BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II. 1
Pemahaman Perpajakan
II.1.1
Definisi dan Unsur Pajak Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pembelanjaan negara demi kepentingan bersama. Terdapat beberapa definisi mengenai pajak yang di ungkapkan oleh tokoh-tokoh di Indonesia. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, yang dikutip dari buku karangan Mardiasmo (2009:h1), mendefinisikan pajak sebagai: “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Sementara menurut Prof. Dr. M. J. H. Smeets, yang dikutip dari buku karangan Ilyas, Wirawan B. dan Burton, Richard (2008:h6), mendefinisikan pajak sebagai berikut: “Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual: maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
10
Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 1 menjelaskan: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dengan berbagai macam definisi mengenai pajak yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-unsur pajak, antara lain: 1. Iuran pajak berasal dari Wajib Pajak kepada negara, 2. Pajak bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang serta peraturanperaturan, 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi secara langsung, 4. Digunakan untuk keperluan umum yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
II.1.2
Fungsi Pajak Dalam perpajakan di Indonesia, pajak mempunyai 2 fungsi utama. Mardiasmo (2009:h1) menjabarkan kedua fungsi tersebut yaitu: 1. Fungsi Budgeter Merupakan pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
11
2. Fungsi Regulerend Adalah suatu fungsi pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
II.1.3
Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia terdapat 3 jenis sistem yang berlaku dalam pemungutan pajak. Ketiga sistem pajak tersebut, diberlakukan sesuai dengan pasal yang dikenakan. Mardiasmo (2009:h7) menyebutkan ketiga sistem tersebut yaitu: 1. Official Asessment System Merupakan suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus, 12
b) Wajib Pajak bersifat pasif, c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Asessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. Witholding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, sistem perpajakan nasional mewajibkan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 13
Hal ini didasarkan pada penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah mengalami beberapa kali perubahan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 lalu diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, dan perubahan yang terakhir yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang melatarbelakangi penerapan sistem perpajakan nasional dengan self assesment.
II.1.4
Pembukuan dan Pencatatan Setiap Wajib Pajak diharuskan melakukan pembukuan atau pencatatan bergantung pada peredaran bruto (omset) yang dihasilkan selama satu tahun. Jika Wajib Pajak memiliki omset diatas Rp 4,8 Miliar maka harus menyelenggarakan pembukuan, sebaliknya jika Wajib Pajak memiliki omset dibawah Rp 4,8 Miliar maka harus melakukan pencatatan atau boleh juga menyelenggarakan pembukuan. Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 nomor 28 menyebutkan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. Sementara pengertian mengenai pencatatan lebih sederhana, yaitu membuat kronologis secara sistematis berdasarkan urutan waktu selama satu tahun dan menyimpan dokumen pendukung yang 14
menjadi dasar pencatatan selama sepuluh tahun sejak berakhirnya tahun pajak. Lebih jelas mengenai pencatatan, Dirjen Pajak telah mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-4/PJ/2009 yang berisikan mengenai kewajiban orang pribadi yang tidak menyelenggarakan pembukuan untuk melakukan pencatatan. Pembukuan atau pencatatan yang dilakukan para pemilik online shop disesuaikan dengan penghasilan bruto mereka selama satu tahun. Hal ini dilakukan sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan yang mereka bayarkan kepada negara.
II.1.5
Sanksi Pajak Dalam Undang-Undang Ketentuan Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007, menyebutkan beberapa sanksi perpajakan bagi Wajib Pajak, yang tertuang dalam pasal 39 dan 39A. Berikut ini bunyi pasal 39, yaitu: 1. Setiap orang yang dengan sengaja: a) Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, b) Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, c) Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, d) Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, 15
e) Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, f) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, g) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain, h) Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11), atau i) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 2. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
16
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan. Kemudian di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 39A yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja: 1. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, atau 2. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6
17
(enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
II.2
Pajak Penghasilan
II.2.1
Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan Penghasilan adalah setiap tambahan nilai ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dasar hukum pajak penghasilan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 lalu diubah kembali menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, dan terakhir diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009. Selain itu juga berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP/545/PJ/2000 yang diubah dengan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 15/PJ/2006, dan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 dan PER-31/PJ/2009.
II.2.2
Subjek dan Non Subjek Pajak Penghasilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, ada beberapa subjek yang dapat digolongkan sebagai Subjek Pajak Penghasilan dan yang Bukan Subjek Pajak Penghasilan.
18
Berikut ini yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan, yaitu: 1. Orang pribadi, 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, 3. Badan, 4. Bentuk usaha tetap Sementara yang bukan menjadi Subjek Pajak Penghasilan yaitu: 1. Kantor perwakilan negara asing, 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan ataupekerjaanya tersebut serta negara bersangkutan memberikan timbal balik, 3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota, c) Pejabat-pejabat perwakilan dari organisasi internasional dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
19
II.2.3
Objek dan Non Objek Pajak Penghasilan Sehubungan dengan pengertian penghasilan diatas, objek pajak penghasilan dapat dengan nama dan dalam bentuk apapun yang di sebutkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yaitu: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan, 3. Laba usaha, 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya, c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun, d) Keuntungan karena pengalihan harta keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, 20
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau
penguasaan
di
antara
pihak-pihak
yang
bersangkutan, e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagia atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak, 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi, 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak, 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala, 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing, 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva, 14. Premi asuransi,
21
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak, 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah, 18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, 19. Surplus Bank Indonesia.
Sementara itu, yang bukan objek pajak penghasilan disebutkan dalam pasal 4 ayat 3, diantaranya: 1. Bantuan atau Sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah, Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan 22
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, 2. Warisan, 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal, 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, 6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, b) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor, 23
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai, 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif, 10. Dihapus, 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a) Merupakan
perusahaan
mikro,
kecil,
menengah,
atau
yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, b) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, 13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, 24
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
II.2.4
Tarif Pajak Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Tarif pajak dibedakan menjadi dua yaitu tarif pajak umum dan tarif pajak khusus. Tarif pajak umum mengacu pada pasal 17 ayat (1) huruf a yang menyebutkan bahwa tarif pajak untuk orang pribadi terdiri menjadi 4 lapisan, yaitu:
LapisanPenghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp 50.000.000 diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 diatas Rp 500.000.000
Tarif Pajak 5% 15% 25% 30%
Kemudian untuk tarif pajak badan disebutkan dalam pasal 17 ayat (1) huruf b yakni wajib pajak badan dalam negri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Namun pada pasal (2a) ada tambahan bahwa tarif sebagaimana 25
dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Sementara untuk tarif pajak khusus mengacu pada pasal 31E ayat 1 yaitu Wajib Pajak badan dalam negri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
II.3
Sosialisasi Pajak
II.3.1
Pengertian Sosialisasi Perpajakan Kegiatan penyuluhan pajak memiliki andil besar dalam mensukseskan sosialisasi pajak keseluruhan Wajib Pajak. Hal ini tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP 114/PJ/2005 Tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Berbagai media diharapkan mampu menggugah kesadaran Wajib Pajak dan meningkatkan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak baik badan maupun pribadi dalam rangka meningkatkan jumlah penerimaan negara sehingga pesan moral terhadap pentingnya pajak bagi pembiayaan negara dapat tersampaikan. Pengertian sosialisasi menurut Soerjono Soekanto adalah sutatu proses yang menempatkan anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di tempat dia menjadi anggota. Sementara pengertian sosialisasi menurut Robert M.Z. Lawang adalah proses mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang 26
diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial. Menurut samudera (2004:h6) bahwa dalam melakukan sosialisasi perlu adanya strategi dan metode yang tepat yang dapat diaplikasikan dengan baik, yaitu : publikasi, kegiatan, pemberitaan, keterlibatan komunitas, pencantuman identitas, dan pendekatan pribadi. 1. Publikasi Adalah aktivitas publikasi yang dilakukan melalui media komunikasi, baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media audiovisual seperti radio ataupun televisi. Hal ini di dukung oleh suatu pernyataan kepala DJP wilayah Riau-Kepri, Nirwan Tjipto, saat acara sosialisasi pajak untuk wartawan yang digelar dipekanbaru (29/03/2011) bahwa “Media massa menjadi salah satu faktor penting dalam edukasi perpajakan kepada masyarakat. Tentunya dengan kerja sama dan bantuan media massa yang mensosialisasikan tata cara perpajakan dapat membantu tugas kami dalam mengedukasi mayarakat.” 2. Kegiatan Institusi pajak dapat melibatkan diri pada penyelenggaraan aktivitasaktivitas
tertentu
yang
dihubungkan
dengan
program
kegiatan
peningkatan kesadaran masyarakat akan perpajakan pada momentmoment tertentu. Misalnya: kegiatan olahraga, hari-hari libur nasional, dan lain sebagainya.
27
3. Pemberitahuan Pemberitahuan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi bahan berita dalam arti positif, sehingga menjadi sarana promosi yang efektif. Pajak dapat disosialisasikan dalam bentuk berita kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih cepat menerima informasi tentang pajak. 4. Keterlibatan komunitas Melibatkan komunitas pada dasarnya adalah cara untuk mendekatkan institusi pajak dengan masyarakat, dimana iklim budaya indonesia menghendaki adat ketimuran untuk bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh setempat sebelum institusi pajak dibuka. 5. Pencantuman identitas Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media yang ditujukan sebagai sarana promosi. 6. Pendekatan pribadi Pengertian lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan secara informal untuk mencapai tujuan tertentu. Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari DJP untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan perpajakan.
28
I.3.2
Bentuk Sosialisasi Perpajakan Kegiatan penyuluhan dan pelayanan pajak memegang peran penting dalam upaya memasyarakatkan pajak sebagai bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara dalam hal ini memberikan mandat kepada pemerintah telah menjalankan kewajiban pemungutan pajak kepada masyarakat. Namun proses pemungutan pajak ini tidak mudah tanpa kesadaran dari masyarakat akan arti pentingnya pajak bagi pembiayaan negara. Program-program yang telah dilakukan oleh DJP berkaitan dengan kegiatan penyuluhan tersebut antara lain dengan mengadakan seminar-seminar ke berbagai profesi dan pelatihan baik untuk pemerintah maupun swasta, memasang spanduk yang bertemakan pajak, memasang iklan layanan masyarakat di berbagai stasiun televisi, mengadakan acara tax goes to campus yang diisi dengan berbagai acara yang menarik mulai dari debat pajak sampai dengan seminar pajak dimana acara tersebut bertujuan guna menimbulkan pemahaman tentang pajak kepada mahasiswa yang dinilai sangat kritis, selain mahasiswa para pelajar juga perlu dibekali tentang dasardasar pajak melalui acara tax education road show, serta memberikan penghargaan terhadap Wajib Pajak patuh pada setiap kantor pelayanan pajak. Berbagai program tersebut juga ditunjang dengan sarana-sarana yang mengakomodasi harapan masyarakat agar merasa mudah, cepat dan benar dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sarana-sarana penunjang tersebut diantaranya adanya website pajak yaitu www.pajak.go.id yang di dalamnya tersedia berbagai macam fasilitas perpajakan secara online seperti 29
e-filling. Sesuai dengan Surat edaran DJP Nomor SE-129/PJ.1/UP.90/2005 tentang sosialisasi E-filling, fasilitas ini masih terus di sosialisasikan kepada masyarakat demi kemudahan dan bentuk perubahan modernisasi administrasi perpajakan. kemudian saran penunjang lainnya adalah perpustakaan, majalah pajak, jurnal pajak, adanya call centre, sms taxes, complaint centre, dan lain sebagainya.
II.4
Sistem Administrasi Pajak
II.4.1
Pengertian Administrasi Menurut A. Dunsire yang dikemukakan oleh Siti Resmi dan Sony Devano, (2006:h71) tentang administrasi sebagai berikut: “Administrasi diartikan sebagai arahan, pemerintahan, kegiatan, implementasi, kebijakan,
mengarahkan,
kegiatan
mempresentasikan
penciptaan
melakukan
keputusan,
prinsip-prinsip
analisis,
implementasi
menyeimbangkan
pertimbangan-pertimbangan
dan
kebijakan,
sebagai pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik, dan sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritis (Yeremias T. Keban). Selanjutnya administrasi merupakan suatu proses dinamis dan berkelanjutan yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang atau material melalui koordinasi dan kerja sama.”
II.4.2
Sistem Administrasi Pajak Administrasi pajak hendaknya menjadi prioritas tertinggi yang harus diperbaiki oleh pemerintah unutk menjalankan fungsinya secara efektif 30
bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak. Sistem administrasi pajak yang dijalankan haruslah tepat sehingga memkasimalkan pendapatan negara dengan tingkat penyelewengan pajak yang sangat minim. Sistem administrasi pajak yang dijalankan Direktorat Jendral Pajak saat ini berlandaskan pada good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik). Dimana sistem yang dilakukan lebih modern dengan menggunakan teknologi tinggi. Salah satu bentuk perubahan sistem administrasi pajak yaitu dengan adanya sebuah sistem pengurusan pajak secara on line. Pengurusan administrasi pajak ini diperkirakan baru akan berjalan dengan baik sekitar tahun 2014 sesuai dengan yang disampaikan Robert Pakpahan, Direktur Transformasi Bisnis Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada Indonesiafinancetoday.com. beliau pun mempertegas bahwa perbaikan sistem administrasi ini diharapkan mampu mengurangi kasus penyelewengan, karena tidak ada lagi pajak yang dinilai secara manual. Tujuan dilakukannya latar belakang modernisasi administrasi perpajakan adalah untuk tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.
31
II.5
Kepatuhan Wajib Pajak
II.5.1
Definisi Kepatuhan Kata kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang dalam kamus besar bahasa indonesia berarti suka menurut, taat (kepada perintah, aturan, dan sebagainya) serta berdisiplin. Sementara kepatuhan artinya sifat patuh dan ketaatan. Dalam perpajakan, definisi dari Wajib Pajak patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
II.5.2
Karakteristik Wajib Pajak Patuh Rahayu, S (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dalam perpajakan, seorang wajib pajak dapat dikatakan patuh jika memilik 6 karakteristik sebagai berikut: 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunnan dalam 2 (dua) tahun terakhir, 2. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut, 3. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya, 4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan
32
Tidak termasuk tunggakan pajak Sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir, 5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, 6. Dalam hal laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
II.6
E-commerce
II.6.1
Pengertian E-commerce E-commerce menurut David Baum yang dikutip oleh John Hutagalung, Darussalam, dan Danny Septriadi, (2007:h129) adalah : “Satu set teknologi. Aplikasi, dan proses bisnis yang dinamis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.” Sedangkan menurut Eric Albarda yang dikutip oleh Hutagalung John et al. (2007:h129) menyebutkan pengertian e-commerce adalah: “Cara untuk melakukan transaksi bisnis melalui komputer dan jaringan telekomunikasi.” Secara
sederhana,
Association
for
electronik
commerce
mendefinisikan e-commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronis. Dari berbagai definisi yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan 33
bahwa e-commerce adalah semua aktivitas komersial yang dijalankan dengan bantuan internet. Berdasarkan sifatnya, e-commerce dibedakan menjadi B2B (Business to Busines) dan B2C (Business to Customer). Dalam transaksi B2B umumnya dilakukan oleh para trading partners yang sudah saling kenal dengan format data yang telah disepakati bersama. Sementara dalam transaksi B2C sifatnya lebih terbuka untuk publik sehingga setiap indvidu bisa mengaksesnya melalui suatu web server. Alasan utama menggunakan internet untuk melakukan aktifitas komersial adalah jangkauan yang luas dan bisa melakukan penghematan biaya.
II.6.2
Transaksi dalam E-commerce Berkaitan dengan jenis-jenis pajak penghasilan atas transaksi ecommerce, pada bulan januari tahun 1999, OECD membentuk The Technical Advisory Group on Treaty Charactensation of Electronic Commerce Payment yang disingkat OECD TAG on Characterisation, yang bertugas merumuskan jenis-jenis penghasilan yang timbul atas transaksi e-commerce dan perlakuan pajaknya. Pada awalnya dua puluh enak jenis penghasilan yang timbul atas transaksi e-commerce, namun dalam perkembangannya tertanggal 1 Februari 2001 The TAG Final Report menghasilkan transaksitransaksi e-commerce menjadi 28 jenis, yaitu: 1. Electronic order processing of intangible product, 2. Electronic ordering and downloading of digital product, 3. Electronic ordering and downloading of digital product for pupose of commercial exploitation of the copyright, 34
4. Updates and adds on, 5. Limited duration software and other digital informations licenses, 6. Single use software or other digital product, 7. Aplication hosting-separate license, 8. Aplicatio hosting-bundled contract, 9. Transaksi ASP (Aplication Service Provider), 10. ASP license fees, 11. Website hosting provider, 12. Software maintenance, 13. Data wirehousing, 14. Customer support over computer network, 15. Data retrieval, 16. Delivery of exclusive or other high-value data, 17. Advertising / banner adds, 18. Electronic access to professional advice, contoh jasa konsultasi, 19. Technical information, 20. Information delivery, 21. Access to an interactive web site, 22. Online shopping portals, 23. Online auctions, 24. Sales refferal program, 25. Content acquisition transaction, 26. Streamed (realtime) web based broadcasting, 27. Carriage fees, 35
28. Subscription to web site allowing the downloading of digital products.
II.6.3
Mekanisme Dalam Transaksi E-commerce Mekanisme transaski e-commerce dimulai dengan adanya penawaran sutu produk tertentu oleh penjual melalui suatu web. Kemudian konsumen dapat mengunjungi website tersebut dan melihat-lihat katalog dari apa yang ditawarkan oleh penjual. Jika konsumen tertarik, konsumen tersebut akan melakukan transaksi pembayaran sesuai dengan cara yang telah ditetapkan oleh penjual. Cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh konsumen tersebut, antara lain: 1. Transaksi model ATM, 2. Pembayaran langsung antara dua pihak yang berinteraksi tanpa perantara, 3. Dengan perantara pihak ketiga, 4. Micropayment (recehan), 5. Anonymous digital cash. Namun saat ini visa dan mastercard telah mengembangkan suatu sistem keamanan untuk pembayaran dengan menggunakan kartu bank, sistem ini dikenal dengan secure electronic transaction (SET). Apabila proses pembayaran tersebut telah di otorisasi, maka proses pengiriman dapat dilakukan. Berikut mekanisme pemasaran, pembelian, sampai dengan barang sampai kepada pembeli yang dilakukan dalam bisnis online shop melalui media facebook yang ditampilkan dalam Gambar 2.1: 36
Gambar 2.1 Gambar Mekanisme Pemasaran Pemilik online shop (barang hasil sendiri)
Upload foto barang di facebook
Mendeskripsikan barang dagangan & mencantumkan harga
Pemilik online shop Tag foto ke friends list Pesan barang kepada distributor Order dilakukan melalui message atau SMS dengan rincian barang dan alamat
Friends list sebagai pembeli atau pengguna facebook lain akan memberikan comment
Setelah pemasaran dilakukan, kemudian penjual menunggu respon dari para pembeli atau friends list yang ditawarkan barang dagangannya melalui tag foto. Jika mereka sudah merespon, maka dilakukan tata cara pembayaran sampai dengan barang tersebut sampai ke tangan pembeli. Berikut mekanisme yang dilakukan, yang ditampilkan dalam Gambar 2.2: Gambar 2.2 Gambar Mekanisme Pembelian sampai Barang Sampai ke Pembeli Order dari pembeli dengan rincian barang dan alamat
Transfer lewat rekening bank tertentu
Pembeli lapor ke penjual jika uang sudah di transfer Barang siap dikirim (lama pengiriman tergantung daerah tujuan)
Penjual contact kurir pengiriman
37
II.6.4 Pasal Pajak Penghasilan Dalam Transaksi E-commerce Dalam transaksi e-commerce terdapat beberapa pasal yang terkait dalam pemenuhan kewajiban pajak penghasilan yang mengacu pada Undang Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, antara lain: a) Pasal 15 PPh pasal 15 merupakan pajak yang harus dipenuhi Wajib Pajak apabila yang bersangkutan menggunakan perhitungan norma (deemed profit). Pernyataan ini juga tertuang dalam Undang Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pada pasal 4 ayat 3, dan pasal 14. Omset selama satu tahun akan dikurangkan dengan besarnya omset tersebut dikalikan dengan norma yang ada pada Tabel Norma perhitungan terakhir yang dikeluarkan berdasarkan pada Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP536/PJ./2000 yaitu untuk jenis transaksi e-commerce masuk kedalam transaksi yang belum tercantum dengan nomor KLU 0000 sebesar 40% untuk wilayah IbuKota. Hasil perhitungan dikurangkan dengan PTKP sehingga menghasilkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang akan dikalikan dengan pasal 17 sehingga menghasilkan PPh terutang. b) Pasal 25 Besarnya angsuran perbulan yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan disebut PPh pasal 25. Menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008, besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 disamakan dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu, sehingga akhir tahun baru akan dihitung kurang bayar atau lebih bayar dari pajak yang telah kita angsur setiap bulannya 38
selama satu tahun. SPT yang dilaporkan yaitu SPT masa dengan batas waktu penyampaian yaitu 20 hari setelah masa pajak berakhir. c) Pasal 29 PPh pasal 29 adalah kurang bayar nominal pajak penghasilan yang harus dilunasi, dikarenakan pajak terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajaknya. Dalam hal transaksi e-commerce, perhitungan PPh pasal 29 baru akan diketahui setelah SPT Tahunan di isi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau sama seperti Wajib Pajak lain. d) Pasal 4 ayat 2 Apabila Wajib Pajak yang menjalankan usaha e-commerce memiliki penghasilan lain berupa sewa bangunan, sewa tanah, atau penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas, bunga deposito dan tabungan, serta hadiah undian maka Wajib Pajak yang bersangkutan akan dipotong PPh final yaitu PPh pasal 4 ayat 2 dengan tarif 10% untuk sewa tanah,sewa bangunan, dan hadiah undian. 2% untuk transaksi saham, sekuritas, bunga deposito dan tabungan. PPh final tidak akan ikut diperhitungkan lagi dalam pengisian SPT Tahunan, karena Pajaknya telah dikeluarkan pada saat mendapatkan penghasilan-penghasilan yang telah disebutkan diatas, namun penghasilan tersebut tetap dicantumkan. e) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB terkait dengan letak dimana Wajib Pajak yang bersangkutan menjalankan usaha. Karena bisnis yang dijalankan merupakan bisnis dalam dunia maya yang keberadaanya sulit dilacak, maka dengan adanya PBB dapat diketahui tempat usaha tersebut dijalankan. Dalam transaksi e39
commerce, Wajib Pajak yang menjalankan usaha dirumah dengan peralatan komputer, maka rumah dan komputer itulah yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan dengan masa manfaat dan tarif penyusutan sesuai dengan ketentuan pasal 11 dan pasal 11A.
II.7
Hipotesis Penelitian Segala sesuatu yang dapat menambah nilai ekonomis bagi Wajib Pajak maka dapat dikatakan sebagai pendapatan. Pendapatan yang didapatkan sebagai hasil usaha yang memiliki kriteria tertentu harus dibayarkan pajak penghasilannya kepada negara. Tidak terkecuali pendapatan yang diperoleh para pemilik online shop. Meskipun belum banyak yang terjamah dan tidak terlalu mendapatkan perhatian khusus, jika ditelaah lebih jauh banyak sekali objek pajak yang dapat dijaring dan akan menambah penghasilan bagi negara. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Olivia (2009) mengenai perilaku pembayaran pajak penghasilan pemilik online shop friendster. Ruang lingkup yang digunakan adalah pemilik online shop friendster di wilayah Jakarta. Variabel yang digunakan yaitu satu variable independent (X) dan satu variabel dependen (Y). Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa perilaku membayar pajak para pemilik online shop ini masih tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Faktor yang mempengaruhi perilaku ini adalah besarnya penghasilan dan pandangan bahwa online shop harus resmi.
40
Berdasarkan pada penelitian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembayaran pajak penghasilan pemilik online shop. Terdapat beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu: 1. Faktor-faktor lain yang ditentukan diantaranya : 1) Pengetahuan perpajakan 2) Sosialisasi pajak 3) Sistem administrasi pajak. 2. Situs jejaring yang digunakan adalah facebook, karena facebook merupakan situs jejaring sosial yang sangat digemari saat ini, terbaru sesuai dengan perkembangan jaman dan mempunyai keanggotaan yang lebih banyak dari situs jejaring sosial friendster. 3. Metode design penelitian yang digunakan adalah empat variabel independent yaitu X1, X2, X3, dan satu variabel dependen Y. 4. Jumlah sample yang di gunakan adalah 50 responden, berbeda dengan penelitian sebelumnya sebanyak 37 responden.
Hipotesis menurut Sugiyono (2009:5) didefinisikan sebagai berikut : “ Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta.” Jadi, jawaban sebenarnya akan di dapat apabila telah dilakukan uji statistik dengan sample yang relevan dan reliable serta valid dalam pengujian datanya.
41
Pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan melibatkan beberapa variabel. diantaranya tiga variable independen, yaitu: X1 :
Pengetahuan perpajakan
X2 :
Sosialisasi pajak
X3 :
sistem administrasi pajak
Serta satu variabel Dependen, yaitu: Y :
Kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan
Hipotesis 1 : Apakah ada pengaruh pengetahuan perpajakan pemilik online shop terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan? Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan pemilik online shop terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan pemilik online shop terhadap kepatuhan kepatuhan dalam memenuhi pajak penghasilan.
Hipotesis 2 : Apakah ada pengaruh sosialisasi pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pemilik online shop? Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap kepatuhan dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik online shop.
42
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap kepatuhan dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik online shop.
Hipotesis 3 : Apakah ada pengaruh sistem administrasi pajak negara terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pemilik online shop? Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan sistem administrasi pajak negara terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pemilik online shop. Ha : Ada pengaruh yang signifikan sistem administrasi pajak negara terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pemilik online shop.
Hipotesis 4 : Bagaimana pengaruh pengetahuan perpajakan, sosialisasi pajak dan sistem administrasi pajak secara bersama-sama terhadap kepatuhan dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik online shop? Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan pajak, sosialisasi pajak, dan sistem administrasi pajak secara bersama-sama terhadap kepatuhan dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik online shop. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan pajak, sosialisasi pajak, dan sistem administrasi pajak secara bersama-sama dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik online shop.
43