikasi variabel harus dibuat sejelas dan setepat mungkin. Harus ditetapkan secara tepat mana yang menjadi variabel bebas mana yang menjadi variabel tergantung dan variabel – variabel lainnya. Beberapa jenis variabel diantaranya: 1) Variabel Bebas Variabel bebas atau Indenpendent variable adalah variabel yang diduga sebagai penyebab timbulnya variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk mengetahui pengaruhnya terhadap variabel lain.
59
2) Variabel Tergantung Variabel tergantung atau depedent variable adalah variabel yang timbul sebagai akibat langsung dari manipulasi dan pengaruh variabel bebas. Dalam penelitian, variabel tergantung diamati dan diukur untuk mengetahi pengaruh dari variabel bebas. 3) Variabel Moderator Variabel moderator disebut juga variabel bebas kedua yaitu variabel yang dipilih, diukur, diamati dan dimanipulasi oleh peneliti karena diduga ikut mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung. 4) Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah variabel yang dikontrol oleh peneliti untuk menetralkan pengaruh terhadap variabel tergantung. Variabel kontrol berbeda dengan variabel morerator. Variabel ditetapkan sebagai variabel moderator untuk dipelajari pengaruhnya, sedangkan variabel ditetapkan sebagai variabel kontrol untuk dihilangkan pengaruhnya. 5) Variabel Antara Variabel antara atau intervening variable adalah faktor yang secara teoritik mempengaruhi hubungan variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel ini tidak dapat diamati, dan diukur, namun pengaruhnya dapat disimpulkan dari hubungan yang ada antara variabel
bebas dan variabel
tergantung. Variabel ini biasanya tidak pernah disebut dalam kajian operasional, tetapi disebutkan keberadaannya dalam kajian teoritik.
60
Hubungan antara kelima variabel tadi dapat digambarkan melalui suatu bagan. Biasanya bagan tersebut dipaparkan juga dalam proposal penelitian dan laporan hasil penelitian. Sebagai contoh pada penelitian pupuk x, hubungan antara variabelnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Bebas
Variabel Antara
Variabel Tergantung
Pupuk X
Proses menjadi subur
Kesuburan tanaman
Variabel Moderator
Variabel Kontrol
Tanah, Air, Pot, Sinar matahari
Tanah, Air, Sinar matahari
Gambar 2.10 – Hubungan Antara Variabel-variabel
2.16.3
Variabel-variabel Pengambilan Keputusan Telah dijelaskan diatas tentang variabel-variabel secara komprehensif
dan diagram alirnya yang semuanya itu saling berhubungan. Dari penjelasan tersebut yang mendukung terbentuknya struktur hierarki pengambilan keputusan dari variabel-variabel yang didapat dari informasi internal dan eksternal dengan suatu metode analytical hierarchy process (AHP). Setelah terbentuknya struktur hierarki dengan variabel-variabel yang saling terikat satu sama lain dan variabelvariabel tersebut akan dijelaskan dibawah ini yaitu: 1) Variabel Tingkat Kriteria a) Bahan baku Bahan baku adalah unsur-unsur yang belum diolah yang digunakan dalam proses pabrikasi ( Simamora, 2000 : 547). Bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang
61
dengan mudah dapat diikuti biayanya (Baridwan, 2000 : 150). Dari beberapa pengertian tersebut maka bahan baku adalah barang-barang yang belum diolah yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang digunakan dalam proses pabrikasi. Semakin baik suatu bahan baku atau mutunya untuk diproses menjadi bahan jadi, maka baik pula produk jadinya. b) Teknologi Teknologi adalah pengembangan dan penggunaan dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Kata teknologi5) sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Akan tetapi, penemuan yang sangat lama seperti roda dapat disebut teknologi. Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan (pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat. c) Kemasan Pada dewasa ini kemasan atau pembukus mempunyai arti penting, karena kemasan tidak hanya digunakan sebagai pelindung terhadap produk, tetapi digunakan untuk dapat menyenangkan dan memikat hati konsumen. Oleh karennya, kemasan termasuk dalam strategi produk dengan cara memperbaiki bentuk luar dari produk, seperti pembungkus, 5)
Budi Raharjo, Teknologi dan Teknik, dalam, internet Br. School (of Thought), diakses 02 Nopember 2007.Br. School (of Thought).
62
etiket, warna dan lain-lain agar dapat menarik perhatian konsumen, dan dapat memberikan kesan bahwa produk tersebut mutu atau kualitasnya baik. Kemasan mempunyai arti penting di dalam mempengaruhi para konsumen langsung maupun tidak langsung, di dalam menentukan pilihan terhadap produk yang akan dibelinya, untuk itu bentuk luar suatu produk harus dapat dibuat semenarik mungkin bagi konsumen. Dengan demikian, kemasan seperti telah diutarakan tidak dapat diabaikan, karena fungsinya bukan hanya sekedar sebagai pebungkus saja, pada umumnya kemasan berfungsi untuk mencegah kerusakan secara fisik, untuk mencegah atau mempersukar pemalsuan atau peniruan, untuk menjamin kebersihan dan sebagai wadah “container” untuk produk yang berupa barang cair. Di samping itu kemasan dapat berfungsi sebagai alat komunikasi dengan memberikan keterangan pada kemasan itu tetang cara penggunaan, cara penyimpanan, komposisi isi produk, dan lain sebagainya. Di dalam pengertian kemasan, beberapa pengarang memberikan definisi yang berbeda-beda. Akan tetapi di dalam definisi yang berbeda-beda tersebut mengandung hal yang sama, perbedaannya terletak pada ruang lingkupnya. Adapun syarat kemasan yang baik dan tingkat kemasan yaitu: 1. Syarat kemasan yang baik. Dalam melakukan kemasan perlu diperhatikan agar kemasan itu harus praktis, mudah dibuka dan ditutup, mudah disimpan (terkait dengan bentuk), serta ukuran harus sesuai dengan pengguna dan preferensi konsumen. Menurut
63
Assuari (1996:191), kemasan yang dipergunakan seharusnya memenuhi syarat sebagai berikut: (a). Harus
dapat
melindungi
produk
terhadap
kerusakan,
kekotoran, dan kehilangan isinya, (b). Harus ekonomis dan praktis bagi kegiatan pendistribusian produk tersebut. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa perusahaan
harus
dapat
memilih
jenis
dan
cara
pembungkusan dengan biaya yang relatif murah, akan tetapi dapat memberi kemudahan bagi konsumen untuk membawa dan menyimpan. (c). Ukuran kemasan hendaknya sesuai dengan kehendak pembeli, misalnya besar kecilnya, dan bentuknya sesuai dengan unit kesatuan produk, (d). Kemasan haruslah memberikan aspek deskriptif, yaitu menunjukan merek, kualitas, rasa dan campuran atau komposisi yang terdapat dalam produk tersebut, (e). Kemasan hendaknya mempunyai citra dan aspek seni. Syarat yang telah dikemukakan diatas, fungsi kemasan tidak hanya sebagai kemasan saja tetapi mempunyai fungsi lebih luas daripada itu. Kemasan yang menarik penting sekali terutama bagi konsumen yang mengadakan pembelian untuk pertama kalinya. Dari daya tarik kemasan itulah selanjutnya orang mempunyai
minat
untuk
segera
mengadakan
aktivitas
64
pembayaran. Oleh sebab itu, kemasan yang baik harus memenuhi beberapa syarat: (a). Memberikan perlindungan terhadap barang yang dibungkus, (b). Dengan bungkus pihak konsumen merasa gampang sewaktu menggunakan barang, juga gampang menyimpannya, (c). Dengan pembungkus konsumen menjadi tertarik, baik karena warnanya, gambar, tulisan, tanda, keterangan, dan lainnya yang ada pada bungkusnya, (d). Dengan bungkus tertentu orang akan sekaligus dapat mengenali isinya, jadi memudakan calon pembeli untuk mengenal barang yang dibungkus, (e). Dengan bungkus tertentu orang akan mengetahui mutu barang yang ada di dalamnya, akan mengetahui jaminan yang diberikan, dan akan dapat pula mengetahui pembuatnya, (f). Dengan bungkus itu produsen atau pemasar dapat sekaligus menggunakan sebagai alat advertensi, dengan memberikan tanda, simbol, tulisan, keterangan lainnya yang bersifat membujuk, mempengaruhi atau memberikan informasi kepada calon pembeli supaya melakukan pembelian. 2. Tingkat
kemasan.
Menurut
Kolter
(1997:457)
kemasan
mempunyai 3 tingkat bahan yaitu: (a). Kemasan dasar (primary package) ialah bungkus langsung dari suatu produk,
65
(b). Kemasan tambahan (secondary package) ialah bahan yang melindungi kemasan dasar dan dibuang bila produk tersebut akan digunakan, (c). Kemasan pengiriman (shipping package) ialah setiap kemasan yang diperlukan waktu penyimpanan, pengangkutan dan identifikasi. d) Iklan (Media Iklan) Yang dimaksud dengan media iklan adalah segala sarana komunikasi yang dipakai untuk mengantarkan dan menyebar luaskan pesan – pesan iklan. Pada prinsipnya, jenis media iklan dalam bentuk fisik dibagi kedalam dua kategori yaitu media iklan cetak dan media iklan elektronik. Media cetak adalah media statis dan mengutamakan pesanpesan visual yang dihasilkan dari proses percetakan; bahan baku dasarnya maupun sarana penyampaian pesannya menggunakan kertas). Media cetak adalah suatu dokumen atas segala hal tentang rekaman peristiwa yang diubah dalam kata-kata, gambar foto dan sebagainya ( contoh : surat kabar, majalah, tabloid, brosur, pamflet, poster. Sedangkan media elektronik adalah media yang proses bekerjanya berdasar pada prinsip elektronik dan eletromagnetis (contoh televisi, radio, internet). Diantara dikotomi media tersebut
ada satu media yang tidak
termasuk dalam kategori keduanya yaitu media luar ruang (papan iklan atau billboard). Jika dilihat dari pekerjaan kreatifnya maka media iklan terbagi dua jenis yaitu :
66
1. Media lini atas (above the line) ; media utama yang digunakan dalam kegiatan periklanan, contoh ; televisi, radio, majalah, surat kabar, 2. Media lini bawah (below the line) ; media pendukung dalam kegiatan periklanan, contoh : pamflet, brosur dan poster. e) Harga Menurut Chandra, 2002 dalam bukunya Fandy Tjiptono, 2004: Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk. Harga merupakan aspek yang tampak jelas (visible) bagi para pembeli, bagi konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian jasa, seringkali harga menjadi satu-satunya faktor yang bisa mereka pahami, tidak jarang pula harga dijadikan semacam indikator kualitas jasa. Besar kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas produk bersangkutan dan sebaliknya (Hukum Permintaan). Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah satu-satunya unsur bauran pemasaran / marketing mix (4P = product, price, place, promotion / produk, harga, distribusi, promosi) yang mendatangkan pemasukan bagi perusahaan, yang pada gilirannya berpengaruh pada besar kecilnya laba dan pangsa pasar yang diperoleh. Unsur bauran pemasaran yang lainnya seperti produk, distribusi dan promosi justru mengeluarkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit. Harga mempunyai suatu pendekatan (approach) yaitu:
67
1. Harga bagi perekonomian. Sebagai regulator dasar dalam sistem perekonomian karena harga berpengaruh terhadap alokasi faktorfaktor produksi seperti: Tenaga kerja, Tanah, Modal, waktu dan kewirausahaan (entrepreneurship), 2. Harga bagi Konsumen. Konsumen sangat sensitif terhadap faktor harga (menjadikan harga sebagai satu-satunya pertimbangan membeli produk) dan ada pula yang tidak, 3. Harga bagi perusahaan. Harga adalah satu-satunya bauran pemasaran yang mendatangkan pendapatan dan laba, harga mempengaruhi posisi bersaing dan dan laba bersih perusahaan. 2) Variabel Tingkat Alternatif Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen. Menurut
Solomon (2002) mengungkapkan definisi perilaku
konsumen sebagai berikut:“Consumer behavior covers a lot of ground: It is the study of the processes involved when individuals or group select, purchases, use, or dispose of products, services, ideas, or experiences to satisfy needs and desires”. Perilaku Konsumen mencakup beberapa sudut pandang : Perilaku
68
Konsumen adalah sebuah studi mengenai proses-proses yang terlibat ketika induvidu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau membuang suatu produk, jasa, ide-ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Usaha yang dilakukan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen
sekaligus
memenangkan
persaingan,
perusahaan
harus
mempersiapakan srategi pemasaran yang tepat untuk produknya. Produk yang ditawarkan ke pasar harus mendapatkan perhatiaan untuk dibeli, digunakan, atau dikonsumsi agar memenuhi keinginan dan kebutuhan. Dalam memilih produk, konsumen tentu saja akan di pengaruhi oleh Bahan Baku, Teknologi, Kemasan, Iklan, dan Harga. Oleh karena itu, konsumen akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dan mencari manfaat tertentu dari suatu produk, konsumen akan mempertimbamgkan produk mana yang akan dipilih untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat yang di perlukan. Untuk itu konsumen mempunyai perbedaan perilaku di suatu wilayah terhadap suatu objek yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Wilayah-wilayah tersebut yaitu: a) Konsumen perkotaan Konsumen perkotaan adalah suatu individu atau kelompok yang mempunyai
perilaku
Mandiri,
Netral
Afektif,
Orientasi
Diri,
Universalisme, Prestasi, Heterogenitas. Konsumen perkotaan lebih baik, tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen pinggiran (perbatasan kota) dan pedesaan, dan pada umumnya konsumen perkotaan bekerja pada sektor formal. Keadaan tersebut menunjukkan
69
lingkungan sosial dan faktor personal konsumen perkotaan terhadap pangan pun lebih baik. Faktor personal, seperti kecerdasan; dan faktor situasional seperti latar belakang budaya dan struktur kelompok, berpengaruh terhadap pembentukan persepsi berita (Tubbs & Moss 2001), dan selanjutnya diikuti dengan perubahan sikap kosumen terhadap produk (Sanzo et al.2003). Pada tingkat pendidikan konsumen perkotaan paling banyak yang menyelesaikan SMA atau lebih tinggi. b) Konsumen perbatasan kota (pinggiran) Konsumen perbatasan kota (pinggiran) adalah suatu individu atau kelompok yang dapat dikatakan sebagai konsumen transisi yang didominasi kelompok usia muda, peralihan dari pedesaan ke perkotaan, dalam tingkat pendidikan konsumen pinggiran banyak yang sudah menyelesaikan SMP atau diatasnya dan relatif lebih banyak dibandingkan konsumen pedesaan. c) Konsumen pedesaan Konsumen pedesaan adalah suatu individu atau kelompok yang mempunyai sikap interaksi personal
yang tinggi memungkinkan
masyarakat lebih mengenal pedagang atau produsen. Solidaritas sosial dan kepercayaan terhadap pedagang memungkinkan konsumen di pedesaan tetap membeli produk. Pada tingkat pendidikan kosumen pedesaan sedikit yang tidak menyelesaikan SMP. Penjelasan di atas telah memberikan perbedaan perilaku konsumen perkotaan, perbatasan kota (pinggiran), dan pedesaan yang semuanya itu harus disikapi untuk mengembangkan suatu produk mana yang tepat dalam
70
mengkonsumsi produk (efektif dan efisien). Adapun karakteristik konsumen Indonesia yang diuraikan oleh Bpk. Handi Irawan (Majalah Marketing) ialah: a) Berpikir jangka pendek Ternyata sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit diajak berpikir jangka panjang salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba Instant. Produk semacam Extra Joss,Hemaviton Jreng,Indomie dsbnya laris manis. b) Tidak terencana Konsumen Indonesia termasuk konsumen yang tidak terbiasa merencanakan sesuatu. Sekalipun sudah, tapi mereka akan mengambil keputusan pada saat-saat terakhir. Kebiasaan ini mirip dengan kebiasaan konsumen kelas satu. c) Suka berkumpul Kebiasaan suka berkumpul sudah melekat dalam budaya konsumen kita, sampai adanya istilah “mangan ora mangan ngumpul” dalam masyarakat jawa. Strategi paling efektif untuk karakter ini adalah strategi komunikasi Word of mouth, ini terbukti dari riset para pembeli rumah lewat KPR, awareness tertinggi konsumen terhadap produk KPR bukanlah berasal dari iklan atau brosur, tetapi justru datang dari teman atau relasi. d) Gagap teknologi Rendahnya penetrasi teknologi tinggi di indonesia menunjukkan bahwa mayoritas konsumen kita relatif masih “gaptek” sehingga adopsi terhadap suatu teknologi relatif jauh lebih lambat.
71
e) Berorientasi pada konteks Konsumen kita cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan begitu, konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu sendiri. f)
Suka merek luar negeri Soal menyamar, kita bisa belajar dari Polytron. Sebab sudah 28
tahun produk elektronika asli dalam negeri ini “menyamar” sebagai merek mancanegara, dan cukup berhasil. Kenapa harus menyamar alasanya menyangkut image dan kualitas merek luar negeri yang dipersepsi lebih baik dan bergengsi dibandingkan buatan Indonesia. g) Religius Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama. Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung simbol-simbol agama. Sudah lama para pelaku bisnis memanfaatkan simbol-simbol agama dalam melakukan strategi pemasaranya. h) Gengsi Konsumen Indonesia amat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun.
72
i)
Kuat di subbudaya Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar
negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain. Pada produk-produk tertentu, ada hal yang bersifat lokal yang memang harus diperhatikan. j)
Kurang peduli lingkungan Salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah
kekurang pedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Variabel-variabel pengambilan keputusan telah dijelaskan secara mendalam, agar dapat
optimal dalam menentukan faktor-faktor pemilihan
pelumas berdasarkan variabel tersebut.
73